SEKTOR TRANSPORTASI
V. EKONOMI RENDAH KARBON, EKONOMI HIJAU DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
5.4. Transisi selanjutnya ke Ekonomi Hijau
Ekonomi hijau sebagaimana diartikan di atas, sudah banyak dibicarakan dan digunakan di berbagai Negara. Meskipun demikian, cara mememulai masing-masing Negara tersebut berbeda. Dengan pola-pola memulai ekonomi hijau yang sudah dilakukan di berbagai Negara tersebut, Indonesia dapat menyebut bahwa Indonesia sudah memulai, namun pemahaman secara menyeluruh dan persiapan lebih komprehensif sangat perlu dilakukan. Untuk melakukan perubahan dari kondisi ekonomi yang ada saat ini ke ekonomi hijau, perlu dilakukan secara menyeluruh meskipun dilakukan secara bertahap. Pentahapan diperlukan karena perbaikan secara menyeluruh secara cepat akan sulit karena:
a. Diperlukan keyakinan yang besar pada semua pihak, dan ini akan sulit dilakukan karena setiap sektor yang terkait dan setiap kelompok dan tingkat masyarakat akan memiliki kesiapan yang berbeda.
b. Cara perubahan dan mulai perubahan akan sangat tergantung pada kondisi saat ini, yang kemungkinan setiap wilayah akan memiliki perbedaan kondisi dan sehingga akan memiliki perbedaan dalam cara memulai.
c. Perubahan akan memerlukan waktu untuk mempersiapkan seluruh lapisan masyarakat pada kondisi baru, sehingga diperlukan penyiapan kondisi baru yang akan dituju.
d. Perubahan tanpa penyiapan dan kesiapan atas kondisi baru akan mengakibatkan adanya “penurunan suatu kondisi” yang sering disebut sebagai trade-off. Dengan demikian, semakin disiapkan kondisi baru dan kesiapan masyarakat ke kondisi baru, maka konsekuensi kemungkinan penurunan dari kondisi lama akan pendek dan tidak dirasakan.
Untuk itu, maka perubahan ke ekonomi hijau bisanya berproses dan oleh UNEP disebut dalam laporan terakhirnya dengan Transisi Menuju Ekonomi Hijau4. Dalam laporan tersebut, secara ringkas dinyatakan definisi tentang Ekonomi hijau sebagai berikut:
4
Green Economy: one that has results in improved human well-being and social equity, while significantly reducing environmental risks and ecological scarcity. It is low carbon, resource efficient and socially inclusive.
Dari definisi di atas dapat dilihat bahwa perubahan dapat dilakukan secara bertahap dari ekonomi rendah karbon, baru melengkapi dengan elemen/komponen lain sehingga lengkap menjadi ekonomi hijau. Di dalam laporan UNEP 2011 tersebut, kegiatan ekonomi hijau perlu dilakukan semua pihak, baik sektor publik maupun private (swasta dan masyarakat). Selanjutnya, para pelaku ekonomi mewujudkan langkah ekonomi hijau melalui investasi rendah karbon dan rendah polusi; investasi yang meningkatkan efisiensi energi dan efisiensi sumberdaya; serta investasi yang mencegah hilangnya keanekaragaman hayati (biodiversity) dan jasa ekosistem (Gambar …). Dalam kaitan ini nampak keterkaitan antara ekonomi rendah karbon dengan ekonomi hijau dan elemen tambahan yang perlu dilakukan untuk terus secara konkrit melangkah dan menuju pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Langkah dan arah ini secara konsisten dan kontinyu ini dilaksanakan agar dapat menjaga bahwa pembangunan berkelanjutan dapat bersifat non-depleting path, artinya memelihara tidak menghasilkan
depletion of natural resources atau tetap memelihara natural resources.
Sehubungan dengan itu, untuk dapat mewujudkan hal-hal di atas, terdapat 3 langkah yang perlu dilakukan yaitu:
a. Perbaikan dalam penilaian (valuation) dan analisis kebijakan untuk menjamin bahwa [asar dan kebijakan telah menginternalikan dan memprhitungkan biaya dan manfaat dari dampak lingkungan hidup yang akan diakibatkan oleh investasi publik dan masyarakat.
b. Peran dari kebijakan untuk mengendalikan degradasi lingkungan dan memerlukan adanya informasi yang tepat dan efektif, insentif yang tepat, lembaga, investasi dan infrastruktur yang efektif.
c. Menyadari adanya degradasi lingkungan yang terus menerus, konversi lahan dan perubahan iklim secara global akan berpengaruh terhadap fungsi, keragaman dan ketahanan (resilience) system ekologi serta bahan dan jasa yang diberikannya.
Gambar. Elemen Transisi Menuju Ekonomi Hijau
Transisi ke ekonomi hijau sangat diperlukan tidak hanya karena sudah perlu mengingat degradasi ekosistem dan dampak yang telah ditimbulkan dari pemanfaatan ekosistem selama ini, namun juga karena memiliki beberapa manfaat dan merupakan kesempatan (opportunity):
a. Penerapan kebijakan lingkungan yang ketat dapat mengeluarkan inefisiensi dari kegiatan ekonomi saat ini dengan mengeluarkan dan mengubah perusahaan dan industri yang yang tidak efisien dan hanya tetap berdiri karena adanya subsidi baik eksplisit maupun implisit serta sumberdaya yang dinilai terlalu murah.
b. Harga dan valuasi sumberdaya sangat penting bukan hanya untuk harga dan valuasi terhadap sumberdaya alam, modal dan jasa tetapi juga harga input lain dalam ekonomi.
c. Harga dan valuasi yang tepat atas sumberdaya akan mendorong adanya penelitian dan inovasi yang akan mendukung dan mendorong tumbuhnya efisiensi dan mendorong terbentuknya ekonomi menuju bentuk landasan ekonomi yang sangat berbeda dan dalam kaitan ini menuju pembangunan berkelanjutan.
d. Peraturan lingkungan yang ketat dan diterapkan secara agresif merupakan langkah antisipasi adanya kelangkaan di masa depan. Penerapan hal ini sekecil apapun pada awal akan menciptakan pola yang dapat disebar-luaskan kemudian.
Menurut UNEP (2011) terdapat tiga strategi yang perlu dilakukan yaitu: Pertama, melakukan investasi yang benar pada modal sumberdaya alam. Artinya, investasi dan kegiatan ekonomi yang dilakukan pada sektor-sektor sumberdaya alam perlu dikelola secara hijau. Sektor-sektor ini meliputi pertanian, perikanan, sumberdaya air dan hutan yang didalamnya terdapat pula kekayaan keanekaragaman hayati (biodiversity). Strategi kedua adalah investasi pada efisiensi energi dan sumberdaya alam. Strategi ketiga adalah menciptakan dan menumbuhkan kondisi yang mendukung berkembangnya kedua strategi sebelumnya. Dalam kaitan ini kondisi yang mendukung dapat berupa kebijakan fiscal/belanja yang terarah kepada investasi hijau di berbagai sektor; reformasi kebijakan dan perubahan peraturan ke arah yang lebih mendukung timbulnya efisiensi, rendah emisi dan rendah polusi serta terpeliharanya modal sumberdaya alam (Gambar …)
5.4. “CLOSING THE LOOP” MENUJU PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Dengan mengacu kepada 3 kendala dalam pilar lingkungan sebagaimana dalam, maka langkah yang perlu dilakukan adalah:
1. Pengembangan indikator dan valuasi dari aspek-aspek lingkungan. 2. Pengembangan ekonomi lingkungan.
3. Pembentukan Ekonomi Hijau. 4. Pembentukan Perilaku Hijau.
5. Penanganan 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara komprehensif dan didukung oleh Tata Kelola Hijau
Rangkaian langkah ini merupakan suatu siklus untuk mengembangkan pembangunan berkelanjutan, sesuai dengan beberapa kendala yang masih dihadapi dalam membangun pilar lingkungan; masih dianggapnya lingkungan sebagai faktor exogenous dalam kehidupan, yang direfleksikan ke dalam pilar ekonomi dan sosial serta tata kelola sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar berikut.
Dengan kelima langkah di atas, maka penanganan ketiga pilar pembangunan berkelanjutan yang didukung dengan tatakelola yang menjamin hal tersebut, maka “loop” atau lingkaran langkah pembangunan berkelanjutan akan dapat diwujudkan. Seanjutnya satu per satu akan diuraikan dalam bagian berikut.
Pengembangan indikator dan valuasi dari aspek-aspek lingkungan.
Pengembangan indikator aspek lingkungan dapat dimulai dengan menggunakan data dan indikator yang sudah tersedia selama ini. Sebagian data dan indikator kemungkinan sudah menjadi konsensus untuk digunakan bersama, sementara sebagian lagi belum ada, masih perlu dibentuk dan disepakati untuk dijadikan indikator yang akan digunakan bersama. Contoh dalam indikator yang sudah sering digunakan adalah tingkat/ambang batas limbah beberapa bahan polusi di air, udara dan tanah sebagaimana ditentukan melalui peraturan Kementerian Lingkungan Hidup.
Selanjutnya, pengembangan indikator lingkungan dan indikator lain untuk membentuk indikator pembangunan berkelanjutan, sesuai yang diidentifikasi oleh BPS (2010)5 dengan mengikuti kaidah CSD adalah sebagaimana dalam Tabel berikut.
Tabel Indikator Pembangunan Berkelanjutan CSD dan Indikator Pembangunan Berkelanjutan 2010
Tema Sub-Tema Indikator CSD Indikator Pembangunan Berkelanjutan 2010
Kemiskinan Kemiskinan Pendapatan
Propinsi Penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan
Jumlah Penduduk miskin menurut provinsi Persentase penduduk miskin menurut provinsi
Garis kemiskinan menurut provinsi Ketimpangan
pendapatan
Rasio pembagian pendapatan nasional dari kuantil tertinggi hingga terkecil
Distribusi pembagian pengeluaran per kapita dan index gini
Air minum Proposi penduduk yang menggunakan fasilitas sanitasi yang lebih baik
Presentase rumah tangga dengan penampungan akhir tinja tangki septic menurut provinsi
Akses terhadap energy
Proporsi rumah tangga tanpa listrik dan pelayanan energy modern lainya
Persentase rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan bukan listrik menurut province
5
Peresentase rumah tangga yang bahan bakar memasaknya kayu bakar menurut provinsi Kondisi tempat
tinggal
Proporsi penduduk perkotaan yang tinggal di daerah kumuh
Jumlah desa menurut keberadaan sungai yang melintasi desa dan permukiman kumuh Pemerintahan Korupsi Persentase penduduk yang
memberikan uang suap
Jumlah kasus korupsi yang sudah di selesaikan menurut kepolisian daerah Kejahatan Jumlah pembunuhan
berencana per 100.000 penduduk
Jumlah kasus pembunuhan menurut kepolisian daerah
Kesehatan Angka kematian Angka kematian balita Estimasi angka kematian bayi (AKB) menurut provinsi
Angka harapan hidup saat lahir
Estimasi angka harapan hidup (e0) menurut provinsi
Layanan kesehatan / Health care delivery
Persentase penduduk yang memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan dasar
Persentase penduduk yang berobat jalan di puskesmas dan pustu selama sebulan yang lalu menurut provinsi
Persentase wanita berumur 15-49 tahun dan berstatus kawin menurut provinsi dan alat kb yang sedang di pergunakan
Imunisasi terhadap penularan penyakit anak-anak
Persentase balita yang diimunisasi menurut jenis imunisasi dan provinsi
Status gizi Status gizi Status gizi balita menurut provinsi Status kesehatan
dan kesakitan status and risks
Angka kesakitan dan penyakit yang berbahaya seperti HIV/ AIDS , Malaria , TBC
Jumlah penderita dan kejadian malaria menurut provinsi
Kumulatif kasus AIDS, kasus meninggal dan angka kumulatif kasus menurut provinsi Jumlah kasus penyakit tb paru menurut provinsi
Persentase perokok saat ini dan rerata jumlah batang rokok yang di hisap penduduk usia 10 tahun ke atas menurut Provinsi Jumlah kasus bunuh diri menurut provinsi Pendidikan Tingkat
pendidikan
Rasio pendapatan kotor terhadap pendidikan dasar tertinggi yang dapat di capai
Penduduk usia 15 tahun ke atas yang tamat pendidikan dasar menurut Provinsi Angka pendaftaraan pada
pendidikan dasar
Angka partisipasi murni (APM) Sekolah Dasar menurut Provinsi
Angka partisipasi murni (APM) Sekolah Dasar menurut Provinsi
Melek huruf Angka melek huruf Penduduk usia 25-24 dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan minimal SMA menurut provinsi
Demografi Penduduk Laju pertumbuhan penduduk Penduduk dan laju pertumbuhan penduduk menurut provinsi
Angka kelahiran total menurut provinsi Rasio ketergantungan Rasio ketergantungan menurut provinsi Kepariwisataan
Kerentanan terhadap bencana alam/
Persentase penduduk yang tinggal di area yang rentan dengan bencana alam
Jumlah desa menurut jenis bencana alam dan provinsi
Bencana alam Kesiapan menghadapi bencana
Jumlah desa menurut upaya antisipasi bencana alam dan provinsi
Jumlah korban bencana menurut provinsi dan kondisi korban
Jumlah kerusakan rumah akhibat bencana menurut provinsi
Perubahan iklim Emisi gas karbondioksida Perkiraan emisi CO2 dari rumah tangga menurut provinsi dan jenis bahan bakar untuk memasak
Perkiraan emisi co2 yang berasal dari kendaraan bermotor
Perkiraan emisi CH4 dari hewan ternak dan unggas
Penipisan lapisan ozon
Konsumsi bahan penipis lapisan ozon
Impor komuditi bahan yang mengandung zat perusak ozon
Kualitas udara Konsentrasi yang berkaitan dengan bahan pengotor udara di area perkotaan
Rata-rata bulanan hasil pengukuran konsentrasi gas SO2 dan NO2 di stasiun BMKG Jakarta
Lahan / land Status dan penggunaan lahan
Penggurunan/De sertification
Pertanian Area yang cocok untuk pertanian
Luas lahan sawah menurut provinsi dan jenis irigasi
Hutan Proporsi area lahan yang di tutup hutan
Persentase luas hutan terhadap luas wilayah menurut provinsi
Laut dan pantai / ocean, and seas
Batas pantai Persentase penduduk yang tinggal di area pantai
Jumlah dan persentase desa menurut provinsi dan letak geografis
Perikanan Proporsi persedian ikan dengan batas biologi yang aman
Lingkungan laut Proporsi area laut yang di lindungi
Sebaran kawasan konservasi laut menurut provinsi
Luas dan kondisi terumbu karang menurut provinsi
Air tawar / freshwater
Kualitas air Jumlah penggunaan sumber daya air
Produksi dan distribusi air bersih oleh perusahaan air minum
Intensitas penggunaan air berdasarkan aktivitas ekonomi
Kualitas air Kandungan bakteri coli dalam air tawar
Kandungan maksimum biochemical oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen deman (COD) pada air sungai di beberapa kota di indonesia
Keanekaraga man hayati
Ekosistem Proporsi dari total area terrestrial yang dilindungi berdasarkan daerah ekologi
Kawasan konservasi daratan menurut provinsi
Spesies Perubahan status ancaman pada spesies
Spesies satwa yang dilindungi Spesies tumbuhan yang dilindungi Pola
konsumsi dan produksi
Penyelenggaraan makro ekonomi
Product domestic bruto (PDB) per kapita
Produk domestic regional bruto per kapita atas dasar harga berlaku menurut provinsi Pangsa investasi dalam PDB Laju inflansi 66 kota di Indonesia
Kuangan umum berkesinambunga n
Hutang pada rasio PNB Rasio hutang luar negeri terhadap produk nasionla bruto
Angkatan kerja Rasio pendduuk yang bekerja Persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja menurut provinsi
Persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang rentan kehilangan pekerjaan menurut provinsi
Produktivitas dan biaya tenaga kerja
Proporsi wanita dalam ketenagakerjaan di sektor non
pertanian Pola konsumsi dan produksi Konsumsi material
Intensitas material ekonomi Penggunaan
energy
Konsumsi energi tahunan berasarkan kategori pemakai
Pemakaian energy termasuk biomassa menurut sektor
Intensitas penggunaan energi berdasarkan aktivitas ekonomi
Turunan limbah dan
pengelolaanya
Turunan dari limbah berbahaya
Pengelolaan dan pembuangan limbah
Angkutan Modal split of passenger transportation
Jumlah kendaraan bermotor menurut provinsi dan jenis kendaraan bermotor
Pengembangan ekonomi berbasis lingkungan dan ekosistem
Komponen utama dari ekonomi hijau ada 2 (dua) yaitu: (i) struktur ekonomi; dan (ii) konsumsi dan produksi yang berkelanjutan (sustainable consumption and production). Tidak ada kaidah khusus yang dimaksud dengan struktur ekonomi, namun dengan dengan kondisi Indonesia yang kaya akan sumberdaya alam terutama keanekeragaman hayati (biodiversity) maka ini merupakan sumber ekonomi baru yang perlu dikembangkan dan ditatakelola secara terstruktur dan konsisten ke depan. Untuk itu akan dicoba dijabarkan satu per satu.
Struktur Ekonomi. Yang dimaksud dengan struktur ekonomi adalah struktur
ekonomi yang berbasis lingkungan dan ekosistemnya. Beberapa yang bisa dikembangkan secara terstruktur berkaitan dengan hal ini adalah: (i) ekonomi biodiversity berbasis lahan (green) dan laut (blue); (ii) ekonomi berbasis jasa SDM yang terkait dengan lingkungan dan ekosistem seisinya.
Ekonomi Berbasis lahan dan laut. Dalam lingkup ini beberapa sumber
ekonomi dan pertumbuhan baru adalah pengembangan ekonomi berbasis biodiversity, seperti:
(i) Industri pemanfaatan biodiversity (materi) untuk: (a) bahan obat (herbal medicine/jamu dan suplemen berbasis herbal); (b) material untuk input industri lain, baik kosmetik atau bahan antara lainny). Industri
(ii) Industri wisata berbasis ekosistem: (a) wisata hutan dan (b) wisata laut yang digabungkan dengan wisata budaya. Pengembangan wisata ini tidak mengganggu kelestarian biodiversity namun bahkan perlu melestarikan agar keanekaragamannya yang unik dan khas untuk geografis dan budaya Indonesia perlu dipertahankan.
Pembentukan Ekonomi Hijau
Dalam proses transisi ini diperlukan adanya suatu ukuran atau indikator yang dapat membedakan bahwa kemajuan saat ini lebih memiliki keberlanjutan disbanding dengan periode sebelumnya. Beberapa hal yang dapat menjadi pedoman untuk adanya ukuran untuk membedakan tingkat keberlanjutan dari suatu period ke periode berikutnya adalah:
a. Perlu dibangunnya ukuran di tingkat makro dan di tingkat sektor yang dapat menginformasikan adanya transisi menuju ekonomi hijau.
b. GDP perlu disesuaikan dengan memperhitungkan adanya kerusakan sumberdaya alam (natural resource depletion) dan depresiasi modal sumberdaya alam.
c. Perubahan dalam stok modal sumberdaya alam dalam bentuk moneter dan
diinternalisasikan ke dalam neraca nasional, bisa dalam bentuk Green Accounting atau Inclusive Wealth Accounting.
Berkaitan dengan pilihan ukuran ini, proses termudah memang melakukan koreksi dari GDP saat ini dengan memasukkan depresiasi menjadi Net domestic product, atau dengan memperhitungkan biaya dampak terhadap lingkungan serta degradasi dan deplesi sumberdaya alam. Namun demikian, penggunaan indikator ini belum cukup menjamin terwujudnya pembangunan berkelanjutan. Untuk itu perlu digunakan Genuine saving dan
Pembentukan Perilaku Hijau.
Ekonomi Hijau dan pembangunan berkelanjutan adalah hasil akhir dari adanya perilaku hijau. Untuk itu, penerapan mengenai efisiensi penggunaan sumberdaya dan hidup bersih (minimum limbah) sangat penting untuk diterapkan di berbagai bidang kehidupan. Langkah awal untuk mewujdukan hal ini, adalah dengan memasukkan prinsip ini ke dalam pendidikan baik melalui jalur pendidikan formal maupun non formal. Selanjutnya, penerapan rendah emisi diperluas menjadi rendah limbah (hidup bersih) baik pada selain sisi konsumsi (rumah tangga, industri dan perusahaan) juga pada disis produksi para pelaku usaha. Dalam berbagai literatur dan terutama istilah yang sudah sering digunakan adalah sustainable consumption and production (SCP). Dalam konsep yang digunakan oleh UNEP, SCP meliputi berbagai bidang dan menyediakan benchmarkbagi negara-negara untuk dapat mengembangkan sesuai dengan kondisimasing-masing. Hal inilah yang perlu terus dijunjung dalam penerapan dan pengembangan pembangunan berkelanjutan di berbagai negara. Perbedaan kondisi di berbagai negara, perbedaan tingkat kemajuan dan aspek yang berkembang menuntut pengembangan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan konteks domestik,karena tidak ada satuy rumus yang pasti cocok untuk semua negara. Demikian pula, Indonesia perlu menyusun kerangka SCP ini sesuai dengan kondisi Indonesia dan kemajuan yang berbeda di setiap sektor yang terkait.
Penanganan 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara komprehensif dan