• Tidak ada hasil yang ditemukan

HISBAH MENURUT FIQH SIYASAH

C. Tugas dan Wewenang Hisbah

Tugas lembaga al- hisbah adalah memberi bantuan kepada orang- orang yang tidak dapat mengembalikan haknya tanpa bantuan petugas- petugas al- hisbah. Tugas hakim ialah memutuskan perkara terhadap perkara- perkara yang disidangkan dan menghukum yang kalah serta mengembalikkan

hak orang yang menang. Sedangkan tugas muhtasib adalah hanya mengawasi berlakunya undang- undang dan adab- adab kesusilaan dan tidak boleh dilanggar oleh siapapun. Jadi, kedudukan lembaga peradilan lebih tinggi dari pada al- hisbah.49 Tugas pejabat al-hisbah adalah amar ma‟ruf nahi munkar, baik yang berkaitan dengan hak Allah, hak Hamba, dan hak yang bertalian dengan keduanya (Allah dan hamba).50

Adapun hak Allah, misalnya, melarang mengonsumsi minuman keras, melarang melakukan hal-hal yang keji, berbuat zina, dan perbuatan munkar lainnya serta melarang orang-orang yang tidak kapabel untuk bertakwa. Sedangkan yang berkaitan dengan hak hamba adalah menyangkut kepentingan umum, seperti mencegah penduduk membangun rumah yang mengakibatkan sempitnya jalan-jalan umum, mengganggu kelancaran lalu lintas, da melanggar hak-hak sesame tengga. Dan yang berkaitan dengan hak kedua-duanya (hak Allah dan hamba), misalnya, melarang berbuat curang dalam muamalah, seperti melarang jual beli yang dilarang syariat, penipuan dalam takaran dan timbangan, menegakkan hak asasi manusia seperti mencegah buruh membawa beban diluar batas kemampuannaya atau kendaraan-kendaraan yang mengangkut barang melebihi kuota. Jadi, seorang muhtasib harus mampu mengajak masyarakat menjaga ketertiban umum.

Adapun fungsi hisbah secara detail yakni:

a. Pengawasan terhadap kecukupan barang dan jasa di pasar. Al-Hisbah melalui muhtashibnya harus selalu mengontrol ketersediaan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat, misalnya kebutuhan pokok (sandang,

49

Hasbi Ash-Shieddieqi, peradilan dan Hukum Acara Islam, h. 99.

50

Muhammad Salami, Nizham al-Hukmi Muqarinan bi an- Nuzhum

pangan, papan, jasa kesehatan, jasa pendidikan, dan lain-lain). Dalam kasus terjadinya kekurangan barang-barang ini al Muhtashib juga memiliki otoritas untuk menyediakan sendiri secara langsung.

b. Pengawasan terhadap industri. Dalam industri ini tugas muhtashib adalah pengawasan standar produk, ia juga mempunyai otoritas untuk menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan yang terbukti merugikan masyarakat atau negara. Ia juga harus membantu memecahkan perselisihan antara majikan dengan buruh, jika perlu menetapkan upah minimum. c. Pengawasan atas jasa. Penipuan dan berbagai ketidakjujuran lainnya lebih

mudah terjadi di pasar jasa dari pada pasar barang. Al Muhtashib memiliki wewenang untuk mengawasi apakah para penjual jasa seperti dokter, dan sebagainya telah melakukan tugasnya secara layak atau belum, pengawasan atas jasa ini juga berlaku atas penjual jasa tingkatan bawah, seperti buruh pabrik dan lain-lain.

d. Pengawasan atas perdagangan, Al Muhtashib harus mengevaluasi pasar secara umum dan berbagai praktek dagang yang berbeda-beda secara khusus. Ia harus mengawasi timbangan dan ukuran, kualitas produk, menjamin pedagang dan agennya tidak melakukan kecurangan dan praktik yang merugikan konsumen.

e. Perencanaan dan Pengawasan Kota dan pasar. Al Muhtashib berfungsi sebagai pejabat kota untuk menjamin pembangunan rumah atau toko-toko dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum, sehingga memberikan keamanan bagi publik.

f. Pengawasan terhadap keseluruhan pasar. Al Muhtashib harus menjamin segala bentuk kebutuhan agar persaingan di pasar dapat berjalan dengan

sehat dan islami, misalnya menyediakan informasi yang transparan bagi para pelaku pasar, menghapus berbagai retriksi untuk keluar dan masuk pasar, termasuk membongkar berbagai praktek penimbunan (ikhtikar).

Yang lebih menarik, Ibnu Taimiyah memposisikan al hisbah tidak sekedar sebagai perangkat ekonomi, tetapi memiliki fungsi religius dan sosial. Ia menyatakan,” Muhtashib harus memerintahkan semua yang berada di bawah wewenangnya untuk melaksanakan sholat Jum‟at, menunaikan sholat wajib lainnya, menegakkan kebenaran, membayar kembali simpanan, melarang perbuatan buruk, seperti berkata dusta, mengurangi timbangan dan takaran lainnya, melakukan penipuan pada masalah industri, perdagangan, agama dan sebagainya.

Fungsi muhtasib meliputi hak Allah dan manusia (kewajiban berkenaan dengan sholat, memelihara masjid, masalah komunitas, urusan pasar, dan sebagainya).

Al hisbah didirikan sebagi kontrol dari pemerintah melalui kegiatan perorangan yang khususnya memiliki garapan bidang moral, agama dan ekonomi dan secara umum berkaitan dengan kehidupan kolektif atau publik Islam. Di masa kini, tidak ada lembaga tunggal yang bisa dikomparasikan dengan hisbah.

Di Indonesia pekerjaan dari hisbah itu kini dilakukan oleh berbagai menteri dan departemen yang berbeda. Selain itu, dalam perbankan syariah, para ulama yang berkompeten terhadap hukum-hukum syariah memiliki fungsi dan peran yang amat besar, yaitu sebagai Dewan Pengawas Syariah.

Sedangkan untuk mengatasi praktik-praktik korupsi dan memperbaiki citra Indonesia sebagai negara yang korup, maka pemerintah membentuk

KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), untuk membantu tugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang sudah ada, sehingga diharapkan dengan adanya pengawasan yang ketat itu maka tingkat korupsi di Indonesia dapat ditekan, sehingga dapat mempercepat proses perbaikan ekonomi di Indonesia. Tetapi apa yang terjadi, orang-orang yang duduk dilembaga-lembaga pengawas malah ada (kalau tidak boleh dikatakan banyak) menjadi aktor yang merugikan negara

Ombudsman dalam Fiqh siyasah termasuk ke dalam dan wilayat alhisbah yang merupakan lembaga peradilan perkara-perkara awam sesama warganya baik perdata maupun pidana.

Wilayah al-Hisbah menurut al-Mawardi adalah wewenang untuk menjalankan amar ma‟ruf ketika yang ma‟ruf mulai ditinggalkan orang dan mencegah yang munkar ketika mulai dikerjakan orang.

Sehingga wilayah al hisbah adalah suatu kekuasaan peradilan yang khusus menangani persoalan-persoalan moral dan wewenangnya lebih luas dari dua peradilan lainnya yakni wilayah al qada (peradilan biasa) dan wilayah al-mazalim (peradilan khusus para penguasa dan keluarganya).51

Wewenang Wilayah al-Hisbah menekankan ajakan untuk berbuat baik dan mencegah segala bentuk kemungkaran, dengan tujuan mendapatkan pahala dan ridha Allah SWT. Namun demikian sebagai lembaga peradilan.para petugas al hisbah yang disebut al muhtasib berhak

untuk mengenakan hukuman terhadap pelanggar amar ma‟ruf nahi munkar tersebut sehari dengan hukuman yang dicontohkan syara.52

Tugas-tugas hisbah dibagi menjadi dua bagian yakni menyuruh kepada kebaikan yang terkait dengan hak-hak bersama antara hak-hak Allah SWT dan hak-hak manusia. Dan bagian kedua, melarang dari kemungkaran yang meliputu melarang dari kemungkaran yang terkait dengan hak-hak manusia, serta yang terkait dengan hak bersama antara hak-hak Allah SWT dan hak-hak manusia53

Dimaksudkan penguasa dalam definisi ini menurut al-Mawardi adalah seluruh jajaran pemerintahan mulai dari pejabat tertinggi sampai pejabat paling rendah.

Menurut kajian Hukum Islam keberadaan lembaga pengawas sangat penting, hal ini merujuk kepada perintah al-Qur‟an yang secara implisit mengamanatkan adanya lembaga pengawasan, yaitu firman Allah SWT dalam surat Ali-Imran ayat 104 yang berbunyi :

ٍُكَخۡنَٔ

ِّي

َٗنِئ ٌَُٕع ۡذَٚ ٞت يُأ ۡىُكُ

ِشَۡٛخۡنٱ

ِب ٌَُٔشُيۡأََٚٔ

ِفُٔش ۡعًَۡنٲ

ٍَِع ٌَ َََُٕۡٓۡٚٔ

ِۚشَكًُُۡنٱ

َكِئََٰٰٓنُْٔأَٔ

ُىُْ

ٌَُٕحِهۡفًُۡنٱ

Artinya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.

Disini menunjukan arti pentingnya sebuah lembaga pengawasan, dalam bahasa al-Qur‟an “segolongan umat” yang menjalankan fungsi pengawasan yaitu al-amr bi al-ma‟ruf wa al-nahy an al-munkar, meskipun

52

Al-Muhtasib (petugas Hisbah) adalah pihak pertengahan antara hakim dengan wali pidana, Imam al-Mawardi, al-Ahkam as-Sult}aniyyah, alih bahasa Fadli Bahri, h. 400.

53

al-Qur‟an tidak menjelaskan lebih lanjut tentang bagaimana bentuk dari lembaga pengawasan tersebut.

Didalam fiqh siyasah ada yang namanya wilayat Hisbah. Wilayat al-Hisbah terdiri dari dua kata, yaitu kata wilayah dan hisbah, Secara etimologis berarti “melakukan suatu perbuatan baik dengan penuh perhitungan”. Dalam terminologi Islam, hisbah berarti “lembaga peradilan Islam yang khusus menangani kasus moral dan berbagai bentuk maksiat yang tidak termasuk wewenang peradilan biasa dan peradilan madzalim” (peradilan yang khusus menangani tindak pidana penguasa).54

Hasby Asshiddiqie dalam bukunya Peradilan dan Hukum Acara Islam menerangkan bahwa hisbah merupakan tugas keagamaan, masuk ke dalam bidang al-amr bi al-ma‟ruf wa al-nahy „an al-munkar. Tugas ini merupakan suatu tugas fardlu yang harus dilaksanakan oleh penguasa.

Al-Mawardi mendefinisikan hisbah dengan “memerintah berbuat kebaikan jika kebaikan itu ternyata tidak dikerjakan, dan melarang kemungkaran jika ada tanda-tanda bahwa kemungkaran itu dikerjakan”. Karena itu menurut teori al-Mawardi, hisbah merupakan salah satu bentuk pengawasan bila terjadi pelanggaran terhadap suatu peraturan. Orang yang menjalankan tugas itu disebut muhtasib atau wali al-hisbah atau nazir fi‟ilhisbah. Biasanya seorang muhtasib diambilkan dari kalangan yuris. Dia mempunyai kebebasan untuk memutuskan suatu perkara atas dasar „urf (kebiasaan).55

54

Ensiklopedi Islam, edisi baru, h. 5

55

Nur Mufid, Lembaga-Lembaga Politik Islam Dalam al-Ahkam

Wilayat al-Mazalim telah terkenal sejak dahulu. Kekuasaan ini terkenal dalam kalangan persia dan dalam kalangan bangsa arab di zaman jahiliyah. Di masa Rasul SAW masih hidup, maka Rasul sendiri yang menyeleseikan segala rupa pengaduan terhadap kezaliman para pejabat. Para Khalifah tidak mengadakan lembaga ini, karena anggota-anggota masyarakat pada masa itu masih dapat dipengaruhi oleh ajaran-ajaran agama. Pertengkaran-pertengakaran yang terjadi di antara mereka dapat diseleseikan oleh pengadilan biasa. 56

Akan tetapi di akhir pemerintahan Ali beliau merasa perlu mempergunakan tindakan-tindakan yang keras dan menyelidiki pengaduan-pengaduan terhadap penguasa-penguasa yang berbuat kezaliman. Umar Ibn Abd Azis adalah seorang Khalifah yang mempertahankan kebenaran dan membela rakyat dari kezaliman. Oleh karenanya beliau mengembalikan harta-harta rakyat diambil oleh Bani Umayyah secara zalim.

56

BAB III