• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM IODISASI GARAM

( Jumlah Kandungan KIO Dalam Produk Garam Konsumsi Beriodium di PT. Susanti Megah )

A. Latar Belakang

Garam merupakan suatu bahan makanan yang cukup penting bagi kehidupan kita. Hal ini terlihat dimana semua lapisan masyarakat mempergunakannya, baik sebagai penyedap makanan maupun pengawet dan merupakan salah satu sumber mineral bagi kebutuhan tubuh. Konsumsi garam ini rata-rata 15 gram seorang sehari. Garam diproduksi dari air laut yang diuapkan dan dikeringkan di terik matahari. Ada pula yang mendapatkan garam dari terowongan di dalam tanah sebgai barang galian dari batu-batuan bumi.

Melalui diterbitkannya SK Menteri Perindustrian No. 77/M/SK/5/1995 tanggal 4 Mei 1995, Pemerintah telah menetapkan bahwa garam (garam konsumsi) harus beriodium, sebagai langkah untuk penanggulangan dan pencegahan penyakit akibat kekurangan iodium dalam tubuh (GAKI). Iodium merupakan salah satu gizi (mineral) yang penting bagi tubuh manusia dan dibutuhkan dalan jumlah sedikit, akan tetapi apabila seseorang mengalami kekurangan iodium akan berpengaruh sejak janin masih dalam kandungan, setelah lahir, sampai dewasa.

Cara yang paling mudah dan murah untuk mencegah terjadinya gangguan akibat kekurangan iodium adalah dengan mengkonsumsi garam beriodium setiap hari melalui makanan. Untuk mendapatkan garam konsumsi beriodium, dilakukan proses iodisasi garam. Pada proses ini garam difortifikasikan dengan larutan kalium (KIO3). Proses iodisasi dilakukan secara berkesinambungan agar kandungan iodium bisa merata. Jenis peralatan yang dapat digunakan untuk proses iodisasi antara lain belt conveyor, screw conveyer, rotary feeder atau bisa dengan menggunakan alat semprot (spray) dengan pengadukan secara manual.

1. Tujuan

Mempelajari sistem iodisasi garam serta menghitung banyaknya Kalium Iodat (KIO3) yang dibutuhkan terhadap garam yang diiodisasi menurut SNI 01-3556-2000.

2. Manfaat

Dapat mengetahui prinsip kerja dari alat iodisasi yang digunakan yaitu screw conveyor serta dapat diketahui jumlah KIO3 yang dibutuhkan agar memenuhi persyaratan mutu sesuai SNI 01-3556-2000.

B. Tinjauan Pustaka

Menurut Hariadi (2004), proses iodisasi adalah proses pencampuran garam yang telah bersih dan halus dengan larutan Kalium Iodat (KIO3). Dari proses iodisasi ini diharapkan dapat dihasilkan garam konsumsi beriodium yang memenuhi syarat mutu garam konsumsi beriodium sesuai SNI 01-3556-2000 dengan kadar iodium minimal 30 ppm.

Adapun persyaratan iodisasi untuk peningkatan mutu garam konsumsi beriodium ( Anonymous, 1989), antara lain :

1. Garam

Berdasarkan standard yang ditetapkan UNICEF maka garam yang akan di iodisasi harus memenuhi syarat garam antara lain sebagai berikut :

- Ukuran paritkel atau butiran-butiran tidak lebih besar dari 2 mm, yang baik adalah 0,5-1,5 mm.

- Kadar air sekitar 2-4 % atau lebih rendah lagi. - Mempunyai sifat free flowing (tidak bergumpal).

- Mempunyai berat jenis kira-kira sama dengan air (1 ton/m3). - Ditinjau dari segi kesehatan keadaannya cukup bersih

2. Kalium Iodat

Berdasarkan kestabilannya, KIO3 pada saat ini merupakan senyawa

iodium yang banyak digunakan dalam proses iodisasi garam. Kalium Iodat merupakan garam yang sukar larut dalam air sehingga dalam membuat

larutannya diperlukan larutan yang baik. Untuk iodisasi digunakan larutan KIO3 4% yang dibuat dengan jalan melarutkan 40 gram KIO3 dalam tiap 1 lt air (1 kg KIO3/25 liter air). Kondisi umum KIO3 yang digunakan untuk iodisasi adalah :

 Kadar air : min 99%

 Grade : Food grade

 Kehalusan : 100 mesh

 Logam berbahaya (Pb, Hg, Zn, Cu, As) : nihil

3. Air

Air yang dipergunakan sebagai pelarut KIO3 sebaiknya air tawar yang bersih dan jernih.

Menurut petunjuk teknis pelaksanaan SK Menteri Perindustrian No. 77/M/SK/5/1995 tanggal 4 Mei 1995 tentng persyaratan teknis pengolahan, pengemasan dan pelabelan garam beriodium serta perizinan, bahwa pada proses iodisasi harus dilakukan secara mekanis dan kontinu untuk menjamin homogenitas kandungan iodium dalam garam.

Jenis peralatan iodisasi mekanis yang digunakan untuk proses iodisasi antara lain belt convenyor, screw conveyor, rotary conveyor, rotary feeder atau alat mekanis lainnya yang bersifat kontinu.

1. Belt conveyor

Salah satu alat iodisasi yang banyak dipergunakan oleh industri garam di Indonesia saat ini adalah belt conveyor dengan kapasitas antara 12.000 – 15.000 ton/tahun. Prinsip kerja dari alat ini yaitu pencampuran larutan Kalium Iodat pada

lapisan tipis garam yang terletak diatas karet (belt) yang berjalan (Anonymous, 1986).

2. Screw conveyor

Alat ini dapat bekerja secara terus menerus dan cepat dengan kapasitas mulai 12.000 ton/tahun sampai dengan 72.000 ton/tahun sehingga dapat memenuhi mutu yang telah ditentukan. Karena alat ini bekerja dengan system pengadukan yang menggunakan screw sehingga pemerataan KIO3 dari tangki lebih terjamin. Tetapi kelemahan dari alat ini yaitu harganya yang relatif mahal (Anonymous, 1995).

3. Rotary feeder (mesin dengan piringan berputar)

Alat ini bekerja secara terus menerus dengan kapasitas produksi antara 3.000 sampai dengan 4.000 ton/tahun. Prinsip kerja dari alat ini yaitu pencampuran larutan Kalium Iodat pada lapisan tipis garam yang terletak di atas piringan berputar (Anonymous, 1986).

Selain peralatan yang disebutkan di atas, proses iodisasi juga dapat dilakukan secara manual yaitu disemprotkan menggunakan alat semprot hama atau semprot plastik selanjutnya diaduk menggunakan sekop/cangkul. Cara ini jelas tidak higienis dan tidak dapat mencapai pencampuran yang rata dan jumlah KIO3 sulit dikontrol (Hariadi,2004).

C. Perhitungan Diketahui :

 Jumlah KIO yang digunakan = 1 kg

 Jumlah air yang digunakan sebagai pelarut = 20 liter

 Jumlah garam (bahan baku/grosok) yang digunakan untuk proses

pembuatan garam konsumsi beriodium = 20 ton  Waktu proses iodisasi = 4,5 jam

Ditanyakan :

Menghitung banyaknya KIO yang dibutuhkan terhadap garam yang diiodisasi. Penyelesaian :

Kadar KIO pada garam yang telah diiodisasi di PT. Susanti Megah : = 1000gr iodium 20.000kg garam = 1.000.000 mg iodium 20.000 Kg garam = 100 mg Iodium 2kg garam = 50 mg Iodium = 50 ppm 1.000.000 mg garam

Menurut SNI 01-3556-2000, Kandungan KIO pada garam konsumsi beriodium

50 ppm. Tetapi setelah proses iodisasi selesai, dilakukan proses selanjutnya dan diperkirakan kandungan KIO akan berkurang sekitar 20%.

Untuk mengetahui jumlah KIO yang dibutuhkan seharusnya menurut SNI 01-3556-2000, maka diperlukan perhitungan sebagai berikut :

Sebelum proses iodisasi dilakukan, garam grosok melalui tahap pencucian sebanyak 3 kali, dimana pada tahap pencucian ini akan mengakibatkan susut berat garam sebanyak 15% (Anonymous, 1983).

Dengan demikian, jumlah garam yang akan diiodisasi, yaitu = = 20 ton – ( 20 ton x 15% )

= 17 ton = 17000 kg

Jumlah garam yang diiodisasi = 17 ton / 4,5 jam = 17000 kg / 4,5 jam

= 4250 kg/jam = 62,96 kg/menit Kandungan KIO pada garam setelah proses iodisasi minimal :

= 30 ppm + (30 ppm x 20%) = 36 ppm

Jadi jumlah KIO yang dibutuhkan = 62,96 kg/menit x 36 mg/kg = 2266,67 mg/menit

Di PT. Susanti Megah digunakan 1000 gram KIO dengan pelarut air sebanyak 20 liter dengan waktu proses selama 4,5 jam.

Jadi larutan KIO yang digunakan = 20 liter / 4,5 jam

Jadi jumlah KIO yang dibutuhkan seharusnya dengan pelarut air 20 liter (20000 ml) yaitu : 20000 ml = x 2266,67 mg/menit 74 ml/menit = 612613,57 mg = 612,613 gram

Jadi KIO yang digunakan di PT. Susanti Megah sebanyak 1 kg dalam 20 liter air sudah memenuhi persyaratan SNI 01-3556-2000 yaitu minimal 612,613 gram dalam 20 liter air.

D. Pembahasan

Proses iodisasi merupakan proses pencampuran garam halus dengan larutan Kalium Iodat (KIO3). Menurut petunjuk teknis pelaksanaan SK Menteri Perindustrian No. 77/M/SK/5/1995 tanggal 4 Mei 1995 tentang persyaratan teknis pengolahan, pengemasan dan pelabelan garam beriodium serta perizinan, bahwa pada proses iodisasi harus dilakukan secara mekanis dan kontinu untuk menjamin homogenitas kandungan iodium dalam garam.

Proses iodisasi di PT. Susanti Megah sudah menggunakan alat pencampur garam halus dengan larutan KIO3 yang bersifat kontinu yaitu screw conveyor. Alat ini bekerja dengan sitem pengadukan yang menggunakan screw sehingga pemerataan garam dengan larutan KIO3 yang diteteskan dari tangki lebih terjamin.

Menurut Hariadi (2004), sistem screw ini bersifat kontinu dengan kapasitas kecil sampai besar ( 10-1000 kg/jam) dengan putaran screw ± 3.200 Rpm. Saat poros berputar maka garam yang ditetesi larutan KIO3 bergerak

( bergeser, berputar, bergulir) yang mengakibatkan butir-butir garam dan larutan KIO3 berpindah dan bercampur secara acak. Kesempurnaan pencampuran tergantung pada panjang ulir sudut sehingga pergerakan butir garam semakin banyak. Proses iodisasi ini dilakukan pada suhu kamar. Hasil akhir pencampuran dipersyaratkan mengandung kadar KIO³ minimal 30ppm sesuai dengan SNI 01-3556-2000.

Sebelum proses iodisasi dilakukan, garam grosok melalui tahap pencucian sebanyak 3 kali, dimana pada tahap pencucian ini akan mengakibatkan susut berat garam sebanyak 15% (Anonymous, 1983). Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa jumlah KIO yang dibutuhkan yaitu minimal 612,613 gram dalam pelarut air sebanyak 20 liter, sedangkan di PT. Susanti Megah jumlah KIO3 yang digunakan yaitu 1000 gram dengan pelarut air sebanyak 20 liter. Dari proses iodisasi ini dihasilkan garam dengan kandungan KIO3 50 ppm, dimana kandungan ini akan menyusut sekitar ± 20% akibat proses selanjutnya. Hal ini jelas kurang efisien dan kurang ekonomis, mengingat penggunaan garam dalam kehidupan sehari hari (biasanya untuk memasak) ditambahkan di awal proses, sehingga kandungan iodium pada garam dapat menguap bila terkena panas. Menurut SNI 01-3556-2000, kandungan KIO3 pada garam konsumsi beriodium minimal 30 ppm. Oleh karena itu, jumlah KIO3 yang digunakan di PT. Susanti Megah hendaknya tetap dipertahankan.

Anonymous, 1990. Pedoman Pembuatan Garam Beriodium. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, Banjarbaru.

Anonymous, 1994. SNI 01-3556-1994. Garam Konsumsi Beriodium. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Anonymous, 1995. Petunjuk Teknis Pelaksanaan SK Menteri Perindustrian No. 77/M/SK/5/1995 Tanggal 4 Mei 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan, Pengemasan, dan Pelabelan Garam Iodium serta Perizinan, Jakarta.

Anonymous, 1996. Pedoman Umum HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman, Jakarta.

Buckle, K.A., 1987. Ilmu Pangan, UI Press, Jakarta.

Othmer. K, 1983. Encyclopedia of Chemical Technology. Edisi 3. Volume 13, New York.

Soediaoetama, A.D.,2000. Ilmu Gizi. Dian Rakyat, Jakarta.

Thaheer, Hermawan, Dr. Ir., 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Bumi Aksara, Jakarta.

Winarno, F.G., 1989. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yoyon, S. Arhamsyah. Bambang US. Alhani. Lukman N., 2001. Uji Coba Proses Pengolahan Garam Rakyat di Kabupaten Sintang. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Pontianak, Kalimantan Barat. (Laporan Penelitian).

Yuastika. Ketut, D.S.P.D., 1985. Penyakit Kelenjar Thyroid. Universitas Udayana, Denpasar.

Dokumen terkait