• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUHAN YANG MENANAM Wisdom Yang Dari Tuhan

Dalam dokumen Wadah yang Besar Pdt. Petrus Agung Purnomo (Halaman 22-47)

Ada hamba Tuhan, pak Yusak dan bu Iin, anaknya. Dua hamba Tuhan ini masing-masing punya warna yang unik. Kalau kita dengar pak Yusak, beliau sering berkata: Nggelinding wae. Tidak tahu saya, saya ini bodoh, tidak tahu. Kalau kita konseling dengan pak Yusak jawabannya: Nggelinding wae, menyerah.

Akhirnya, orang nggelinding-nggelinding dan jadi bingung. Lha, suruh ngapain, ya tidak tahu pokoknya Ngglinding wae. Beliau pernah buat pernyataan: Saya ini bodoh, tidak tahu apa-apa. Beberapa orang meng-amin-i secara hurufiah: Saya ini bodoh. Dan jadi bodoh sungguhan. Nah, itu satu sisi. Itu warna beliau.

Kalau kita mendengar ibu Iin berkhotbah, lain lagi. Anda harus bisa segalanya, menduduki,

menjarah, bergerak, jangan hanya diam, tidak bisa, hikmatnya gimana, semua dipikir, pertimbangkan ini dan itu. Dua orang ini saling berkomunikasi dengan gaya masing-masing. Kalau orang tidak punya cukup kedewasaan, maka akan menjadi masalah, karena kalau kita mendengarkan hal itu sebetulnya percakapan dua warna.

Saya mengenal keduanya dan menurut saya itu sebuah kesalahan kalau kita menanyakan yang benar yang mana. Sebab walaupun dengan bahasa yang mereka pakai, ini yang saya tangkap.

Dengan hikmat TUHAN telah meletakkan dasar bumi, dengan pengertian ditetapkan-Nya langit Amsal 3:19

Jadi ketika Dia meletakkan dasar, Dia memakai hikmat. Kemudian dikatakan: ..dengan

pengertian ditetapkan-Nya langit. Jadi ini dua hal yang berbeda. Dasarnya namanya hikmat , tetapi atapnya sampai ke atas namanya pengertian . Di mana perbedaannya?

Alkitab berkata, bahwa permulaan hikmat itu takut akan Tuhan. Kalau kita mendengarkan pak Yusak mengajar, beliau mengajar tentang takut akan Tuhan. Bagaimana setiap kali kita tanya Roh Kudus sebagai bentuk respect kepadaNya. Kalau kita takut akan Tuhan, semuanya mendahulukan Tuhan, itu merupakan fondasi, tetapi lebih daripada itu beliau mengajar dengan hebat sekali, tempat favorit kita seharusnya, yang harus setiap hari kita berada adalah di kaki Tuhan. Itulah sifat rendah hati. Kerendahan hati, itulah yang beliau katakan nggelinding . Artinya seperti ini: Kamu menyerahlah, dengan apa pun yang Tuhan rencanakan dan kerjakan dalam hidupmu. Sikap hatimu ini mesti berkata: Ya, Tuhan. Aku ikuti . Sebab kalau kita penuh dengan kesombongan kita akan bermasalah, karena Alkitab berkata bahwa Tuhan membenci orang yang congkak dan kesombongan itu

merupakan awal dari kejatuhan.

Jadi beliau mengajar dari pengalamannya hidup dengan Tuhan selama puluhan tahun, akhirnya kesimpulannya kalau Tuhan tidak mengatakan Ya , tidak mungkin. Dan itu betul.

Saya bergaul dengan pak Yusak bertahun-tahun. Itulah wisdom Tuhan. Artinya, beliau berkata bahwa semuanya ini kalau kita tidak punya wisdom, habis. Makanya tempat yang paling ideal adalah di kaki Tuhan. Baca di Alkitab.

Wanita Siro Fenesia, ketika Yesus sedang mengajar, dia tersungkur di kaki-Nya, tidak ditolak. Tidak ada orang yang datang ke kaki Tuhan dan merendah yang ditolak Tuhan, tidak ada!

Ilmu Hati

Kita ini punya pekerjaan masing-masing. Saya punya pelayanan, ada yang punya bisnis, punya karir, semua orang punya pekerjaan. Seberapa kita akan naik, jadi altitude kita, ketinggian kita tergantung dari attitude kita. Begitu orang sudah mulai sedikit naik, dia akan lupa dan tidak kontrol hatinya, di situlah terjadi banyak kejatuhan di mana-mana.

Beberapa orang-orang berkata: Pak, saya sudah coba semua cara, tidak bisa , mungkin hati kita tidak beres. Ada sesuatu di hati kita, yang Tuhan inginkan: Merendah, nak , dan tidak engkau kerjakan. Maka itu meruntuhkan semua usaha kita.

Jadi saya ingin memberikan dasar bahwa mulai ini kita harus mulai berkata: Ini ada ilmu hati yang tidak boleh kita lupakan.

Kalau kita belajar dari dunia sekuler, kita diajar untuk percaya diri dan sebagainya. Di dalam Tuhan ternyata sebaliknya. Kerendahan hati itu apa? Menurut saya kerendahan hati adalah sebuah kesadaran terus menerus, bahwa tanpa Tuhan memberkati kita, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kita bisa bangun pagi, membuka mata, masih di tempat tidur, itu saja sudah merupakan anugerah Tuhan. Sebagian orang begitu membuka mata, sudah di dunia lain, mati. Orang tidak bisa mengontrol kapan ia mati, kapan ia dilahirkan. Terlalu banyak hal, bahkan semuanya dalam hidup kita tidak bisa kita kendalikan sendiri.

Di situ, kalau orang menyadari bahwa tanpa Tuhan kita tidak bisa apa-apa, justru kita akan menjadi luar biasa. Dan itu akan muncul dari perilaku kita dan sikap kita. Dari sikap hati yang benar akan muncul sebuah sikap yang benar di luarnya. Attitude kita kepada orang lain akan berubah. Orang yang rendah hati, sadar kalau bukan Tuhan aku tidak bisa. Ketika ada orang yang memberi input dan nasihat, yang keluar dari kita, bukan marah dan tersinggung. Tetapi kalau kita adalah orang yang mudah tersinggung berarti kita adalah orang yang sombong luar biasa. Itu saudara kembarnya kejatuhan.

Makanya dididik Tuhan. Pak, saya ini koq tidak maju-maju? Mungkin kalau kita orang pintar, sikap kita kurang cerdas dalam hidup dengan Tuhan. Kalau kita hidup dengan kecerdasan yang ajaib, kita berkata: Tuhan, tanpa Engkau aku tidak bisa apa-apa. Ketergantungan seperti itu akan membuat Tuhan memberkati hidup kita dengan luar biasa.

Jadi sekali lagi saya tegaskan mau tidak mau saya harus meletakkan sebuah dasar yang namanya wisdom dan permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan. Apa itu takut akan Tuhan? Sadar bahwa tanpa Tuhan kita tidak bisa apa-apa.

Tetapi dengan pengertian bahwa Tuhan itu membuat langit, atau atap dalam istilah saya. Apa itu pengertian? Kalau kita cek dalam bahasa aslinya, artinya intelektualitas, intelligence, kecerdasan, pikiran. Jadi hati kita harus cerdas, otak kita juga harus cerdas. Kedua-duanya cerdas.

Sekarang sedang ramai orang membicarakan kecerdasan di jiwa, kecerdasan spiritual. Itu kuno sebetulnya, karena Alkitab sudah mengajarkannya sejak lama.

Saya ingin focus pada yang di atas. Setiap kali kita diajari yang di hati, harusnya mengerti rendah hati itu, bagaimana. Kalau masih sombong, maka benar apa yang dilakukan Tuhan. Kalau sampai

digencet, sampai gepeng itu benar, untuk belajar rendah hati. Saya ini berkali-kali mengalami

soalnya, kalau tidak Tuhan tolong, tidak bisa. Itu merupakan tempat yang paling ampuh. Kalau setiap kali kita bisa tersungkur di kaki Tuhan, tidak mungkin Tuhan menolak.

Mengapa kita sekarang bicara tentang otak? Saya tidak bicara tentang kita harus pintar, IQ tinggi, bukan itu. Tetapi saya ingin kita meluruskan sesuatu.

Pada satu sisi, sikap hati kita harus merendah, bergantung kepada Tuhan. Tetapi pada sisi lain, ada satu kebenaran yang seringkali tidak kita pahami. Apa itu?

Suatu hari, di tengah malam kira-kira jam 12, saya terima SMS. Saat itu, saya sudah hampir pulas tertidur, tapi saya berusaha bangun untuk membacanya. Karena pernah kira-kira jam setengah 3 pagi ada orang SMS dan telpon, saya dengar sayup-sayup dan saya abaikan. Ternyata berita dari seorang ibu yang sedang menghadapi rumahnya kebakaran. Sejak saat itu, kalau saya masih bisa mendengar sayup-sayup, saya mencoba bangun dan merespon membaca SMS.

Kali ini, masih jam 12 sudah hampir tertidur, saya mendengar bunyi SMS masuk. Saya buka, ternyata dari orang luar kota. Isinya seperti ini: Pak, saya sudah baca Alkitab, sudah berdoa, sudah ikut puasa, ke gereja, memberi perpuluhan, makan dan minum perjamuan, pengurapan, rumah dan toko diurapi dengan tumen. Sampai hari ini, toko saya sepi pak. Gaji pegawai saja harus hutang ke bank. Tuhan lupa kali, ya, pak sama saya? Jam 12 malam ada orang SMS seperti itu.

Kalau di tengah malam ada orang menghubungi kita, menurut saya hanya ada 3 kemungkinan. Pertama, ada breaking news, berita besar yang luar biasa. Kedua, ada masalah yang sangat urgent. Yang ketiga, orang stress tidak bisa tidur dan mencari pendeta. Saya mendapat yang nomor tiga. Kemudian balasan saya sedikita tidak enak, saya tulis: Kalau keadaanmu seperti itu sekarang, lalu kamu bermusuhan dengan Tuhan, siapa lagi yang akan tolong kamu?

Dia tidak menjawab, tetapi malah berkata: Keadaan saya ini seperti keadaan bapak dulu di gereja permata, yang hampir disita oleh bank itu, lho, pak. Keadaan saya sama, saya dipermalukan, pak. Begini, begini, dst.

Saya balas lagi: Menurut saya keadaan kita berbeda. Kamu hari ini merasa sudah benar dan Tuhan yang salah, dulu saya sadar kesalahan saya, saya tidak menyalahkan Tuhan. Saya belutut, saya tiarap dan berdoa. Makanya nasib kita berbeda. Berdamailah dengan Tuhan dulu. Kalau kamu sudah merasa hebat dan Tuhan yang salah, that s it, siapa saya bisa melawan Tuhan demi kamu? Tidak bisa dan hopeless kamu tidak ada pertolongan. Saya terus terang bicara seperti itu dan saya marahin, karena tengah malam mengganggu orang, bicaranya seperti itu.

Sudah, dia selesai dengan saya. Saya tidak bisa tidur lagi dan saya berdoa: Tuhan, ini orang membuat aku tidak bisa tidur. Tetapi saya bertanya seperti ini: Tuhan, mengapa sih, ada apa sebetulnya?

Dan pertanyaan ini ada pada banyak orang Kristen. Pertanyaannya: Ada apa yang salah dengan saya? Kalau kita mungkin akan ditambahi: Peperangan Rohani sudah, mengikat dan menengking

kuasa gelap, potong-potong, mematok, semua sudah. Tetap seret, pak, bagaimana? Saya juga bawa kepada Tuhan, karena beberapa orang sudah bertanya kepada saya dan puncaknya tengah malam itu.

Kemudian Tuhan ingatkan saya: Nak, kamu ingat ayat di kitab Mazmur? Kalau kita abaca, Alkitab berkata: Tuhan memperkenalkan jalan-jalanNya kepada Musa dan Dia memperkenalkan perbuatan-Nya kepada Israel.

Tuhan berkata: Hanya satu orang di antara dua juta orang, yang Aku bisa beritahu

jalan-jalanKu. Kalau saya terjemahkan dalam bahasa sehari-hari: Hanya satu orang dari dua juta orang, yang Aku bisa ajari bagaimana cara-caraNya. Tetapi sisanya, mayoritas hanya ingin melihat hasilnya. Kata perbuatan artinya sebuah tindakan mujizat Tuhan.

Kekuatan Iman

Banyak orang hari-hari ini mengeluh: Mana, koq tidak ada berkatnya? Saya sudah peperangan lho, keliling dunia, sampai ke Rusia, kedinginan. Pulang ekonomi saya tetap kedinginan, tidak ada hangat-hangatnya. Mana kuasa patok dan tumen. Tuhan yang disalahkan. Itu karena kita menganggap benda-benda itu seperti jimat, tidak mengerti kebenaran yang ada di baliknya dan ini yang salah. Kita hampir-hampir tidak ada yang ingin mengerti bagaimana jalan-jalanNya.

Saya pernah bercerita ketika saya baru saja lahir baru pada usia 17 tahun. Dibesarkan dari keluarga yang sederhana, dan saya tahu ada panggilan dalam hidup saya untuk menjadi hamba Tuhan. Pada waktu itu, semua hamba Tuhan yang saya kenal hidupnya susah. Jadi saya berpikir seperti ini:

Waduh, aku dipanggil menjadi hamba Tuhan, susah hidupku ini. Tidak ada satu pun yang saya kenal hidupnya baik, tidak ada. Wajah tertekan terus habis dimarahi majelis gereja. Tetapi pada waktu itu saya baru berumur 17 tahun.

Kemudian saya membaca buku-buku rohani, itupun tidak bisa beli, saya nebeng di salah satu toko buku di Semarang dan dalam anugerah Tuhan saat ini toko buku itu digunakan oleh gereja kami untuk toko buku dan resto. Saya hanya numpang baca, dan saya baca buku-buku tentang iman. Kesaksiannya luar biasa, orang dengan iman mendapatkan mujizat ini dan mujizat itu dan

sebagainya. Saya menyimpulkan sebagai anak, yang masih duduk di bangku SMA, baru menerima Tuhan sekian bulan, saya menyimpulkan bahwa iman itu luar biasa.Lalu saya berkata: Kalau aku mengerti yang namanya iman itu apa dan bagaimana mengoperasikan iman itu, hidupku tidak akan susah.

Lalu karena saya tidak tahu bagaimana, datanglah saya kepada pendeta. Saya bertanya kepada pendeta yang pertama: Pak pendeta, iman itu apa?

Jawabannya: Oh, Ibrani 11 ayat yang pertama.

Dan kemudian dia bacakan. Oke, begini pak pendeta, saya juga sudah baca itu, tetapi koq tidak berbunyi apa-apa untuk hidup saya kecuali sebuah definisi? Menjadi orang beriman itu rasanya bagaimana si, pak?

Dijawab: Oh, orang beriman itu yakin. Yakin yang bagaimana? Tanya saya.

Yakin yang mantap, jawabnya.

Mantap itu bagaimana, pak? tanya saya lagi.

Ya itu iman itu , hanya berputar-putar. Saya tanya ke tiga, empat pendeta jawabannya semua sama persis. Lama-lama saya jengkel, makanya jangan jengkel dengan pendeta, nanti anak atau cucu kita ada yang menjadi pendeta, sudah menjadi rahasia umum itu.

Suatu hari saya bertemu dengan seorang hamba Tuhan, beliau sudah almarhum sekarang. Saya tanya yang sama dan jawabannya persis sama. Terus saya berkata: Pak pendeta, begini saja. Tolong pak pendeta mengajari saya, saya mau ke gereja bapak seminggu tiga kali, ajari saya dari firman supaya saya mengerti iman itu apa. Dan dengan iman yang saya punya itu, saya bisa punya sepeda motor sendiri, pak. Karena saya tidak punya apa-apa, ke mana-mana naik angkot. Kita mau pakai parfum sebagus apa pun dari rumah, begitu keluar bau rokok dan bau bensin atau solar. Ke mana-mana tidak punya kendaraan. Mau punya sepeda motor saja tidak bisa. Waktu itu, orang tua saya tidak bisa belikan. Ajari pak, supaya saya mengerti iman dan dengan iman itu saya punya sepeda motor sendiri. Yang kongkrit saja, hidup itu nyata, kongkrit. Bukan hanya sesuatu yang di angan-angan.

Tetapi beliau ini rendah hati, dia berkata: Lha, saya sendiri saja tidak punya sepeda motor, koq suruh mengajari kamu supaya punya sepeda motor.

Ya sudah saya salami, pak. Kita koq sama-sama melaratnya, ya. Sejak itu saya berhenti bertanya kepada pendeta. Tetapi pengejaran saya akan kebenaran iman itu, tidak berhenti. Saya kejar Tuhan terus, saya berdoa terus, baca Alkitab. Saya betul-betul ingin mengerti iman itu apa.

Dan suatu hari terjadi, saya berkata: TUhan, ini bagaimana caranya? Engkau berjanji, Alkitab itu bicaranya luar biasa semua. Tetapi bagaimana menjadi realita? Kita juga banyak melakukan tindakan profetik, tetapi untuk apa itu? Kita punya batik profetik, ada simbol-simbolnya, itu bukan hanya untuk bagus-bagusan untuk dipakai kan? Berharap supaya jadi kenyataan, kan? Bagaimana caranya? Saya dari umur 17 tahun sudah berpikir seperti itu, sementara orang lain hanya duduk di gereja mendengarkan pendeta berbicara, berkotbah, lalu: Ya amin, amin. Pulang tidak terjadi apa-apa.

Saya ingat orang tua saya, bukan saya menghakimi, mereka orang tua yang baik, tetapi saya bilang itu tidak cukup untuk membuat saya naik. Saya mengerti itu. Saya disekolahkan di sekolah yang terbaik, tetapi saya juga mengerti bahwa saya tidak terlalu pintar-pintar sekali. Memang hanya beruntung saja, bisa masuk ke sekolah-sekolah yang bagus. Tetapi di sekolah saya setengah mati mengikuti pelajaran dan tidak pernah juara. Jadi saya bilang, secara kapasitas saya pasan, orang tua pas-pasan, siapa yang bisa merubah saya? Tuhan bukan? Dan saya kejar, ini nasibku koq.

Saya berpikir: Ini bagaimana? Saya tidak bisa terus duduk dan menerima begitu saja. Ya sudah nasib saya begini , tidak bisa. Sekarang saya berkata begini: Tuhan, saya bersyukur Engkau berikan terobosan, aku hidup dalam berkat Tuhan dan kami bisa tolong banyak orang.

Kalau bukan hidup karena berkat Tuhan, ngapain harus memikirkan orang lain? Hari ini, dalam anugerah TUhan, kita mulai membangun rumah sakit kita. Dalam anugerah Tuhan, Rumah Shalom jadi. Tuhan memberkati rumah panti asuhan kita itu. Ini termasuk yang ajaib. Setiap kamar ber-AC. Anak-anak penghuni tidak boleh keleleran atau tidak karuan. Anak-anak harus hidup dengan wajar

dan baik, sekolah dengan baik, tumbuh dengan baik, bukan menjadi generasi yang sakit, tetapi generasi yang sehat dan kuat jasmani dan rohani. Rumah Shalom dibangun dengan bagus, bukan ecek-ecek, bahkan ada taman bermain dan tempat olah raga.

Bagaimana kita bisa mengerjakan itu kalau kita tidak mengalami terobosan soal ekonomi dan keuangan, baik secara pribadi maupun secara pelayanan? Tidak bisa, kita akan terbatas. Kalau ada proyek, mikirnya duit dari mana, selalu duit. Mengapa? Karena memang begitu keadaannya? Umur 17 tahun saya sudah berpikir seperti itu, tidak ada yang bisa diandalkan kecuali Tuhan. Suatu hari, lagi-lagi saya mengintip membaca buku. Kali ini saya membaca tulisan dr. Cho berjudul Dimensi Keempat. Kalau anda masih punya buku itu, bisa dibaca ulang. Banyak orang membaca dan tidak paham juga, karena hanya asal membaca, tidak minta Roh Tuhan: Ajari aku, Tuhan . Musa diajari jalan-jalanNya.

Dalam buku itu, saya menemukan sebuah potongan kalimat pendek yang menarik. Kemudian

beberapa waktu yang lalu, ketika ada kesempatan bertemu dengan beliau di kantornya di Korea, saya menceritakan tentang hal ini. Dia sangat diberkati dengan cerita saya, lalu dia mendoakan saya, dan dia menceritakan lagi kepada pendeta-pendetanya. Ratusan pendeta dikumpulkan dan dia bercerita tentang pengalaman saya.

Saya mengintip bukunya, karena saya tidak bisa membelinya. Di buku itu dia mengungkapkan mengenai Roma 10:17, bahwa Firman di situ bukan Logos tetapi Rhema. Dan dia berkata: Kalau kamu terima Rhema, perkataan Tuhan, itulah yang menjadi iman dalam hidupmu. Dan iman seperti itu memindahkan gunung. Penjelasan itu seperti membuka mata rohani saya, sehingga saya berkata: Aku sekarang mengerti caranya. Kalau ada apa pun, aku akan mengerti. Dari situ, saya mulai belajar langkah demi langkah dan Tuhan berikan terobosan yang luar biasa.

Mandat Dari Tuhan dan Cara Berpikir Kita

Apa yang saya ingin bagikan di sini adalah sepotong dari kebenaran yang sangat luas sekali itu. Saya berdoa, dan Tuhan berkata: Kamu ambil bagian ini, nak. Karena kalau ini terbuka, kita bisa membuka banyak hal yang ajaib dalam kehidupan kita. Nah, sekarang saya akan mulai dengan pengertian itu.

Tahukah kita, bahwa ketika Tuhan menciptakan manusia, Tuhan memberikan otoritas kepadanya? Yang telepon saya di tengah malam itu mengatakan: Saya sudah ini, sudah ini, sudah ini Semua hal rohani yang dia sebut, sudah dikerjakan. Kemudian dia berkata: Mana bagian saya? Koq Tuhan lupa? Kita harus mengerti bahwa Tuhan itu tidak hanya berurusan dengan hal-hal rohani yang kita kerjakan. Rambut di kepala kita pun Dia juga mengetahui jumlahnya.

Orang berkata: Saya bekerja, mengerjakan soal bagaimana mendapatkan barang murah, tetapi baik, bagaimana mengelola hutang saya, bagaimana marketing saya, bagaimana saya bertindak untuk ini dan itu. Oh, yang begini bukan Tuhan, tidak usah. Yang bagian Tuhan apa? Perpuluhan, menabur, tumen, patok, profetik, pelayanan khotbah. Tiap pagi ini dan itu, semua saya yang kerjakan, berarti beres. Itu salah!

Kalau hati kita kacau, maka kacau juga semuanya. Mengapa? Sebab ketika Tuhan menciptakan manusia, otoritas yang diberikan nyata-nyata itu otoritas untuk hidup di dunia. Coba baca Kejadian 1.

Berfirmanlah Allah: Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh

bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.

Kejadian 1:26

Ini rohani atau jasmani? Jasmani bukan? Kita diberi otoritas pada hal yang jasmani.

Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman

kepada mereka: Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang

merayap di bumi.

Kejadian 1:27-28

Yang dimaksud dengan bumi itu apa? Tempat di mana kita tinggal ini. Taklukkan itu! Berarti mandat untuk menaklukkan berada di tangan siapa sekarang? Di tangan kita bukan? Dia berkata:

Berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan segala binatang yang merayap di

Dalam dokumen Wadah yang Besar Pdt. Petrus Agung Purnomo (Halaman 22-47)

Dokumen terkait