• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan dilakukannya Interpretasi Data Seismik

Dalam dokumen Laporan Kerja Praktek David GF UPN JOB-PPEJ (Halaman 40-46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Tujuan dilakukannya Interpretasi Data Seismik

Interpretasi data seismik merupakan suatu proses transformasi dari profil seismik refleksi stack menjadi suatu struktur kontinu/ model geologi secara lateral dari subsurface. Dalam penilitian ini tujuan dari dilakukannya interpretasi data seismik refleksi yaitu :

• Memahami konsep-konsep dasar dalam interpretasi data seismik yang terintegrasi dengan data sumur. Konsep dasar dari data seismik yang perlu dipahami yaitu berupa komponen wavelet berupa fasa, polaritas, panjang gelombang, amplitudo dari gelombang seismik itu sendiri. Sedangkan konsep dasar dari data sumur yang perlu dipahami yaitu berupa interpretasi data log, konsep dasar dari koreksi data checkshot terhadap log sonic serta proses well to seismic tie.

• Kedua, penelitian ini dikhususkan untuk interpretasi dari segi geologiya baik itu berupa struktur geologi, analisa sekuen pengendapan dari intrepretasi horizon yang lebih diarahkan kepada Top Karbonat sampai Bottom Karbonat Formasi Tuban.

• Kemudian yang terakhir adalah menghasilkan output yang di interpretasi berupa peta struktur waktu di horizon Top karbonat dan Bottom karbonatnya.

34 6.2 Input Data

6.2.1 Basemap

Gambar 6.1 Basemap lapangan M cekungan Jawa Timur Utara

Gambar diatas merupakan basemap atau peta dasar lapangan M cekungan Jawa Timur Utara. Basemap diatas merupakan konfigurasi lintasan seismik 3D (inline dan xline) dan plot data sumur. Data seismik yang digunakan berada pada inline 1500-1900 dan xline 5400-5900. Kemudian ada 2 data sumur yang digunakan yaitu sumur m-2 dan sumur m-9.

35 6.2.2 Input Data Seismik

Gambar 6.2 (a) Penampang seismik Xline 5688; (b) Penampang seismik Inline 1674

lapangan M cekungan Jawa Timur Utara.

Penampang diatas merupakan penampang seismik 3D (inline dan xline) dari lapangan M cekungan Jawa Timur Utara. Terlihat jelas bentukan karbonat berupa build up carbonate yang tumbuh pada daerah tersebut. Terdapat juga diatas karbonat tersebut Formasi Ngrayong yang berisi batupasir. Batupasir Ngrayong merupakan reservoir utama pada lapangan-lapangan minyak di daerah sekitar Cepu.

(a)

36 6.2.2 Input Data sumur

Gambar 6.3 (a) Data sumur m-2; (b) Data sumur m-9 lapangan M

cekungan Jawa Timur Utara.

Data diatas menunujukkan data sumur pada lapangan M cekungan Jawa Timur Utara. Penelitian ini menggunakan 2 sumur yaitu sumur m-2 dan sumur m-9. Data sumur diatas terdiri dari data log (log Gamma ray, log Caliper, log Neutron Porosity, log Density, log Sonic, log Resistivity), data checkshot, data marker, dan data pendukung berupa data core. Pada sumur m-2 terdapat zona menarik yang ditandai dengan kotak hitam yaitu pada marker top tuban karbonat sampai total depth log yang dimana respon log Gamma ray rendah dan disertai dengan cross-over log density dan log neutron porosity. Secara mendasar, log Gamma ray (GR) mengukur radioaktivitas alam dalam formasi dan dapat digunakan untuk

(a)

37 mengidentifikasi satuan batuan dan untuk zona yang saling berhubungan. Batupasir dan karbonat memiliki materi berkonsentrasi radioaktif rendah dan memberikan pembacaan sinar gamma yang rendah. Kemudian penggabungan neutron porosity dan density log sangat bermanfaat untuk mendeteksi zona gas dalam reservoir. Zona gas ditunjukkan dengan cross-over antara neutron dan density (John T. Dewan,1986). Pada cross-over terlihat log neutron porosity menunjukkan respon yang rendah sementara log density menunjukkan respon tinggi. Dari log neutron porosity dapat diinterpretasikan zona tersebut terdapat banyak kandungan hidrogen yang terdapat pada pori-pori batuan. Secara sederhana, semakin berpori batuan semakin banyak kandungan hidrogen dan semakin tinggi indeks hidrogennya. Sementara log density dapat diinterpretasikan sebagai tubuh batuan karbonat karena densitas bulk batuan karbonat yang besar yang menyebabkan respon log density besar juga. Hal serupa juga ditunjukkan pada sumur m-9 yang terdapat pada zona reservoir karbonat.

38 6.3 Analisis Sensitifitas

Gambar 6.4 (a) Crossplot log GR vs log Density sumur m-2 ;

(b) Crossplot log GR vs log Density sumur m-9

Analisis sentifitas ini digunakan untuk memisahkan zona reservoir dengan zona zona non reservoir. Analisa ini dilakukan dengan melakukan crossplot antara log Gamma-Ray dengan log density untuk membedakan zona sand dengan zona shale dengan melihat parameter impedansi akustiknya juga. Dari analisa diatas didapatkan data yang sensitif karena kedua sumur didapatkan trendline yang linier. Sebagai kontrol dalam analisa sensitifitas yaitu cut-off antara zona sand dengan zona shale. Zona sand memiliki respon log GR yang rendah sedangkan zona shale memiliki log GR yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan shale lebih mengandung unsur radioaktif dibandingkan sand. Sedangkan ditinjau dari log density, zona sand

(a)

39 memiliki respon lebih rendah dari zona shale. Hal tersebut dikarenakan shale lebih kompak sehingga akan lebih padat dibandingkan sand.

6.4 Koreksi Chekshot terhadap log Sonic

Gambar 6.5 (a) Proses koreksi chekshot sumur m-2;

(b) Proses koreksi chekshot sumur m-9

Sebelum melakukan well to seismic tie, data log sonic harus dikoreksi terlebih dahulu untuk menghilangkan efek washout zone, cashing shoe, dan artifak-artifak lainya. Sebagaimana yang kita ketahui, data seismik umumnya berada dalam domain waktu (TWT) sedangkan data well berada dalam domain kedalaman (depth). Sehingga, sebelum kita melakukan pengikatan, langkah awal yang harus kita lakukan adalah konversi data well ke domain waktu. Untuk konversi ini, kita memerlukan data sonic log dan checkshot. Data sonic log dan checkshot memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing. Kelemahan data sonic diantaranya adalah sangat rentan terhadap perubahan lokal di sekitar lubang bor seperti washout zone, perubahan litologi yang tiba-tiba, serta hanya mampu mengukur formasi batuan sedalam 1-2 feet. Sedangkan kelemahan data checkshot adalah resolusinya tidak sedetail sonic. Untuk menutupi kelemahan satu sama lain ini, maka kita melakukan koreksi dengan memproduksi ‘sonic corrected checkshot’. Besarnya koreksi checkshot terhadap sonic disebut dengan ‘DRIFT’. Adapun untuk memperoleh nilai drift sebgai berikut :

Dalam dokumen Laporan Kerja Praktek David GF UPN JOB-PPEJ (Halaman 40-46)

Dokumen terkait