• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan Doa Meditatif

Dalam dokumen publikasi e-doa (Halaman 140-143)

Dalam doa meditatif, kita sedang bertumbuh menuju apa yang Thomas à Kempis sebut sebagai "sebuah persahabatan yang karib dengan Yesus". Kita tenggelam dalam terang dan kehidupan Kristus, dan menjadi nyaman dengan keadaan tersebut. Keberadaan Allah yang selalu hadir (kita menyebutnya "omnipresence", Mahahadir) berpindah dari sebuah dogma teologis ke dalam sebuah realitas. "Dia berjalan dengan saya dan Dia berbicara dengan saya", tidak lagi menjadi jargon kesalehan, tetapi justru menjadi sebuah gambaran langsung dari hidup sehari-hari.

Saya tidak sedang membicarakan tentang hubungan yang cengeng, palsu, dan kosong. Semua sentimentalitas hambar seperti itu hanya menyingkapkan betapa sedikitnya pengetahuan kita, betapa jauhnya kita dari Allah yang tinggi dan ditinggikan, yang disingkapkan pada kita dalam Kitab Suci. Yohanes mengatakan pada kita dalam Kitab Wahyu bahwa ketika dia melihat Kristus yang bertakhta, dia tersungkur di depan kaki-Nya seperti orang mati, seharusnya kita juga seperti itu (Wahyu 1:17). Saya sedang membicarakan sebuah kenyataan yang mirip dengan apa yang dirasakan para murid di ruangan yang dipakai pada perjamuan terakhir, ketika mereka mengalami baik persekutuan yang erat sekaligus rasa hormat yang penuh takjub.

Dalam doa meditatif, kita menciptakan ruangan emosi dan rohani yang memperkenankan Kristus untuk membangun sebuah tempat kudus di dalam hati kita. Ayat mengagumkan yang berbunyi "Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku." (Wahyu 3:20), sebenarnya ditulis untuk orang percaya, bukan untuk orang yang tidak percaya. Kita yang telah menyerahkan hidup kita kepada Kristus, harus tahu betapa rindunya Dia untuk makan bersama-sama dengan kita, bersekutu dengan kita. Dia merindukan sebuah Perjamuan Kudus abadi di tempat kudus dalam hati kita. Doa

141

meditatif membuka pintunya, dan walaupun kita melakukan kegiatan meditasi mengenai hal tertentu pada waktu tertentu pula, tujuannya adalah untuk membawa realitas yang hidup ini ke dalam seluruh segi kehidupan kita. Meditasi adalah tempat kudus-Nya yang dapat kita bawa ke dalam kepribadian dan seluruh tindakan kita.

Persekutuan secara rohani semacam ini dapat menimbulkan dua hal. Pertama, persekutuan ini mengubah kepribadian rohani kita. Kita tidak dapat "menyalakan api abadi dalam tempat kudus-Nya di dalam hati kita", sambil tetap hidup dalam cara yang sama karena Api Ilahi akan membakar habis segala sesuatu yang tidak murni. Pengajar kita yang Mahahadir akan selalu membimbing kita menuju "kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus" (Roma 14:17). Segala sesuatu yang tidak sesuai dengan jalan-Nya harus kita buang, agar kerinduan dan keinginan kita menjadi semakin selaras dengan jalan-Nya, dan segala sesuatu dalam diri kita semakin hari semakin mengarah kepada Roh Kudus.

Kedua, meditasi membawa diri kita ke dalam dunia sehari-hari dengan sudut pandang dan keseimbangan yang lebih luas. Sembari kita belajar mendengarkan suara Allah, kita mendapat pegangan praktikal baru untuk menghadapi masalah hidup sehari-hari. Menurut pengamatan William Penn, "Kesalehan yang sejati tidak membuat orang keluar dari dunia, namun memampukan mereka untuk hidup dengan lebih baik di dalamnya dan mendorong mereka untuk berusaha memperbaikinya." Melalui meditasi, kita memiliki mata yang baru untuk melihat dan telinga yang baru untuk mendengar. Kita mengembangkan kemampuan untuk memandang sesuatu dengan lebih jeli, sehingga kita mampu membedakan apa yang penting dan apa yang sepele. Dengan meditasi, kita juga menemukan ketenangan, peneguhan, dan sebuah orientasi hidup yang kokoh. Kita dapat hidup lebih dari tuntutan sehari-hari dengan terus sujud di dalam penyembahan dan pujian.

Menguduskan Imajinasi

Kita dapat turun dengan mudah menggunakan pikiran menuju hati melalui imajinasi. Mungkin ada beberapa individu yang mampu bermeditasi dalam kekosongan yang tak berbentuk, namun kebanyakan dari kita perlu lebih bergantung pada indra kita. Kita seharusnya tidak meremehkan cara yang lebih sederhana dan lebih rendah hati untuk masuk ke dalam hadirat Allah ini. Yesus sendiri mengajarkannya, terus-menerus menyerukan tentang imajinasi, dan banyak orang yang ahli dalam meditasi ini mendorong kita untuk melakukannya. St. Teresa dari Avila berkata, "Karena saya tidak dapat membuat perenungan dengan pengertian saya, maka saya melakukannya dengan membayangkan bahwa Kristus ada di dalam saya. Saya melakukan banyak hal sederhana seperti ini. Saya percaya, jiwa saya mendapatkan banyak hal dengan cara ini karena saya mulai berdoa tanpa mengetahui apakah doa itu." Kebanyakan dari kita dapat mengenali kata-kata St. Teresa tersebut karena kita juga telah mencoba sebuah cara yang hanya mengandalkan otak dan merasa bahwa hal itu terlalu abstrak, terlalu lepas. Terlebih lagi, imajinasi menolong untuk menetapkan pikiran dan memusatkan perhatian kita. Francis de Sales mencatat, "... dengan berimajinasi, kita membatasi pikiran dalam misteri apa yang kita meditasikan, sehingga tidak menyimpang ke

sana-142

ke mari, seperti halnya kita mengunci seekor burung dalam kandang atau mengikat seekor elang dengan tali sehingga dia diam di tangan."

Beberapa orang keberatan dengan penggunaan imajinasi, dengan dasar pemikiran bahwa imajinasi merupakan sesuatu yang tidak bisa dipercaya dan bahkan dapat digunakan oleh Si Jahat. Ada alasan yang baik untuk pertimbangan tersebut karena imajinasi, seperti semua pancaindra kita, telah turut serta saat kejatuhan manusia ke dalam dosa. Namun, ketika kita percaya bahwa Allah dapat menyentuh pikiran kita (yang sudah tercemar), menguduskannya, dan menggunakannya untuk tujuan yang baik, Dia bisa menguduskan imajinasi kita dan menggunakannya untuk tujuan-tujuan yang baik. Tentu saja, imajinasi bisa disimpangkan oleh setan, demikian juga dengan pancaindra kita. Allah menciptakan kita dengan sebuah imajinasi.

Untuk percaya bahwa Allah dapat menguduskan dan menggunakan imajinasi adalah semudah menerima dengan serius gagasan Kristen akan inkarnasi. Allah begitu mendukung, begitu mewujudkan Diri-Nya dalam daging di dunia kita, sehingga Dia menggunakan imajinasi yang kita kenal dan pahami untuk mengajar kita tentang dunia yang tidak terlihat, yang sangat sedikit kita ketahui dan yang sulit kita pahami.

Semakin jauh kita masuk ke dalam jalan Allah -- memikirkan pemikiran-Nya seperti Dia, menyenangkan Dia dalam kehadiran-Nya yang agung -- kita semakin mengalami Allah dan semakin menggunakan imajinasi kita untuk tujuan-tujuan-Nya yang baik. Jika kita sungguh-sungguh bersukacita di dalam Dia, kita rindu menyenangkan-Nya dan Dia akan memberikan keinginan hati kita (Mazmur 37:4). (tRento) Diterjemahkan dari:

Judul traktat : Meditative Prayer Penulis : Richard J Foster

Penerbit : InterVarsity Press, Illinois 1973 Halaman : 3 -- 12

143

Stop Press: International Day Of Prayer For The

Dalam dokumen publikasi e-doa (Halaman 140-143)