• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM

D. Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana peningkatan partisipasi siswa melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam mata pelajaran ekonomi.

2. Untuk mengetahui bagaimana peningkatan motivasi siswa melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam mata pelajaran ekonomi.

E. Manfaat penelitian 1. Bagi Siswa

Diharapkan penelitian ini dapat berguna bagi peserta didik untuk meningkatkan partisipasi dan motivasi siswa dalam mata pelajaran ekonomi.

2. Bagi Guru

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif penggunaan metode pembelajaran untuk meningkatkan partisipasi dan motivasi siswa dalam pembelajaran.

3. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memotivasi guru bidang studi lain agar semakin memvariasikan metode pengajarannya guna meningkatkan partisipasi dan motivasi belajar siswa.

4. Bagi Universitas Sanata Dharma

Diharapkan penelitian ini dapat menambah referensi penelitian yang sejenis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Penelitian tindakan kelas merupakan terjemahan dari Classroom Action Research (CAR), yakni suatu action research yang dilakukan di kelas. Ada tiga kata yang membentuk pengertian tersebut, maka ada tiga pengertian yang dapat diterangkan (Arikunto, 2006:3):

1. Penelitian

Penelitian ini berhubungan dengan suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.

2. Tindakan

Tindakan berhubungan dengan suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa.

3. Kelas

Pengertian ruang kelas tidak terikat hanya pada ruang kelas, tetapi mengandung pengertian yang lebih spesifik. Seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang dimaksud dengan istilah kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula.

Dengan menggabungkan batasan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.

Sejalan dengan itu seperti yang dinyatakan oleh website PPPG tertulis Bandung (Susento, 2007), PTK adalah bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di

kelas secara lebih profesional. Sementara itu menurut Hopkins (Zuriah, 2001) mengartikan penelitian tindakan kelas sebagai kegiatan yang dilakukan guru dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas mengajarnya atau kualitas mengajar teman sejawatnya, atau untuk menguji asumsi-asumsi dari teori-teori pendidikan dalam praktiknya di kelas. Dengan demikian PTK merupakan suatu bentuk penelitian yang mengarah kepada tindakan-tindakan secara terstruktur terhadap sekelompok siswa pada waktu yang sama serta menerima pelajaran dari guru yang sama dalam rangka peningkatan kualitas proses pembelajaran.

Tujuan utama PTK adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas praktek pembelajaran. Perbaikan dan peningkatan kualitas dilakukan oleh guru melalui serangkaian tindakan yang dirancang, dilaksanakan, dan dievaluasi. Menurut Wibawa (Susento, 2007), pelaksanaan PTK oleh guru akan meningkatkan mutu pelajaran, mengembangkan keterampilan guru, meningkatkan relevansi dan efisiensi pengelolaan pembelajaran, dan menumbuhkan budaya meneliti dikalangan guru. Dalam website PPPG tertulis Bandung (Susento, 2007) dijelaskan bahwa manfaat PTK sebagai berikut:

a. Inovasi Pembelajaran

Dalam inovasi pembelajaran guru perlu selalu mencoba untuk mengubah, mengembangkan, dan meningkatkan gaya mengajarnya agar mampu melahirkan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kelasnya. Dalam konteks ini, guru selalu berhadapan dengan siswa yang berbeda dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, jika guru melakukan PTK dari kelasnya sendiri, dan berangkat dari persoalannya tersebut, maka secara tidak langsung telah terlibat dalam proses inovasi pembelajaran.

b. Pengembangan Kurikulum di Sekolah dan di Kelas

Untuk kepentingan pengembangan kurikulum pada level kelas, PTK akan sangat bermanfaat sebagai salah satu sumber masukan. Hal ini terjadi karena proses reformasi kurikulum secara teoritik tidak netral. Sebaliknya proses tersebut akan dipengaruhi oleh gagasan-gagasan yang saling berhubungan mengenai hakikat pendidikan, pengetahuan, dan pengajaran. PTK dapat membantu guru untuk lebih dapat memahami hakikat tersebut secara empirik, dan bukan sekedar pemahaman yang bersifat teoritik.

c. Peningkatan Profesionalisme Guru

Guru yang profesional, tidak akan merasa enggan melakukan berbagai perubahan dalam praktek pembelajaran sesuai dengan kondisi kelasnya. PTK merupakan salah satu media yang dapat digunakan oleh guru untuk memahami apa yang terjadi di kelas, dan kemudian meningkatkannya menuju ke arah perbaikan-perbaikan secara profesional. Guru yang profesional perlu melihat dan menilai sendiri secara kritis terhadap praktek pembelajarannya di kelas, guru pada akhirnya akan mendapat otonomi secara profesional.

Menurut Zuriah (2001:112), para guru perlu mengenali dan memahami beberapa ciri dasar dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas, yaitu:

1) Penelitian tindakan kelas dilakukan sebagai upaya memperbaiki dan meningkatkan iklim pembelajarn di kelas.

2) Penelitian tindakan kelas menekankan pada perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran yang sekaligus meningkatkan kualitas hasil belajar subjek didik.

3) Berkaitan langsung dengan situasi (situasional), dan praktek pembelajaran sehingga terpaut dengan konteks tertentu untuk mencari solusi permasalahan pembelajaran.

4) Memerlukan kerangka kerja yang sistematis dalam pembelajaran. 5) Fleksibel dan adaptif yang memungkinkan sekali adanya

perubahan-perubahan selama “percobaan”.

6) Bersifat partisipasif, maksudnya peneliti atau team peneliti terlibat langsung dalam penelitian.

7) Penelitian tindakan kelas merupakan sarana refleksi diri ( self-reflective) bagi guru untuk merenungkan kembali permasalahan pembelajaran yang didasari untuk dicarikan solusi yang inovatif.

Model PTK secara umum dilakukan melalui proses berulang yang pada tiap siklus terdiri dari 4 langkah sebagai berikut (a) perancanaan tindakan, b) pelaksanaan tindakan, c) observasi, d) refleksi).

1) Perencanaan Tindakan

Perencanaan tindakan hendaknya memanfaatkan secara optimal teori-teori yang relevan dan pengalaman-pengalaman yang telah diperoleh dari masa lalu dalam kegiatan pembelajaran/penelitian yang sebidang. Dalam hal ini penulis akan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGTuntuk diterapkan di dalam kelas.

2) Pelaksanaan Tindakan

Jika perencanaan telah selesai dilakukan, maka skenario tindakan dapat dilaksanakan dalam situasi pembelajaran yang aktual menggunakan metode TGT sesuai dengan rencana yang telah disusun. Untuk menjamin mutu kegiatan pembelajaran, guru atau tim peneliti dapat memodifikasi tindakan walaupun implementasi sedang dalam proses, tetapi jika tidak terlalu mendesak perubahan dapat dilakukan setelah satu siklus selesai.

3) Observasi

Pada saat pelaksanaan tindakan, kegiatan observasi dilakukan secara bersamaan. Secara umum, kegiatan observasi dilakukan untuk merekam proses yang terjadi selama pembelajaran berlangsung.

4) Refleksi

Refleksi merupakan bagian yang amat penting untuk memahami dan memberikan makna terhadap proses dan hasil (perubahan) yang terjadi sebagai akibat adanya tindakan (intervensi) yang dilakukan.

Gambar 2.1 Model PTK

Menurut Zuriah (2001: 112-113), penelitian tindakan kelas memiliki kelebihan dan kelemahan.

1) Kelebihannya

a) Guru bersama rekan sejawat merupakan aktor utama dalam melakukan penelitian, sehingga mereka melakukan kerjasama melaksanakan penelitian. Dengan kerjasama yang kesemuanya sebagai aktor utama dapat menumbuhkan rasa memiliki dan berkewajiban diantara mereka untuk memperbaiki dan SIKLUS I SIKLUS II Pelaksana Perencana Observasi Refleksi Pelaksana Observasi Refleksi Perencana

meningkatkan iklim pembelajaran dengan cara melakukan penelitian tindakan.

b) Para guru sebagai team work dalam penelitian tindakan dapat meningkatkan kreativitas dan daya kritisnya untuk dikembangkan dalam rangka perbaikan iklim pembelajaran.

c) Para guru sebagai peneliti dapat melakukan tukar pengalaman dalam menentukan rencana, tindakan, observasi, dan refleksi, sehingga dapat menimbulkan rasa ingin mengubah dirinya menjadi guru yang lebih baik terutama dalam rangka memperbaiki iklim pembelajaran di kelas.

d) Para guru dapat mengembangkan sikap terbuka dan demokratis. Karena mereka merupakan team peneliti yang memungkinkan sekali untuk saling membuka diri untuk bertukar informasi dalam memperbaiki dan meningkatkan iklim pembelajaran.

2. Kelemahannya

a) Adanya image atau prasangka dari para guru bahwa yang berhak melakukan penelitian adalah kalangan kampus, sehingga memungkinkan sekali perasaan mereka untuk tidak memiliki kewenangan; dan pekerjaan guru yang banyak sekali memungkinkan perasaan dan anggapan diantara mereka tidak adanya waktu untuk melakukan penelitian.

b) Dalam penelitian tindakan kelas, memerlukan waktu yang begitu panjang (dalam prosesnya) dan memungkinkan sekali perasaan enggan untuk melakukannya.

c) Dalam proses kelompok sebagai team penelitian tindakan realitasnya sering terjadi tidak dalam suasana demokratis.

d) Sulit untuk mengajak teman sejawat untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap iklim pembelajaran yang telah dilakukan bertahun-tahun secara konvensional.

e) Penelitian tindakan kelas,hasilnya cenderung tidak dapat digeneralisasikan.

B. Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin (1995: 2), pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya bertanggung jawab pada pembelajarannya sendiri, tetapi juga bertanggung jawab terhadap teman

satu timnya dalam mempelajari suatu materi pelajaran sehingga keberhasilan tim dapat dicapai.

Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur pembelajaran gotong royong harus diterapkan (Anita Lie, 2002:31-34), yaitu:

1. Saling Ketergantungan Positif

Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Dengan demikian, mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil.

2. Tanggung Jawab Perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penelitian dibuat menurut prosedur model pembelajaran cooperative learning, setiap siswa akan bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugas.

3. Tatap Muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing anggota. Setiap anggota kelompok mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga, dan sosial-ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.

4. Komunikasi Antar Anggota

Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses panjang. Pembelajaran tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang handal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk

memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.

5. Evaluasi Proses Kelompok

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar slanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Jadi pembelajaran kooperatif pada dasarnya merupakan kerja sama dalam kelompok, dan semua siswa terlibat aktif dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas.

C. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif

Ada lima tipe pembelajaran kooperatif (Slavin, 1995:4-8) : 1. Student Teams Achievement Division (STAD)

STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif dimana pelajar berkelompok mengerjakan soal latihan dalam lembar kerja. Tiap kelompok terdiri dari seseorang yang berkemampuan rendah, tinggi, dan sisanya yang berkemampuan sedang. Setelah semua kelompok selesai bekerja, pengajar memberi kunci jawaban soal dan meminta mereka memeriksa hasil kerja, kemudian pengajar mengadakan kuis. 2. Teams Games Tournaments (TGT)

Tipe TGT hampir sama dengan STAD. Siswa dikelompokkan secara heterogen, setiap kelompok anggotanya terdiri dari 4-5 orang. Guru memulai dengan mempresentasikan sebuah pelajaran kemudian siswa bekerja di dalam kelompok-kelompok untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok menuntaskan pelajaran tersebut. Dalam turnamen ini siswa bertanding dengan anggota kelompok lain yang

mempunyai kemampuan serupa. Dari turnamen inilah setiap anggota kelompok akan mendapat skor yang akan disumbangkan pada kelompoknya. Kemudian skor-skor ini akan dirata-rata untuk menentukan skor kelompok. Skor kelompok yang diperoleh akan menentukan penghargaan kelompok.

3. Jigsaw

Jigsaw merupakan tipe pembelajaran kooperatif kelompok dibentuk secara heterogen yang terdiri dari 5-6 orang, tiap-tiap pelajar mempelajari satu bagian materi pelajaran dan kemudian menjelaskan bagian itu kepada semua anggota kelompok. Kemudian pengajar mengadakan ulangan /kuis.

4. Learning Together

Tipe learning together merupakan tipe pembelajaran kooperatif dimana pelajar melakukan presentasi bahan kuliah. Setelah pelajar dalam kelompok heterogen terdiri dari 4-5 orang mengerjakan satu lembar kerja. Pengajar menilai hasil kerja kelompok. Pelajar kemudian secara individual mengerjakan kuis yang dinilai oleh pengajar sebagai hasil kerja individual.

5. Teams Accelerated Introduction (TAI)

Dalam tipe TAI guru mempresentasikan materi pelajaran secara individu atau kelompok kecil siswa yang mempunyai unit tahap yang sama. Siswa ditempatkan sesuai dengan kecepatan belajarnya, sehingga siswa yang satu dengan yang lain, unit yang ditempuhnya

berbeda. Siswa bekerja dalam kelompok mereka dengan unit yang berbeda. Siswa harus menyelesaikan setiap unit mereka masing-masing, setiap akan berpindah unit, maka harus mendapat persetujuan dari teman satu kelompoknya. Dengan demikian, siswa dalam kelompok mempunyai tanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya sebelum mengambil kuis dalam unit tersebut. Tes unit akhir dilakukan tanpa bantuan dari teman satu kelompok. Unit-unit yang terkumpul dari masing-masing anggota kelompok dijumlah dan jumlah unit dari setiap kelompok yang memenuhi kriteria mendapat sertifikat atau penghargaan.

D. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dengan Model Pembelajaran Lainnya.

Sebelum kita membahas perbedaan pembelajaran kooperatif, maka kita perlu mengetahui beberapa macam model pembelajaran (Harsoyo, 2007).

1. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas

Menurut Johnson (Harsoyo, 2007), Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) atau pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). Sebuah kelas

dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Untuk melaksanakan hal tersebut tidaklah sulit, yang diperlukan adalah mencoba membiasakan dan terus mengadakan perbaikan. CTL dapat diterapkan dalam berbagai jenis kurikulum dan berbagai jenis mata pelajaran dengan kondisi yang berbeda-beda.

Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya adalah berikut ini.

1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. 2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

4) Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). 5) Hadirkan “model” sebagai contoh pembelajaran.

6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan.

7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. 2. Accelerated Learning

Pengetahuan dibangun dengan percepatan pembelajaran, siswa yang dianggap mampu dan mempunyai potensi ilmu pengetahuan yang lebih diuji bersama-sama, sehingga dalam pembelajaran tersebut hanya ada siswa-siswa yang pandai. Guru memberikan materi yang

seharusnya untuk tingkat atasnya, sehingga kelulusan mereka lebih cepat dibanding siswa yang mengikuti program jenjang bertahap.

Menurut Dave (Harsoyo, 2007), prinsip-prinsip accelerated learningdapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Belajar Melibatkan Seluruh Pikiran dan Tubuh. Belajar tidak hanya menggunakan “otak” (sadar/rasional) tetapi juga melibatkan seluruh tubuh/pikiran dengan segala emosi, indra, dan sarafnya. b. Belajar adalah Berkreasi, Bukan Mengkonsumsi. Pengetahuan

bukanlah sesuatu yang diserap oleh pembelajar, melainkan sesuatu yang diciptakan pembelajar. Pembelajaran terjadi ketika seorang pembelajar memadukan pengetahuan dan keterampilan baru ke dalam struktur dirinya sendiri yang telah ada. Belajar secara harafiah adalah menciptakan makna baru dalam pemahaman kita. c. Kerja Sama Membantu Proses Belajar. Semua usaha belajar yang

baik mempunyai landasan sosial. Kita biasanya belajar lebih banyak dengan berinteraksi dengan kawan-kawan daripada yang kita pelajari dengan cara lain. Persaingan di antara pembelajar memperlambat pembelajaran, namun kerjasama mempercepat proses pembelajaran.

d. Pembelajaran Berlangsung pada Banyak Tingkatan secara Simultan. Belajar bukan hanya menyerap banyak hal sekaligus. Pembelajaran yang baik melibatkan orang pada banyak tingkatan secara simultan (sadar dan bawah-sadar, mental dan fisik).

e. Belajar Berasal dari Mengerjakan Pekerjaan Itu Sendiri. Belajar paling baik adalah belajar dalam konteks. Hal-hal yang dipelajari secara terpisah akan sulit diingat dan mudah dilupakan. Pengalaman yang nyata dan konkrit dapat menjadi guru yang jauh lebih baik daripada sesuatu yang hipotetis dan abstrak, ketika kita belajar berenang dengan berenang, cara belajar memasak dengan memasak.

f. Emosi Positif Sangat Membantu Pembelajaran. Perasaan sangat menentukan kualitas dan juga kuantitas belajar seseorang. Perasaan negatif menghalangi belajar dan sebaliknya perasaan positif banyak membantu proses belajar. Belajar yang penuh tekanan, menyakitkan, dan bersuasana muram tidak dapat mengungguli hasil belajar yang menyenangkan, santai dan menarik hati.

g. Otak Citra Menyerap Informasi Secara Langsung dan Otomatis. Sistem saraf manusia lebih merupakan prosesor citra daripada prosesor kata. Gambar konkret jauh lebih mudah ditangkap dan disimpan daripada abstraksi verbal.

3. Quantum Learning

Menurut Porter (Harsoyo, 2007), quantum learning berakar dari upaya Dr. Georgi Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebut sebagai “suggestology” atau “suggestopedia”. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apa pun memberikan sugesti positif ataupun negatif. Beberapa teknik yang digunakannya untuk memberikan sugesti positif adalah mendudukkan murid secara nyaman, memasang musik latar di dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan poster-poster untuk memberi kesan besar sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru yang terlatih baik dalam seni pengajaran sugestif.

Menurut Porter (Harsoyo, 2007), komponen-komponen penting dalamQuantum Learningadalah:

a. Menata Latar Belajar

Dengan mengatur lingkungan, anda mengambil langkah pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman belajar secara keseluruhan. Beberapa hal yang dapat dianjurkan pada para guru sebagai berikut :

1) Ciptakan suasana yang nyaman dan santai.

2) Gunakan musik supaya terasa santai, terjaga, dan siap untuk berkomunikasi.

3) Ciptakan dan sesuaikan suasana hati dengan pelbagai jenis musik.

4) Gunakan pengingat-ingat visual untuk mempertahankan sikap positif.

b. Memupuk Sikap Juara

Berpikir seperti seorang juara membuat orang menjadi juara. Penting untuk menanamkan kepada murid sikap juara. Harapan

yang tinggi terhadap diri, dan keyakinan akan berhasil akan menentukan pencapaian prestasi seseorang.

c. Menemukan Gaya Belajar Sendiri

Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah dan situasi-situasi antar pribadi.

d. Teknik Mencatat Tingkat Tinggi

Pencatatan yang efektif dapat menghemat waktu dengan membantu anda menyimpan informasi secara mudah dan mengingatnya kembali jika diperlukan.

e. Meningkatkan Daya Ingat

Penting bagi kita untuk mampu meningkatkan kemampuan mengingat. Pengulangan menjadi penting untuk membantu mengingat. Bagi guru perlu memberikan pengulangan-pengulangan atau penyegaran terhadap hal-hal yang penting.

f. Meningkatkan Kemampuan Membaca

Membaca merupakan aktivitas penting dalam proses belajar, dengan membaca kita akan mengetahui banyak informasi dan mempelajari banyak ide-ide para genius tanpa harus bertatap muka. g. Berpikir Logis dan Kreatif

Seorang yang kreatif selalu mempunyai rasa ingin tahu, ingin mencoba, bertualang, dan suka bermain-main. Perlu disadari bahwa rasa ingin tahu dan dorongan untuk mengerjakan hal-hal yang menantang sebenarnya ada pada setiap orang. Dalam pembelajaran guru menjadi salah satu model sosok kreatif. Metode dan media pembelajaran dapat menjadi wahana kreativitas guru dalam menjadi model tersebut.

Inti dalam model pembelajaran Quantum Learning adalah pengetahuan dibangun berdasarkan banyaknya pembelajaran. Sehingga siswa harus menguasai banyaknya materi yang diberikan oleh guru.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan tentang perbedaan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) dengan CTL,Accelerated Learning,Quantum Learningseperti yang terlihat dalam tabel.

Tabel 2.1

Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dengan Model Pembelajaran CTL,Accelerated Learning,Quantum Learning

Cooperative Learning CTL Accelerated Learning Quantum Learning Kerjasama dalam kelompok, dan semua siswa terlibat aktif dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas. Siswa bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. Pengetahuan dibangun dengan percepatan pembelajaran, siswa yang dianggap mampu dan mempunyai potensi ilmu pengetahuan yang lebih diuji bersama-sama, sehingga dalam pembelajaran tersebut hanya ada siswa-siswa yang pandai. Pengetahuan dibangun berdasarkan banyaknya pembelajaran. Sehingga siswa harus menguasai banyaknya materi yang diberikan oleh guru.

E. Pembelajaran Kooperatif TipeTeams Games Tournaments (TGT) Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu metode pembelajarn kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan siswa sebagai tutor sebaya serta mengandung unsur permainan. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks di samping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Komponen dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT sebagai berikut (Slavin, 1995: 84-88) :

1. Presentasi Kelas

Dokumen terkait