BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
F. Tujuan Perlindungan Konsumen
Tujuan Perlindungan Konsumen, sebagaimana termaksud dalam ketentuan pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bertujuan :
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Sementara itu, Janus Sidabalok mengemukakan ada 4 (empat) alasan pokok mengapa konsumen perlu dilindungi, yaitu sebagai berikut32
1. Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut UUD 1945;
:
2. Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari dampak negative penggunaan teknologi;
32
M. Ali Mansyur, Penegakan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen Dalam Perwujudan
3. Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang sehat rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang berarti juga untuk menjaga kesinambungan pembangunan nasional;
4. Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana pembangunan yang bersumber dari masyarakat konsumen.
Achmad Ali mengatakan bahwa “ masing-masing undang-undang memiliki tujuan khusus33
Pengelompokan ini tidak berlaku mutlak, oleh karena seperti yang dapat kita lihat dalam rumusan pada huruf a sampai dengan huruf f terdapat tujuan yang dapat dikualifikasi sebagai tujuan ganda. Kesulitan memenuhi ketiga tujuan hukum (umum) sekaligus sebagaimana dikemukakan sebelumnya, menjadikan sejumlah tujuan khusus dalam huruf a sampai dengan huruf f dari pasal 3 tersebut hanya dapat tercapai secara maksimal, apabila didukung oleh keseluruhan subsistem perlindungan yang diatur dalam undangundang ini, tanpa mengabaikan fasilitas penunjang dan kondisi masyarakat. Unsur masyarakat sebagaimana dikemukakan berhubungan dengan persoalan kesadaran hukum dan ketaatan hukum, yang seterusnya menentukan efektivitas Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sebagaimana dikemukakan
“. Hal itu tampak dalam pengaturan pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang juga mengatur tujuan khusus perlindungan konsumen sekaligus membedakan tujuan umum. Rumusan tujuan perlindungan konsumen huruf a dan e mencerminkan tujuan hukum mendapatkan keadilan. Sedangkan rumusan huruf a, b, termasuk c dan d serta huruf f mencerminkan tujuan hukum memberikan kemanfaatan, dan tujuan hukum khusus yang diarahkan untuk tujuan kepastian hukum tercermin dalam rumusan huruf d.
33
Achmad Ali, Menguak Takbir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Cetakan Kedua, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung Tbk, , (selanjutnya disebut Achmad Ali I), 2002, hal. 25.
oleh Achmad Ali bahwa kesadaran hukum, ketaatan hukum dan efektivitas perundang-undangan adalah tiga unsur yang saling berhubungan34
Agar tujuan hukum perlindungan konsumen ini dapat berjalan sebagaimana seperti yang telah dicita-citakan, hal ini harus diperkuat oleh kesatuan dari keseluruhan sub sistem yang terkandung dalam undang-undang perlindungan konsumen didukung oleh sarana dan fasilitas yang menunjang.
.
34
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG APOTEKER
A. Pengertian, Hak dan Kewajiban Apoteker 1. Pengertian Apoteker
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker. Apoteker pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi surat izin apotek (SIA). Izin apotek berlaku seterusnya selama apoteker pengelola apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan sebagai seorang apoteker. Apoteker pengelola apotek harus memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan:
a) Ijazah apoteker telah terdaftar di Departemen Kesehatan b) Telah mengucapkan sumpah/janji sebagai apoteker c) Memiliki Surat Izin Kerja dari Menteri Kesehatan (SIK)
d) Sehat fisik dan mental untuk melaksanakan tugas sebagai apoteker e) Tidak bekerja di perusahaan farmasi atau apotek lain
Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu sabar sepanjang karier, dan membantu member pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.
2. Hak dan Kewajiban Apoteker
Hak dan kewajiban dapat timbul dari adanya suatu perjanjian yang dibuat para pihak ataupun yang telah ditentukan oleh undang-undang. Suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak, akan menimbulkan suatu perikatan, yang mana perikatan merupakan isi dari suatu perjanjian. Jadi, perikatan yang telah dilaksanakan para pihak dalan suatu perjanjian, memberikan tuntutan pemenuhan hak dan kewajiban terhadap pelaksanakan isi dari perjanjian35
Adapun hak-hak apoteker sebagai pelaku usaha pelayanan kefarmasian diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
.
a) Mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beriktikad tidak baik; b) Melakukan pembelaan diri yang sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
c) Rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan;
d) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban-kewajiban apoteker sebagai pelaku usaha pelayanan kefarmasian diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
a) Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
d) Menjamin mutu barang dan/ atau jasa yang diproduksi dan diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/ atau jasa yang berlaku;
35
e) Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan mencoba barang dan/ atau jasa tertentu serta memberikan jaminan atas barang yang dibuat dan/ atau diperdagangkan;
f) Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan; Selain itu, sebagai pelayanan kefarmasian kewajiban apoteker juga diatur dalam Pasal 15 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/SK/X/2002 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek dinyatakan bahwa:
a) Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
b) Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generic yang ditulis dalam resep dengan obat paten.
c) Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
d) Apoteker wajib memberikan informasi:
1. Berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada konsumen. 2. Penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.
Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, apoteker harus memenuhinya dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab. Jika apoteker bersalah tidak memenuhi kewajiban itu, menjadi alasan baginya untuk dituntut secara hukum untuk mengganti segala kerugian yang timbul sehubungan dengan tidak dipenuhinya kewajiban itu, artinya apoteker harus bertanggung jawab secara hukum atas kesalahan atau kelalaiannya dalam menjalankan kewajibannya.
Kode etik Apoteker Indonesia merupakan suatu ikatan moral bagi Apoteker. Dalam kode itu diatur perihal kewajiban-kewajiban Apoteker, baik terhadap masyarakat, teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya. Secara ringkas pokok-pokok kode etik itu adalah, sebagai berikut36
a) Kewajiban Apoteker terhadap masyarakat:
:
1. Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan memberikan contoh yang baik di dalam lingkungan kerjanya.
2. Seorang Apoteker dalam ragak pengabdian profesinya harus bersedia untuk menyumbangkan keahlian dan pengetahuannya.
3. Seorang Apoteker hendaknya selalu melibatkan diri di dalam pembangunan Nasional khususnya di bidang kesehatan.
4. Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya bagi masyarakat dalam rangka pelayanan dan pendidikan kesehatan.
b. Kewajiban Apoteker terhadap teman sejawatnya:
1. Seorang Apoteker harus selalu menganggap sejawatnya sebagai saudara kandung yang selalu saling mengingatkan dan saling menasehatkan untuk mematuhi ketentuan-ketentuan kode etik.
2. Seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari setiap tindakan yang dapat merugikan teman sejawatnya, baik moril maupun materiil.
3. Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerja sama yang baik dalam memelihara, keluhuran martabat jabatan, kefarmasian, mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
36
Kode Etik Apoteker Indonesia, Jakarta: Kongres Nasional XVII Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2009
c. Kewajiban Apoteker terhadap sejawat petugas kesehatan lainnya:
1. Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat yang berkecimpung di bidang kesehatan.
2. Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakannya atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurang / hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan.
3. Melihat kemampuan Apoteker yang sesuai dengan pedidikannya, menunjukkan betapa pentingnya peranan Apoteker dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, yaitu dengan memberikan suatu informasi yang jelas kepada pasien (masyarakat). Contoh : Penggunaan obat aturan pakai, akibat yang ditimbulkan oleh obat dan sebagainya. Karena mengingat sebagaian besar masyarakat tidak mengetahui hal tersebut, sehingga pemberian informasi yang jelas dan tepat sangat dibutuhkan demi keamanan dan keselamatan pemakai obat.
Sebetulnya informasi obat ini dapat diberikan oleh Dokter di ruang prakteknya, pada saat Dokter menulis resep. Namun Dokter sering sibuk dengan banyaknya pasien yang harus dilayani, sehingga pemberian informasi tentang penggunaan obat dan sebagainya kepada pasien sangat mendesak. Disinilah peranan Apoteker lebih banyak diharapkan untuk menjelaskan secara langsung tentang obat yang akan dipakainya37
37
Jusuf Hanafiah. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Kedokteran ECG. 2001
. Sebagaimana penulis kemukakan di atas bahwa obat mempunyai hubungan yang erat sekali dengan tugas dan fungsi Apotek, di dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 125 Tentang Wajib Daftar Obat. Disebutkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Pasal 1 ayat (1) yang dimaksud dengan obat adalah:
Suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau hewan, memperolok badan atau badan manusia.
Dari ketentuan tersebut di atas dapatlah kita gambarkan bahwa obat merupakan sesuatu yang berhubungan dengan masalah kesehatan manusia. Sehingga pemahaman masalah penggunaan atau pemakaian obat perlu mendapatkan perhatian serius, demi kesehatan dan keamanan bagi setiap orang yang menggunakan. Kesalahan dalam pemakaian obat akan dapat mengancam jiwa paling tidak dalam kadar yang rendah akan menyebabkan cacatnya fisik dan mental.
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 tentang tanggungjawab apoteker, apoteker diserahi tanggung jawab secara penuh dalam mengelola Apotek, ketentuan ini dapat kita lihat dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotek. Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 berbunyi:
1. Pengelolaan Apotek menjadi tugas dan tanggung jawab Apoteker dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 7 Tahun 1963 tentang Farmasi.
2. Tata cara pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Apoteker sebagaimana dimaksud ayat 1, diatur lebih lanjut oleh menteri Kesehatan.
3. Tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker sebagaimana dimaksud ayat 1 dan ayat 2 dilaksanakan tanpa mengurangi tugas dan tanggung jawab seorang Dokter berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.
Dari ketentuan tersebut di atas, maka Apoteker mempunyai tanggung jawab yang berat dalam mengelola Apotek, sehingga tidak semua Apoteker dapat mengelola Apotek, Apoteker harus mempunyai Surat Izin Pengelolaan Apotek (SIPA). Ketentuan tersebut terdapat dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 279 tahun 1981 Pasal 2 ayat (1) dan (2).
Untuk memiliki surat Izin Pengelolaan Apotek, Apoteker mengajukan secara tertulis di atas Kertas bermaterai cukup, kepada Menteri Kesehatan cq, Direktorat Jenderal dengan mencantumkan:
a. Nama dan alamat Apotek pemohon;
b. Nama Perguruan Tinggi tempat Apoteker dan Tanda Lulus sebagai Apoteker; c. Nomor dan tanggal Surat Izin Kerja;
d. Keterangan tempat kerja bagi mereka yang telah bekerja.
e. Surat Keterangan telah memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk mengelola Apotek, yang diberikan oleh Perguruan Tinggi atau Apoteker yang telah memiliki Surat Izin Pengelolaan Apotek yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal;
f. Pas foto ukuran 4 x 6.
Dalam pengelolaan Apotek dengan sendirinya diperlukan modal yang cukup besar untuk menyiapkan bangunan gedung, penyediaan alatalat perlengkapan proyek Apotek dan lain sebagainya. Untuk itu dalam mengelola Apotek terdapat beberapa jenis antara lain38
1. Dalam mengelola Apotek modal seluruhnya milik Apoteker sendiri;
:
2. Dalam mengelola Apotek, modal keseluruhan milik orang lain;
3. Dalam mengelola Apotek, modal sebagaian milik Apoteker dan pihak lain.
Tugas dan fungsi Apotek terdapat dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980, dimana dalam pasal ini disebutkan sebagai berikut:
a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan; b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan
penyerahan obat atau bahan obat;
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh DR. Midian Sirait Direktur Jenderal Pengawas Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam sambutannya pada upacara pembukaan Rapat Kerja Nasional Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia di bidang Apotek pada tanggal 22 Februari 1986, menyatakan:
38
Sebagai salah satu unsur penting dalam sistem pelayanan kesehatan Apotek perlu terus melakukan penataan-penataan, sehingga fungsi dan peranan semakin serasi dan mendukung penyelenggaraan upaya-upaya kesehatan lainnya. Untuk itu aspek pelayanan obat termasuk informasi obat kepada masyarakat harus lebih dominan dan dirasakan realitas manfaatnya oleh masyarakat.
Apoteker sebagai pengelola Apotek bukan sebagai Pemilik Sarana Apotek, pengelolaan keuangan harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat menjamin kerja sama yang baik dengan pemilik modal. Untuk mencapai hal dimaksud Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1980, Pemilik Sarana Apotek dapat menyelenggarakan Pengelolaan keuangan39
Berdasarkan ketentuan di atas dapatlah kita tarik kesimpulan, bahwa pengelolaan Apotek menjadi tugas dan tanggung jawab Apoteker. Apabila Apoteker tidak mempunyai sarana Apotek, maka dapat mengadakan perjanjian kerja sama dengan pihak lain yang mempunyai sarana Apotek dan dalam perjanjian kerja sama ini harus dilampirkan akte perjanjian kerja sama antara pemilik modal dengan Apoteker.
.
B. Tugas dan Kewenangan Apoteker 1. Pelayanan resep
Menurut Kongres nasional XVII ikatan Sarjaan Farmasi Indonesia pelayanan resep adalah suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter, dokter gigi, dan dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Prosedur tetap pelayanan resep40
39
Soerjono Soekanto, Pengantar Hukum Kesehatan. Bandung: CV.Ramadya Karya, 2005
:
40
Adelina Ginting. Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Kota Medan Tahun 2008. www.repository.usu.ac.id.
a) Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep yaitu nama dokter, nomor izin praktetk, alamat, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter serta nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
b) Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu: bentuk sediaan, dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompabilitas, cara dan lama pemberian obat
c) Mengkaji aspek klinis yaitu: adanya alergi, efek samping, interaksi kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya). Membuatkan kartu pengobatan pasien (medication record)
d) Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan. 2. Menyediakan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
a) Menyiapkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan permintaan pada resep
b) Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum
c) Mengambil obat dengan menggunakan sarung tangan/alat/spatula/sendok
d) Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan ke tempat semula
e) Meracik obat (timbang, campur, kemas)
f) Mengencerkan sirup kering sesuai takaran dengan air yang layak minum g) Menyiapkan etiket
h) Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan permintaan pada resep
3. Penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
b) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien c) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien
d) Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
e) Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker f) Menyiapkan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan
4. Pelayanan komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Apoteker hendaknya mampu menggalang komunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya, termasuk kepada dokter
5. Pelayanan informasi obat
Kegiatan pelayanan obat yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi dan konsultasi secara akurat, tidak bias, factual, terkini, mudah dimengerti, etis dan bijaksana.
Prosedur tetap pelayanan informasi obat:
a) Memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau kartu pengobatan pasien (medication record) atau kondisi kesehatan pasien baik lisan maupun tertulis b) Melakukan penelusuran literature bila diperlukan, secara sistematis untuk
memberikan informasi
c) Menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak bias, etis dan bijaksana baik secara lisan maupun tertulis
d) Mendisplai brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan untuk informasi pasien e) Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat
6. Edukasi
Edukasi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan pengetahuan tentang obat dan pengobatan serta mengambil keputusan bersama pasien setelah mendapat informasi, untuk tercapainya hasil pengobatan yang optimal41
Prosedur tetap swamedikasi:
1. Mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan swamedikasi 2. Menggali informasi dari pasien meliputi:
a. tempat timbulnya gejala penyakit b. seperti apa rasanya gejala penyakit
c. kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya d. sudah berapa lama gejala dirasakan
e. ada tidaknya gejala penyerta
f. pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan
3. Memilihkan obat yang sesuai dengan kerasionalan dan kemampuan ekonomi pasien dengan menggunakan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek
4. Memberikan informasi tentang obat yang diberikan kepada pasien meliputi: nama obat, tujuan pengobatan, cara pakai, lamanya pengobatan, efek samping yang mungkin terjadi, serta hal-hal yang harus dilakukan oleh pasien dalam menunjang pengobatan. Bila sakit berlanjut/lebih dari 3 hari hubungi dokter
5. Mendokumentasikan data pelayanan swamedikasi yang telah dilakukan 7. Konseling
Sherzer dan Stone (1974) mendefinisikan konseling adalah suatu proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka antara seorang individu yang terganggu oleh karena
41
masalah-masalah yang tidak dapat diatasinya sendiri dengan seorang pekerja professional, yaitu orang yang terlatih dan berpengalaman membantu orang lain mengenai pemecahan-pemecahan terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi. Bahwa konseling adalah pemberian nasehat atau penasehatan kepada orang lain secara individual yang dilakukan secara berhadapanh dari seorang yang mempunyai kemahiran (konselor) kepada seorang yang mempunyai masalah (klien).
Adapun tujuan dari konseling pasien adalah mengoptimalkan hasil terapi obat dan tujuan medis dari obat dapat tercapai, membina hubungan dengan pasien dan menimbulkan kepercayaan pasien, menunjukkan perhatian kita kepada pasien, membantu pasien dalam mengatasi kesulitan yang berkaitan dengan penyakitnya, mencegah dan mengurangi efek samping, toksisitas, resistensi antibiotika, dan ketidakpatuhan pasien42 Konseling dapat dilakukan kepada:
1. pasien dengan penyakit kronik seperti: diabetes, TB dan Asma 2. pasien dengan sejarah ketidakpatuhan dalam pengobatan
3. pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit yang memerlukan pemantauan
4. pasien dengan multiregimen obat 5. pasien lansia
6. pasien pediatric melalui orang tua dan pengasuhnya 7. pasien yang mengalami Drug Related Problems prosedur tetap konseling:
1. Melakukan konseling sesuai dengan kondisi penyakit pasien
42
Erlizar SH. Hak dan Kewajiban Pasien.
2. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien
3. Menanyakan tiga pertanyaan kunci menyangkut obat yang dikatakan dokter kepada pasien dengan metode open-ended question:
a. apa yang telah dokter katakana mengenai obat itu
b. cara pemakaian, bagaimana dokter menerangkan cara pemakaian c. apa yang diharapkan dalam pemakaian ini
4. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obatan tertentu (inhaler, supostoria,dll)
5. Melakukan verifikasi akhir meliputi: a. mengecek pemahaman pasien
b. mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi
6. Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu pengobatan 8. Pelayanan Residensial (home care)
Pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada pasien yang dilakukan di rumah khususnya untuk kelompok lanjut usia dan pasien penyakit kronis, serta pasien dengan pengobatan paliatif
Jenis layanan home care: 1. informasi penggunaan obat 2. konseling pasien
3. memantau kondisi pasien pada saat menggunakan obat dan kondisinya setelah menggunakan obat serta kepatuhan pasien dalam meminum obat
1. dengan kunjungan langsung ke rumah 2. melalui telepon
untuk aktifitas ini, apoteker harus membuat catatan pengobatan (medication record)
prosedur tetap pelayanan residensial (home care) 1. Menyeleksi pasien melalui kartu pengobatan 2. Menawarkan pelayanan residensial
3. Mempelajari riwayat pengobatan pasien 4. Menyepakati jadwal kunjungan
5. Melakukan kunjungan ke rumah pasien
6. Melakukan tindak lanjut dengan memanfaatkan sarana komunikasi yang ada atau kunjungan berikutnya, secara berkesinambungan
7. Melakukan pencatatan dan evaluasi pengobatan
C. Tanggung Jawab Apoteker
Apotek mempunyai fungsi utama dalam pelayanan obat atas dasar resep dan yang berhubungan dengan itu, serta pelayanan obat tanpa resep yang biasa dipakai di rumah. Dalam