• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 17-112)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma bagi para calon apoteker adalah:

a. Memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam pengelolaan apotek, serta melakukan praktik pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan etika yang berlaku.

b. Memperoleh wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan praktik kefarmasian di Apotek.

c. Memperoleh gambaran nyata tentang permasalahan praktik kefarmasian serta mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan praktik kefarmasian.

3 Universitas Indonesia BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Apotek

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, disebutkan bahwa apotek merupakan suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker (Presiden RI, 2009b). Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Menteri Kesehatan RI, 2014).

Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan di apotek menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 antara lain pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan dan obat tradisional. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika (Presiden RI, 2009b).

2.2 Landasan Hukum Apotek

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang apotek dan kegiatannya adalah :

a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

b. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

c. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Universitas Indonesia

d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

e. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/ SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

f. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

g. Peraturan Menteri Kesehatan No. 688/MENKES/PER/VII/1997 tentang Psikotropika.

h. Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/MENKES/PER/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika.

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek

Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah (Presiden RI, 2009b):

a. Sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.

b. Sebagai sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian. c. Sebagai sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,

pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.

d. Sebagai sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

2.4 Persyaratan Pendirian Apotek

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002

tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, apotek baru yang akan beroperasi harus mempunyai Surat Izin Apotek (SIA), yaitu surat izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan kegiatan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek berlaku

Universitas Indonesia

untuk seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan Apoteker Pengelola Apotek dapat melaksanakan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

Persyaratan pendirian sebuah apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek yaitu:

a. Surat permohonan Apoteker Pengelola Apotek ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas materai Rp. 6.000,-.

b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Kementerian Kehakiman dan Hukum HAM RI, bila berbentuk CV pengesahan dari pengadilan.

c. Fotokopi KTP dari Apoteker Pengelola Apotek dan Pemilik Sarana Apotek.

d. Fotokopi ijazah dan surat Izin Kerja (SIK) / Surat penugasan (SP).

e. Status gedung, bila milik sendiri lampirkan fotokopi perjanjian fotokopi sertifikat, bila sewa lampirkan fotokopi perjanjian kontrak bangunan dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku. Kontrak minimal 2 (dua) tahun.

f. Fotokopi undang-undang gangguan dan bagi sarana yang berada di perkantoran/pasar swalayan/hotel melampirkan fotokopi undang-undang ganguan gedung.

g. Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan bagi sarana berada di pusat pasar/hotel dan sarana umum lain, lampirkan surat keterangan dari pengelola.

h. Surat izin dari atasan dan surat keterangan masa bakti bagi APA yang PNS/TNI/POLRI.

i. Surat Keterangan Domisili Apotek dari Kelurahan setempat.

j. Surat pernyataan dari APA yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan yang berlaku di atas materai Rp 6.000,-.

Universitas Indonesia

k. Gambar peta lokasi tempat usaha.

l. Surat pernyataan pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/ obat dan tidak ikut campur dalam hal pengelolaan obat di atas materai Rp 6.000,. m. Surat pernyataan dari APA tidak bekerja pada perusahaan farmasi lain di

atas materai Rp 6.000,-.

n. Surat pernyataan dari APA tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu tanpa resep dokter di atas materai Rp 6.000,-.

o. Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana. p. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan.

q. Kelengkapan tenaga teknis kefarmasian, meliputi: fotokopi SIKTTK, fotokopi KTP, dan Surat Pernyataan bersedia bekerja di atas materai Rp 6.000,-.

r. Rencana jadwal buka apotek. s. Daftar peralatan apotek

t. Daftar buku pustaka, minimal: peraturan perundang-undangan di bidang farmasi, Farmakope Indonesia edisi terbaru.

u. Formulir laporan pamakaian narkoba dan psikotropika.

v. Pasfoto berwarna : 3 lembar (3 x 4 cm) Apoteker Pengelala Apotek dan Pemilik Sarana Apotek.

w. Salinan akte perjanjian kerjasama antara APA dan PSA atau SK Pengangkatan bagi perusahaan BUMN (Kimia Farma).

x. Denah ruangan beserta fungsi dan ukurannya. y. Daftar perlengkapan administrasi.

2.4.1 Tempat dan Lokasi Apotek

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993, lokasi apotek tidak lagi ditentukan harus memiliki jarak minimal dari apotek lain dan sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Segi penyebaran dan pemerataan pelayanan, jumlah penduduk, jumlah dokter, sarana pelayanan kesehatan, lingkungan yang bersih dan faktor-faktor lainnya juga harus diperhatikan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993a).

Universitas Indonesia

2.4.2 Bangunan Apotek

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.922/MENKES/PER/X/1993, luas apotek tidak diatur lagi, namun harus memenuhi persyaratan teknis sehingga kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi serta kegiatan pemeliharaan perbekalan farmasi dapat terjamin (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993a). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/MENKES /SK/IX/2004, bangunan apotek berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh masyarakat. Bangunan di apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek. Apotek paling sedikit harus memiliki ruang tunggu pasien, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi, ruang kerja Apoteker, tempat pencucian alat dan kamar kecil (Menteri Kesehatan RI, 2002). Bangunan apotek dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, sumber penerangan sehingga dapat memberikan penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik, papan nama apotek beserta keterangan nama Apoteker Penanggungjawab Apotek (APA) (Menteri Kesehatan RI, 2002).

2.4.3 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang terdapat di apotek antara lain Apoteker Pengelola Apotek, yaitu apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA); Apoteker Pendamping, yaitu apoteker yang bekerja di apotek disamping Apoteker Pengelola Apotek dan atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek; Asisten Apoteker, yaitu mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker (AA); personalia lain yang membantu kegiatan di apotek, antara lain juru resep yang membantu AA dalam menyiapkan obat-obat untuk diracik, pemegang kas/kasir dan petugas kebersihan.

Apoteker Pengelola Apotek adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA). Untuk menjadi Apoteker Pengelola Apotek, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Menteri Kesehatan RI, 1993a):

Universitas Indonesia

b. Telah mengucapkan sumpah/janji sebagai apoteker. c. Memiliki Surat Izin Kerja

d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker.

e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, seorang apoteker sebelum menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Seorang apoteker harus memenuhi beberapa persyaratan untuk memperoleh STRA, seperti:

a. Memiliki ijazah apoteker.

b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.

c. Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji apoteker. d. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang

memiliki surat izin praktik.

e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

Apoteker yang telah memenuhi syarat untuk memperoleh STRA, selanjutnya dapat mengajukan permohonan kepada KFN (Komite Farmasi Nasional) dengan membuat surat permohonan STRA yang harus melampirkan (Presiden Republik Indonesia, 2009b; Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011) :

a. Fotokopi ijazah apoteker.

b. Fotokopi surat sumpah/janji apoteker.

c. Fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku.

d. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik.

e. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

f. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

Universitas Indonesia

Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin sebagaimana dimaksud berupa SIPA bagi Apoteker Penanggungjawab Apotek (APA) dan Apoteker Pendamping (APING) di fasilitas pelayanan kefarmasian. SIPA bagi APA di fasilitas pelayanan kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian, sedangkan SIPA bagi APING dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian. SIPA dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian tersebut dilakukan. Untuk memperoleh SIPA, apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA harus melampirkan:

a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN.

b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran.

c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi.

d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar.

2.4.4 Perlengkapan Apotek

Perlengkapan yang harus ada di apotek, yakni :

a. Peralatan untuk membuat, mengolah dan meracik obat seperti timbangan, mortir dan stamfer, gelas ukur dan lain-lain.

b. Tempat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari dan rak untuk menyimpan obat, lemari pendingin, lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan psikotropika.

c. Wadah pengemas dan pembungkus seperti etiket obat.

d. Peralatan administrasi seperti blanko pemesanan obat, salinan resep dan kartu stok.

e. Buku standar yang diwajibkan serta kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan apotek.

Universitas Indonesia 2.5 Tata Cara Perizinan Apotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.

1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, izin apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan yang wewenangnya kemudian dilimpahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Adapun tata cara pengurusan izin apotek adalah:

a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

b. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan, menunjuk kepala seksi Sumber Daya Kesehatan dan staff untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.

c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah penunjukkan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat.

d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana di maksud dalam ayat (b) dan (c) tidak tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c), atau pernyataan dimaksud, ayat (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin.

f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan.

Universitas Indonesia

g. Terhadap Surat Penundaan, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.

h. Jika permohonan izin apotek tidak memenuhi persyaratan atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya.

2.6 Pencabutan Surat Izin Apotek

Pencabutan Surat Izin Apotek menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota apabila:

a. Apoteker tidak memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola Apotek; b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam menyediakan, menyimpan dan

menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin dan mengganti obat generik yang ditulis di dalam resep dengan obat paten dan/atau;

c. Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus menerus;

d. Terjadi pelanggaran terhadap undang-undang tentang obat keras, kesehatan, narkotika, psikotropika serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku;

e. Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut dan atau;

f. Pemilik sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran Perundang-undangan di bidang obat, dan atau;

g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek.

Apabila Surat Izin Apotek dicabut, Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan dilakukan dengan mengikuti tata cara sebagai berikut:

Universitas Indonesia

a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek. b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang

tertutup dan terkunci.

c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi seluruh perbekalan farmasi di apotek.

2.7 Pengelolaan Apotek

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, pengelolaan apotek meliputi :

a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.

b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.

c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, yang meliputi pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan, baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat dan pengamatan serta pelaporan informasi mengenai khasiat keamanan, bahaya dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya.

Dalam mengelola apotek, seorang apoteker wajib menyediakan, meyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. Obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, maka harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Pemusnahan dilakukan oleh APA atau APING yang dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan apotek. Pada saat pemusnahan, dibuat berita acara pemusnahan. Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh AA yang melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek di bawah

Universitas Indonesia

pengawasan apoteker. Tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dialihkan oleh APA dengan ketentuan:

a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian Apoteker Pengelola Apotek kepada Apoteker Pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Pada saat serah terima, wajib dibuat berita acara serah terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, yang melakukan serah terima.

b. Apabila Apoteker Pengelola Apotek meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Apabila di apotek tersebut tidak terdapat Apoteker Pendamping, maka wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Pada saat penyerahan dibuat Berita Acara Serah Terima kepada Kepala Kantor Wilayah atau petugas yang diberi wewenang selaku pihak yang menerima.

2.8 Pelayanan Apotek

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek disebutkan mengenai beberapa ketentuan umum dalam pelayanan apotek, antara lain:

a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan yang sepenuhnya berada dalam tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek. b. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan

keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.

c. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang tertulis di dalam resep dengan obat paten.

Universitas Indonesia

d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis di dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.

e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien dan mengenai penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.

f. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, maka apoteker harus memberitahukan dokter yang menulis resep tersebut.

g. Apabila dokter tetap dengan pendiriannya, dokter wajib menyatakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan di atas resep.

h. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker.

i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun.

j. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

k. Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti diizinkan untuk menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek tanpa resep yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

l. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, Apoteker Pengelola Apotek dapat menunjuk Apoteker Pendamping.

m. Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan dimaksud, dalam ayat (l) dan (m) harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat.

Universitas Indonesia

n. Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti wajib memenuhi persyaratan yang dimaksud dalam persyaratan Apoteker Pengelola Apotek.

o. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, maka Surat Izin Apotek atas nama apoteker yang bersangkutan dicabut.

Pelayanan yang dilakukan di apotek, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, harus menerapkan pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Untuk mewujudkan pelayanan kefarmasian, apoteker harus menerapkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian dan pencatatan serta pelaporan, sedangkan pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian resep, dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care), Pemantauan Terapi Obat (PTO) dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

Pelayanan kefarmasian dapat dilakukan jika terdapat apoteker yag bertanggung jawab terhadap sarana tersebut termasuk juga apotek. Sehingga apabila apoteker penanggung jawab apotek meninggal dunia makan pelayanan kefarmasian dapat dilakukan oleh apoteker pendamping dan segera dilakukan pembaharuan surat izin apotek (SIA). Berdasarkan keputusan menteri kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 Apabila Apoteker Pengelola Apotek meninggal dunia dan terdapat Apoteker Pendamping, maka dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika dan dibuat berita cara serah

Universitas Indonesia

terima dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 17-112)

Dokumen terkait