• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 13-99)

1.2. Tujuan

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan oleh Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia yang bekerja sama dengan PT. Kimia Farma Apotek bertujuan:

1.2.1. Memahami fungsi dan peranan Apoteker di apotek.

1.2.2. Memahami penerapan aspek manajemen pengelolaan apotek khususnya Apotek Kimia Farma No. 115 Pamulang.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Apotek

Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika (Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009).

Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu

mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Apotek dapat diusahakan oleh lembaga atau instansi pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan daerah, perusahaan milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah dan apoteker yang telah mengucapkan sumpah serta memperoleh izin dari Suku Dinas Kesehatan setempat.

2.2. Landasan Hukum Apotek

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam:

a. Undang-Undang No. 22 tahun 1997 tentang narkotika. b. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang psikotropika. c. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.

d. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No.26 tahun 1965 tentang apotek.

e. Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1990 tentang masa bakti apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.184/MenKes/Per /II/1995.

g. Peraturan Menteri Kesehatan No.922/MenKes/Per/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek.

h. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MenKes/Per/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek.

i. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/MenKes/SK/X/2004 tentang

standar pelayanan kefarmasian di apotek.

2.3. Tugas dan Fungsi Apotek

Tugas dan Fungsi apotek berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009 adalah: a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah

jabatan Apoteker.

b. Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian.

c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.

d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

2.4. Persyaratan Apotek

Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA) yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (melalui dinas kesehatan di tingkat daerah masing-masing) kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek disuatu tempat tertentu. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993, persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotek adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker, atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.

2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.

3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.

Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek adalah:

2.4.1. Tempat/ Lokasi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993 lokasi apotek tidak lagi ditentukan harus memiliki jarak minimal dari apotek lain dan sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama

dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Segi

penyebaran dan pemerataan pelayanan, jumlah penduduk, jumlah dokter, sarana pelayanan kesehatan, lingkungan yang higienis dan faktor-faktor lainnya juga harus diperhatikan.

2.4.2. Bangunan

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 287/Menkes/Sk/V/1981 tentang persyaratan luas apotek minimal 50m². Selanjutnya pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993 luas apotek tidak diatur lagi, namun harus memenuhi persyaratan teknis, sehingga kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi serta kegiatan pemeliharaan perbekalan farmasi dapat terjamin. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004,

Bangunan Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh

masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelastertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga

kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan,terutama untuk lemari pendingin.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004, Bangunan Apotek berlokasi pada daerah yang

dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelastertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.

Apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsinya. Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan, ruang administrasi dan kamar kerja apoteker serta ruang tempat pencucian alat dan kamar kecil. Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik serta papan nama apotek.

2.4.3. Perlengkapan Apotek

Perlengkapan apotek yang harus dimiliki antara lain :

a. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir, alu dan lain-lain.

b. Perlengkapan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat, lemari es dan lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika.

c. Wadah pengemas dan pembungkus.

d. Alat administrasi seperti blanko pesanan, salinan resep dan kwitansi.

e. Buku standar yang diwajibkan dan kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan apotek.

2.4.4. Tenaga Kerja/ Personalia Apotek

Berdasarkan Permenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993, personalia apotek terdiri dari :

a. Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu Apoteker yang telah memiliki Surat Izin Apotek (SIA).

b. Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka Apotek.

c. Apoteker Pengganti adalah apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apotek selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 (tiga bulan) secara terus menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek di Apotek lain.

d. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker. Sedangkan tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di apotek terdiri dari :

a. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker.

b. Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan dan pengeluaran uang.

c. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan keuangan apotek.

2.4.5. Perbekalan Farmasi/Komoditi

Sesuai dengan Permenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993, pasal 6 tentang persyaratan apotek, apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.

2.5. Apoteker Pengelola Apotek (APA)

Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian seorang apoteker di apotek adalah bentuk hakiki dari profesi apoteker, oleh karena itu Apoteker Pengelola Apotek (APA) berkewajiban mencurahkan waktu, pemikiran dan tenaganya untuk menguasai, memanfaatkan dan mengembangkan apotek yang didasarkan pada kepentingan masyarakat. Hal ini dikarenakan apoteker merupakan motor penggerak kemajuan suatu apotek.

Sebelum melaksanakan kegiatannya, seorang APA wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan. Sesuai dengan Permenkes RI No. 922/MENKES/ PER/X/1993, Apoteker Pengelola Apotek (APA) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

b. Telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker.

c. Memiliki Surat Izin Kerja/Surat Penugasan dari Departemen Kesehatan melalui dinas kesehatan daerah masing - masing.

d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan

tugasnya sebagai apoteker.

e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain.

Seorang APA bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup apotek yang dipimpinnya, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal jika bekerja sama dengan pemilik sarana apotek.

Sebelum melakukan pekerjaan kefarmasian, Apoteker harus memiliki STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker) yaitu bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi. Registrasi ini merupakan pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktek profesinya.

Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktek profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi. Sertifikat kompetensi profesi dikeluarkan oleh organisasi profesi setelah lulus uji kompetensi. Sertifikat kompetensi profesi ini berlaku selama 5 tahun dan dapat dilakukan uji kompetensi kembali setelah habis masa berlakunya.

Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi dianggap telah lulus uji kompetensi dan dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi dan STRA secara langsung. Tata Cara Memperoleh Surat Tanda Registrasi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/Per/V/2011 adalah a. Untuk memperoleh STRA, Apoteker mengajukan permohonan kepada KFN b. Surat permohonan STRA harus melampirkan fotokopi ijazah Apoteker,

fotokopi surat sumpah/janji Apoteker, fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku, surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek, surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi, dan pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

c. Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi informatika atau secara online melalui website KFN.

Setelah mendapatkan STRA, Apoteker yang akan melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan harus mendapatkan Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA). Untuk memperoleh SIPA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus dinyatakan secara tegas permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/Per/V/2011 permohonan SIPA harus melampirkan

b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran;

c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan

d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar;

Tugas dan Kewajiban apoteker di apotek adalah sebagai berikut :

a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis

kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku.

b. Mengatur, melaksanakan dan mengawasi administrasi.

c. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang

optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan penjualan, mengadakan pembelian yang sah dan penggunaan biaya seefisien mungkin.

d. Melakukan pengembangan usaha apotek.

Pengelolaan apotek oleh APA ada dua bentuk yaitu pengelolaan bisnis

(non teknis kefarmasian) dan pengelolaan dibidang pelayanan/teknis

kefarmasian. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan APA antara lain memastikan bahwa jumlah dan jenis produk yang dibutuhkan senantiasa tersedia, menata apotek sedemikian rupa sehingga berkesan bahwa apotek menyediakan berbagai obat dan perbekalan kesehatan lain secara lengkap. Menetapkan harga jual produknya mempromosikan dan mengelola apotek sedemikian rupa sehingga memberikan keuntungan serta memberikan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan dan kenyamanan sesuai dengan kebutuhan pelanggan juga harus dilakukan.

Sedangkan wewenang dan tanggung jawab APA diantaranya adalah menentukan arah terhadap seluruh kegiatan, menentukan sistem (peraturan) terhadap seluruh kegiatan, mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan, serta bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai.

2.6 Tata Cara Perizinan Apotek

Dalam mendirikan apotek, apoteker harus memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yaitu surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada

apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk mendirikan apotek di suatu tempat tertentu. Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes). Selanjutnya Kepala Dinkes wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin dan pencabutan izin apotek kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES /PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut :

a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1.

b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan.

c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota atau Kepala Balai POM

selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3.

d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (2) dan (3) tidak

dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh formulir model APT-4.

e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3) atau pernyataan ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh formulir model APT-5.

f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau

Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat dalam waktu 12 (dua

belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir model APT-6.

g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6),

Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan.

h. Apabila Apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka pengunaan sarana

dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara Apoteker dan pemilik sarana.

i. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perudang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan.

j. Terhadap permohonan izin apotek dan APA atau lokasi yang tidak sesuai

dengan pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya dua belas hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan formulir model APT-7.

Bila Apoteker menggunakan sarana milik pihak lain, yaitu mengadakan kerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek, maka harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

a. Pengguna sarana yang dimaksud, wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana.

b. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan.

c. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi

persyaratan Apoteker Pengelola Apotek dan persyaratan apotek atau lokasi apotek yang tidak sesuai dengan permohonan maka Kepala Kantor Wilayah DepKes dalam jangka waktu dua belas hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasan-alasannya.

2.7 Pencabutan Surat Izin Apotek

Apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepala Dinas Kesehatan dapat mencabut Surat Izin Apotek apabila : a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola

Apotek dan atau,

b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian dan atau, c. Apoteker Pengelola Apoteker berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2

tahun secara terus-menerus dan atau,

d. Terjadi pelanggaran yang berhubungan dengan narkotika dan psikotropika. e. Surat Izin Kerja (SIK) Apoteker Pengelola Apotek tersebut dicabut dan atau f. Pemilik Sarana Apotek terbukti dalam pelanggaran Perundang-undangan di

bidang obat dan

g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Apotek.

Pelaksanaan pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2-6 bulan sejak dikeluarkan penetapan pembekuan kegiatan di apotek.

Pembekuan SIA dapat dicairkan kembali apabila Apoteker telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan.

APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan dilakukan dengan cara inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotik, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di Apotek. Penyimpanan narkotika, psikotropika dan resep dalam tempat yang tertutup dan terkunci. Selain itu APA juga wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Depkes atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas.

2.8. Pengelolaan Apotek

Seluruh upaya dan kegiatan Apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek, disebut pengelolaan apotek. Kegiatan dalam pengelolaan

apotek dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan teknis farmasi dan pengelolaan non teknis farmasi.

2.8.1 Pelayanan Teknis Kefarmasian

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MenKes/ Per/X/1993, pengelolaan apotek meliputi :

a. Peracikan, pengolahan, pengubahan bentuk, penyimpanan dan penyerahan

obat atau bahan obat.

b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyimpanan dan penyerahan

obat atau bahan obat.

c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, meliputi:

1) Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.

2) Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya atau mutu suatu obat dan perbekalan farmasi lainnya.

3) Pelayanan informasi tersebut di atas wajib didasarkan pada kepentingan masyarakat.

2.8.2. Pengelolaan Non Teknis Kefarmasian

Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditi selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek.

Agar dapat mengelola apotek dengan baik dan benar, seorang APA dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan memadai yang tidak hanya dalam bidang farmasi tetapi juga dalam bidang lain seperti manajemen. Prinsip dasar manajemen yang perlu diketahui oleh seorang APA dalam mengelola apoteknya adalah:

2.8.2.1 Perencanaan, yaitu pemilihan dan penghubungan fakta serta penggunaan asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

2.8.2.2 Pengorganisasian, yaitu menyusun atau mengatur bagian-bagian yang berhubungan satu dengan lainnya, dimana tiap bagian mempunyai suatu tugas khusus dan berhubungan secara keseluruhan.

2.8.2.3 Kepemimpinan, yaitu kegiatan untuk mempengaruhi dan memotivasi pegawainya agar berusaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2.8.2.4 Pengawasan, yaitu tindakan untuk mengetahui hasil pelaksanaan untuk

kemudian dilakukan perbaikan dalam pelaksanaan kerja agar segala kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai.

2.9 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.

Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui tujuan akhir apakah sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik.

Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik, Ditjen Yanfar dan Alkes Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) menyusun standar pelayanan kefarmasian di apotek untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek disebutkan bahwa pelayanan di apotek meliputi:

2.9.1 Pelayanan Resep

2.9.1.1 Skrining Resep

tangan/paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang diminta; cara pemakaian

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 13-99)

Dokumen terkait