• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 14-92)

1. PENDAHULUAN

1.2 Tujuan

Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan oleh Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, adalah: a. Menambah dan memperluas pengetahuan secara langsung mengenai peran

apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek.

b. Memberi pemahaman kepada calon apoteker mengenai peran, tugas dan tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek di apotek

c. Mempelajari cara mengelola apotek yang baik dengan mengikuti kegiatan rutin apotek, manajemen, organisasi dan pelayanan kesehatan.

4 Universitas Indonesia

2.1. Definisi Apotek

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/Menkes/SK/IX/2004, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker.

Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.

2.2. Landasan Hukum Apotek

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam:

a. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. b. Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. c. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. d. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian e. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2010 tentang Prekursor

f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 695/ MENKES/PER/2007 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri

5

Universitas Indonesia

Kesehatan No. 184/MENKES/PER/II/1995 tahun tentang penyempurnaan pelaksanaan masa bakti dan izin kerja apoteker.

g. Peraturan Menteri Kesehatan No. 889 tahun 2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.

h. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/ MENKES/ PER/ X/ 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

i. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

j. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

k. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek.

l. Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika.

2.3. Tugas dan Fungsi Apotek

Tugas dan fungsi apotek berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009 adalah: a. Sarana yang digunakan untuk melakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. b. Sarana pembuatan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

2.4. Tata Cara Perizinan Apotek

Apotek baru yang akan beroperasi harus mempunyai Surat Izin Apotek (SIA). SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerjasama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan Apotek di suatu tempat tertentu (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

Universitas Indonesia

Izin apotek diberikan oleh Menteri, yang kemudian wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek diatur dalam keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MenKes/Per/X/1993. Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut:

a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir APT-1.

b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat

lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan Formulir APT-3.

d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud di dalam butir (b) dan butir (c) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan Formulir APT-4.

e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud butir (c), atau pernyataan butir (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek (SIA) dengan menggunakan Formulir APT-5.

f. Dalam hal hasil pemeriksaan, Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/kota atau Kepala Balai POM dimaksud butir (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan Formulir APT-6.

7

Universitas Indonesia

g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam butir (f), apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan.

h. Terhadap permohonan izin apotek dan Apoteker Pengelola Apotek (APA) atau lokasi tidak sesuai dengan pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannnya dengan menggunakan Formulir APT-7.

Berdasarkan Permenkes RI No. 889/MENKES/Per/V/2011 tentang regristrasi, izin praktik dan izin kerja tenaga kefarmasian, dalam Bab dua bagian kedua pasal 7, maka apoteker dalam menjalankan profesinya di apotek harus memenuhi persyaratan tambahan sebagai berikut:

a. Memiliki surat tanda regristrasi apoteker (STRA) sebagai pengganti surat izin kerja apoteker (SIK) yang persyaratan memperoleh STRA yaitu:

 Memiliki ijazah apoteker

 Memiliki sertifikat kompetensi profesi

 Memiliki surat pernyataan mengucapkan sumpah/janji apoteker

 Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki izin praktek

 Membuat surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi, yang dikeluarkan oleh organisasi profesi setelah lulus uji kompetensi.

Secara umum berkas lampiran yang harus dipenuhi dalam permohonan SIA adalah :

a. Surat permohonan yang diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp 6.000

b. Salinan STRA atau SIPA c. Salinan KTP dan KK Apoteker

d. Fotokopi denah bangunan apotek yang dibuat sendiri e. Sertifikat status bangunan

Universitas Indonesia

f. Daftar rincian perlengkapan apotek (terperinci) g. Daftar tenaga AA

h. Surat pernyataan APA bahwa tidak bekerja tetap pada perusahaan farmasi lain dan tidak menjadi APA meupun APING di Apotek lain (asli bermaterai 6000)

i. Surat izin atasan (bagi pemohon PNS, anggota TNI, dan karyawan instasi pemerintah lain)

j. Akte perjanjian kerjasama APA dengan PSA

k. Surat pernyataan PSA tidak terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat

Dalam teknis pelaksanaannya di lapangan, terdapat beberapa berkas lampiran lagi yang harus dipenuhi oleh APA yaitu:

a. Salinan Ijazah Apoteker / Sumpah yang dilegalisir b. Surat keterangan kesehatan fisik dan mental c. Daftar kepustakaan wajib apotek yang dimiliki d. Fotokopi NPWP apotek

e. Fotokopi akte sewa/kontrak rumah

f. Fotokopi KTP PSA (bila bekerjasama dengan PSA) g. Surat keterangan domisili apotek

h. Surat izin UU gangguan dari kepala dinas trantib dan limas i. Surat pernyataan kesanggupan menjadi APA/AA

j. Peta lokasi apotek

SIA berlaku seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan tidak ada perubahan fisik dan non fisik. SIA harus diperbaharui bila terjadi perubahan fisik dan non fisik dari sarana apotek. Kriteria perubahan non fisik yakni apabila terjadi pergantian apoteker pengelola sarana apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian nama sarana kesehatan apotek, terjadi perubahan alamat sarana kesehatan apotek tanpa pemindahan lokasi,dan/atau terjadi karena surat izin sarana kesehatan apotek hilang atau rusak. Sedangkan perubahan fisik,

9

Universitas Indonesia

yakni apabila terjadi perubahan denah sarana kesehatan apotek dan terjadi perubahan pindah lokasi apotek.

2.5. Pencabutan Surat Izin Apotek

SIA dapat dicabut jika terdapat pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan pencabutan SIA tersebut yang diatur menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 25 adalah :

a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA).

b. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian.

c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus-menerus. d. Terjadi pelanggaran terhadap UU tentang narkotika, psikotropika, kesehatan,

dan ketentuan perundang-undangan yang lain. e. Surat izin kerja APA dicabut.

f. Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang obat.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan izin Apotek harus berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 26, pelaksanaan pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-12 (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

Pembekuan izin Apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-13. Pembekuan Surat Izin Apotek (SIA) dapat dicairkan kembali apabila Apoteker telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan dengan menggunakan Formulir Model APT-14. Pencairan Izin Apotik ini dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 27, keputusan pencabutan Surat Izin

Universitas Indonesia

Apotik oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota disampaikan langsung kepada yang bersangkutan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-15 dengan tembusan kepada Menteri dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat serta Kepala Balai POM setempat (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002).Ketika terjadi pencabutan izin Apotek, APA atau Apoteker Pengganti, wajib mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan dilakukan dengan cara sebagai berikut (Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 29):

a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di Apotik; b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang

tertutup dan terkunci;

c. Apoteker Pengelola Apotik wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang telah dilakukan di atas.

2.6. Persyaratan Apotek

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotek menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 adalah sebagai berikut:

a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker, atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.

b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.

c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004, adalah: a. Sarana apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh

masyarakat.

11

Universitas Indonesia

c. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat.

d. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan penyerahan.

e. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.

f. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, bebas dari hewan pengerat dan serangga.

g. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Persyaratan banguan dan kelengkapan apotek yang harus dipenuhi antara lain:

a. Bangunan apotek

 Alamat apotek

 Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.

 Tempat untuk menampilkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi.

 Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.

 Ruang racikan dan penyerahan obat

 Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun untuk pasien.

 Ruang administrasi dan ruang kerja apoteker

 Toilet (WC)

b. Kelengkapan bangunan apotek

 Terdapat Sumber air

 Terdapat sumber penerangan

 Terdapat alat pemadam

 Adanya ventilasi

 Terdapat papan nama APA

 Terdapat Billboard nama apotek

Universitas Indonesia

a. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir, alu,dan lain-lain.

b. Perlengkapan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat, lemari pendingin dan lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika. c. Wadah pengemas dan pembungkus seperti pot/botol, kertas perkamen, klip dan

kantong plastik, dan etiket (putih dan biru).

d. Alat administrasi seperti blanko surat pesanan, salinan resep, blanko faktur penjualan, blanko laporan narkotika dan psikotropika, buku keuangan, buku catatan narkotika dan psikotropika, kartu stok obat

e. Buku standar yang diwajibkan (Farmakope edisi IV 1995, UUdan kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan Apotek) serta buku lainnya seperti ISO, dan Farmakologi dan terapi.

2.7. Tenaga Kerja Apotek

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian dan non teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian yaitu sarjana farmasi, ahli madya farmasi rumah sakit dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker yang sudah disumpah. Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker pendamping ini hanya dapat melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga) Apotek, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

2.7.1. Apoteker Pengelola Apotek

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002, Apoteker Pengelola Apotek adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek. Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan pemilik sarana apotek).

Sebelum melaksanakan kegiatannya, seorang APA wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif

13

Universitas Indonesia

melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan. Sesuai dengan Permenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993, Apoteker Pengelola Apotek (APA) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia. b. Telah mengucapkan sumpah/ janji Apoteker.

c. Memiliki Surat Izin Kerja/ Surat Penugasan dari Departemen Kesehatan melalui dinas kesehatan daerah masing - masing.

d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker.

e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain.

Tugas dan Kewajiban apoteker di apotek adalah sebagai berikut:

a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. b. Mengatur, melaksanakan dan mengawasi administrasi.

c. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin. d. Melakukan pengembangan apotek.

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002 Pasal 19 disebutkan mengenai ketentuan beberapa pelimpahan tanggung jawab pengelola Apotek, diantaranya:

a. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping.

b. Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhal-halangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek menunjuk Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping yaitu Apoteker yang bekerja di apotek selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari

Universitas Indonesia

tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Ijin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di Apotek lain.

c. Penunjukkan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat dengan menggunakan formulir model APT.9.

d. Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

e. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, Surat Izin Apoteker atas nama Apoteker yang bersangkutan dapat dicabut.

Pada Permenkes 889/Menkes/Per/V/2011 megenai registrasi, izin praktik, dan izin kerja tenaga kefarmasian, istilah Apoteker Pengelola Apotek tidak ada, akan tetapi ada istilah Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan.

2.7.2. Asisten Apoteker

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002, asisten apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker dibawah pengawasan Apoteker.

2.8. Pengelolaan Apotek

Pengelolaan apotek adalah seluruh upaya dan kegiatan apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/2002, kegiatan dalam pengelolaan apotek dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan teknis kefarmasian dan pengelolaan non teknis kefarmasian. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, penyerahan obat atau bahan obat, pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi yang meliputi pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada masyarakat. Pengelolaan non teknis kefarmasian tersebut

15

Universitas Indonesia

meliputi kegiatan administrasi, keuangan, pajak, personalia, kegiatan bidang material dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek.

Secara garis besar pengelolaan apotek dapat dijabarkan sebagai berikut: 2.8.1. Pengelolaan Persediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/Menkes/SK/IX/2004, pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan.

2.8.1.1.Perencanaan

Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana keperluan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang serta meningkatkan penggunaan perbekalan farmasi. Pengelolaan perbekalan farmasi yang beragam memerlukan suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat perencanaan pengadaan perbekalan farmasi yaitu: pola penyakit, daya beli masyarakat dan budaya masyarakat.

2.8.1.2. Pengadaan

Pengadaan obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan (dengan peramalan yang baik), mupun penganggaran. Tujuan dari pengadaan adalah mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan (Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan & Japan International Cooperation Agency, 2008). Di dalam pengadaan dilakukan proses pelaksanaan rencana pengadaan dari fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan, serta rencana pembiayaan dari fungsi penganggaran. Pelaksanaan dari fungsi pengadaan dapat dilakukan dengan pembelian, pembuatan, penukaran ataupun penerimaan sumbangan (Depkes RI, 2008).

Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi (Depkes RI, 2006). Langkah proses

Universitas Indonesia

pengadaan dimulai dengan mereview daftar perbekalan farmasi yang akan diadakan, menentukan jumlah masing-masing item yang akan dibeli, menyesuaikan dengan situasi keuangan, memilih metode pengadaan, memilih rekanan, membuat syarat kontrak kerja, memonitor pengiriman barang, menerima barang, melakukan pembayaran serta menyimpan kemudian mendistribusikan. (Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan & Japan International Cooperation Agency, 2008). Pada proses pengadaan ada 3 elemen penting yang harus diperhatikan:

a. Harus sesuai dengan keperluan yang direncanakan sebelumnya. b. Harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada.

c. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2.8.1.3. Penyimpanan

Tata cara penyimpanan perbekalan farmasi dan penataannya disesuaikan dengan ketentuan peraturan yang berlaku dan sifat obat serta bentuk perbekalannya. Penyimpanan obat sebaiknya digolongkan berdasarkan bentuk sediaan, seperti sediaan padat dipisahkan dari sediaan cair atau setengah padat. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari zat-zat yang bersifar higroskopis. Serum, vaksin dan obat-obat yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar disimpan dalam lemari pendingin. Penyusunan obat dapat dilakukan berdasarkan alfabetis untuk mempermudah dan mempercepat pengambilan obat saat diperlukan. Pengeluaran barang di apotek sebaiknya menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expire First Out), sehingga obat-obat yang mempunyai waktu kadaluarsa lebih singkat disimpan paling depan dan memungkinkan diambil terlebih dahulu.

2.8.1.4. Pelayanan Apotek

Peraturan yang mengatur tentang pelayanan apotek adalah Peraturan

Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/SK/X/1993, yang meliputi :

a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 14-92)

Dokumen terkait