• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASUKNYA MUHAMMADIYAH KE MINANGKABAU

2.3. Tumbuhnya Muhammadiyah

Setelah bendera Muhammadiyah resmi berkibar di Sungai Batang, Maninjau, Luhak Agam dengan grup dan satu amal usaha sebagai ujung tombak dan basis pergerakan, gaungnya bergetar ke pelbagai pelosok Minangkabau. Bukti faktual, pada 2 Juni 1926, berdiri cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Dipelopori oleh Saalah Yusuf Sutan Mangkuto dan Dt. Sati.

Konggresnya bermula dari perjalanan keliling S.Y. St. Mangkuto ke Pulau Jawa untuk menemui dan berkonsultasi dengan tokoh-tokoh politik dan organisasi pergerakan. Terakhir menemui Pengurus Besar Muhammadiyah di Yogyakarta antara lain ; KH Fachroeddin dan Ibrahim. Sekembali dari perjalanan keliling pulau Jawa menurut Buya Hamka, S.Y. Sutan Mangkuto (22 th) dan Dt. Sati waktu sampai di Jambi dicurigai oleh Pemerintah Belanda sebagai propagandis Kumunis. Mereka ditahan dengan seorang kawan sekampungnya yang mereka temui di Jambi bergelar Dt. Bangso Dirajo.

Setelah ditahan hampir satu bulan lamanya kemudian mereka dibebaskan. Setelah bebas mereka lalu pulang . Setelah sampai di kampung mereka pun banyak menyebut tentang Muhammadiyah dan Syarekat Islam. Pada suatu malam tahun 1925 Haka diundang bertabligh di Surau Lubuk Bauk Batipuh Baruah, dalam rangka pengkaderan Haka membawa putranya Abdul Malik Karim Amrullah (17 th) yang sudah pintar pula berpidato.

Ketika itulah Abul Malik Karim Amrullah bertemu dengan S.Y. Sutan Mangkuto yang baru pulang dari Jawa dan ditahan di Jambi. Kedua orang yang baru berkenalan ini bercerita panjang tentang pergerakan di Jawa dan tentang Muhammadiyah dan Syarekat Islam.S.Y. Sutan Mangkuto dalam memperbincangkan pergerakan itu mengatakan dia akan memilih satu di antara dua, jika tidak Syarekat Islam tentu Muhammadiyah.

Dengan perantaraan Abdul Malik Karim AmrullahS.Y. Sutan Mangkuto berkenalan pula dengan pelajar-pelajar Sumatra Thawalib di Mesjid Jembatan Besi Padang Panjang, tercatat sebanyak 45 orang. Mereka pada umumnya berasal dari Maninjau dan telah bergabung dalam wadah Majlis Tabligh Muhammadiyah yang dibentuk oleh Haka dan AR. St. Mansyur untuk mendukung gerak organisasi “Sendi Aman Tiang Selamat” di Sungai Batang Maninjau. S.Y. Sutan Mangkuto yang pada awalnya agak condong ke politik akhirnya tertarik mendirikan Muhammadiyah. Setelah melalui kajian dalam forum diskusi dan musyawarah yang di selenggarakan di kediaman Syekh Haji abdul Karim Amrullah di Gatangan Padang Panjang, atas prakarsa S.Y. Sutan Mangkuto pada tanggal 2 Juni 1926 disepakatilah berdirinya Muhammadiyah dengan modal dasar sebagai anggota 45 orang murid-murid Thawalib.

Muhammadiyah Cabang Padang Panjang tercatat sebagai cabang pertama di Minangkabau mendapatkan pengesahan dari Hoofdbestur Muhammadiyah Yogyakarta dengan Besluit No. 36 tertanggal 20 Juli 1927. Karenanya secara organisatoris dan administratif Cabang Padang

Panjang inilah yang dijadikan startingpoint pergerakan Muhammadiyah Minangkabau/Sumatra Tengah.40

Dalam hal ini Buya R.I. Dt. Sinaro Panjang bercanda bahwa di Padang Panjang“Muhammadiyahnya aneh, duluan lahir anak dari ibunya” yang beliau maksud adalah sebelum secara organisatoris Muhammadiyah berdiri 2 Juni 1926 itu, sebelumnya telah berdiri terlebih dahulu Majlis Tabligh

Muhammadiyah”.41

Begitu mengantongi Besluit – yang memang sangat

mangkus lagi “bertuah” (di antara dua tanda kutip), di alam

penjajahan itu, Cabang Muhammadiyah Padang Panjang mulai mengkonsolidasi diri. Langkah awal, merancang bangun sebuah kantor yang cukup representatif – sesuai ukuran zaman kala itu. Kantor tersebut terletak di Jalan Guguk Malintang, dengan cara merehap rumah bekas Hotel Merapi milik seorang Belanda. Di sinilah kantor pertama sebagai markas/pusat pergerakan Muhammadiyah di Minangkabau/Sumatra Tengah.

Sukses menegakkan tiang pancang infra struktur sebagai prasyarat dan piranti sangat dominan dalam menggeluti dunia pergerakan. Kini kecabangan Muhammadiyah Padang Panjang mulai melirik yang namanya Amal Usaha. Pada tahun 1927, didirikan Holland

Inlandse School (HIS), dipimpin oleh Prawoto Adiwidjojo

(mudarisu al-faqih), - utusan PB Muhammadiyah Yogyakarta.

Dua tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1930, Muhammadiyah membeli sebidang tanah masih kepunyaan Belanda seharga F. 300,-. Areal ini terletak di belakang penjara yang kini dikenal dengan nama Kompleks Kauman

40

James L. Peacock, Gerakan Muhammadiyah Memurnikan Ajaran Islam di Indonesia, (Jakarta : Cipta Kreatif, 1986), hal. 107.

Padang Panjang. Tercatat pula, inilah Kauman kedua setelah Kauman – tempat pendeklarasian Muhammadiyah untuk pertama kalinya di Yogyakarta.

Pertumbuhan Muhammadiyah yang semakin beringsut maju, dibarengi dengan amaliyah konkrit (da’wahu bi al-hal)

berupa lembaga pendidikan, sungguh telah menyembulkan setumpuk tekad dan semangat masyarakat Minangkabau untuk menegakkan tonggak-tonggak Muhammadiyah di sejumlah tempat.

Boleh dibilang, ibaratnya Muhammadiyah bagaikan sekuntum kembang yang harum semerbak. Mumbuat orang yang lalu lalang tertegun kagum dengan keharuman yang dihembuskan kelopaknya yang mulai merekah. Hanya terpaut waktu 12 tahun (1925-1937), Muhammadiyah mampu menancapkan pahamnya ke banyak negeri di Minangkabau.

Pertumbuhan Muhammadiyah di Minangkabau dapat dibeberkan sebagai berikut :

1. Cabang Muhammadiyah Simaboer, Luhak Nan Tuo Tanah Datar, pada tanggal 27 Juli 1927. dipelopori oleh Dt. Bungsu, Mulkan St. Marajo, H. Muchtar, Dt. Simaradjo dan lain-lain.

2. Cabang Muhammadiyah Bukittinggi, pada tanggal 20 Juli 1928. Dipelopori oleh M. Kamin, H.M. Shidiq, H. Abu Samah, Dt. Mangulak Basa, Dt. Rajo Dilangik, TM. Mantari dan lain-lain.

3. Cabang Muhammadiyah Simpang Haroe Andalas Padang, pada tanggal 20 Mei 1928. dipelopori oleh Pakih Saleh, Syukur Bakri dan Ismail Syamsuddin.

4. Cabang Muhammadiyah Kuraitadji, pada tanggal 25 Oktober 1929. dipelopori oleh Oedin, Sd.M Ilyas, HM. Noer, H. Haroun el-Ma’any, M. Luth Hasan, H. Umar

Ganti dan lain-lain.

5. Cabang Muhammadiyah Lintau Buo Tanah Datar, pada tanggal 17 Mei 1932. Dipelopori oleh M. Said, Dt. Bandaro Ratieh, M. Yazid dan lain-lain.

6. Cabang Muhammadiyah Koebang Soeliki, pada 5 Desember 1932. Dipelopori oleh HM. Khalil, Darwis Muin, H. Mansoer, H. Darwas dan lain-lain.

7. Cabang Muhammadiyah Payakumbuh, pada 5 Desember 1932. dipelopori oleh Syekh Moh. Arsyad, St. Mancayo dan lain-lain.

8. Cabang Muhammadiyah Rao, Pasaman pada tanggal 14 Desember 1932. Dipelopori oleh H. Moehammad Hoesein, H. Oesmar Moehammad, H. Zoelkifli, Syafril, H. Djamaris, Hj. Nurliasdi dan lain-lain.

9. Cabang Muhammadiyah Soelit Air, Solok pada tanggal 14 Desember 1932. diprakarsai oleh Dt. Boengsoe, Kahar Thaher, Manda Ali, Imam Arifin dan lain-lain. 10.Cabang Muhammadiyah Koto Tangah, Cabang

Muhammadiyah Koto Tangah, Padang Luar Kota, pada tanggal 17 November 1935. Diinisiatif A. Gani Dt. Radjo Alam dan lain-lain.

11.Cabang Muhammadiyah Matoer Loehak Agam, pada tanggal 22 September 1936. Dipelopori oleh H. Idris, Imam Maradjo dan lain-lain.

12.Cabang Muhammadiyah Koeboeng Solok, pada tanggal 4 Februari 1937. Diinisiatori oleh Imam Arifin, Kahar Thaher, M. Idris dan lain-lain.

13.Cabang Muhammadiyah Taloe Pasaman, pada tanggal 4 Februari 1937. Dipelopori oleh Maulana Kali, Moehammad Alip dan lain-lain.

14.Cabang Muhammadiyah Limo Kaoem Batusangkar, pada tahun 1937, diprakarsai oleh R.I. Dt. Sinaro Panjang, AM. Burhani dan sederet nama-nama lainnya.42

Semua cabang Muhammadiyah yang tegak berdiri antara tahun 1925 – 1937 di atas, yang kemudian diikuti

secara simultan dengan pertumbuhan ‘Aisyiyah, Hizhbul Wathan, Nasyiatul ‘Aisyiyah, dan Pemuda Muhammadiyah –

disebut dalam kesejarahan Muhammadiyah di Minangkabau sebagai generasi atau fase pemuka, perintis sekali gus pendobrak.

Sedangkan pendirian kecabangan Muhammadiyah, di atas 1937 (1940 – 1950), disebut fase “berjalan/menitih di atas buih”. Sementara pada 1950 – 1966, diberi nama tahap

pandai, dan atau “berpandai-pandai”. Dan 1966 – 1998

disematkan oleh “sejarawan” Muhammadiyah sebagai fase pematangan dan atau “kematangan”.43