• Tidak ada hasil yang ditemukan

Turbin dan generator

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI (Halaman 23-39)

Kerja yang dihasilkan dari turbin per satuan massa uap alir yang melalui turbin dapat dicari dengan:

= ℎ − ℎ (2.5)

wt = kerja turbin per satuan massa (kj/kg) h1g = entalpi panas bumi masuk turbin (kj/kg) h2 = entalpi panas bumi keluar turbin (kj/kg)

Dengan asumsi tidak ada panas yang terbuang dari turbin dan mengabaikan perubahan energi kinetik serta potensial dari fluida yang masuk dan meninggalkan turbin. Kerja maksimum yang mungkin dihasilkan jika turbin dioperasikan secara adiabatik dan reversibel, yaitu pada kondisi entropi konstan. Efisiensi isentropis turbin, , sebagai perbandingan kerja aktual dengan kerja dalam kondisi isentropik.

commit to user

= = (2.6)

=efisiensi isentropis turbin = 0,85 (Swandaru, 2007)

= (2.7)

Daya yang dihasilkan dari turbin :

̇ = ̇ = ̇ ℎ − ℎ = ̇ ℎ − ℎ (2.8)

Perhitungan di atas merepresentasikan daya mekanis kotor yang dihasilkan oleh turbin. Daya listrik kotor diperoleh dengan daya turbin dikali efisiensi generator :

̇ = ̇ (2.9)

=efisiensi generator = 0,75

Seluruh daya tambahan yang diperlukan untuk pembangkit harus dikurangkan dari daya listrik kotor untuk memperoleh daya listrik bersih, yang dapat dijual. Kebutuhan daya tambahan tersebut disebut beban parasit yang mencakup semua daya pompa, daya kipas cooling tower dan penerangan pada kantor.(DiPippo, 1999)

Pada saat pengoperasiannya turbin uap mengalami kehilangan energi yang dapat dikategorikan atas dua jenis (Shlyakhin, 1999) yaitu :

a. Kerugian internal, adalah kerugian yang berkaitan dengan kondisi-kondisi uap sewaktu mengalir melalui turbin, yang meliputi :

1. Kerugian pada katup pengatur

Uap sebelum masuk ke turbin haruslah melalui katup penutup (stop

valve) dan katup pengatur yang mana ini merupakan bagian terpadu dari

turbin tersebut. Aliran uap melalui katup penutup dan katup pengatur disertai oleh kerugian energi akibat proses pencekikan.

2. Kerugian pada nosel

Kerugian energi pada nosel disebabkan oleh adanya gesekan uap pada dinding nosel, turbulensi dan lain-lain.

Untuk tujuan perancangan, nilai-nilai koefisien kecepatan nosel dapat diperoleh dari gambar 2.22.

commit to user

Gambar 2.22 Grafik untuk menentukan koefisien φ sebagai fungsi tinggi nosel 3. Kerugian pada sudu gerak

Kerugian pada sudu gerak dipengaruhi oleh beberapa faktor : - Kerugian akibat tolakan pada ujung belakang sudu.

- Kerugian akibat kebocoran uap melalui ruang melingkar antara stator dan rotor.

- Kerugian akibat gesekan.

- Kerugian akibat pembelokan sembura pada sudu.

Semua kerugian di atas disimpulkan sebagai koefisien kecepatan sudu-sudu gerak (ψ). Akibat koefisien ini maka kecepatan relatif uap keluar dari sudu W2 lebih kecil dari kecepatan relatif uap masuk sudu W1. ψ = Koefisien kecepatan sudu. Ditentukan berdasarkan tinggi sudu-sudu gerak dapat diperoleh dari gambar 2.23.

commit to user

4. Kerugian akibat kecepatan keluar

Uap meninggalkan sisi keluar sudu gerak dengan kecepatan mutlak c2 pada turbin neka tingkat (multistage), energi kecepatan uap yang keluar dapat dipakai sebagian atau seluruhnya pada tingkat-tingkat yang berikutnya.

5. Kerugian Akibat Gesekan Cakram dan Pengadukan

Kerugian ini terjadi karena gesekan antara rotor dengan uap dan kerugian pengadukan dalam hal pemasukan parsial. Sebagai akibat kerja yang digunakan untuk melawan gesekan dan kecepatan partikel uap akan dikonversi menjadi kalor sehingga memperbesar kandungan kalor uap. 6. Kerugian Ruang Bebas

Ada perbedaan tekanan diantara kedua sisi cakram nosel yang dipasang pada stator turbin, sebagai akibat ekspansi uap di alam nosel.

7. Kerugian Akibat Kebasahan Uap

Dalam hal turbin kondensasi, beberapa tingkat yang terakhir biasanya beroperasi pada kondisi uap basah yang menyebabkan terbentuknya tetesan air. Tetesan air ini oleh pengaruh gaya sentrifugal akan terlempar ke arah keliling. Pada saat yang bersamaan tetesan air ini menerima gaya percepatan dari partikel-partikel uap searah dengan aliran, jadi sebagian energi kinetik uap hilang dalam mempercepat tetesan air ini.(Shlyakhin, 1999)

b. Kerugian eksternal adalah kerugian yang tidak mempengaruhi kondisi-kondisi uap, yaitu:

Kerugian mekanis

Kerugian ini disebabkan oleh energi yang digunakan untuk mengatasi tahanan yang diberikan oleh bantalan. Untuk tujuan desain, kurva-kurva yang ditunjukkan seperti gambar 2.24 dapat dipakai. Gambar 2.24 memberikan nilai rata-rata efisiensi mekanis untuk berbagai kapasitas turbin.(Shlyakhin, 1999)

commit to user

Gambar 2.24 Diagram efisiensi relatif efektif turbin

2.2.4.3. Kondensator

Untuk memperoleh perhitungan dimensi kondensator diperlukan untuk mengetahui kelembapan uap masuk,

X1 =

,

(2.10)

Dimana :

X1 = Kelembapan uap masuk kondensator(lb air / lb udara) pw = tekanan uap pada titik embun (psia) tabel 2.1

mw = berat molekul air (18)

ma = berat molekul udara (diasumsikan Nitrogen, 29) ( Kern, 1965) Setelah itu, menghitung total air yang ada dalam uap masukan,

Total air dalam uap masukan = X1 x G (2.11)

Dimana :

X1 = Kelembapan uap masuk kondensator (lb air / lb udara) G = Jumlah uap masuk kondensator (lb/hr) ( Kern, 1965)

Dengan mengetahui temperatur uap masuk, titik embun dan menggunakan panas spesifik dari nitrogen 0,25 Btu/lb 0F, dapat ditentukan nilai H1,

H1 = (X1 x Tdp) + (X1 x hfg@Tdp) + (X1 x 0,45 x (T-Tdp)) + (0,25 x T) (2.12) Dimana ;

T = temperatur uap masuk kondensator (0F) Tdp = temperatur dew point (titik embun, 0F)

commit to user

H1 = entalpi pada temperatur uap masuk kondensator (Btu/lb dry air)( Kern, 1965) Dengan mengasumsikan 20 persen dari uap awal berupa air, maka,

X2 = ( , , ) (2.13)

Dimana :

X2 = kelembapan uap keluar kondensator (lb air/lb udara) ( Kern, 1965) Untuk memperoleh titik embun uap keluar kondensator dengan cara,

,

= X2 (2.14)

Dimana :

pw2 = tekanan uap pada titik embun uap keluar kondensator ( Kern, 1965)

Setelah diperoleh nilai pw2, maka dengan melakukan interpolasi pada tabel 2.6 akan didapat temperatur titik embun uap keluar kondensator.

commit to user

Dengan mengetahui temperatur uap keluar kondensator, titik embun dan menggunakan panas spesifik dari nitrogen 0,25 Btu/lb 0F, dapat ditentukan nilai H2,

H2 = (X2 x Tdp2) + (X2 x hfg@Tdp2) + (X2 x 0,45 x (T2-Tdp2)) + (0,25 x T2) (2.15) Dimana ;

T2 = temperatur uap keluar kondensator (0F)

Tdp2 = temperatur dew point (titik embun, 0F) uap keluar kondensator

hfg@Tdp2 = entalpi pada temperatur titik embun (Btu/lb water)

H2 = entalpi pada temperatur uap keluar kondensator (Btu/lb dry air)( Kern, 1965) Sehingga total heat load (beban panas), q, dapat diperoleh

q = G x (H1 – H2) (2.16)

Dimana :

q = total beban panas (Btu/hr) ( Kern, 1965)

Setelah itu, menghitung total air masukan yang diperlukan

L = (2.17)

Dimana :

L = total air masukan yang diperlukan (lb/hr)

t

1 = temperatur air masuk kondensator (0F) t2 = temperatur air keluar kondensator (0F)

Setelah memperoleh nilai G dan L, untuk menghitung dimensi kondensator yang dibutuhkan diperlukan penentuan nilai Kxα. Dengan menggunakan data yang telah ada pada tabel 2.7.

commit to user

Tabel 2.7 Data hasil percobaan Direct Contact Heat Transfer (Kern, 1965)

Ketinggian kondensator, Z = (2.18)

Luas area = ̇ (2.19)

Dimana :

Z = Ketinggian kondensator (ft) nd = bilangan difusi

L = total air masukan yang diperlukan (lb/hr) Kxα = koefisien overall dari transfer massa

̇ = laju alir massa gas (lb/hr)

commit to user 2.2.4.4. Menara Pendingin

Jumlah uap air di udara dapat ditentukan dengan berbagai cara. Cara yang paling logis yaitu menentukan langsung massa uap air dalam satuan massa udara kering. Hal itu disebut kelembapan absolut dapat juga dinamakan rasio kelembapan dan dilambangkan dengan . Persamaan hukum pertama kondisi tunak aliran tunak dengan tiga fluida yang mengisi menara akan ditulis dan sistemnya dapat dilihat pada gambar sistem pengisi menara kondisi tunak aliran tunak. Hal tersebut berlaku untuk semua tipe menara pendingin basah. Perubahan pada energi potensial dan kinetik diabaikan serta tidak ada kerja mekanis yang berlaku. Dengan demikian hanya entalpi dari ketiga fluida yang muncul. Setelah praktik psikrometri, persamaan ditulis untuk satu satuan massa udara kering (El-Wakil, 1984).

Gambar 2.25 Sistem pengisi menara kondisi tunak aliran tunak (Swandaru, 2007)

ℎ + ℎ + ℎ = ℎ + ℎ + ℎ (2.20)

Dimana:

ha = Entalpi air kering (kJ/kg).

= Massa uap air per unit massa air kering, kelembapan absolut. hv = Entalpi uap air (kJ/kg).

commit to user

W = Massa air sirkulasi per unit massa air kering. hW = Entalpi air sirkulasi (kJ/kg).

Perancangan unit menara pendingin ini dimaksudkan agar dapat mendinginkan air dari kondensator sesuai dengan beban pendinginan. Untuk mengetahui beban tersebut, terlebih dahulu perlu dicari aliran massa air yang disirkulasikan oleh pompa menuju menara pendingin.

L = Qpompa x ηpompa (2.21)

Setelah itu dapat dicari jumlah kalor yang dilepas oleh kondensator menggunakan rumusan berikut : L = . .( ) (2.22) maka : q = L . Cp . γ . (t1-t0) (2.23) Dimana :

L = jumlah air yang disirkulasikan ke menara pendingin (L/min)

Qpompa = debit air yang disalurkan dari pompa (L/min)

ηpompa = efisiensi pompa

q = jumlah kalor yang dilepas oleh kondensator (kcal/h) Cp = kalor spesifik air = 1 kcal/kg 0C

γ = berat jenis air = 1 kg/L

t0, t1 = temperatur air, berturut-turut pada sisi masuk dan keluar kondensator, 0C Jumlah kalor yang dilepas oleh kondesator menjadi beban pendinginan dari menara pendingin tersebut. (Prasetyo, 2003)

Make Up Water adalah penambahan kebutuhan air yang digunakan untuk

menggantikan air yang hilang karena adanya proses evaporasi pada menara pendingin (E), terbawanya air karena hembusan udara atau drift (W) dan air yang sengaja dibuang untuk mengurangi endapan yang terjadi atau blow down (B). Sehinga jumlah air yang ditambahkan adalah

commit to user

a. Kehilangan Air karena Evaporasi

Karena adanya perpindahan massa uap air dari muka basah ke udara akan menyebabkan jumlah air yang disirkulasikan berkurang akibat penguapan. Hal ini karena dalam menara pendingin udara mengalami proses penjenuhan dan keluar dalam kondisi udara jenuh. Air yang hilang ini dapat diperhitungkan dengan menggunakna persamaan berikut

E = G (W2 – W1) (Ludwig, 1997) (2.25)

Dimana :

E = prosentase evaporasi air (%)

G = aliran air yang melalui menara pendingin (gpm)

W2,W1 = rasio kelembaban udara, berturut-turut pada sisi keluar menara dan kon-disi masuk menara (lb/lb dry air)

b. Kehilangan Air karena Drift

Drift adalah terbuangnya air bersama hembusan udara keluar. Drift eliminator tidak mungkin dapat mencegah seluruh air keluar bersama hembusan

udara. Tetapi, untuk desain yang baik, sistem akan kehilangan air diperkirakan kurang dari 0,2 % dari total air yang disirkulasikan.

Operasi menara pendingin yang normal didesain kehilangan air berkisar 0,3 – 1 % dari sirkulasi air yang masuk menara pendingin (untuk tipe menara pendingin natural draft) dan 0,1 – 0,3 % untuk tipe mechanical draft cooling

tower. (Ludwig, 1997)

c. Kehilangan Air karena Blow Down

Blow down adalah sejumlah air yang sengaja dikeluarkan dari menara

pendingin untuk mengontrol kadar konsentrasi garam atau kotoran lain pada air yang disirkulasikan. Dengan adanya blow down ini maka diperlukan adanya air untuk menggantikan air yang keluar dengan persamaan sebagai berikut

B=

.

− W

(Ludwig, 1997) (2.26)

Dimana :

π.c = cycle of concentration (harganya bervariasi antara 3-7) B,E dan W dalam %.

commit to user 2.2.4.5. Pompa

Dalam memilih pompa ada beberapa faktor yang perlu diketahui terlebih dahulu yaitu ketinggian head, laju aliran massa air dan daya yang dibutuhkan sistem instalasi. (Murni, 2003)

Kondensator membutuhkan suplai air untuk proses pengembunan uap panas keluaran dari turbin. Kebutuhan itulah yang menjadi dasar penentuan laju aliran massa air pompa. Dengan mengalikan laju aliran massa dengan massa jenis air pada temperatur tersebut akan diperoleh debit pompa yang dibutuhkan.

Qpompa = ṁair x ρair (2.27)

Dimana :

Q = debit aliran (m3/s) ṁ = laju aliran massa (kg/s) ρair = massa jenis air (kg/m3)

Ketinggian head merupakan perbedaan energi per unit berat dari fluida antara sisi masuk dan sisi keluar dari pompa. Dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Einlet = E1 = + Z + (2.28)

Eoutlet = E2 = + Z + (2.29)

Dimana :

p = tekanan (N/m2)

Z = posisi terhadap permukaan referensi (m) V = kecepatan aliran fluida (m/s)

γ = berat spesifik fluida (N/m3) g = percepatan gravitasi (m/s2)

Head total dapat diperoleh :

H = (E2 – E1) = ( )+ (Z − Z ) + (Srinivasan, 2008) (2.30) Daya yang dibutuhkan oleh pompa juga perlu diketahui. Daya pompa merupakan jumlah energi yang diperlukan untuk memindahkan fluida dari sisi masuk menuju sisi keluar pompa. Semakin kecil daya pompa yang diperlukan

commit to user

untuk memenuhi kebutuhan, maka pompa tersebut semakin layak untuk dipilih. Dapat dicari menggunakan rumus :

P = = (Srinivasan, 2008) (2.31)

Dimana :

P = daya pompa (kW) H = ketinggian head (m) W = berat fluida (N) = γ x Q

C = Konstanta = 1.000 untuk berat dengan satuan N. = 102 untuk berat dengan satuan kgf.

Setelah mengetahui tekanan dan kapasitas yang diinginkan dari pompa, dapat menentukan jenis pompa yang dibutuhkan dengan menggunakan gambar daerah operasi pompa seperti pada gambar berikut.

commit to user 2.2.4.6. Steam Ejector

Untuk menghitung dimensi dari steam ejector yang diperlukan dengan cara :

Steam ejector tingkat I

1. Menentukan entrainment ratio untuk gas NCG dan sumber uap dari gambar kurva entrainment ratio.

2. Menentukan total udara ekuivalen untuk NCG dan sumber uap. 3. Menghitung rasio kompresi.

4. Menghitung rasio ekspansi uap (tekanan uap/tekanan hisap).

5. Menentukan rasio udara/steam dengan melihat gambar kurva entrainment

ratio molecular weight, dari harga rasio kompresi dan rasio ekspansi.

6. Dengan cara yang sama, dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan uap untuk steam ejector tingkat kedua.

commit to user

Gambar 2.28 Kurva entrainment ratio molecular weight (Ludwig, 1999)

Perhitungan tersebut :

P03 dihitung dari rumus : P03 = Pint = / (2.32)

P0b = P2 (2.33)

Maksimum rasio kompresi = P03/P0b (2.34)

Rasio ekspansi = P0b/P0a (2.35)

Dengan menggunakan grafik pada gambar 2.24 (Perry, 1999), diperoleh

rasio area = A2/At (2.36)

Rasio Entrainment = Wb/Wa (2.37)

Rasio Entrainment dikoreksi dengan persamaan

W/Wa = Wb/Wa x ( / ) (2.38)

Dengan menggunakan nilai W/Wa dan menggunakan grafik pada gambar kurva desain optimum untuk single stage ejector, diperoleh rasio area koreksi, A2/At.

Perhitungan luas penampang leher nozzle, At

Kecepatan motive steam dihitung dengan menggunakan asumsi : Mach Number, M = V/c = 1,

Aliran kritikal atau sonic, V = c = ( / ), Dimana : k = 1,4,

commit to user

R = 8,314 J/kgmol.K, Mw = 18.

Laju alir massa motive steam = Wa.

Laju alir volume motive steam = Wa x volume spesifik motive steam. (2.39)

At = laju alir volume motive steam / V. (2.40)

At = (2.41)

Dari grafik telah diperoleh A2/At, sehingga dapat diperoleh A2 dan D2. Dimana :

Wa = Kebutuhan motive steam

W = Wb = Laju alir massa fluida hisap At = Luas penampang leher nosel. Dt = Diameter leher nosel.

A2 = Luas penampang constant area mixing section (diffuser throat). D2 = Diameter constant area mixing section (diffuser throat).

V = kecepatan motive steam

commit to user

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI (Halaman 23-39)

Dokumen terkait