• Tidak ada hasil yang ditemukan

Typhimurium ATCC 14028

HASIL DAN PEMBAHASAN

S. Typhimurium ATCC 14028

Aplikasi HPEF diharapkan dapat menggantikan perlakuan pemanasan minimal yang harus diaplikasikan pada produk pangan yaitu proses pasteurisasi. Pasteurisasi dengan pemanasan pada suhu 63-66oC selama minimum 30 menit (BSN, 1995) dipilih sebagai pembanding untuk menentukan efektiivitas dari perlakuan HPEF. S. Typhimurium ATCC 14028 dengan populasi awal sebesar 2,8 x 105 cfu/ml pada susu kambing, setelah mendapat perlakuan pemanasan LTLT, tidak ditemukan lagi pertumbuhannya dalam media SSA. Menurut Bell dan Kyriakides (2002), suhu maksimum bagi pertumbuhan S. Typhimurium adalah 46,2oC. Proses pemanasan pada suhu 65oC selama 30 menit menyebabkan kematian pada seluruh bakteri uji.

Masing-masing bakteri mempunyai suhu optimum, minimum dan maksimum untuk pertumbuhannya. Pada kondisi di bawah suhu minimum dan di atas suhu maksimum, aktivitas enzim dalam bakteri akan terhenti, bahkan pada suhu yang terlalu tinggi akan terjadi denaturasi enzim. Pada bahan pangan yang memiliki kandungan lemak tinggi, dibutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk membunuh Salmonella (Labbe dan Garcia, 2001). Salmonella pada makanan dengan aktivitas air yang tinggi (> 0,98) dapat dimatikan dengan proses pemanasan, namun pada bahan makanan dengan aktivitas air yang rendah dan mengandung lemak yang tinggi, suhu yang lebih tinggi dibutuhkan untuk membunuh bakteri ini (Jay et al., 2005).

Kualitas Nutrisi Susu Kambing dalam HPEF dengan Sistem Batch

Kualitas nutrisi susu kambing dapat ditentukan berdasarkan kadar lemak, bahan kering tanpa lemak, kadar protein, laktosa dan berat jenis. Standar kualitas susu kambing belum tersedia dalam SNI, sehingga biasanya masih mengacu kepada standar susu sapi atau dapat mengacu pada Thai Agricultural Standard (2008).

34 Kadar Lemak Susu Kambing

Lemak merupakan komponen terpenting dalam susu. Lemak menimbulkan cita rasa pada susu dan produk olahan susu dikarenakan terdiri atas berbagai jenis asam lemak. Kadar lemak susu kambing pada frekuensi dan lama waktu aplikasi HPEF yang berbeda sistem batch yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kadar Lemak Susu Kambing (%) pada Frekuensi dan Lama Waktu Aplikasi HPEF yang Berbeda

Frekuensi (Hz)

Waktu (menit) 10 15 20 Rataan±SD

0 6,09c ± 0,16 6,24abc ± 0,09 6,31a ± 0,03 6,22ab± 0,13 30 6,21abc ± 0,07 6,31a ± 0,02 6,31a ± 0,04 6,28a ± 0,06 60 6,19abc ± 0,07 6,31a ± 0,03 6,28abe ± 0,02 6,26ab± 0,07 90 6,20abc ± 0,05 6,23abc ± 0,01 6,21abc ± 0,02 6,22ab± 0,03 120 6,18abc ± 0,01 6,18abc ± 0,02 6,23abc ± 0,04 6,20b ± 0,03 150 6,20abc ± 0,04 6,15bc ± 0,03 6,22abc ± 0,03 6,19b ± 0,04 180 6,20abc ± 0,00 6,11c ± 0,02 6,23abc ± 0,02 6,19b ± 0,06

Rataan ± SD 6,19b ± 0,08 6,22b ±0,08 6,260,05

Huruf superskrip berbeda pada kolom dan baris yang sama, berbeda (P<0,05)

Uji statistik menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara frekuensi dan lama waktu aplikasi HPEF yang berbeda terhadap kadar lemak susu kambing (Tabel 5). Kadar lemak susu kambing walau mengalami penurunan dengan semakin lama waktu aplikasi HPEF yang diberikan, namun masih memenuhi standar SNI yang berlaku. Hasil pengujian mendapatkan nilai yang kurang konsisten, hal ini disebabkan sifat lemak yang membentuk gumpalan pada suhu ruang, sehingga menempel pada treatment chamber yang menyebabkan rekuperasi lemak dalam produk hasil HPEF tidak dapat maksimal. Gumpalan ini terjadi karena karakteristik penyusun lemak susu yaitu beberapa asam lemak akan berbentuk padat dalam suhu ruang dengan titik lebur di atas 27oC. Asam-asam lemak ini antara lain adalah stearat, miristat, laurat, capric dan palmitat. Titik lebur masing-masing asam lemak ini secara berturut-turut adalah 69,6; 54,4; 43,2; 31,6 dan 63,1oC (Chevreul, 2010). Susu kambing yang digunakan tidak mengalami homogenisasi sehingga, tanpa adanya pengadukan akan menyebabkan lemak memisah di permukaan karena mempunyai BJ yang lebih rendah dari air. Selama tiga jam aplikasi HPEF dilakukan

35 dalam treatment chamber sistem batch yang statis sehingga terjadi pemisahan lemak. Syarat mutu lemak berdasarkan SNI-3141-1998 adalah minimal 3,0%. Susu kambing memiliki kadar lemak lebih tinggi dibanding susu sapi dengan rataan sekitar 6,0%. Selain itu globula lemak susu kambing lebih kecil dan beremulsi dengan baik dalam susu. Lemak di dalam susu terdapat dalam jutaan bola kecil yang berdiameter antara 1-20 µm. Diameter globula lemak susu kambing berkisar antara 0,92- 8,58 µm, sedangkan susu sapi berkisar antara 0,92-15,75 µm (Attaie dan Richter, 2000). Metode medan pulsa listrik tegangan tinggi adalah metode non-termal dalam pengawetan makanan yang menggunakan kuat medan listrik untuk menginaktivasi mikroba dan memberikan pengaruh yang minimal terhadap perubahan kualitas bahan pangan, diantaranya adlah kandungan lemak susu (Ramaswamy et al., 2009).

Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak Susu Kambing

Bahan kering tanpa lemak terdiri dari semua komponen selain lemak. Kadar bahan kering tanpa lemak yang menjadi syarat mutu dalam SNI 01-3141-1998 mengenai susu segar adalah sebesar 8,0 % (Badan Standardisasi Nasional, 1998). Kadar bahan kering tanpa lemak susu kambing pada frekuensi dan lama waktu aplikasi HPEF sistem batch yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak (%) Susu Kambing dalam HPEF dengan Sistem Batch pada Frekuensi dan Lama Waktu Aplikasi yang Berbeda

Frekuensi (Hz) Waktu (menit) 10 15 20 Rataan±SD 0 9,66ab ± 0,14 9,62abc ± 0,09 9,59abc ± 0,01 9,62a ± 0,09 30 9,69a ± 0,09 9,56abcd ± 0,02 9,61abc ± 0,02 9,62ab ± 0,08 60 9,64ab ± 0,11 9,52bcde ± 0,04 9,63 ab ± 0,02 9,60abc ± 0,08 90 9,58abcd ± 0,05 9,45cdef ± 0,02 9,58abcd ± 0,02 9,54c ± 0,07 120 9,58 abcd ± 0,03 9,41def ± 0,02 9,61abc ± 0,05 9,54c ± 0,09 150 9,62abc ± 0,04 9,37ef ± 0,05 9,61abc ± 0,02 9,53c ± 0,13 180 9,64ab ± 0,01 9,34f ± 0,03 9,64ab ± 0,01 9,54bc ± 0,15 Rataan ± SD 9,63a± 0,08 9,47b±0,10 9,61a± 0,03

Huruf superskrip berbeda pada kolom atau baris yang sama, menunjukkan berbeda (P<0,05) Uji statistik menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara frekuensi dan lama waktu aplikasi HPEF yang berbeda terhadap kadar bahan kering tanpa lemak susu

36 kambing (Tabel 6). Bahan kering tanpa lemak susu kambing memenuhi syarat mutu dalam SNI 01-3141-1998 mengenai susu segar dengan rataan sebesar 9,34-9,66 %. Walapun kadar bahan kering tanpa lemak mengalami penurunan dengan semakin lamanya waktu aplikasi HPEF yang diberikan, namun rataan BKTL susu kambing masih memenuhi ketentuan SNI untuk susu segar dan Thai Agricultural Standards yang menetapakan berat kering tanpa lemak tidak boleh kurang dari 8,25%. Frekuensi 15Hz memiliki penurunan kadar BKTL paling besar dibandingkan 10 dan 20Hz. Pada perlakuan 10 dan 20Hz penurunannya tidak terlampau besar. Kadar BKTL terendah didapat pada kombinasi perlakuan 15Hz selama 180 menit.

Kadar Protein Susu Kambing

Selain lemak, protein juga merupakan salah satu komponen susu yang penting. Protein dalam susu dibedakan menjadi dua tipe, protein whey dan kasein. Kandungan kasein dalam protein susu adalah sekitar 80% dari total protein pada susu (Chandan et al., 2008). Kadar protein susu kambing pada frekuensi dan lama waktu aplikasi HPEF sistem batch yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 7. Uji statistik menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara frekuensi dan lama waktu aplikasi HPEF yang berbeda terhadap kadar protein susu kambing (Tabel 8).

Tabel 7. Kadar Protein (%) Susu Kambing dalam HPEF dengan Sistem Batch pada Frekuensi dan Lama Waktu Aplikasi yang Berbeda

Frekuensi (Hz) Waktu (menit) 10 15 20 Rataan±SD 0 5,25 ± 0,09 5,24 ab ± 0,05 5,23 ab ± 0,01 5,24ab ± 0,05 30 5,28a ± 0,05 5,22 abc ± 0,01 5,24 ab ± 0,01 5,25a ± 0,04 60 5,26a ± 0,06 5,20abcd ± 0,02 5,25 ab ± 0,01 5,23ab ± 0,04 90 5,22abc ± 0,03 5,16bcde ± 0,01 5,22 abc ± 0,01 5,20ab ± 0,04 120 5,22 abc ± 0,02 5,13cde ± 0,01 5,24 ab ± 0,03 5,19b ± 0,05 150 5,24 ab ± 0,02 5,11de ± 0,02 5,24 ab ± 0,01 5,19b ± 0,07 180 5,25 ab ± 0,01 5,09e ± 0,01 5,25 ab ± 0,01 5,19b ± 0,08 Rataan ± SD 5,24a ± 0,04 5,16b ± 0,06 5,24a ± 0,02

Huruf superskrip berbeda pada kolom dan baris yang sama, berbeda (P<0,05)

Rataan kadar protein susu kambing adalah 5,09-5,26 % memenuhi ketentuan SNI susu segar yaitu sebesar 2,7 %. Pada perlakuan 15Hz, kadar protein semakin menurun dengan semakin lamanya aplikasi HPEF yang diberikan. Penurunan

37 mencapai 0,147 atau sebesar 2,81% dari kadar protein awal yaitu sebesar 5,240 hingga akhir pengaplikasian HPEF menjadi 5,09 berbeda dengan perlakuan dengan frekuensi 10Hz yang kadar proteinnya hanya berkurang 0,003%. Perlakuan HPEF dengan sistem batch mampu mempertahankan kadar protein dalam susu kambing. Kerusakan protein dapat terjadi karena aktivitas enzim, asam dan panas. Pada penelitian ini peningkatan panas yang terjadi masih pada kisaran suhu yang tidak menyebabkan kerusakan protein.

Kadar Laktosa Susu Kambing

Laktosa merupakan karbohidrat utama yang terdapat di dalam susu dan merupakan disakarida yang terdiri atas glukosa dan galaktosa serta terdapat dalam fase larutan sesungguhnya sehingga mudah diasimilasikan sebagai makanan dengan proses hidrolisa menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase. Kadar laktosa susu kambing pada frekuensi dan lama waktu aplikasi HPEF sistem batch yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kadar Laktosa (%) Susu Kambing dalam HPEF dengan Sistem Batch pada Frekuensi dan Lama Waktu Aplikasi yang Berbeda

Frekuensi (Hz) Waktu (menit) 10 15 20 Rataan±SD 0 3,49 ± 0,05 3,47 ± 0,032 3,45 ± 0,01 3,467± 0,02 30 3,50 ± 0,03 3,44 ± 0,012 3,46 ± 0,01 3,46 ± 0,03 60 3,48 ± 0,04 3,42 ± 0,015 3,47 ± 0,01 3,46 ± 0,03 90 3,45 ± 0,01 3,40 ± 0,006 3,45 ± 0,01 3,43 ± 0,03 120 3,55 ± 0,17 3,39 ± 0,006 3,46 ± 0,02 3,47 ± 0,08 150 3,47 ± 0,02 3,37 ± 0,015 3,47 ± 0,01 3,44 ± 0,06 180 3,48 ± 0,01 3,37 ± 0,012 3,48 ± 0,01 3,44 ± 0,06 Rataan ± SD 3,49a ± 0,03 3,41b ± 0,04 3,46a ± 0,01

Huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama, menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara frekuensi dan lama waktu aplikasi terhadap kadar laktosa susu kambing. Rataan kadar laktosa dalam susu kambing hanya dipengaruhi oleh perbedaan frekuensi, khususnya pada 15Hz. Perlakuan frekuensi 10Hz dan 20Hz, memiliki pengaruh yang sama terhadap kadar laktosa susu kambing yang mendapat perlakuan HPEF dengan sistem batch. Hasil penelitian ini menampilkan pula bahwa kadar laktosa susu kambing lebih

38 rendah dari susu sapi. Kadar laktosa susu kambing menurut Chandan et al (2007) adalah sebesar 4,1 %. Laktosa atau gula susu merupakan komponen gula yang penting dalam susu, terutama untuk bayi. Laktosa dapat membantu asimilasi kalsium dan fosfor sehingga membentuk tulang dan gizi yang bayi dan dapat menurunkan kebutuhan vitamin D.

Berat Jenis Susu Kambing

Menurut Badan Standar Nasional (1998), berat jenis susu menjadi syarat mutu susu segar dalam SNI 01-3141-1998 adalah minimum 1,0280 pada suhu 27,5oC. Berat jenis susu erat kaitannya dengan komponen padatan susu dan BK konsentrat dalam ransum. Berat jenis susu kambing pada frekuensi dan lama waktu aplikasi HPEF sistem batch yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Berat Jenis (kg/m3)Susu Kambing dalam HPEF dengan Sistem Batch pada Frekuensi dan Lama Waktu Aplikasi yang Berbeda

Frekuensi (Hz) Waktu (menit) 10 15 20 Rataan±SD 0 1,0313a ± 0,0004 1,0311 ab ± 0,0003 1,0309 ab ± 0,0000 1,0312a ± 0,0004 30 1,0314ab ± 0,0003 1,0308 ab ± 0,0000 1,0310 ab ± 0,0000 1,0311a ± 0,0003 60 1,0312ab ± 0,0004 1,0307 ab ± 0,0001 1,0311 ab ± 0,0000 1,0311a ± 0,0003 90 1,0310 ab ± 0,0001 1,0305bc ± 0,0000 1,0310 ab ± 0,0000 1,0309ab ± 0,0003 120 1,0310 ab ± 0,0000 1,0304c± 0,0000 1,0311 ab ± 0,0002 1,0307b ± 0,0005 150 1,0311 ab ± 0,0001 1,0302c ± 0,0001 1,0311 ab ± 0,0000 1,0307b ± 0,0005 180 1,0312 ab ± 0,0000 1,0302c ± 0,0001 1,0312 ab ± 0,0000 1,0307b ± 0,0005 Rataan ± SD 1,0312a ± 0,0004 1,0305c ± 0,0005 1,0310b ± 0,0000

Huruf superskrip berbeda pada kolom atau baris yang sama, menunjukkan berbeda nyata(P<0,05) Uji statistik menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara perlakuan frekuensi dan lama waktu aplikasi HPEF yang berbeda terhadap berat jenis susu kambing (Tabel 10). Berat jenis susu kambing mempunyai rataan 1,030, memenuhi ketentuan SNI susu segar, walaupun pada frekuensi 15Hz dengan semakin lama waktu aplikasi akan menyebabkan penurunan berat jenis susu kambing. Perlakuan ini memiliki kadar lemak terendah. Susu normal mempunyai kisaran berat jenis antara 1,029-1,035. susu dengan kandungnan lemak rendah mempunyai berat jenis yang rendah, sebaliknya susu dengan kandungan lemak yang tinggi mempunyai berat jenis yang

39 tinggi pula. Hal ini terutama karena pada suhu yangn normal, kenaikan kandungan lemak susu juga diikuti dengan kenaikan kandungan bahan padatan bukan lemak sehingga gabungan berat jenis dan komponen-komponen susu lebih menentukan berat jenis susu daripada pengaruh tunggal lemak susu.

Kualitas Nutrisi Susu Kambing dalam HPEF dengan Sistem Kontinu Aplikasi HPEF dengan sistem mengalir atau kontinu dilakukan menggunakan prototip alat yang mampu memproses susu kambing dalam jumlah yang lebih besar. Metode ini merupakan pengembangan dari metode batch. Pada metode kontinyu volume susu yang ditampung maksimal adalah 20 liter, sedangkan untuk penelitian ini jumlah susu kambing yang digunakan sebanyak 3 liter dari bangsa kambing yang berbeda sesuai dengan susu kambing yang umum beredar di pasaran, kemudian dialirkan pada treatment chamber selama 3 jam. Hasil komposisi susu kambing sebelum dan setelah perlakuan HPEF pada beberapa bangsa kambing yang diteliti, meliputi bahan kering, bahan kering tanpa lemak, kadar lemak, kadar protein, berat jenis dan pH disajikan pada Tabel 11.

Tabel 10. Kualitas Nutrisi Susu Kambing Sebelum dan Setelah Perlakuan HPEF

Jenis Kambing

PE Pesa Saanen Jawarandu>< PE

Komposisi

segar HPEF segar HPEF segar HPEF segar LTLT*

Berat Kering (%) 16,12 16,15 15,37 14,41 13,16 13,28 15,54 15,00 BKTL (%) 9,12 9,15 8,77 8,91 8,46 8,63 9,64 9,20 Lemak (%) 7,00 7,00 6,60 5,50 4,70 4,65 5,90 5,80 Protein (%) 3,70 3,70 3,57 3,71 3,61 3,90 4,68 3,89 Berat Jenis (g/ml) 1,0285 1,0286 1,0276 1,0299 1,0281 1,0287 1,0315 1,0299 pH 6,33 6,33 6,60 6,50 6,42 6,43 6,31 6,09 *Pasteurisasi LTLT

Komposisi nutrisi susu tiap bangsa kambing menunjukkan perbedaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi susu adalah genetik, tahap laktasi, umur, nutrisi, lingkungan dan prosedur pemerahan. Perbedaan ini dijumpai pada kandungan lemaknya. Menurut Muchtadi dan Sugiono (1992), kadar lemak susu dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah a) genetik ternak, b) makanan, kadar lemak yang rendah dalam makanan dapat menurunkan kadar lemak susu yang dihasilkan, c) pengaruh iklim, musim dingin kadar lemak susu lebih tinggi, d) umur ternak, makin

40 tua ternak maka akan rendah kadar lemak susu yang dihasilkan, e) waktu laktasi dan f) waktu pemerahan.

Perubahan yang terjadi pada komposisi susu kambing setelah diaplikasikan HPEF selama 3 jam tidaklah banyak (Tabel 11). HPEF merupakan salah satu proses nonthermal yang hanya menyebabkan sedikit sekali perubahan warna, rasa dan nutrisi pada produk pangan (Barbosa-Cánovas et al., 1999). Suhu akhir susu kambing yang dicapai pada perlakuan HPEF adalah 31oC sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap komposisi susu kambing. Hal ini berbeda dengan perlakuan pemanasan yaitu pasteurisasi LTLT (suhu 65oC selama 30 menit) yang menyebabkan turunnya kadar protein susu. Protein merupakan zat gizi utama dalam susu karena mengandung asam-asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh Protein mulai terdenaturasi pada suhu 65oC dan akan terdenaturasi seluruh bagiannya bila dipanaskan pada suhu 90oC selama 60 detik (Early, 1998).

Mysore (2009) menyatakan bahwa sejauh ini belum ada penelitian yang melaporkan adanya pengaruh buruk terhadap keamanan pangan produk yang dihasilkan dari metode HPEF ini. Walaupun menggunakan tegangan listrik tinggi, namun frekuensi yang diberikan sangatlah rendah sehingga tidak akan menimbulkan radikal bebas terhadap tubuh.

Pengaruh Frekuensi dan Lama Waktu Aplikasi HPEF terhadap Suhu Susu Kambing

Frekuensi adalah banyaknya pulsa yang dikenakan per unit waktu. Waktu aplikasi merupakan periode waktu saat bakteri mendapat aplikasi HPEF pada kuat medan secara efektif. Pengukuran suhu dilakukan dengan thermocouple yang diletakkan di titik tengah treatment chamber. Pengukuran di titik tengah dilakukan dengan asumsi bahwa medan listrik yang ditimbulkan oleh kedua elektroda yang terletak sejajar paralel akan terkonsentrasi di posisi tengah dari treatment chamber. Rataan suhu susu selama aplikasi perlakuan frekuensi dan waktu aplikasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4. Interaksi antara frekuensi dan lama waktu aplikasi tidak mempengaruhi suhu susu namun frekuensi dan waktu yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap suhu susu (P<0,01).

41 Tabel 11. Rataan Suhu Susu Kambing (oC) pada Frekuensi dan Lama Waktu

Aplikasi HPEF yang Berbeda

Frekuensi (Hz) Waktu (menit) 0 10 15 20 Rataan±SD 0 27,83 ± 0,29 28,17 ± 0,29 28,33± 0,58 28,00 ± 0,50 28,08 B ± 0,42 30 28,17 ± 0,29 28,17 ± 0,29 28,50 ± 1,00 28,17 ± 0,29 28,13 B ± 0,57 60 28,00 ± 0,00 28,00 ± 0,00 28,67 ± 1,04 28,83 ± 1,04 28,31 AB ± 0,79 90 28,50 ± 0,50 28,50 ± 0,50 29,17 ± 0,76 29,00 ± 0,00 28,58 AB ± 0,73 120 28,33 ± 0,29 28,33 ± 0,29 30,00 ± 0,87 29,67 ± 0,56 28,96 A ± 1,05 150 28,33 ± 0,29 28,33 ± 0,29 29,33 ± 1,55 29,33 ± 0,29 28,75 AB ± 0,84 180 28,17 ± 0,29 28,17 ± 0,29 29,50 ± 0,50 29,00 ± 0,00 28,67 AB± 0,72 Rataan±SD 27,82A±0,33 28,24A± 0,30 29,07B ± 0,93 28,86 B ± 0,71

Huruf superskrip berbeda pada kolom dan baris yang sama, berbeda (P<0,01)

Pengaruh Frekuensi HPEF yang Berbeda terhadap Suhu Susu Kambing

Frekuensi 0 Hz atau kontrol, tidak diberikan kejutan listrik sehingga memiliki rataan suhu yang paling rendah yaitu setara dengan suhu ruangan. Uji lanjut memperlihatkan bahwa peningkatan hingga frekuensi 10Hz menghasilkan suhu yang tidak berbeda dengan kontrol dan peningkatan frekuensi hingga 15 dan 20Hz menghasilkan peningkatan suhu yang sangat nyata lebih tinggi (P<0,01). Semakin tinggi frekuensi yang diberikan hingga 15Hz, maka suhu susu yang dihasilkan akan semakin tinggi. Menurut Zhang (1995) jika frekuensi meningkat, pengisian power supply dan saklar listrik kecepatan tinggi menjadi meningkat. Hal ini juga dapat meningkatkan energi yang ditambahkan pada medium sehingga suhu media susu akan meningkat. Raso et al. (1999) mendapatkan bahwa frekuensi yang berbeda dari 1 Hz hingga 5 Hz tidak memberikan pengaruh terhadap inaktivasi S. senftenberg namun memberikan pengaruh terhadap suhu sampel. Suhu sampel yang didapat tidak lebih dari 35oC. Peningkatan frekuensi juga berpengaruh terhadap konduktivitas sampel dan mengakibatkan perubahan kuat medan listrik yang sebenarnya.

Pengaruh Lama Waktu Aplikasi HPEF terhadap Suhu Susu Kambing

Waktu aplikasi HPEF yang diberikan selama tiga jam sangat nyata (P<0,01) memberikan pengaruh terhadap peningkatan suhu susu. Rataan suhu susu sebelum diberikan aplikasi HPEF adalah sebesar 28,08oC dan sangat nyata meningkat menjadi

42 28,96oC setelah aplikasi HPEF selama 120 menit. Perubahan suhu susu kambing selama aplikasi HPEF pada waktu aplikasi yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 9. Semakin tinggi frekuensi dan semakin lama waktu aplikasi maka suhu susu akan mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya listrik yang mengalir pada sampel susu. Menurut Raso et al. (1999) frekuensi merupakan jumlah pulsa yang diberikan per unit waktu dan pulsa adalah besarnya arus listrik yang terjadi berulang-ulang saat listrik mengalir. Aliran arus listrik merupakan aliran elektron. Elektron bebas yang mengalir ini mendapat hambatan saat melewati atom sebelahnya. Akibatnya terjadi gesekan elektron dengan atom dan ini menyebabkan penghantaran panas.

Gambar 10. Kurva Perubahan Suhu Susu Selama Tiga Jam Aplikasi HPEF dengan Frekuensi yang Berbeda

Suhu susu kambing selama aplikasi HPEF penting untuk diketahui karena kenaikan suhu dapat mengubah komponen elektrik pada media yang diberi perlakuan dan dapat menginaktivasi sel mikroba jika mencapai nilai suhu letal bakteri. Setelah 180 menit aplikasi HPEF, peningkatan suhu yang terjadi tidaklah drastis, yaitu hanya rata-rata sebesar ±1oC. Kenaikan suhu yang tinggi pada aplikasi HPEF harus dihindari karena tujuan dari HPEF adalah melakukan inaktivasi mikroorganisme dengan menekan pemanasan serendah-rendahnya (Barbosa-Cánovas et al., 1999). Kenaikan suhu dengan rata-rata sebesar 1oC masih dapat diterima, dengan catatan bahwa pada suhu tersebut bukan merupakan suhu optimal pertumbuhan bakteri uji dan lama waktu aplikasi harus lebih pendek dari waktu generasi bakteri tersebut.

43 Kebutuhan Daya Listrik

Daya listrik merupakan laju hantaran energi listrik dalam rangkaian listrik. Daya dan biaya listrik alat yang dihasilkan pada frekuensi yang berbeda selama tiga jam aplikasi HPEF dapat dilihat pada Tabel 12. Aplikasi HPEF dengan frekuensi 10Hz selama 3 jam memiliki daya terbesar yaitu 34877 watt sedangkan kebutuhan daya terkecil yaitu 29406 watt dihasilkan oleh aplikasi dengan frekuensi 15Hz. Frekuensi 10Hz memiliki lebar pulsa terbesar sedangkan pada frekuensi 15Hz menghasilkan lebar pulsa terkecil.

Tabel 12. Kebutuhan Daya dan Biaya Listrik pada Frekuensi yang Berbeda Selama Tiga Jam Aplikasi HPEF

Frekuensi Lebar pulsa (s) Daya Listrik (Watt) Biaya Listrik (Rp)

10 0,255 34877 27901

15 0,215 29406 23524

20 0,250 34193 27354

Semakin besar lebar pulsa, maka semakin tinggi daya yang dihasilkan. Semakin besar daya listrik yang dihasilkan maka akan meningkatkan biaya produksi. Dilihat dari biaya yang dibutuhkan, frekuensi 15Hz membutuhkan biaya operasional yang paling rendah dan 10Hz membutuhkan biaya terbesar selama tiga jam aplikasi HPEF. Semakin besar daya yang dihasilkan maka akan semakin besar pula biaya listrik yang dikeluarkan. Kebutuhan daya dapat dikurangi dengan mengurangi frekuensi, lebar pulsa atau tegangan. Barbosa-Cánovas et al. (1999) menyatakan bahwa kuat medan listrik mempunyai efek nyata daripada lebar pulsa pada laju inaktivasi. Oleh karena itu, efisiensi energi dapat dimaksimalkan dengan meningkatkan kuat medan listrik dan mengurangi atau memperkecil lebar pulsa .

Dokumen terkait