• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATKAN PENGETAHUAN GIZI SEIMBANG PADA SISWA MTS NEGERI 2 JEMBER DENGAN METODE EMOTIONAL DEMONSTRATION (EMO-DEMO)

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kegiatan pengabdian ini, penulis mendapat bantuan support dan kerjasama dari 1) Kepala Sekolah MTS Negeri 2 Jember, 2) Wali Kelas IX MTS Negeri 2 Jember, dan 3) Para siswa kelas IX sebanyak 20 orang di MTS Negeri 2 Jember, serta 4) rekan – rekan mahasiswa minat gizi FKM UNEJ yaitu Diah Ayu Sukmawati, , Febrianti Firda Ummulvia, Monique Visera Octavia, , Ira Dwi Susanti, Winda Wulandari untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga kegiatan pengabdian ini dapat bermanfaat.

6. DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M dan B. Wirjatmadi. (2012). Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta :Prena media Grup.

Almatsier, S., S. Soetardjo., dan M. Soekarti. (2011). Gizi Seimbang dalam Daur

Kehidupan.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. (2015). Statistik Remaja Jawa Timur 2015. Surabaya : BPS Jawa Timur.

Hanum, T. S. L., A.P. Dewi., dan Erwin. (tanpa tahun). Hubungan antara Pengetahuan dan Kebiasaan Mengkonsumsi Fast Food dengan Status Gizi pada Remaja.

Hardinsyah, H. Riyadi, dan V. Napitupulu. (2012). Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan Karbohidrat, 1–26.

Jayanti, Y. D dan N. E. Novananda. (2017). Hubungan Pengetahuan tentang Gizi Seimbang dengan Status Gizi pada Remaja Putri Kelas XI Akuntansi 2 (Di SMK PGRI 2 Kota

152

Seminar Pengabdian Masyarakat 2019 – Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri Kediri). Jurnal Kebidanan Dharma Husada. 6 (2), 100-108.

Kadir, A. A. (2016). Kebiasaan Makan dan Gangguan Pola Makan serta Pengaruhnya terhadap Status Gizi Remaja. Jurnal Publikasi Pendidikan. 6(1), 49–55.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Laporan Nasioal Riskesdas 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Laporan Nasioal Riskesdas 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pesan Gizi Seimbang. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kumala, A. M., A. Margawati., dan A. Rahadiyanti. (2019). Hubungan antara Durasi Penggunaan Alat Elektronik (gadget), Aktivitas Fisik, dan Pola Makan dengan Status Gizi pada Remaja Usia 13-15 Tahun. Journal of Nutrition College. 8 (2), 73-80.

Loprinzi, P. D., Herod, S. M., Cardinal, B. J., & Noakes, T. D. (2013). Physical activity and the brain: A review of this dynamic, bi-directional relationship. Brain Research. 1539, 95–104 https://doi.org/10.1016/j.brainres.2013.10.004

Maryam, S dan F. A. Gani. (2015). Analisis Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Remaja Putri pada SMA Negeri 1 Kabupaten Bireuen.Jesbio. 4 (1), 37-40.

Megawati, M. (2016). Hubungan Status Gizi dan Pengetahuan Remaja Putri MA ATHORIYAH Kecamatan Cikatomas Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016. Jurnal Kesehatan Bakti

Tunas Husada. 16 (1), 126-135.

Muaris, H. (2010). 30 Menu Bekal Anak Sekolah Ala Bento. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Najahah, I. (2018). Pengaruh Penyuluhan Gizi Seimbang pada Remaja Putri terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Putri di Pondok Pesantren Islam Nw Penimbung. Media Bina

Ilmiah. 12 (10), 467-474.

Ningsih, T. H. S. (2018). Pengaruh Edukasi Pedoman Gizi Seimbang terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Kuru. Journal Of Midwifery Science. 2 (2), 90-99.

Safitri, N. R. D. (2016). Pengaruh Edukasi Gizi dengan Ceramah dan Booklet terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Gizi Remaja Overweight. Skripsi. Semarang :Universitas Diponegoro.

Santoso, S. O., A. Janeta, dan M. Kristanti, (2018). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Makanan pada Remaja di Surabaya. Jurnal Hospitality Dan Manajemen Jasa. 6, 19–32. World Health Organization (WHO). Physical Activity.

153

Penyuluhan dan screening Hubungan Tingkat Stres Terhadap Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) pada Siswa Kelas XII SMAN 7 Kota Kediri

Endah Kusumastuti¹, Yeni Puspitasari 2 , Feri Anang Putra3

Profesi Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Institut Ilmu Kesehatan Kediri

Endah_drg@ymail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Penyuluhan dan screening lesi rongga mulut seperti RAS masih sangat diperlukan.

Recurrent aphthous stomatitis (RAS) merupakan suatu lesi ulserasi yang terjadi secara kambuhan

pada mukosa mulut tanpa adanya tanda-tanda suatu penyakit lainnya. RAS mempunyai faktor prediposisi meliputi siklus menstruasi, stres, alergi makanan, defisiensi nutrisi (defisiensi Fe, asam folat, dan vitamin B12). Stres didefinisikan sebagai tuntutan yang melebihi kemampuan dan membahayakan kesejahteraan. Siswa SMA kelas XII digolongkan dalam usia remaja. Pola emosi remaja yang belum matang membuat remaja rentan mengalami stres. Tujuan: Penyuluhan dan

screening ini bertujuan untuk memberi pengetahuan bahwa terdapat hubungan tingkat stres

terhadap recurrent aphthous stomatitis (RAS) pada siswa kelas XII SMAN 7 Kota Kediri. Metode: Penyuluhan dan screening. Hasil: Dari 371 siswa kelas XII SMAN 7 yang telah diberikan penyuluhan dan screening didapatkan 17 siswa mengalami RAS. Hasil uji korelasi rank spearman diperoleh nilai

sig. (2-tailed) yang dihasilkan sebesar 0,000 artinya terdapat hubungan yang signifikan atau korelasi

bermakna. Kesimpulan: Terdapat hubungan tingkat stres terhadap recurrent aphthous stomatitis17 siswa mengalami RAS (RAS) pada siswa kelas XII SMAN 7 Kota Kediri.

Kata Kunci : Stres, Siswa Kelas XII, Recurrent aphthous stomatitis (RAS).

1. PENDAHULUAN

Kesehatan rongga mulut salah satu bagian penting dalam kehidupan manusia, karena merupakan pintu awal masuknya makanan kedalam tubuh kita. Peranan rongga mulut sangat penting dalam menjaga kesehatan dan sering mengalami infeksi atau peradangan di dalam tubuh karena sebagai pintu masuk utama mikroorganisme. Salah satu kelainan pada mukosa rongga mulut yang sering terjadi dan menyerang rongga mulut adalah Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS). Kelainan penyakit ini sering ditemukan pada masyarakat dan salah satu bentuk ulser rongga mulut yang menimbulkan rasa sakit terutama saat makan, mengunyah, dan berbicara (Annisa et all, 2017).

Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) yang dikenal dengan istilah apthae atau cancer sores,

merupakan suatu lesi ulserasi yang terjadi secara kambuhan pada mukosa mulut tanpa adanya tanda-tanda suatu penyakit lainnya. Gejala awal RAS bisa dirasakan penderita sebagai rasa sakit dan ditandai dengan adanya ulser tunggal atau multiple yang terjadi secara kambuhan pada mukosa mulut, berbentuk bulat atau oval, batas jelas, dengan pusat nekrotik berwarna kuning-keabuan dan tepi berwarna kemerahan (Annisa et all, 2017). Etiologi RAS sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor predisposisi yang dianggap berhubungan dengan terjadinya RAS. Beberapa faktor tersebut meliputi siklus menstruasi, stres, alergi makanan, defisiensi nutrisi (defisiensi Fe, asam folat, dan vitamin B12) (Thantawi dkk, 2014). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa 11,6% penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan emosional stres yang berhubungan dengan ujian. Hasil penelitian menyebutkan stres merupakan faktor predisposisi RAS paling tinggi dibandingkan faktor lainnya, yaitu sebesar 43,3%. Jenis stres yang paling banyak terjadi adalah stres yang berhubungan dengan ujian, yaitu sebesar 32,61%(Annisa et all, 2017).

Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) bisa terjadi pada semua usia, sekitar 80% pasien dengan

kasus RAS terjadi pada usia dibawah 30 tahun tepatnya pada usia 10-19 tahun (Thantawi dkk, 2014). Usia tersebut termasuk golongan usia remaja yang sebagian besar adalah siswa. SMA kelas XII

154

dalam pergolongan umur termasuk dalam kelompok remaja akhir (17-19 tahun), dimana pada tahap ini proses berfikir mulai kompleks. Remaja menunjukkan respon terhadap stres lebih besar daripada anak usia pertengahan (7-12 tahun) (Thantawi dkk, 2014). Siswa sebagai remaja dapat saja mengalami kegoncangan jika menerima tekanan baik dari dalam diri maupun dari lingkungan luar diri mereka. Siswa SMA menghadapi banyak tuntutan akademik sebagai contoh ujian sekolah, ujian nasional, menjawab pertanyaan di kelas, dan memperlihatkan progres mata pelajaran. Stres yang berkepanjangan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Stres merupakan salah satu faktor predisposisi Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) (Wardana & Dinata 2017).