• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

C. Analisis Statistik

1. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk melihat suatu model yang termasuk layak atau tidak layak digunakan dalam penelitian.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal yakni distribusi data dengan bentuk lonceng. Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti distribusi normal, yaitu distribusi data tersebut tidak menceng ke kanan dan ke kiri.

b. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk melihat apakah pada model regresi ditemukan korelasi antar variabel bebas. Jika terjadi korelasi maka disebut terjadi masalah multikolinieritas. Untuk mendeteksi gejala multikolinieritas dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variable Influence Factor). Jika VIF > 5 atau Tolerance

< 1, maka variabel tersebut mempunyai persoalan multikolinieritas dengan variabel bebas lainnya.

c. Uji Heterokesdastisitas

Uji heterokesdastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke persamaan lainnya. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokesdastisitas.

2) Uji Hipotesis

Suatu perhitungan statistik disebut signifikan apabila nilai uji statisnya berada di dalam daerah kritis (daerah dimana H0 ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila uji statisnya berada dalam daerah dimana H0 diterima. Dalam analisis regresi linear berganda ada 3 jenis kriteria ketepatan yaitu :

a. Uji Signifikansi Simultan (Uji – F)

Uji signifikansi simultan ( Uji – F) digunakan untuk menunjukkan apakah secara bersama-sama variabel bebas (X) mempunyai pengaruh positif dan signifikan atau tidak terhadap variabel terikat (Y). Model hipotesis yang digunakan dalam uji F hitung ini adalah:

H0 : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = 0

Artinya variabel bebas (X) secara bersama-sama tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel terikat (Y).

Ha : b1≠ b2≠ b3≠ b4≠ b5≠ 0

Artinya variabel bebas (X) secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel terikat (Y).

Kriteria pengambilan keputusan yaitu :

H0 diterima jika F hitung < F tabelpada α = 5%

Ha diterima jika F hitung > F tabel pada α = 5%

b. Uji Signifikansi Parsial ( Uji – t)

Uji signifikansi parsial ( Uji – t) menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat.

H0 : b1 = 0

Artinya variabel bebas (X) secara parsial tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel terikat (Y).

Ha : b1≠ 0

Artinya variabel bebas (X) secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel terikat (Y).

Kriteria pengambilan keputusan, yaitu :

H0 diterima jika thitung < ttabelpada α = 5%

Ha diterima jika thitung > ttabelpada α = 5%

c. Pengujian Koefisien Determinan (R²)

Koefisien determinan (R²) pada intinya mengukur seberapa besar kemampuan model dalam menerangkan variabel terikat. Jika R² semakin besar (mendekati satu), maka dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel bebas (X) adalah besar terhadap variabel terikat (Y). Sebaliknya jika R² mengecil (mendekati nol), maka dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) semakin kecil.

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Surya D. Panjaitan (2008), ” Pengaruh Kualitas Hubungan (Relationship Quality) terhadap Loyalitas Pelanggan Doorsmeer pada CV. Balian Guru Medan”. Penelitian tersebut dilakukan dengan didasarkan oleh variabel kepercayaan, kepuasan, persepsi, komunikasi, dan ikatan sosial atau persahabatan. Kesimpulan penelitian tersebut yaitu variabel kepercayaan, kepuasan, persepsi, komunikasi, dan ikatan sosial atau persahabatan secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas pelanggan pada Doorsmeer CV. Balian Guru Medan. Variabel yang paling dominan mempengaruhi kesetiaan pelanggan adalah kepasan pelanggan.

Nurul Hudha dan Karsono (2006), melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Manfaat Relasional dan Kualitas Hubungan terhadap Kesetiaan dan Komunikasi Lisan Pelanggan pada Lembaga Bimbingan Belajar SSC Intersolusi Surakarta”. Penelitian tersebut dilakukan dengan didasarkan oleh variabel kepercayaan, kepuasan pelanggan, ikatan sosial, komitmen dan manfaat perlakuan khusus. Kesimpulan penelitian tersebut yaitu variabel kepercayaan, kepuasan pelanggan, ikatan sosial dan komitmen berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesetiaan pelanggan, sedangkan variabel manfaat perlakuan khusus tidak signifikan mempengaruhi kesetiaan pelanggan. Faktor yang paling dominan mempengaruhi kesetiaan pelanggan ialah kepuasan dan kepercayaan.

B. Pengertian, Jenis dan Tujuan Bank 1. Pengertian Bank

Menurut Kasmir (2007 : 23) pengertian bank adalah sebagai berikut: ” Bank adalah sebuah tempat dimana uang disimpan dan dipinjamkan. Kata

bank berasal dari bahasa Italia ’banca’ atau uang. Biasanya bank menghasilkan keuntungan dari biaya transaksi atas jasa yang diberikan dan bunga dari pinjaman”.

Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia No. 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan :

” Yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan secara lebih luas lagi bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Fungsi utama dari bank adalah menyediakan jasa menyangkut penyimpanan nilai dan perluasan kredit. Evaluasi bank sekarang adalah dimana bank sebagai institusi keuangan yang menyediakan jasa keuangan. Bank merupakan institusi yang memegang lisensi bank, lisensi bank diberikan oleh otoriter supervisi keuangan dan memberikan hak untuk melakukan jasa perbankan dasar, seperti menerima tabungan dan memberikan pinjaman.

2. Jenis Bank

1) Ditinjau dari segi fungsinya terbagi atas dua jenis, yaitu : a. Bank Umum

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

2) Ditinjau dari segi kepemilikannya, bank terbagi atas lima jenis yaitu : a. Bank Milik Pemerintah Tingkat I dan Tingkat II / Bank Pembangunan

Daerah (BPD) b. Bank Milik Swasta c. Bank Milik Asing d. Bank Milik Campuran e. Bank Milik Koperasi

3) Ditinjau dari statusnya, bank terbagi atas dua jenis yaitu : a. Bank Devisa

b. Bank Non Devisa 3. Tujuan Bank

Jasa bank sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara, jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan, yaitu :

a. Sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efisien bagi nasabah. Untuk ini, bank meneyediakan uang tunai, tabungan dan kartu kredit. Ini adalah peran bank yang paling penting dalam kehidupan ekonomi, karena tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efisien ini, maka produk hanya dapat diperdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu.

b. Penerimaan tabungan dari nasabah untuk selanjutnya meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank telah meningkatkan

arus untuk investasi dan meningkatkan pemanfaatannya dengan lebih produktif. Bila peran ini berjalan dengan baik, ekonomi suatu negara akan meningkat. Tanpa adanya arus dana ini uang hanya akan berdiam di saku seseorang, organisasi tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka tidak memiliki dana pinjaman.

C. Pemasaran Hubungan (Relationship Marketing)

Menurut Sunarto (2004 : 366), pemasaran hubungan (relationship marketing)

adalah menciptakan, menjaga, dan meningkatkan hubungan yang kuat dengan konsumen dan pemegang saham lain. Pemasaran hubungan berorientasi jangka panjang. Tujuannya ialah untuk memberikan nilai jangka panjang kepada konsumen, dan ukuran keberhasilannya adalah kepuasan konsumen yang menghasilkan kesetiaan / loyalitas yang tinggi.

Menurut Syarifuddin Chan (2003 : 6), pemasaran hubungan adalah pengenalan setiap konsumen secara lebih dekat dengan menciptakan komunikasi dua arah dengan mengelola suatu hubungan yang menguntungkan antara konsumen dan perusahaan. Hubungan ini bersifat partnership, bukan sekedar hubungan antara penjual dan pembeli. Tujuan jangka panjangnya adalah menghasilkan keuntungan terus menerus dari kelompok konsumen (konsumen lama dan konsumen baru).

Pembinaan hubungan dengan konsumen melalui pemasaran merupakan suatu orientasi strategik dan filosofi berbisnis yang memfokuskan lebih kepada mempertahankan dan memperbaiki hubungan dengan konsumen yang ada sekarang, daripada mencari konsumen baru. Filosofi ini mengasumsikan bahwa dalam mencari nilai (value) yang dibutuhkannya, para konsumen lebih suka mempunyai hubungan jangka panjang dengan satu perusahaan daripada terus menerus berpindah dari

perusahaan yang satu ke perusahaan yang lain. Atas dasar asumsi ini adanya kenyataan bahwa mempertahankan hubungan dengan konsumen yang sekarang memerlukan biaya yang jauh lebih murah daripada biaya untuk menarik konsumen baru, maka para pemasar yang ingin berhasil dalam jangka panjang akan menjalankan strategi yang efektif dalam mempertahankan konsumen yang ada.

Tujuan utama dari hubungan pemasaran adalah untuk membangun dan mempertahankan konsumen yang komit dan yang menguntungkan bagi perusahaan. Untuk mencapai tujuan ini, perusahaan akan memfokuskan pada penarikan, mempertahankan, dan meningkatkan hubungan dengan konsumen. Konsumen akan tetap mau menjalin hubungan selama mereka diberi produk dan jasa yang berkualitas secara konsisiten serta nilai (value) yang baik (sesuai) di setiap kesempatan. Kecil kemungkinannya konsumen akan bisa direbut oleh pesaing bila konsumen merasa bahwa peusahaan memahami kebutuhan konsumen tersebut dan memperlihatkan kemauan untuk senantiasa menjaga hubungan secara konsisten dalam memperbaiki dan mengembangkan bauran produk dan jasanya.

Konsumen yang loyal pada akhirnya dapat menjadi konsumen yang lebih baik lagi bila mereka membeli atau menggunakan produk dan jasa secara terus menerus dari perusahaan yang sama. Konsumen yang loyal tidak hanya menjadi dasar yang kuat bagi perusahaan, tetapi konsumen yang loyal juga mencerminkan potensi pertumbuhan perusahaan di masa datang. Hubungan yang selalu ditingkatkan akan mampu meningkatkan market share dan laba perusahaan.

D. Kualitas Hubungan (Relationship Quality)

Istilah kualitas hubungan (relationship quality) berarti kualitas dipersepsi berdasarkan kehangatan suatu hubungan. Kalau hubungan (relationship) bagus, maka

perceived quality (kualitas yang dirasakan) juga tinggi (Kasali, dalam Chan, 2003 : 243). Kualitas yang dirasakan (perceived quality) adalah faktor utama

dimana orang akan membedakan suatu tempat pasar.

Menurut pendapat Chan, (2003 : 237), selain terhadap produk dan jasa, kualitas juga diterapkan pada karyawan (people), proses (processes), dan lingkungan fisik (environment) dimana produk dan jasa disediakan. Kualitas itu sendiri dapat diperoleh dengan membina hubungan (relationship) yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan (people), proses (processes), dan bukti fisik (dalam hal ini adalah lingungan fisik dimana jasa disampaikan) yang merupakan atribut evaluasi konsumen dalam mengkonsumsi jasa mempunyai hubungan dengan kualitas hubungan.

Kualitas hubungan (relationship quality) oleh J. Broc Smith dalam Harsini Soetomo (2004 : 119) didefinisikan sebagai sebuah konsep yang terdiri dari berbagai pengaruh positif yang ditimbulkan oleh suatu hubungan yang mencerminkan keseluruhan hubungan dan luasnya hubungan kepada pihak yang dipenuhi kebutuhan dan harapannya.

Kualitas hubungan (relationship quality) menurut Kumar, Scheer, dan Steenkamp dalam Farida Jasfar (2002 : 19) berkaitan dengan hal-hal yang mencakup masalah konflik. Kepercayaan (trust), komitmen dan kesinambungan hubungan di masa mendatang. Kualitas hubungan (relationship quality) yang baik akan menurunkan level konflik dan sebaliknya memperbesar kepercayaan, komitmen, berlanjutnya hubungan jangka panjang dan kelanjutan investasi. Membangun hubungan dengan konsumen seringkali membawa keberhasilan, tetapi tidak selalu merupakan suatu strategi terbaik. Menurut Lovelock, Patterson dan Walker dalam Tjiptono (2000 : 94) kesukesan tersebut dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti

kepercayaan, kepuasan terhadap produk dan jasa, persepsi terhadap nilai, efektivitas komunikasi, dan ikatan sosial atau persahabatan.

1. Kepercayaan

Kepercayaan (trust) secara umum diapandang sebagai unsur mendasar bagi keberhasilan suatu hubungan. Tanpa adanya kepercayaan suatu hubungan tidak akan bartahan dalam jangka waktu yang panjang. Kepercayaan didefinisikan sebagai kesediaan untuk bersandar pada mitra bisnis yang dipercayai. Menurut Garbarino dan Johnson dalam Harsini Soetomo (2004 : 234), pengertian kepercayaan (trust) dalam pemasaran jasa lebih menekankan pada sikap individu yang mengacu kepada keyakinan konsumen atas kualitas dan keterandalan jasa yang diterimanya.

Kepercayaan timbul dari suatu proses yang lama sampai kedua belah pihak saling mempercayai. Apabila kepercayaan sudah terjalin di antara konsumen dan perusahaan, maka usaha untuk membinanya tidaklah terlalu sulit.

Donney dan Cannon dalam Farida Jasfar (2002 : 20) mengemukakan faktor- yang mempengaruhi dalam proses terbentuknya kepercayaan antara lain : reputasi perusahaan, besar-kecilnya perusahaan, saling menyenangi, baik antara konsumen dengan perusahaan maupun antara konsumen dengan pegawai perusahaan.

2. Kepuasan

Perilaku setelah pembelian akan menimbulkan sikap puas atau tidak puas dari konsumen. Kepuasan konsumen terhadap produk atau jasa adalah tingkat perasaan dimana seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk atau jasa yang diterima dan diharapkannya (Kotler, dalam Fandy Tjiptono, 2000 : 131).

Menurut Kotler (2005 : 70), kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja atau hasil yang diharapkan. Jika kinerja berada di bawah

harapan, konsumen tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, konsumen merasa puas. Jika kinerja melebihi harapan, maka konsumen amat puas atau amat senang. Dengan memahami tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan yang diberikan, maka perusahaan dapat mengetahui kesenjangan antara yang dilakukan perusahaan dan yang konsumen butuhkan, sehingga perusahaan dapat menentukan langkah yang tepat untuk melakukan perbaikan di masa mendatang.

3. Persepsi

Kualitas harus dimulai dari kebutuhan konsumen dan berakhir pada persepsi konsumen. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang perusahaan sebagai penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang konsumen.

Persepsi konsumen didefinisikan sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman masa lalu dan rangsangan-rangsangan yang diterima melalui panca indra (Stanton, dalam Boyd, 2001 : 264)

Menurut Hill dalam Tjiptono (2000 : 116), persepsi adalah pandangan terhadap pelayanan yang telah diterima individu. Masing-masing individu memiliki persepsi yang berbeda-beda karena mereka menerima, mengorganisasikan dan menerjemahkan informasi dengan cara yang berbeda-beda.

4. Komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi antar individu ataupun konsumen melalui suatu sistem yang lazim (biasa), baik dengan simbol-simbol, sinyal-sinyal, maupun perilaku atau tindakan (Purwanto, 2003 : 3). Informasi yang didapatkan konsumen biasanya akan berhubungan dengan keputusan yang diambil konsumen untuk berkunjung atau mengambil keputusan untuk memilih.

Komunikasi bisnis adalah suatu bentuk hubungan antara komunikator dengan komunikan dimana terdapat adanya pertukaran ide, informasi, pesan, dan konsep yang berkaitan dengan pencapaian serangkaian tujuan komersial. Kegiatan komunikasi dalam bisnis secara sederhana tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga mengandung unsur persuasi agar orang lain bersedia menerima pemahaman dan pengaruh, serta mau melaksanakan suatu perintah atau bujukan.

Sumber informasi yang didapatkan konsumen biasanya akan berhubungan dengan keputusan yang diambil konsumen untuk berkunjung atau mengambil keputusan untuk memilih. Pengertian sumber informasi dapat dikatakan adalah sumber dari mana informasi tentang produk maupun jasa yang diperoleh konsumen.

Menurut Kotler (2005 : 225), sumber informasi konsumen digolongkan ke dalam empat kelompok :

a. Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan.

b. Sumber komersial : iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di toko. c. Sumber publik : media massa, organisasi penentu peringkat konsumen. d. Sumber pengalaman : penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk. 5. Ikatan Sosial atau Persahabatan

Ikatan sosial atau persahabatan akan membangun hubungan yang lebih kuat dengan konsumen dan masyarakat. Ikatan sosial atau persahabatan adalah hal yang timbul akibat interaksi antara karyawan dengan konsumen (Morgan, dalam Farida Jasfar, 2002 : 23). Melalui ikatan ini perusahaan berusaha memuaskan konsumen dan selalu melakukan yang terbaik demi kepentingan konsumen dan masyarakat untuk jangka panjang.

Menurut Kotler (2005 : 30), tugas organisasi adalah menentukan kebutuhan, keinginan, dan kepentingan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang

diinginkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan pesaing dengan cara yang tetap mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan konsumen.

Ikatan sosial atau persahabatan adalah suatu kebutuhan memberi dan menerima suatu perhatian dari dan untuk konsumen dan masyarakat. Kebutuhan ini antara lain hubungan antara konsumen dengan penjual, hubungan antara karyawan dengan masyarakat sekitar.

E. Loyalitas Nasabah 1. Pengertian Loyalitas

Loyalitas telah diakui sebagai faktor dominan yang mempengaruhi keberhasilan bisnis saat ini, karena loyalitas konsumen (customer loyalty) telah menjadi tujuan strategis yang paling penting dari perusahaan dalam kurun waktu belakangan ini (Goni, 2008). Dalam perusahaan perbankan, nasabah yang loyal dapat meningkatkan keuntungan bank, karena keuntungan pokok perbankan adalah dari selisih bungan simpanan nasabah dengan bunga kredit atau pinjaman dari nasabah (Kasmir, 2007 : 136). Maka, nasabah yang konsisten melakukan transaksi perbankan dalam suatu perusahaan perbankan dalam kurun waktu yang panjang akan memberikan keuntungan yang besar kepada perusahaan perbankan tersebut.

Oliver dalam Hurriyati (2005 : 128), mengungkapkan definisi loyalitas konsumen sebagai berikut : ”Customer loyalti is deefly held commitment to rebuy or repatronize a prefered product consistenly in the future, despite situational influences

and marketing efforts having the potential to cause switching behaviour”.Dari definisi tersebut terlihat bahwa loyalitas adalah komitmen konsumen bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk atau jasa terpilih secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi

dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku.

Pengertian tentang konsumen yang loyal menurut Griffin (2005) adalah ”A loyal customer is one who makes regular repeat purchases, purchase across product

lines, refers others and demonstrates on immunity to the pull of the competition”. Hal ini berarti konsumen yang loyal adalah konsumen yang memiliki ciri-ciri antara lain melakukan pembelian atau menggunakan produk/jasa secara berulang pada badan usaha yang sama, membeli atau menggunakan lini produk dan jasa yang ditawarkan oleh badan usaha yang sama, memberitahukan kepada orang lain tentang kepuasan-kepuasan yang didapat dari badan usaha tersebut dan menunjukkan kekebalan terhadap tawaran-tawaran dari badan usaha pesaing.

2. Karakteristik Konsumen yang Loyal

Menurut Griffin dalam Hurriyati (2005 : 130), konsumen yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Melakukan pembelian secara teratur, dalam hal perusahaan perbankan nasabah yang loyal adalah nasabah yang terus menggunakan produk dari perusahaan perbankan tersebut secara konsisten.

2. Membeli atau menggunakan di luar lini produk/jasa 3. Merekomendasikan kepada orang lain

4. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing 3. Jenis-jenis Loyalitas

Terdapat empat jenis loyalitas yang berbeda yaitu : a. Tanpa Loyalitas

Konsumen bisa saja tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu untuk berbagai alasan. Secara umum, perusahaan harus

menghindari para pembeli jenis ini, karena mereka tidak akan pernah menjadi konsumen yang loyal, mereka hanya memberikan sedikit kontribusi terhadap keuangan perusahaan. Tantangannya adalah menghindari sebanyak mungkin orang-orang seperti ini, dan lebih memilih konsumen yang loyalitasnya dapat dikembangkan (Griffin, 2005 : 22).

b. Loyalitas yang Lemah

Keterikatan yang rendah digabungkan dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah (inertia loyalty). Konsumen ini membeli karena kebiasaan. Ini adalah jenis pembelian ”karena kami selalu menggunakannya” atau ”karena sudah terbiasa”. Konsumen ini merasakan tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan atau minimal tidak ada kepuasan yang nyata. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk yang sering dibeli atau digunakan (Griffin, 2005 : 23).

c. Loyalitas Tersembunyi

Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi (latent loyalty). Bila konsumen memiliki loyalitas yang tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang. Dengan memahami faktor situasi yang berkontribusi pada loyalitas tersembunyi, perusahaan dapat menggunakan strategi untuk mengatasinya (Griffin, 2005 : 23).

d. Loyalitas Premium

Loyalitas premium merupakan jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian/penggunaan produk atau jasa berulang yang tinggi. Ini merupakan jenis loyalitas yang lebih disukai oleh setiap perusahaan. Pada tingkat preferensi

paling tinggi tersebut, orang bangga karena menemukan dan menggunakan produk tertentu dan senang membagi pengetahuan mereka dengan rekan dan keluarga (Griffin, 2005 : 24).

F. Pengaruh Kualitas Hubungan (Relationship Quality) dengan Loyalitas Nasabah

Banyak badan usaha yang berusaha membedakan dirinya dengan cara tidak menjadi terbesar tetapi dengan memberikan pelayanan yang terbaik. Nama besar dan spesifikasi produk yang baik tidak selalu memenangkan penjualan dan persaingan, sebaliknya kuncinya terletak pada penciptaan hubungan yang kuat dengan konsumen. Pengaruh kualitas hubungan (relationship quality) terhadap loyalitas nasabah dinyatakan sebagai berikut : kualitas hubungan (relationsip quality) diciptakan perusahaan perbankan untuk mengembangkan kesetiaan dan komitmen nasabah terhadap produk dan jasa badan usaha perbankan tersebut. Dengan demikian, kualitas hubungan (relationship quality) dapat dicapai dengan menciptakan hubungan yang kuat dan abadi dengan nasabah. Kualitas hubungan (relationship quality) yang diciptakan oleh perusahaan perbankan ditekankan pada pengembangan ikatan jangka panjang dengan nasabah yakni dengan cara membuat nasabah merasa nyaman terhadap pelayanan badan usaha perbankan tersebut melalui interaksi dan koneksi pribadi terhadap bisnis.

Pendapat lain menurut Kotler (2005), ”As companies move from transaction-oriented view of their customers to a relation-building view, they will create and

sponsor program to keep customer coming back, buying more and staying loyal”.

Pernyataan tersebut mempunyai makna bahwa badan usaha beralih dari pandangan yang berorientasi pada penjualan ke pandangan yang berorientasi pada peningkatan

hubungan, maka mereka akan menciptakan dan membuat konsumen menjadi datang kembali membeli atau menggunakan lebih banyak dan pada akhirnya menjadi loyal.

Nasabah yang setia adalah asset perusahaan perbankan, oleh sebab itu perusahaan perbankan harus mampu membina hubungan yang lebih baik dengan setiap nasabahnya yaitu dengan membangun loyalitas nasabah serta menjaga dan mempertahankan nasabah agar tidak berpaling ke perusahaan perbankan lain. Karena kualitas hubungan (relationship quality) yang merupakan dimensi dari kepercayaan

(trust), kepuasan terhadap produk dan jasa sebelumnya, persepsi terhadap nilai, efektifitas komunikasi dan ikatan social adalah yang berpengaruh pada suatu hubungan, sehingga faktor-faktor tersebut merupakan yang mempengauhi loyalitas nasabah untuk terus menggunakan roduk atau jasa suatu perusahaan perbankan dalam setiap transaksi perbankan yang ingin mereka lakukan.

BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Perusahaan

PT Bank CIMBNIAGA Tbk didirikan dengan nama PT Bank NIAGA Tbk pada 26 September 1955 dan pada tanggal 1 November 2008 PT Bank CIMBNIAGA Tbk resmi melakukan merger dengan PT Bank Lippo Tbk. Merger ini dilakukan setelah CIMB Group Sdn Bhd membeli 51% saham Lippo Bank dari Santubong

Dokumen terkait