• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Asumsi Klasik

METODOLOGI PENELITIAN

E. Pengujian Hipotesis

8. Solvability ratio

4.2. Uji Asumsi Klasik

4.2.1 Uji Normalitas

Sebuah model regresi yang baik adalah berdistribusi normal. Normalitas sebuah model dapat diketahui dari distribusi residual error statistik model (Ghozali: 2004). Hasil pengujian normalitas residual statistik model dengan menggunakan dengan menggunakan metode one sample Kolmogorov – Smirnov

adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3

Hasil Uji Normalitas (62 data)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

62 -2.80899E-09 .7784308 .180 .180 -.154 1.415 .036 N Mean Std. Deviation Normal Parameters a,b

Absolute Positive Negative Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

Unstandardiz ed Residual

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa nilai signifikasi uji sebesar 0.036 < 5%. Dengan demikian residual dinyatakan tidak normal. Karena normal merupakan syarat dari analisis regresi maka dilakukan reduksi outliers data dengan harapan data berdistribusi normal. Setelah dilakukan reduksi outliers, (data yang nilai z score-nya lebih dari ± 3,0) sehingga tersisa 57 data yang menghasilkan residual yang berdistribusi normal. Emiten yang datanya bersifat outliers tersebut adalah: PT. Bank Swadesi, PT. Sumiplast Interbenua, PT. Roda Panggon Harapan, PT. Jasuindo Tiga Perkasa, PT. Central Corporindo Internasional.

Setelah dilakukan reduksi outliers kemudian dilakukan analisis normalitas residual kembali dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.4

Hasil Uji Normalitas (57 data)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

57 -1.91166E-09 .5842274 .165 .165 -.085 1.247 .089 N Mean Std. Deviation Normal Parameters a,b

Absolute Positive Negative Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

Unstandardiz ed Residual

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.

Sumber: data sekunder

Berdasarkan hasil uji Kolmogorov_smirnow residual statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0.089 > 5% yang menunjukkan bahwa distribusi residual adalah berdistribusi normal.

4.2.2 Uji Multikolinieritas

Uji multokolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Jika variabel bebas saling berkorelasi maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar variabel sesama variabel bebas sama dengan nol, untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi adalah sebagai berikut:

- Nilai R² yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi tetapi secara individual variabel-variabel bebas banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel terikat.

- Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel bebas.

- Multokolinieritas dapat juga dilihat dari (1) nilai toleransi dan lawannya (2) Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. (Gozali, 2001: 57)

Berdasarkan hasil uji multikolinieritas dengan menggunakan deteksi outlayer didapatkan hasil sebagai berikuT:

Tabel 4.5

Hasil Uji Multikolinieritas

No Variabel Tollerance VIF Keterangan

1 Auditor 0.814 1.229 Tidak berkorelasi sempurna

2 Underwriter 0.891 1.122 Tidak berkorelasi sempurna

3 Ln_Umur 0.754 1.327 Tidak berkorelasi sempurna

4 Persentase saham yang ditawarkan

0.844 1.185 Tidak berkorelasi sempurna

5 ROA 0.849 1.178 Tidak berkorelasi sempurna

6 Financial leverage 0.679 1.309 Tidak berkorelasi sempurna 7 Solvability ratio 0.679 1.472 Tidak berkorelasi sempurna

Sumber: data sekunder

Dari hasil uji multikolenieritas diketahui bahwa nilai VIF ketujuh variabel independen sebesar 1.229, 1.122, 1.327, 1.185, 1.178, 1.309 dan 1.472 untuk reputasi auditor, reputasi underwriter, Ln_umur, persentase saham yang ditawarkan, ROA, financial leverage dan solvability ratio. Dengan demikian dinyatakan bahwa variabel independen dalam penelitian bersifat orthogonal atau tidak terjadi korelasi sempurna satu sama lain.

4.2.3 Uji Autokorelasi

Kriteria mengenai ada atau tidaknya autokorelasi yaitu dengan melihat nilai DW:

1. Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4-du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi. 2. Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah lower bound (dl), maka

3. Bila nilai DW lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari nol, berarti ada autokorelasi negative.

4. Bila nilai DW terletak antara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau Dw terletak antara (4-du) dan 4-dl, maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode (t-1). Untuk menguji autokorelasi digunakan uji Darbin-Watson dengan hasil sebesar 1,830. Dengan jumlah data sebanyak 57 dan variabel independen sebanyak 7 variabel dengan metode uji one – tailed

didapatkan nilai dl = 1,335 dan du = 1,77. Dengan kriteria autokorelasi sebagai berikut:

Maka dinyatakan bahwa nilai D-W masuk dalam kategori 1 dimana 1,830 terletak diantara 1,77 dan (4 – 1,77= 2,23) atau dinyatakan tidak terdapat masalah autokorelasi dalam persamaan regresi yang dibentuk.

4.2.4 Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan nilai variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedartisitas. Ada beberapa cara mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas, yaitu:

1. Melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah di-studentized.

2. Uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan nilai absolut residual dengan variabel-variabel independen penelitian.

Hasil uji heterokedastisitas dengan metode uji grafis didapatkan hasil sebagai berikut:

Gambar 1.

Hasil Uji Heterokedastisitas dengan menggunakan uji Grafis

Scatterplot

Dependent Variable: Initial Return

Regression Standardized Predicted Value

3 2 1 0 -1 -2 -3

Regression Studentized Residual

3 2 1 0 -1 -2

Dilihat dari hasil uji heterokedastisitas sebaran data cukup homogen. Namun visualisasi dengan menggunakan grafis tidak bisa digunakan sebagai alat ukur yang objektif untuk menentukan kondisi sesungguhnya data penelitian, sehingga digunakan uji heterokledastisitas dimana sifat sebaran data bisa diketahui secara lebih terukur. Hasil uji heterokedastisitas dengan menggunakan uji Glejser menunjukkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.6 Uji Glejser Coefficients a .770 .336 2.287 .027 8.125E-02 .116 .108 .699 .488 1.222E-02 .195 .009 .063 .950 -.118 .097 -.195 -1.218 .229 4.466E-04 .004 .016 .105 .917 -.248 .795 -.047 -.312 .757 -8.34E-02 .085 -.157 -.985 .329 8.634E-04 .009 .016 .093 .926 (Constant) Auditor Underwriter LN_UMUR Persentase saham yang ditawarkan ROA Financial Leverage Solvability ratio Model 1 B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardi zed Coefficien ts t Sig.

Dependent Variable: ABS_RES a.

Sumber: data sekunder

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebaran data bersifat homokedastisitas, hal ini dibuktikan dengan nilai signifikasi uji nilai absolut residual statistik terhadap variabel independen yang tidak signifikan atau lebih besar dari 5%. Sehingga data yang di gunakan tidak ada gejala heterokedastisitas.

Dokumen terkait