• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Independensi

Dalam dokumen Puspita Andriyanti I BAB I PENDAHULUAN (Halaman 62-66)

Salah satu upaya mencapai sifat independen adalah dengan melakukan pengacakan terhadap observasi. Namun demikian, jika masalah acak ini diragukan maka dapat dilakukan pengujian dengan cara memplot residual versus urutan pengambilan observasinya. Hasil plot tersebut akan memperlihatkan ada tidaknya pola tertentu. Jika ada pola tertentu, berarti ada korelasi antar residual atau error tidak independen. Apabila hal tersebut terjadi, berarti pengacakan urutan eksperimen tidak benar (eksperimen tidak terurut secara acak). Selain itu, juga bisa dilakukan uji Durbin-Watson untuk mengetahui apakah data bersifat acak atau tidak.

Langkah-langkah uji Durbin-Watson yaitu : 1. Tentukan nilai residual (ei).

2. Hitung nilai Durbin-Watson dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

d = n i n i i i e e e 2 2 1) ( . . . . ... . . . (2.22)

3. Analisa apakah data bersifat acak atau tidak dengan menggunakan hipotesis. Jika hipotesis nol (H0) adalah data tidak ada serial korelasi positif, maka jika : d < dL: menolak H0

d > dU: tidak menolak H0

dLE d E dU: pengujian tidak meyakinkan

Jika hipotesis nol (H0) adalah data tidak ada serial korelasi negatif, maka jika : d <4 - dL: menolak H0

d >4 - dU: tidak menolak H0

Jika hipotesis nol (H0) adalah data tidak ada serial autokorelasi, baik positif maupun negatif, maka jika :

d < dL: menolak H0

d >4 – dL: menolak H0

dUE d E 4 - dU: tidak menolak H0

4 – dUE d E 4 – dL atau dLE d E dU: pengujian tidak meyakinkan Nilai dLdan dUdapat dilihat di Lampiran L-3.

2.8.4 Uji Rata-Rata Sesudah Anova

Uji setelah anova dilakukan apabila ada hipotesis nol (H0) yang ditolak atau terdapat perbedaan yang berarti antar level faktor atau antar interaksi faktor-faktor. Uji setelah anova bertujuan untuk menjawab manakah dari rata-rata taraf perlakuan yang berbeda.

Alat uji yang biasa digunakan adalah contras orthogonal, uji rentang newman keuls, uji dunnett dan uji scheffe. Apabila ingin menggunakan uji contras orthogonal, maka pemakaian alat uji ini sudah harus ditentukan sejak awal (sebelum eksperimen dilakukan), termasuk model perbandingan rata-rata perlakuan. Adapun tiga alat uji lainnya dapat digunakan apabila perlu setelah hasil pengolahan data menunjukkan adanya perbedaan yang berarti antar perlakuan.

Uji student newman keuls lebih tepat (sesuai) digunakan dibandingkan uji dunnett ataupun uji scheffe, untuk melihat pada level mana terdapat perbedaan dari suatu faktor yang dinyatakan berpengarug signifikan oleh uji anova,. Pemilihan uji dunnett ataupun uji scheffe tidak tepat untuk melihat pada level mana terdapat perbedaan terhadap suatu faktor, karena uji dunnett hanya digunakan untuk membandingkan suatu kontrol dengan perlakuan lainnya, sedangkan uji scheffe lebih ditujukan untuk membandingkan antara dua kelompok perlakuan (bukan level tunggal).

Prosedur uji student newman keuls (Hicks, 1993) terhadap suatu level yang pengaruhnya dinyatakan cukup signifikan adalah sebagai berikut :

1. Susun rata-rata tiap level yang diuji dari kecil ke besar 2. Ambil nilai mean square error dan dferror dari tabel anova

3. Hitung nilai error standar untuk mean level dengan rumus sebagai berikut : k MS S error j Y = . . . (2.23) dimana k = jumlah data

4. Tetapkan nilai V dan ambil nilai-nilai significant ranges dari Tabel Studentized range dengan n2 = dferror dan p = 2,3, . . . ,k sehingga diperoleh significant ranges (SR). Nilai SR dapat dilihat di Lampiran L-4.

5. Kalikan tiap nilai significant range (SR) yang diperoleh dengan error standar sehingga diperoleh least significant range (LSR).

LSR = SR x SY j . . . (2.24) 6. Hitung beda (selisih) mean antar dua level (akan terbentuk kK2 = k(k-1)/2

pasang), dimulai dari mean terbesar dengan mean terkecil. Bandingkan beda mean terbesar dan mean terkecil dengan nilai LSR untuk p=k. Jika nilai selisih > LSR menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata interaksi tersebut. Bandingkan kembali beda second largest dan next smallest dengan LSR untuk p = k-1, begitu seterusnya sampai diperoleh kK2

perbandingan.

2.8.5 Perhitungan Persentase Kontribusi

Setelah perhitungan analisis variansi selesai dilakukan maka dilakukan perhitungan persentase kontribusi. Persentase kontribusi merupakan perbandingan antara nilai pure sum of square suatu faktor yang dieksperimenkan dengan total sum of square-nya. Persamaan yang digunakan dalam perhitungan persentase kontribusi sebagai berikut:

Perhitungan pure sum of square (SSA’) vAxVe SS SSA'= A . . . (2.25) % 100 ' X SSt SA PA= . . . (2.26) Dimana:

PA = persentase kontribusi faktor A SSA’ = pure sum of square faktor A

vA = derajat bebas faktor A Ve = mean square error

2.8.6 Uji T Dua Sampel Berpasangan (Paired Sample Test)

Uji t paired berfungsi untuk menguji dua sampel yang berpasangan, apakah memiliki rata-rata yang berbeda ataukah tidak. Sampel berpasangan (paired sample) adalah sebuah sampel denagn subyek yang sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda. Seperti seorang salesman yang bekerja yang sebelum tanpa mendapat training, dengan sesudah mendapat training, bagaimana efektivitas training tersebut terhadap kemampuan menjualnya, apakah ada peningkatan atau tidak. Di sini sampelnya tetap, salesman yang sama, tetapi mendapat dua perlakuan yang berbeda, yaitu kondisi sebelum dan sesudah training. Pengujian statistik ini digunakan untuk membandingkan antara dua sampel yang berpasangan, dimana variansi kedua populasi tidak perlu sama. Untuk pengujian dua arah, hipotesis dan rumus yang digunakan adalah (Walpole, 1995): H0: µ1= µ2atau µD= µ1- µ2= 0 H1: µ1Y µ2atau µDY µ1- µ2= 0 0 d d d t S n = . . . (2.26) 2 2 1 1 ( 1) n n i i i i d n d d S n n = = = . . . (2.27)

Daerah kritis : t < -tV/2 dan t < -tV/2, derajat kebebasan = n-1 Keterangan :

µ1,µ2= rataan sampel berpasangan yang diamati d = selisih sampel yang berpasangan

d = rataan selisih sampel yang berpasangan

Sd= simpangan baku dari selisih pengamatan dalam satuan percobaan n = jumlah pengamatan

2.9. Penelitian-Penelitian Sebelumnya

a. Hasil penelitian Jwalitasari K. S. (2006) menunjukkan adanya pengaruh positif pada penggunaan musik latar pada pekerjaan input data.

b. Hasil penelitian Brury Jatmiko (2005) menunjukkan bahwa faktor temperatur dan kebisingan berpengaruh signifikan pada produktivitas pekerja pengeleman amplop.

c. Hasil penelitian M. Iqbal Karana (2004) menunjukkan bahwa tempo musik klasik yang lambat dapat meningkatkan ketelitian kerja, kecerdasan dan kenyamanan pekerja.

d. Hasil penelitian Nayla Adesty (2004) menunjukkan bahwa temperatur, cahaya, dan kebisingan, serta interaksi antara cahaya dengan kebisingan mampu memberikan pengaruh yang berarti terhadap produktivitas operator dalam perakitan jumlah mouse.

e. Hasil penelitian Tjok Rai Partadjaja (2004) diperoleh bahwa perbedaan tingkat kebisingan dan penerangan diikuti oleh perbedaan disiplin dalam belajar siswa. Makin tinggi tingkat kebisingannya makin rendah tingkat kedisiplinan siswa.

f. Hasil penelitian Aulia Ishak (2004) diperoleh hasil bahwa lingkungan kerja fisik (temperatur, kebisingan, dan pencahayaan) merupakan bagian yang harus diperhatikan dalam sistem kerja produktif, karena seccara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kinerja sistem, khususnya bagi manusia yang bekerja dalam sistem tersebut.

g. Hasil penelitian Dedik S. Santoso (2002), penggunaan musik memiliki pengaruh yang positif secara phisiologis, yaitu dalam hal menurunkan detak jantung. Jenis musik yang berbeda memberikan tingkat pengaruh yang berbeda pula. Pengaruh yang terbesar diberikan oleh musik favorit.

BAB III

Dalam dokumen Puspita Andriyanti I BAB I PENDAHULUAN (Halaman 62-66)

Dokumen terkait