• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Konfirmasi dengan metode KLT-Spektrodensitometer

Dalam dokumen Laporan Klt Densitometer (Halaman 31-43)

Kurva Konsentrasi Terhadap Absorbansi MDMA

3. Uji Konfirmasi dengan metode KLT-Spektrodensitometer

Metode KLT-Spektrodensitometer merupakan salah satu teknik yang sering digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa dalam analisis toksikologi baik secara kualitatif dan kuantitatif. Suatu campuran zat dapat dipisahkan dengan teknik KLT berdasarkan afinitas masing-masing komponen terhadap fase gerak dan fase diamnya. Komponen yang telah terpisah, besar serapannya dapat diukur dengan spektrofotodensitometer. Kadar dari sampel dapat ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan bakunya.

Secara garis besar, ada dua hal yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu memisahkan senyawa-senyawa pengotor dari senyawa yang ingin dideteksi, yaitu amfetamin dan opiat dengan menggunakan metode KLT dan pengukuran absorbansi senyawa MDMA dan opiat dengan alat spektrofotodensitometer. Pembacaan hasil pemisahan dengan metode KLT dilakukan melalui proses

scanning menggunakan CAMAG TLC-SCANNER. Dari proses pengukuran

absorbansi dari senyawa amfetamin dan opiat menghasikan data kualitatif berupa suatu kromatogram dan spektrum dari MDMA dan opiat, dimana kadar dari

MDMA dan opiat dapat dihitung dengan AUC (Area Under Curve) yang didapat. Jika absorbansi suatu seri larutan diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama, dan absorbansi masing-masing larutan diplotkan terhadap konsentrasinya maka suatu garis lurus akan teramati sesuai dengan persamaan A=

εbc.

Kromatografi lapis tipis (TLC) adalah suatu pemisahan campuran analit berdasarkan afinitas masing-masing komponen terhadap fase gerak dan fase diam dengan cara elusi melalui fase diam yang datar pada plat penyangga. Fase gerak yang digunakan dalam praktikum ini berupa larutan pengembang TB. Pemillihan fase gerak ini didasarkan dari pemilihan pustaka dimana secara pustaka larutan pengembang TB dapat memberikan hasil elusi yang lebih baik daripada larutan pengembang TAEA.

Prosedur pemisahan/elusi dengan KLT dilakukan terlebih dahulu dengan melakukan beberapa persiapan kerja diantaranya penyiapan fase diam, penyiapan larutan pengembang TB, penjenuhan benjana kromatografi dan pembuatan larutan pembanding. Prosedur yang pertama dilakukan yaitu penyiapan fase diam yaitu plat Al-TLC Si 60 GF254. Penyiapan plat ini dilakukan dengan tujuan agar plat siap untuk digunakan dalam proses elusi, dimana proses penyiapan yang pertama adalah melakukan pemotongan terhadap plat tersebut sesuai dengan ukuran yang diperlukan. Pada praktikum ini, ukuran plat yang digunakan adalah 10 x 10 cm dimana dipotong dari plat yang sebenarnya berukuran 20 x 20 cm. Proses pemotongan plat dilakukan dengan beberapa persyaratan, antara lain:

1. Alas yang digunakan untuk memotong plat harus dalam keadaan bersih dan halus dan biasanya terbuat dari keramik atau kaca.

2. Alat pemotong yang digunakan harus tajam dan tidak boleh berkarat

3. Dalam pemotongan plat, dilakukan secara berulang dan tidak boleh terlalu dilakukan penekan hingga plat benar-benar terputus dengan sempurna.

Hal tersebut diatas harus dilakukan agar hasil pemotongan plat tidak bergerigi atau halus karena apabila plat yang dipotong itu bergerigi dapat mempengaruhi pada proses elusi dimana dapat menyebabkan arah elusi menjadi miring dan menimbulkan tailing (ekor). Setelah plat dipotong dengan baik kemudian dilakukan pemberian batas pada plat/tepi atas plat serta identitas arah elusi pada plat dengan menggunakan pensil. Pemilihan penggunaan pensil untuk identitas adalah tidak mengandung bahan kimia yang dapat ikut bermigrasi bersama analit sehingga tidak mengotori sisi aktif plat atau dengan kata lain bahan kimia yang terdapat dalam pensil masih dapat ditoleransi oleh plat. Pemberian batas tepi atas plat yaitu berukuran 1 cm dari atas plat yang dapat ditandai dengan garis kecil pada bagian kanan dan kiri. Sedangkan pemberian identitas yang dilakukan yaitu pemberian tanda panah atas pada bagian atas plat dan pemberian kode untuk menandai plat yang digunakan. Dimana kedua proses tersebut mempunyai fungsi diantaranya yaitu pemberian batas/tepi atas pada plat berfungsi sebagai batas perhentian proses elusi/titik akhir proses elusi dimana diatas batas tersebut biasanya telah terkumpul pengotor hasil dari proses pencucian. Sementara fungsi pemberian identitas arah elusi dengan tanda panah atas yaitu agar proses pencucian plat dan proses elusi berjalan kearah yang sama, sebab apabila tidak diberikan berupa kode arah elusi maka ditakutkan terjadinya arah proses elusi dan pencucian yang berlawanan dimana akan menyebabkan kotoran plat yang telah dibawa ke bagian atas plat saat pencucian plat dengan methanol akan turun kembali ke daerah uji saat proses elusi yang menyebabkan analit yang dielusikan akan terelusi bersama pengotor – pengotor tersebut sehingga mengganggu proses analisis analit. Sebelum plat benar-benar siap untuk digunakan, plat harus dicuci dan diaktivasi terlebih dahulu. Proses pencucian plat dilakukan dengan menggunakan methanol yang bertujuan menghilangkan pengotor dari sisi aktif plat. Pemilihan penggunaan methanol ini didasarkan pada sifat pelarut methanol yang dapat melarutkan senyawa polar dan non polar atau sering disebut sebagai pelarut umum sehingga pengotor yang terdapat pada plat semuanya dapat terlarut dan tidak mengganggu sisi aktif plat. Selain itu methanol juga digunakan karena didasarkan pada harga methanol yang murah dan mudah

untuk didapat. Proses pencucian plat dilakukan dengan menaruh plat pada chamber yang telah diisi dengan 10 ml methanol dan dibiarkan hingga methanol bermigrasi sampai ke atas. Namun perlu diperhatikan agar peletakkan plat pada chamber sesuai dengan kode arah elusinya.

Tahap selanjutnya yaitu dilakukan proses aktivasi plat, yang bertujuan untuk menghilangkan air dan pengotor yang menempel pada sisi aktif plat agar dapat memberikan respon baseline yang lebih baik serta mengurangi rasio gangguan (noise ratio). Proses aktivasi plat dilakukan dengan plat yang sudah dicuci sebelumnya kemudian dipanaskan pada oven pada suhu 600C selama 10 menit. Kemudian plat siap untuk digunakan.

Setelah proses penyiapan plat kemudian dilakukan proses penyiapan larutan pengembang TB. Larutan pengembang TB dibuat dengan mencampurkan sikloheksana : toluene : dietilamin pada perbandingan (75 : 15 : 10). Dalam praktikum ini larutan pengembang TB yang dibuat dengan mencampurkan 7,5 mL sikloheksana : 1,5 ml toluene : 1 ml dietilamin kemudian dihomogenkan dan larutan pengembang TB siap untuk digunakan.

Tahap selanjutnya pada proses persiapan kerja ini yaitu pembuatan lsenyawa standar dan larutan standar pembanding TB. Terlebih dahulu dibuat senyawa standar, dimana senyawa standar ini dibuat dengan tujuan sebagai suatu standar yang digunakan dalam pembuatan kurva standar dimana akan diperoleh persamaan garis regresinya untuk penentuan dari kadar senyawa yang terdapat pada sampel. Senyawa standar yang digunakan adalah senyawa dari jenis amfetamin dan senyawa opiat, kedua jenis senyawa ini digunakan karena merupakan target analit yang ingin ditentukan dalam praktikum ini. Senyawa standar yang diperlukan masing-masing konsentrasinya adalah 50 ng/µl yang dibuat dari konsentrasi senyawa standar yang tersedia adalah 1000 ng/µl, maka larutan standar dengan konsentrasi 1000 ng/l tersebut diencerkan terlebih dahulu menjadi konsentrasi 50 ng/l dengan cara 0,25 ml larutan standar 1000 ng/l diencerkan dalam labu ukur 5 ml dengan menggunakan methanol hingga tanda

batas labu ukur, sehingga diperoleh larutan standar pembanding 50 ng/l yang diinginkan.

Kemudian dibuat larutan standar pembanding TB, dimana senyawa pembanding dibuat dengan tujuan untuk memastikan jenis senyawa yang terdapat dalam sampel dengan membandingkan nilai hRFnya standar pembanding pada pustaka. Larutan standar pembanding untuk sistem TB dibuat dari larutan teofilin, papaverin, dekstrometorfan, dan bromheksin yang masing – masing larutan tersebut berkonsentrasi 1 mg / ml kecuali larutan dektrometorfan yang memiliki konsentrasi 2 mg/ml. Oleh karenanya sebelum keempat larutan tersebut dicampurkan, larutan dekstrometorfan harus diencerkan terlebih dahulu hingga diperoleh larutan standar pembanding dekstrometorfan 1 ml /ml. Pengenceran larutan dekstrometorfan 2 mg / ml dilakukan dengan memipet 2,5 ml larutan dektrometorfan 2 mg / ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml kemudian ditepatkan hingga tanda batas dengan methanol da dihomogenkan hingga diperoleh larutan Dektrometorfan 1 mg / ml. Pembuatan larutan standar pembanding untuk sistem TB dilakukan dengan mencampurkan masing – masing 0,5 ml larutan teofilin 1 mg / ml, papaverin 1 mg / ml, dektrometorfan 1 mg / ml, serta bromheksin 1 mg /ml dalam sebuah botol vial dan kemudian dihomogenkan. Proses tahapan terakhir persiapan kerja adalah penjenuhan chamber/benjana kromatografi. Proses penjenuhan chamber sebaiknya dilakukan hampir bersamaan dengan proses penotolan dimana untuk mencegah terjadinya kejenuhan chamber terlebih dahulu namun proses penotolan belum diselesaikan. Proses penjenuhan dilakukan hingga mencapai jarak rambat 10 cm. Hal ini bertujuan untuk menyamakan tekanan dalam chamber sehingga proses pengembangan fase gerak dapat berlangsung dengan efektif. Penjenuhan chamber dilakukan dengan menambahkan 10 ml larutan metanol ke dalam chamber dan menempatkan kertas tissue di ujung atas chamber sebagai indicator kejenuhannya. Penambahan kertas tissue/kertas saring berfungsi agar penguapan yang terjadi dalam chamber dapat diketahui merata sehingga udara di dalam chamber tetap jenuh pelarut. Namun indicator kejenuhan dengan kertas tissue relative akan menghasilkan kejenuhan yang sama disetiap prosesnya maka sebaiknya

digunakan indicator waktu untuk penjenuhan yang sudah dibuktikan melalui suatu penelitian yaitu selama 30 menit. Kondisi jenuh dalam chamber dengan uap pelarut mencegah penguapan pelarut (Clark, 2007). Waktu penjenuhan chamber harus diperhatikan agar chamber tidak lewat jenuh yang dapat memperlambat proses elusi dan menghasilkan pemisahan yang kurang baik. Kemudian Chamber ditutup dengan baik dan dijaga agar tidak mengalami pergeseran sehingga larutan pengembang TB di dalamnya tidak menguap dan tidak mengganggu jalannya proses penjenuhan chamber.

Proses penotolan sampel pada plat KLT dilakukan menggunakan penotol linomart yang bersifat semi otomatis, dimana penotolan dilakukan terhadap larutan standar, analit sampel yang sebelumnya telah direkonstitusi dengan methanol, serta larutan standar pembanding sistem TB pada plat yang telah dicuci dan diaktivasi. Dikatakan sebagai alat penotolan yang semi otomatis, karena pada proses aspirasi bahan uji ke dalam syringe linomart masih dilakukan secara manual oleh petugas tetapi untuk proses penotolah bahan uji dilakukan secara otomatis oleh linomart itu sendiri melalui proses setting komputerisasi yang sebelumnya telah dilakukan sehingga petugas hanya perlu penempatan plat pada meja linomart. Karena plat yang digunakan berukuran 10 X 10 cm dan jarak penotolan satu senyawa dengan senyawa lainnya adalah 1 cm, maka pada plat tersebut akan terdapat 9 titik penotolan. Titik penotolan 1 sampai 5 diisi dengan larutan standar, titik penotolan 6 sampai 8 diisi dengan analit dari sampel, dan titik penotolan 9 diisi dengan larutan standar pembanding untuk sistem TB. Pada titik penotolan 1 sampai 5, ditotolkan larutan standar dengan konsentrasi yang berbeda – beda, yaitu 200 ng/l, 400 ng/l, 600 ng/l, 800 ng/l, dan 1000 ng/l. Sedangkan pada titik penotolan ke 6 diisi oleh analit yang diperoleh melalui proses ekstraksi SPE dengan target sasaran analisis Amfetamin, pada titik penotolan 7 diisi oleh analit yang diperoleh melalui proses ekstraksi SPE dengan target sasaran analisis Opiat dan titik penotolan 8 diisi oleh analit yang diperoleh melalui proses ekstraksi LLE dengan target sasaran analisis Amfetamin dan Opiat. Masing – masing analit dari sampel tersebut ditotolkan sebanyak 50 l. Dan pada titik penotolan 9 ditotolkan 2 l larutan standar pembanding TB. Pada proses

penotolan dilakukan perlu diperhatikan bahwa penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar ke puncak ganda. Pelebaran bercak dapat mengganggu proses scanning dengan alat spektrodensitometer karena memungkinkan terjadinya himpitan puncak.

Plat yang telah ditotolkan kemudian dielusi pada chamber yang telah dijenuhkan. Chamber ditutup rapat dan volume fase gerak dibuat sedikit mungkin namun dapat mengelusi lempeng sampai pada batas jarak pengembangan. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kontaminasi dari kontaminan selama proses elusi. Plat yang telah melalui proses elusi selanjutnya melalui proses pengeringan dengan oven pada suhu 600C selama 10 menit yang bertujuan untuk menguapkan sisa pelarut yang masih terdapat pada plat KLT sehingga tidak mengganggu proses

scanning dengan spektrofotodensitometer. Dalam proses pengeringan harus

diperhatikan titik uap pelarut dan titik uap senyawa agar senyawa yang akan dideteksi tidak rusak serta agar pelarut dapat dipisahkan dari senyawa dengan baik.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengelusian ini,diantaranya:

a. Chamber diletakkan pada tempat yang datar dan bebas dari getaran agar kejenuhan chamber stabil.

b. Proses pemasukan plat ke dalam chamber dilakukan secara cepat karena untuk mempertahankan kejenuhan chamber.

c. Dipastikan posisi plat pada saat didalam chmaber dalam keadaan datar dan sedikit dimiringkan sehingga hanya ujungnya yang tersandar pada dinding chamber hal ini dilakukan dengan tujuan agar memudahkan dalam proses pengambilan plat setelah proses elusi selesai dan agar meminimalkan plat jatuh saat proses elusi.

Analit yang telah dielusikan pada plat KLT dapat secara langsung dilakukan uji konfirmasi untuk memastikan jenis senyawa yang terkandung dalam analit dengan menggunakan TLC Scanner (Spektrofotodensitometer). Setelah plat dielusi dengan pengembang TB, kemudian hasil elusi ini dipindai dengan TLC scanner (Spektrofotodensitometer).

Spektrofotodensitometer merupakan suatu instrumen yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) oleh pencatat (recorder). Instrument spektrofotodensitometer terdiri dari sumber cahaya pada rentang panjang gelombang 200-800 nm yaitu lampu deuterium (rentang spectra 200-400 nm), lampu tungsten (rentang spectra 400-800nm), slit atau celah, monokromator unutk memilih panjang gelombang yang sesuai, system untuk memfokoskan sinar pada plat, filter flourosensi, pengganda foton, dan rekorder.

Spektrofotodensitometer dapat bekerja secara absorpsi atau flouresensi. Dan yang sering digunakan adalah metode absorpsi dengan menggunakan sinar uv pada panjang gelomabang 190-300 nm karena kebanyakan plat KLT menggunakan silica gell yang bersifat opaque (tidak tembus cahaya). Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik sinar uv- vis dengan analit yang merupakan noda pada plat. Radiasi elektomagnetik yang dating pada plat diabsorpsi oleh analit. Radiasi elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit atau indicator plat dapat diemisikan berupa flourosensi dan fosforesensi.

Deteksi menggunakan spektrofotodensitometri ini dilakukan terhadap 9 titik penotolan yang terdiri dari 5 titik standar amfetamin opiate, 1 titik penotolan sampel, dan 1 titik penotolan satndar pembanding TB. Spektrofotodensitometer akan mendeteksi masing-masing track penotolan dan masing-masing track ini akan ditampilkan dalam bentuk kromatogram. Semakin tinggi bentuk kromatogram ini, maka konsentrasi analit dalam sampel semakin. Dari kromatogram ini, akan dapat diketahui nilai Area Under Curve (AUC) dan nilai Rf dari tiap senyawa yang terkandung dalam noda, dimana Rf ini sangat khas untuk masing-masing senyawa. Dan dari sinilah akan diketahui secara pasti jenis senyawa yang terdapat pada analit dengan membandingkannya dengan nilai Rf dan bentuk peak pada pustaka untuk berbagai jenis senyawa. berdasarkan

kromatogram yang ditunjukkan pada spektrofotodensitometer, didapatkan hasil pada masing-masing track sebagai berikut:

1. Track 1, Track 2, Tack 3, Track4, dan Track 5 (noda standar) : terdapat adanya kandungan morfin. Hasil ini didapatkan dari nilai Rf yang ditunjukkan pada kromatogram yaitu nilai Rf max 0,02 yang spesifik untuk morfin dan nilai Rf max 0,40 yang spesifik untuk MDMA. Selain itu, terdapat juga bromheksin dan papaverin, yang kemungkinan adalah zat pengotor yang memiliki Rf yang mirip dengan zat-zat tersebut.

2. Track 6 (noda sampel LLE) : dari hasil pendeteksian sampel, menunjukkan adanya kandungan morfin dan MDMA berdasarkan nilai Rf max yang didapat yaitu 0,02 yang spesifik untuk Morfin dan 0,038 dimana Rf ini mirip dengan MDMA. Selain itu, ditemukan juga adanya zat yang diduga papaverin karena nilai Rf 0,17 yang mirip dengan papaverin dan zat yang diduga bromheksin karena nilai Rfnya 0,88 yang mirip dengan broheksin.

3. Track 9 (noda standar pembanding TB) : pendeteksian standar pembanding TB ini dilakukan untuk mengetahui nilai hRf dari standar pembanding yang digunakan, dan nantinya akan dibandingkan dengan nilai hRfc yang ada pada pustaka sehingga dapat diketahui secara pasti jenis senyawa pada analit. dari hasil pendeteksian ini didapatkan zat-zat yang terkandung pada standar pembanding TB antara lain papaverin, theophiline, dextrometorpan, dan bromheksin dengan nilai Rf yang spesifik untuk masing-masing zat tersebut.

Uji konfirmasi dilakukan dengan nilai hRf analit senyawa standar dan pustaka. Pada prakteknya nilai hRf bervariasi karena pengaruh factor lingkungan seperti kejenuhan chamber, pH medium, suhu penguapan fase gerak dan plat, serta kadar analit yang ditotolkan. Terdapat metode untuk mengurangi variasi hRf tersebut. Yaitu menggunakan harga hRf terkoreksi (hRfc) yang relative konstan untuk masing-masing senyawa pada tiap system TLC tertentu. Harga hRfc suatu analit dapat dihitung dengan menggunakan metode korelasi polygonal. Metode ini membutuhkan minimal 4 senyawa standar pembanding yang harga hRfc tersebar

di antara harga hRfc sampel. Penetuan harga hRfc pada sampel dilakukan dengan rumus berikut ini:

hRfc (X) = hRfc (C) + [Rf(X)-hRf(C) ,dimana c = hRfc (D)-hRfc (C)

= hRf(D)-hRf(C)

Kemudian, harga hRfc analit yang didapat dapat dibandingkan dengan database harga hRfc dengan pelarut pengembang TB di pustaka sehingga diperoleh kemungkinan senyawa yang sesuai. Dari hasil perhitungan yang dilakukan,diperoleh hRfc senyawa morphine = 1,933 dan hRfc senyawa MDMA = 25 bila kedua hasil ini dibandingkan dengan pustaka yang telah ada, hRfc senyawa morphine sangat jauh dari pustaka sedangkan hRfc senyawa MDMA mendekati dari pustaka.Namun untuk analysis kualitatif ini juga dilakukan dengan mencocokan peak senyawa dimana peak analit morphine pada sampel sama dengan pustaka sehingga dapat dikatakan analit tersebut adalah morphine.

Dengan menggunakan spektrofotodensitometer ini juga dapat dilakukan penentuan kadar senyawa yang ada pada sampel. Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan KLT biasanya dilakukan dengan densitometer langsung pada lempeng KLT (atau secara in situ). Kadar dari sampel dapat ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan bakunya. Kadar dari sampel dapat ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan Standarnya. Penetuan kadar sampel ini dilakukan dengan terlebih dahulu membuat kurva standar dengan meihat nilai AUC yang diperoleh pada kromatogram sebagai nilai Y. Dari kromatogram ini dapat dilihat nilai AUC untuk masing-masing konsentrasi standar antara lain:

1. AUC Senyawa Morphine

a. AUC Standar 1 (AUC 1m) = 928,0 b. AUC Standar 2 (AUC 2m) = 917,5 c. AUC Standar 3 (AUC 3m) = 1288,2 d. AUC Standar 4 (AUC 4m) = 1586,2 e. AUC Standar 5 (AUC 5m) = 674,1

2. AUC Senyawa MDMA

a. AUC Standar 1 (AUC 1md) = 1010,2 b. AUC Standar 2 (AUC 2md) = 1225,0 c. AUC Standar 3 (AUC 3md) = 1331,5 d. AUC Standar 4 (AUC 4md) = 946,2 e. AUC Standar 5 (AUC 5md) = 238,2

Dari nilai AUC ini kemudian dapat ditentukan masing-masing koefisien korelasi dan persamaan garis regresinya. Namun pada saat pembuatan kurva konsentrasi terhadap absorbansi terdapat penghilangan 2 titik yang mengganggu kelinieritasn dari kurva sehingga hanya digunakan 3 titik konsentrasi untuk menentukan kurva konsentrasi terhadap absorbansi masing-masing jenis senyawa korelasi. Penghilangan konsentrasi ini juga dilakukan karena ada dugaan bahwa terdapat beberapa kesalahan dari proses penotolan dan proses elusi sehingga tidak sesuai dengan teori yang ada. Adapun koefien korelari yang diperoleh pada masing-masing kurva adalah r senyawa morphine =0,9961 dan r senyawa MDMA=0.9655, dari koedisien korelasi yang diperoleh ini dapat dikatahui bahwa kurva mendekati kelinieran sangat bagus sehingga dapat digunakan dalam penentuan kadar dari masing-masing senyawa. Selain itu juga digunakan persamaan regresi linier untuk penentuan kadarnya yaitu senyawa morphine sebesar y = 1,6728 x + 260,92 dan senyawa MDMA persamaan regresi liniernya sebesar y = 0,8033 x + 867,6.

Bila persamaan regresi linier telah diketahui, maka kadar morfin dalam sampel dapat diketahui dengan memasukkan nilai AUC sampel pada persamaan regresi linier. Dari perhitungan yang dilakukan, kemudian didapatkan kadar morfin dalam sampel adalah sebesar 0,002917 mg/ml dan kadar MDMA dalam sampel adalah sebesar 0,0183 mg/ml.

BAB V PENUTUP 5.1 SIMPULAN

1. Preparasi sampel untuk uji konfirmasi dan pemisahan obat-obatan golongan amfetamin dan opiate dalam sampel urine dapat dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair dan SPE.

2. Proses persiapan kerja dalam proses elusi yaitu penyiapan fase diam, penyiapan larutan pengembang TB, penjenuhan benjana kromatografi dan pembuatan larutan pembanding

3. Prinsip pemisahan KLT adalah Suatu campuran zat dapat dipisahkan dengan teknik KLT berdasarkan afinitas masing-masing komponen terhadap fase gerak dan fase diamnya.

4. Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik sinar uv- vis dengan analit yang merupakan noda pada plat. Radiasi elektomagnetik yang dating pada plat diabsorpsi oleh analit. Radiasi elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit atau indicator plat dapat diemisikan berupa flourosensi dan fosforesensi.

5. Dari hasil uji konfirmasi dengan metode KLT-Spektrofotodensitometri terhadap sampel urine yang diperiksa dapat ditentukan bahwa jenis senyawa yang ada dalam sampel urine adalah Morfin (golongan opiate) dengan kadar sebesar 0,002917 mg/ml dan kadar MDMA dalam sampel adalah sebesar 0,0183 mg/ml.

Dalam dokumen Laporan Klt Densitometer (Halaman 31-43)

Dokumen terkait