• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Tahapan Perencanaan Sumur Resapan 1. Analisa Hidrologi

2) Uji Chi-Kuadrat

Pada penggunaan Uji Smirnov-Kolmogorov, meskipun menggunakan perhitungan metematis namun kesimpulan hanya berdasarkan bagian tertentu (sebuah variat) yang mempunyai penyimpangan terbesar, sedangkan uji Chi-Kuadrat menguji penyimpangan distribusi data pengamatan dengan mengukur secara metematis kedekatan antara data pengamatan dan seluruh bagian garis persamaan distribusi teoritisnya.(Indra Karya, 1995:IV-29)

Uji Chi-Kuadrat dapat diturunkan menjadi persamaan sebagai berikut :

 

X2 = harga Chi-Kuadrat.

Ef = frekuensi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan, sesuai dengan pembagian kelasnya.

Of = frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama.

Nilai X2yang terhitung ini harus lebih kecil dari harga X2cr(yang didapat dari tabel. 15

Derajat kebebasan ini secara umum dapat dihitung dengan :

DK = K – (P + 1) ... 38

Dimana :

DK = derajat kebebasan.

K = banyaknya kelas.

P = banyaknya keterikatan atau sama dengan banyaknya parameter, yang untuk sebaran Chi-Kuadrat adalah sama dengan 2 (dua) d. Distribusi Hujan Jam-jaman

Hasil pengamatan di Indonesia hujan terpusat tidak lebih dari 7 (tujuh) jam, maka dalam perhitungan ini diasumsikan hujan terpusat maksimum adalah 6 (enam) jam sehari. Sebaran hujan jam-jaman dihitung dengan menggunakan rumus Mononobe, yaitu :

Rt = intensitas hujan rerata dalam T jam (%) R24 = curah hujan efektif dalam 1 (satu) hari t = waktu konsentrasi hujan = 6 (enam) jam T = waktu mulai hujan

Lama hujan (time of concentration)tcdi sini dianggap lamanya hujan yang akan menyebabkan debit banjir dan t dihitung dengan rumus Kirpich:

tc = 3,97.L0,77.S-0,385 ... 40

dengan:

tc = Waktu Konsentrasi (jam) L = Panjang Saluran (km) S = Kemiringan Sungai (m/m) e. Koefisien Pengaliran

Pada saat hujan turun sebagian akan meresap ke dalam tanah dan sebagian lagi akan menjadi limpasan permukaan. Koefisien pengaliran adalah suatu variable untuk menentukan besarnya limpasan permukaan tersebut dimana penentuannya didasarkan pada kondisi Daerah Aliran Sungai dan kondisi hujan yang jatuh di daerah tersebut.

Berdasarkan kondisi fisik wilayah dan jenis penggunaan lahannya besarnya nilai koefisien pengaliran ditentukan sebagai berikut

Tabel 2. Koefisien Pengaliran Berdasarkan Kondisi Fisik Wilayah dan Jenis Penggunaan Lahannya

Kondisi DAS Angka Pengaliran

Pegunungan curam 0.75 – 0.90

Pegunungan tersier 0.70 – 0.80

Tanah bergelombang dan hutan 0.50 – 0.75

Dataran Pertanian 0.45 – 0.60

Persawahan 0.70 – 0.80

Sungai di pegunungan 0.75 – 0.85

Sungai di dataran 0.45 – 0.75

f. Curah Hujan Netto Jam-jaman

Hujan netto adalah bagian hujan total yang menghasilkan limpasan langsung (direct run-off). Limpasan langsung ini terdiri atas limpasan permukaan (surface run-off) dan interflow(air yang masuk ke dalam lapisan tipis di bawah

permukaan tanah dengan permeabilitas rendah yang keluar lagi di tempat yang lebih rendah dan berubah menjadi limpasan permukaan). Dengan menganggap bahwa proses tranformasi hujan menjadi limpasan langsung mengikuti proses linier dan tidak berubah oleh waktu, maka hujan netto (R netto ) dapat dinyatakan sebagai berikut:

Rnetto = C.R ……… 41 dimana

Rnetto = curah hujan netto R = curah hujan

C = koefisien pengaliran g. Debit Banjir Rencana

Metode yang digunakan untuk menghitung debit banjir adalah metode Rational Jepang

C = koefisien limpasan air hujan (run off)

I = Intensitas hujan pada kala ulang T (mm/jam) A = Luas daerah aliran sungai, km2

2. Dimensi Sumur Resapan

Secara teoritis volume dan efisiensi sumur resapan dapat dihitung berdasarkan keseimbangan air yang masuk ke dalam sumur dan air yang meresap kedalam tanah (Sunyoto, 1988) dan dapat dituliskan sebagai berikut :

= . 1 − ( . .. ) ... 43 Dimana :

H : tinggi muka air dalam sumur (m) F : faktor geometrik (m)

Q : debit air masuk (m3/dt) T : waktu pengaliran (dt)

K : koefisien permeabilitas tanah (m/dt) R : jari-jari sumur (m)

Pusat penelitian dan Pengembangan Permukiman PU (1990) telah menyusun standar tata cara perencanaan teknis sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan yang dituangkan dalam SK SNI T-06-1990 F.

Tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh Sunjoto, metode PU menyatakan bahwa dimensi atau jumlah sumur resapan air hujan yang diperlukan pada suatu lahan pekarangan ditentukan oleh curah hujan maksimum, permeabilitas tanah dan luas bidang tanah, dirumuskan sebagai berikut :

………. 44

Dimana :

D = durasi hujan (jam)

I = intensitas hujan (m/jam)

At = luas tadah hujan (m2), berupa luas atap rumah atau permukaan tanah yang diperkeras

k = koefisien permeabilitas tanah (m/jam) P = keliling penampang sumur (m)

As = luas tampungan sumur (m2)

H = kedalaman/tinggi air dalam sumur (m) Koefisien Permeabilitas

1. Hukum Darcy menunjukkan bahwa permeabilitas tanah ditentukan oleh koefisien permeabilitasnya. Koefisein permeabilitas tanah bergantung pada berbagai faktor. Setidaknya, ada enam faktor utama yang memengaruhi permeabilitas tanah, yaitu:

2. Viskositas cairan, semakin tinggi viskositasnya, koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin kecil.

3. Distribusi ukuran pori.semakin merata distribusi ukuran porinya, koefesien permeabilitasnya cenderung semakin kecil.

4. Distibusi ukuran butiran, semakin merata distribusi ukuran butirannya, koefesien permeabilitasnya cenderung semakin kecil.

5. Rasio kekosongan (void), semakin besar rasio kekosongannya, koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin besar.

6. Kekasaran partikel mineral, semakin kasar partikel mineralnya, koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi.

7. Derajat kejenuhan tanah, semakin jenuh tanahnya, koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi.

a. Sumur Resapan Dangkal

Sumur resapan, sebenarnya telah banyak digunakan oleh nenek moyang kita, yaitudengan membuatlubang-lubanggalian di kebun halaman serta memanfaatkan sumur-sumur yang tidak terpakai sebagai penampung air hujan.

Konsep dasar sumur resapan pada hakekatnya adalah memberi kesempatan dan jalan pada air hujan yang jatuh di atap atau lahan yang kedap air untuk meresap ke dalam tanah dengan jalan menampung air tersebut pada suatu sistem resapan. Berbeda dengan cara konvensional dimana air hujan dibuang/dialirkan ke sungai diteruskan ke laut, dengan cara seperti ini dapat mengalirkan air hujan ke dalam sumur-sumur resapan yang di buat di halaman rumah. Sumur resapan ini merupakan sumur kosong dengan kapasitas tampungan yang cukup besar sebelum air meresap ke dalam tanah. Dengan adanya tampungan,maka air hujan mempunyai cukup waktu untuk meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian tanah menjadi optimal.

Berdasarkan konsep tersebut,maka ukuran atau dimensi sumur yang diperlukan untuk suatu lahan atau kapling sangat bergantung dari beberapa faktor, sebagai berikut:

a) Luas permukan penutupan,yaitu lahan yang airnya akan ditampung dalam sumur resapan, meliputi luas atap, lapangan parkir dan perkerasan-perkerasan lain.

b) Karakteristik hujan,meliputi intensitas hujan, lama hujan, selang waktu hujan. Secara umum dapat dikatakan bahwa makin tinggi hujan, makin lama berlangsungnya hujan memerlukan volume sumur resapan yang makin besar. Sementara selang waktu hujan yang besar dapat mengurangi volume sumur yang diperlukan.

c) Koefisien permeabilitas tanah,yaitu kemampuan tanah dalam melewatkan air per satuan waktu. Tanah berpasir mempunyai koefisien permeabilitas lebih tinggi dibandingkan tanah berlempung.

d) Tinggi muka air tanah.Pada kondisi muka air tanah yang dalam, sumur resapan perlu dibuat secara besar-besaran karena tanah benar- benar memerlukan pengisian air melalui sumur-sumur resapan. Sebaliknya pada lahan yang muka airnya dangkal, pembuatan sumur resapan kurang efektif, terutama pada daerah pasang surut atau daerah rawa dimana air tanahnya sangat dangkal.

Sejauh ini telah dikembangkan beberapa metode untuk mendimensi sumur resapan, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.

Gambar 3 . Debit resapan pada sumur dengan berbagai kondisi.

(Bouilliot,1976; dalam Sunjoto, 1988) 1) Sunjoto (1988)

Secara teoritis, volume dan efisiensi sumur resapan dapat dihitung berdasarkan keseimbangan air yang masuk ke dalam sumur dan air yang meresap ke dalam tanah (Sunjoto, 1988) dan dapat dituliskan sebagai berikut:

dimana:

H = tinggi muka air dalam sumur (m) F = adalah faktor geometrik (m) Q = debit air masuk (nrVdt) T = waktu pengaliran (detik)

K = koefisien permeabilitas tanah (m/dt)

R = jari-jari sumur (m).

2) Metode PU

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Departemen Pekerjaan (1990) telah menyusun standar tata cara perencanaan teknis sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan yang dituangkan dalam SK SNI T-06-1990 F.

Tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Sunjoto, metode PU menyatakan bahwa dimensi atau jumlah sumur resapan air hujan yang diperlukan pada suatu lahan pekarangan ditentukan oleh curah hujan maksimum, permeabilitas tanah dan luas bidang tanah, yang dapat dirumuskan sebagai berikut

H= D.I.At-D.k.As ………..

45

As+D.K.P dimana:

D = durasi hujan (jam) I = intensitas hujan (m/jam)

At = luas tadah hujan (m2), dapat berupa atap rumah atau permukaan tanah yang diperkeras

K = permeabilitas tanah (m/jam) P = keliling penampang sumur (m) As = luas penampang sumur (m') H = kedalaman sumur (m)

Perencanaan sumur resapan berdasarkan standar PU mengikuti tahapan sebagaimana dilukiskan dalam bagan alir Gambar 4.30.

Gambar 4. Bagan alir pembuatan sumur resapan air hujan

a) Konstruksi Sumur Resapan

Pada dasarnya sumur resapan dapat dibuat dari berbagai macam bahan yang tersedia di lokasi.Yang perlu diperhatikan bahwa untuk keamanan, sumur resapan perlu dilengkapi dengan dinding. Bahan- bahan yang diperlukan untuk sumur resapan meliputi:

1. Saluran pemasukan/pengeluaran dapat menggunakan pipa besi, pipa pralon, buis beton, pipa tanah liat, atau dari pasangan batu.

2. Dinding sumur dapat menggunakan anyaman bambu, drum bekas, tangki fiberglass, pasangan batu bata, atau buis beton.

Pemeriksaan Tinggi

Tanah Sistem Penampang Air Hujan

Terpusat (Embung, Waduk dll).

3. Dasar sumur dan sela-sela antara galian tanah dan dinding tempat air meresap dapat diisi dengan ijuk atau kerikil.

Gambar 5. Salah satu contoh konstruksi sumur resapan b) Persyaratan Sumur Resapan

Sekalipun sumur resapan banyak mendatangkan manfaat, namun pembuatannya harus memperhatikan syarat-syarat yang diperlukan untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Persyaratan umum:

1. Sumur resapan air hujan dibuat pada lahan yang lolos air dan tahan longsor.

2. Sumur resapan air hujan harus bebas kontaminasi/pencemaran limbah.

3. Air yang masuk sumur resapan adalah air hujan.

4. Untuk daerah sanitasi lingkungan buruk, sumur resapan air hujan hanya menampung dari atap dan disalurkan melalui talang.

5. Mempertimbangkan aspek hidrogeologi, geologi dan hidrologi.

Keadaan muka air tanah:

Sumur resapan dibuat pada awal daerah aliran yang dapat ditentukan dengan mengukur kedalaman dari permukaan air tanah ke permukaan tanah di sumur sekitarnya pada musim hujan.

Permeabilitas tanah:

Permeabilitas tanah yang dapat dipergunakan untuk sumur resapan dibagi menjadi 3 kelas, yaitu:

1. Permeabilitas tanah sedang (geluh/lanau, 2,0 - 6,5 cm/jam) 2. Permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus, 6,5 - 12,5 cm/jam) 3. Permeabilitas tanah cepat (pasir kasar, lebih besar 12,5 cm/jam).

Tabel 3.Contoh hasil perhitungan jumlah sumur resapan dengan menggunakan persamaan (45) dengan kedalaman sumur 3 m, efisiensi100%.

Keterangan:* : tidak dianjurkan Sumber: SNIT-06-1990-F I : 87,0 mm/jam

Tabel 4. Jarak minimuffi sumur resapan dengan bangunan lainnya No. Bangunan/obyek yang ada Jarak minimal dengan

sumur resapan (m)

1. Bangunan/rumah 3,0

2. Batas pemilikan lahan/kapling 1,5

3. Sumur untuk air minum 10.0

4. Septik tank 10.0

5. Aliran air (sungai) 30,0

6. Pipa air minum 3,0

7. Jalan umum 1,5

8. Pohon besar 3,0

Sumber :Cotteral and Norris dalam Kusnaedi, 2000.

Penempatan:

Untuk memberikan hasil yang baik, serta tidak menimbulkan dampak negatif, penempatan sumur resapan harus, memperhatikan kondisi lingkungan setempat.Penempatan sumur resapan harus memperhatikan letak septik tank, sumur air minum, posisi rumah, dan jalan umum.Tabel 4.8 memberikan batas minimum jarak sumur resapan terhadap bangunan lainnya.

Sebagai gambaran tata letak serta konstruksi sumur resapan diperlihatkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Tata letak sumur resapan (atas) dan konstruksinya (bawah) untuk resapan air hujan rumah tinggal

Pemeriksaan:

Sumur resapan air hujan perlu diperiksa secara periodik setiap 6 bulan sekali untuk menjamin kontinuitas operasi sumur resapan. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi:

1. Aliran masuk 2. Bak kontrol

3. Kondisi sumur resapan.

c) Perencanaan Praksis Sumur Resapan

Secara analitis untuk menentukan besarnya sumur resapan memerlukan data dan perhitungan yang cukup rumit, khususnya bagi orang awam, karena banyak faktor yang harus diperhitungkan kemungkinan sangat bervariasi dari satu lokasi dengan lokasi lainnya.Untuk memasyarakatkan sumur resapan ini, maka tiap-tiap daerah perlu membuat peta sumur resapan, yang memuat data tanah, kedalaman air tanah dan sekaligus dimensi sumur untuk tiap satuan luas lahan.Tabel 5 menampilkan contoh kebutuhan sumur resapan untuk berbagai luas kavling pada tanah dengan permeabilitas rendah.

Tabel 4.Volume sumur resapan pada tanah dengan permeabilitasrendah

No. Luas

kavling (m-)

Volume sumur resapan dengan saluran drainase sebagai pelimpasan (m3)

Volume sumur resapan tanpa

5. .300 7,8- 12,3 12,3-23,4

6. 400 10,4-16,4 16,4-31,6

12. 1000 26,0 - 41,0 41,0-79,0

13. dst -

-Sumber: SK. Gub. No. 17 th. \992 dalam Dinas Pertambangan DKI Jakarta.

d) Sumur Resapan Kolektif

Pada rumah tinggal dengan ukuran kapling yang terbatas, misalnya kompleks perumahan sederhana atau sangat sederhana, penempatan sumur resapan yang memenuhi syarat akan mengalami kesulitan. Untuk mengatasi hal

ini maka perlu dibuat sumur resapan kolektif (bersama), dimana satu sumur resapan kolektif dapat melayani beberapa rumah, misalnya per blok atau per RT, atau kawasan yang lebih luas lagi. Untuk menjamin air mengalir dengan lancar, maka sumur resapan kolektif sebaiknya diletakkan pada lahan yang paling rendah diantara kawasan yang dilayani.

Gambar 7 . Konstruksi kolam resapan dipadukan dengan pertamanan

Seperti halnya pada sumur resapan individual, sumur kolektif juga harus memperhatikan tata letak serta jarak yang tepat supaya dapat berfungsi dengan baik dan tidak menimbulkan dampak negatif pada lingkungan.Berdasarkan lahan yang tersedia, sumur kolektif dapat dibuat dalam bentuk kolam resapan, sumur dalam, atau parit berorak.Kolam resapan cocok dibuat pada wilayah dimana lahan tersedia cukup dan kondisi air tanahnya dangkal (<5 m).Sumur dalam dapat dibuat

pada lahan sempit, namun syaratnya air tanah harus dalam (> 5m).Sedangkan jika lahannya sempit dan air tanahnya dangkal dapat dibuat parit berorak.

Kolam resapan merupakan kolam terbuka yang khusus dibuat untuk menampung air hujan dan meresapkannya ke dalam tanah.Model kolam ini cocok untuk kawasan dimana air tanahnya dangkal namun tersedia lahan yang cukup luas. Model ini dapat dipadukan dengan pertamanan atau hutan kota/ hutan masyarakat. Dengan demikian kolam resapan dapat mempunyai fungsi ganda, konservasi air dan udara, sekaligus mempunyai nilai estetika.

b. Sumur Resapan Dalam

Berdasarakan persyaratan yang harus dipenuhi, sebagaimana tersebut di atas, sumur resapan dangkal tidak dikembangkan di semua daerah, khususnya daerah yang mempunyai muka air tanah yang sangat dangkal.Dalam kondisi demikian perlu dicari jalan lain, salah satunya dengan pengembangan sumur resapan dalam (confmed recharge well).

Pada prinsipnya sumur resapan dalam berfungsi sama dengan sumur resapan dangkal perbedaan pokoknya adalah bahwa sumur ini diarahkan untuk mengisi air pada akuifer tertekan (confmed acjuifer) yang biasanya terletak jauh di bawah permukaan tanah. Pada daerah yang tidak layak untuk pembuatan sumur resapan dangkal karena muka air tanah bebasnya sangat tinggi, sementara tekanan piezometrik confined aquifer relatif rendah, maka dapat dicoba dengan sumur resapan dalam. Muka air rendah disebabkan oleh aktifitas pengambilan (pemompaan) air tanah yang tidak terkendali sehingga muka air mengalami penurunan.Gambar 4.34 memperlihatkan penempatan sumur resapan dangkal dan

sumur resapan dalam.Sumur resapan dangkal cocok untuk daerah dengan muka air tanah bebas rendah (jauh di bawah muka tanah).Sedangkan sumur resapan dalam cocok untuk daerah dengan tekanan piezometrik akifer tertekan rendah, sementara muka air tanah bebasnya sangat dekat atau bahkan berada pada permukaan tanah akibat genangan.

Gambar 8 .Penempatan sumur resapan dangkal dan sumur resapandalam

a) Kapasitas sumur resapan dalam

Kapasitas sumur resapan dalam dapat didekati dengan persamaan dasar yang dikembangkan dari percobaan Darcy, yang menyatakan bahwa kapasitas akifer untuk meloloskan air tergantung pada permeabilitas lapisan akifer, tebal akifer, dan bedapotensiometric head. Secara matematis kapasitas sumur dalam dapat ditulis dalam bentuk:

dimana

Q = debit (m3/dt)

K = permeabilitas akifer (m/dt) B = tebal confined akuifer (m)

hi, h2 = ketinggian potentiometric surfacesumur pantau (m) r1,r2 = jarak sumur pantau terhadap pusat sumur pengisian(m)

Gambar 9 . Sumur resapan dalam

Jika tidak menggunakan sumur pantau, persamaan (4.18) dapat ditulis dalam bentuk lain menjadi

di mana

Q = debit (m3/dt)

K = permeabilitas akifer (m/dt) B = tebal confmed akuifer (m)

H = ketinggian potentiometric surface r = Jari-jari pipa (m) b) Konstruksi Sumur Resapan Dalam

Konstruksi sumur resapan dalam harus mampu menahan tekanan tanah yang cukup besar mengingat kedalamannya.Sumur bagian atas (lapisan tanah dengan muka air bebas) dibuat konstruksi kedap air untuk menghindari resapan air tanah ke dalam sumur. Pada bagian ini konstruksi sumur terbuat dari casing metal dengan diameter 36” pada bagian luar dan casing fibrocement diameter 12”

pada dinding dalam. Ruang diantara kedua pipa tersebut diisi dengan adukan semen (grouting).Pada bagian bawah (pada lapisan tertekan) konstruksi sumur terdiri dari pipa fibrocement yang berlubang-lubang sebagai dinding dalam, dinding luarnya berupa tanah.Ruang antaranya diisi dengan koral atau pasir kasar (Gambar 4.36).Sumur resapan dalam dapat dibuat tunggal maupun ganda.Sumur resapan tunggal hanya menembus satu lapisan akifer tertekan (Gambar 3.36 a), sedangkan sumur resapan ganda menembus dua lapisan tertekan (Gambar 3.36 b).Dalam hal yang kedua, pengisian juga terdiri dari dua pipa, masing-masing untuk akifer tertekan atas dan akifer tertekan bawah, keduanya dibatasi oleh pneumatic packer yang rapat air.

Untuk menghindari terjadinya pencemaran air tanah, maka air yang dimasukkan ke dalam sumur harus air yang bersih saja.Untuk itu konstruksi sumur perlu dilengkapi dengan kolam penyaring air.Air yang masuk kolam saringan khusus air hujan, tidak boleh bercampur dengan air limbah, karena

kolam saringan hanya menyaring kotoran padat dan sedimen. Hal ini perlu mendapat perhatian, mengingat pencemaran air tanah dalam akan sangat sulit dan mahal untuk pemulihannya.

3. Hukum Darcy

Hukum Darcy menjelaskan tentang kemampuan air mengalir pada rongga-rongga (pori) dalam tanah dan sifat-sifat yang memengaruhinya. Ada dua asumsi utama yang digunakan dalam penetapan hukum Darcy ini. Asumsi pertama menyatakan bahwa aliran fluida/cairan dalam tanah bersifat laminar. Sedangkan asumsi kedua menyatakan bahwa tanah berada dalam keadaan jenuh.

ν = k.i ... 47 dimana

v = kecepatan aliran (m/s atau cm/s) k = koefisien permeabilitas

i = gradien hidrolik

Lalu telah diketahui bahwa:

v = Q/At dan i=∆h/L ... 48 sehingga hukum Darcy bisa dinyatakan dengan persamaan:

Q= (k.A.t.∆h)/L ... 49 Dimana

A = luas penampang aliran (m2 atau cm2) t = waktu tempuh fluida sepanjang L (detik) Δh = selisih ketinggian (m atau cm)

L = panjang daerah yang dilewati aliran (m atau cm)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dokumen terkait