• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.3 Uji Asumsi Klasik

4.1.3.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel – variabel ini tidak orthogonal.

Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2016:103).

Pada penelitian ini digunakan nilai Variance Inflation Factor (VIF) sebagai indikator ada tidaknya multikolinearitas diantara variabel bebas.

Tabel 4.5

Hasil Uji Multikolinearitas

Model Collinearity statistics Regresi 2 Tolerance VIF 1 (constant) GCG (X) NPF (Z) 0,803 0,803 1,246 1,246 Sumber: Data diolah oleh peneliti tahun 2017

Berdasarkan tabel 4.5 di atas pada kelompok coefficients dimana Uji Multikolinearitas dengan criteria besaran VIF dan tolerance pedoman suatu model regresi yang bebas multiko adalah mempunyai nilai VIF disekitar angka 1 dan tidak melebihi 10 mempunyai angka tolerance mendekati 1, dimana tolerance = 1/VIF. Kesimpulan hasil analisis pada bagian coeficients terlihat nilai VIF untuk variabel X tidak melebihi nilai 10 dan nilai tolerance mendekati angka 1. Hal ini menunjukkan pada model ini tidak terdapat masalah multikolinieritas.

4.1.3.3 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual

Model Collinearity statistics Regresi 1 Tolerance VIF 1 (constant) GCG (X) 1,000 1,000

(kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series) karena “gangguan” pada seseorang individu/kelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individu/kelompok yang sama pada periode berikutnya (Ghozali, 2016:107).

Menurut (Ghozali, 2016:108) Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi salah satunya dengan menggunakan Uji Durbin – Watson (DW test). Dimana Uji Durbin Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag di antara variabel independen. Menurut (Aisyah, 2015:30) disebutkan bahwa Durbin dan Watson telah menetapkan batas atas (du) dan batas bawah (dL). Durbin dan Watson mentabelkan nilai du dan dL untuk taraf nyata 5% dan 1% yang selanjutnya dikenal dengan Tabel Durbin Watson. Selanjutnya Durbin dan Watson juga telah menetapkan kaidah keputusan sebagai berikut :

Tabel 4.6

Kaidah Keputusan Durbin dan Watson

Range Keputusan

0 < dw < dl Terjadi maslah autokorelasi yang positif yang perlu perbaikan

dl < dw < du Ada autokorelasi positif tetapi lemah, dimana perbaikan akan lebih baik

Du < dw < 4-du Tidak ada masalah autokorelasi

4-du < dw < 4-dl Masalah autokorelasi lemah, dimana dengan perbaikan akan lebih baik

4-dl < d Masalah autokorelasi serius Sumber : Aisyah, 2015:30

Uji korelasi dapat diketahui melalui uji Durbin dan Watson (DW). Untuk kriteria pengambilan keputusan bebas autokorelasi dengan melihat nilai Durbin dan Watson dimana jika nilai dw dekat dengan 2 maka asumsi tidak terjadi autokorelasi terpenuhi. Berikut ini adalah hasil uji autokorelasi Durbin dan Watson :

Tabel 4.7

Ringkasan Uji Durbin dan Watson

No dw dL 4-dL du 4-du Keterangan

1 Nilai 1,754 1,4754 2,525 1,5660 2,434 Tidak ada masalah autokorelasi Sumber : data diolah tahun 2017

No dw dL 4-dL du 4-du Keterangan

1 Nilai 2,003 1,4754 2,525 1,5660 2,434 Tidak ada masalah autokorelasi Sumber : data diolah tahun 2017

Berdasarkan tabel 4.7, dari hasil analisis output SPSS, yang menjadi penentu nilai du dan dL dengan tabel Durbin dan Watson. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam kedua uji pada tabel di atas dengan kiteria du < dw < 4-du bahwa tidak ada masalah autokorelasi atau dimana jika nilai dw dekat dengan 2 maka asumsi tidak terjadi autokorelasi terpenuhi. Pada uji pertama ditunjukkan dengan du < dw < 4-du (1,5660 < 1,754 < 2,434) yang berarti tidak ada masalah autokorelasi. Pada uji kedua ditunjukkan dengan du < dw < 4-du (1,5660 < 2,003 < 2,4342) yang berarti tidak ada masalah autokorelasi.

4.1.3.4 Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut

Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas. Kebanyakan data crossection mengandung situasi Heteroskedastisitas karena data ini menghimpundata yang mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang dan besar) (Ghozali, 2016:134). Ada beberapa uji statistic yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya Heteroskedastisitas, namun dalam penelitian ini menggunakan Uji Park. Dimana Park mengemukakan metode bahwa variance (S2) merupakan fungsi dari variabel – variabel independen yang dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut

Tabel 4.8

Hasil Uji Heteroskedastisitas Persamaan 1

Variabel Sig. Keterangan

GCG (X) 0,331 Homos

Persamaan 2

Variabel Sig. Keterangan

GCG (X) 0,623 Homos

NPF (Z) 0,210 Homos

Sumber : data diolah tahun 2017

Kriteria pengambilan keputusan uji heteroskedastisitas adalah apabila signifikansi hasil korelasi kecil dari 0,05 (5%) maka persamaan regresi tersebut mengandung heteroskedasitas dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 4.8 memberikan kesimpulan bahwa bahwa seluruh nilai signifikansi X terhadap Y lebih besar dari 0,05 (5%), yang artinya tidak mengandung heteroskedastisitas atau homokedastisitas. Diikuti dengan variabel X dan Z terhadap Y lebih besar dari 0,05 (5%). Artinya tidak ada korelasi antara besarnya data dengan residual sehingga bila data diperbesar tidak menyebabkan residual (kesalahan) semakin besar pula, sehingga model analisis path layak untuk digunakan.

Berdasarkan beberapa rangkaian uji asumsi klasik yang telah dilakukan, berikut ringkasan hasil dari uji asumsi klasik :

Tabel 4.9

Ringkasan Uji Asumsi Klasik

No Analisis Hasil Keterangan

1 Normalitas

Asymp. Sig (2-tailed) sebesar

0,496 dan lebih besar

dibandingkan 0,05. (lihat tabel 4.4).

Normal

2 Multikolinearitas

Nilai VIF berada disekiar angka 1 dan tidak melebihi 10 serta nilai tolerance berada disekitar angka 1. (lihat tabel 4.5)

Tidak terjadi multikolinearitas

3 Autokorelasi

- Pada uji pertama

ditunjukkan dengan du < dw < 4-du (1,5660 < 1,754 < 2,434) atau nilai dw berada dekat dengan 2 yang berarti tidak ada masalah autokorelasi. - Pada uji kedua

ditunjukkan dengan du < dw < 4-du (1,5660 < 2,003 < 2,4342) atau nilai dw berada dekat dengan 2 yang berarti tidak ada masalah autokorelasi. (lihat tabel 4.7) Tidak ada autokorelasi Tidak ada autokorelasi 4 Heteroskedastisitas

Pada uji heteroskedastisitas, tampak bahwa semua variabel menunjukkan nilai signifikansi X sampai Z lebih besar dari 0,05 (5%). (lihat tabel 4.8)

Tidak terdapat heteroskedastisistas

atau

homoskedastisistas