• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Persyaratan Analisis Data

Dalam dokumen Kemandirian Belajar (Halaman 71-77)

Motivasi Belajar

H. Uji Persyaratan Instrumen

I. Uji Persyaratan Analisis Data

Penelitian ini termasuk ke dalam statistik parametrik atau inferensial karena penganalisisan data dan pengambilan kesimpulannya didasarkan pada estimasi parameter dan pengujian hipotesis.Pengujian hipotesis dalam statistik parametrik harus memenuhi tiga persyaratan yaitu ―skala pengukuran serendah-rendahnya berskala interval, sampel berdistribusi normal dan sampel berasal dari populasi yang homogen‖ (Rusman, 2015 : 2003). Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai uji normalitas dan homogenitas yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam statisitik parametrik. Menurut Nuryadi (2017 : 79) uji normalitas didefinisikan sebagai ―suatu prosedur yang digunakan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau berada dalam sebaran normal‖. Terdapat berbagai rumus yang dapat digunakan

untuk menguji normalitas data diantaranya yaitu uji normalitas liliefors, uji normalitas kolmogorof-smirnov, uji normalitas chi square, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini uji normalitas yang digunakan oleh peneliti adalah menggunakan uji normalitas kolmogorof-smirnov dengan rumus sebagai berikut.

D = maksimum | | Keterangan :

D = statistik penguji kolmogorof-smirnov

F0 (X) = fungsi distribusi frekuensi kumulatif relative dari distribusi teoritis dalam kondisi H0.

SN (X) = fungsi distribusi kumulatif dari observasi sebanyak n.

Hipotesis yang diajukan dalam uji normalitas ini yaitu : H0 = sampel berdistribusi normal

H1 = sampel data berdistribusi tidak normal

Kriteria pengujiannya yaitu menolak H0 jika nilai hasil hitung D lebih besar dari nilai D dalam Tabel dengan alpha = 0,05 dan dk = n. Dan sebaliknya menerima H0 jika nilai hasil hitung D lebih kecil dari nilai D dalam Tabel dengan alpha = 0,05 dan dk = n.

Keputusan juga dapat diambil berdasarkan hasil hitung nilai Kolmogorov-Smirnov Z dengan rumus √ . Dengan kriteria pengujian jika nilai Kolmogorov-Smirnov Z > Z (0,05) maka H0 diterima, begitu pula sebaliknya (Nawari, 2010 : 216).

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas merupakan suatu prosedur uji statistic yang dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data berasal dari populasi yang memiliki varians yang sama (Nuryadi, 2017 :89). Jadi dapat dikatakan bahwa uji homogenitas merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah data penelitian yang diambil itu berasal dari populasi yang memiliki varians homogen (memiliki

karakteristik yang sama) atau tidak. Dalam penelitian ini uji homogenitas yang digunakan peneliti adalah Levene test dengan rumus sebagai berikut.

̅ ̅̅̅̅

̅ Keterangan :

N= jumlah seluruh sampel n= jumlah tiap kelompok K= jumlah kelompok sampel

di= nilai perbedaan sampel terhadap mean kelompoknya

dii= nilai perbedaan d antar kelompok terhadap mean perbedaan d antar kelompok.

Hipotesis yang diajukan yaitu sebagai berikut.

H0 = sampel berasal dari populasi yang bervarians homogen H1 = sampel tidak berasal dari populasi yang bervaians homogen Kriteria pengujian :

Memakai harga significancy. Bila memakai dimensi ini wajib dibanding dengan tingkatan alpha yang didetetapkan sebelumnya. Karena α yang ditetapkan sebesar 0,05 (5 %), maka kriterianya yaitu:

a. Tolak H0 apabila nilai Signifikansi (Sig) < 0.05 berarti distribusi sampel tidak homogen.

b. Terima H0 apabila nilai Signifikansi (Sig) > 0.05 berarti distribusi sampel homogen.

J. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Kelinieran

Sebelum uji hipotesis, dilakukan uji linieritas dan regresi. Untuk regresi linier yang diturunkan dari data X dan Y apakah sudah memiliki model regresi linier dan apakah koefisien arah berarti regresi linier atau tidak.

Rumus F = Keterangan :

S2TC = Varian Tuna Cocok

Kriteria pengujian.

a. Memakai koefisien signifikansi (Sig), ialah dengan metode menyamakan angka Sig. dari Deviation from linearity pada bagan ANOVA dengan α= 0,05 dengan patokan bila harga Sig. pada Deviation from linearity α hingga Ho diterima. Kebalikannya Ho tidak diterima.

b. Memakai harga koefisien F pada baris Deviation from linearity ataupun F Tuna Sesuai (TC) pada Bagan ANOVA dibanding dengan FTabel. Patokan pengujiannya merupakan Ho diperoleh bila Fhitung≤ FTabel dengan dk pembagi= 1 serta dk penyebut= k– 2. Kebalikannya Ho ditolak.

Kemudian Fhitung dikonsultasikan dengan FTabel pada taraf signifikansi 5%.

Apabila Fhitung sama dengan atau lebih kecil dari FTabel maka terdapat hubungan linear antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

Sebaliknya, jika Fhitung lebih besar dari FTabel maka hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat tidak linear.

2. Uji Multikolienaritas

Uji Multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel indenpenden yang memilki kemiripan antar variabel indenpenden dalam suatu model. Kemiripan antar variabel independen akan mengakibatkan korelasi yang sangat. Selain itu, menurut Sujarweni (2015: 185), uji ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi bias dalam mengembangkan gagasan tentang manfaat uji parsial versus uji dependen. Penelitian ini menggunakan dua metode uji multikolinear.

a. Menggunakan koefisien signifikansi dan kemudian membandingkan dengan tingkat alpha.

b. Menggunakan harga koefisien Pearson Correlation dengan penentuan harga koefisien sebagai berikut:

∑ ∑ ∑

√{ ∑ ∑ }{ ∑ ∑ }

Keterangan :

Rxy = Koefisien korelasi antaar variabel X dan Variabel Y X = Skor butir soal

Y = Skor total

N = Jumlah sampel (Arikunto, 2009: 72).

Rumusan hipotesis yaitu:

H0 : tidak terdapat hubungan antarvariabel independen.

Ha : terdapat hubungan antar variabel independen.

Kriteria pengujian sebagai berikut.

a. Apabila koefisien signifikansi < α maka terjadi multikolinearitas di antara variabel independennya.

b. Apabila rhitung< rTabel dengan dk = n dan α = 0,05 maka H0 ditolak sebaliknya jika rhitung> rTabel maka H0 diterima.

3. Uji Autokorelasi

Sudarmanto dalam Rusman (2015: 62), pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi di antara data pengamatan atau tidak.

Adanya autokorelasi dapat mengakibatkan penaksir mempunyai varians minimum, ada tidaknya autokorelasi dapat dideteksi dengan menggunakan uji Durbin-Watson ukuran yang digunakan untuk menyatakan ada atau tidaknya autokorelasi, yaitu apabila nilai statistik Durbin-Watson berada di antara angka 2 atau mendekati 2 maka data pengamatan tidak memiliki autokorelasi.

Tahap-tahap pengujian dengan uji Durbin-Waston adalah sebagai berikut : 1. Carilah nilai-nilai residu dengan OLS dari persamaan yang akan diuji dan

hitung statistik d dengan menggunakan persamaan:

2. Menentukan ukuran sampel dan jumlah variabel independen kemudian lihat Tabel Statistik Durbin-Waston untuk mendapatkan nilai-nilai kritis d yaitu nilai Durbin-Waston Upper, du dan nilai Durbin-Waston, d1. 3. Dengan menggunakan terlebih dahulu Hipotesis Nol bahwa tidak ada

autokorelasi positif dan Hipotesis Alternatif:

HO = r ≤ 0 (tidak ada autokorelasi positif)

Berdasarkan keadaan tertentu, terutama untuk menguji persamaan beda pertama, uji di dua sisi akan lebih tepat. Langkah-langkah 1 dan 2 persis sama di atas sedangkan langkah 3 adalah menyusun hipotesis nol bahwa tidak ada Autokorelasi.

Hipotesis yaitu.

H0 = Tidak terjadi adanya autokorelasi diantara data pengamatan.

Ha = Terjadi adanya autokorelasi diantara data pengamatan.

Kriteria pengujian sebagai berikut.

Apabila nilai statistik Durbin-Waston berada di antara angka 2 atau mendekati angka 2 maka dapat dinyatakan data pengamatan tersebut tidak memiliki autokorelasi, dalam hal sebaliknya maka dinyatakan terdapat autokorelasi.

4. Uji Heteroskedastisitas

Uji asumsi heteroskedastisitas ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah variasi residual absolut sama atau tidak sama untuk semua pengamatan.

Apakah asumsi tidak terjadinya heteroskedastisitas ini tidak terpenuhi, maka penaksir menjadi tidak lagi efisien bak dalam sampel kecil maupun besar dan estimasi koefisien dapat dikatakan menjadi kurang akurat (Sudarmanto dalam Rusman, 2015: 63). Pengujian heteroskedastisitas menggunakan teknik uji koefisien korelasi Spearman’s rho, yaitu mengkorelasikan variabel independen dengan residualnya. Pengujian menggunakan tingkat signifikansi 0,05. Jika korelasi antara variabel independen dengan residualnya memberikan signifikansi lebih dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Pengujian rank korelasi Spearman koefisien korelasi rank dari Sperman didefinisikan sebagai berikut :

 



  

1 6 221 N N

rs di

Dimana:

d1 = Perbedaan dalam rank yang diberikan kepada 2 karakteristik yang berbeda dari individu atau fenomena ke i.

n = Banyaknya individu atau fenomena yang diberi rank.

Koefisien korelasi rank tersebut dapat dipergunakan untuk deteksi heteroskedastisitas sebagai berikut.

Asumsikan:

i

i X U

Y 0 1 1

Langkah I cocokkan regresi terhadap data mengenai Y residual ei Langkah II dengan mengabaikan tanda ei dan Xi sesuai dengan urutan

yang meningkat atau menurun dan menghitung koefisien rank korelasi Spearman

 



  

1 6 221 N N

rs di

Langkah III dengan mengasumsikan bahwa koefisien rank korelasi populasi Ps adalah 0 dan N > 8 tingkat signifikan dari rs yang di sampel depan uji dengan pengujian t sebagai berikut.

2 2

1 s

N s

r t r

  Dengan derajat kebebasan = N-2 Kriteria pengujian:

Bila angka t yang dihitung melampaui angka t kritis, kita dapat menerima dugaan terdapatnya heteroskedastisitas, jika tidak kita dapat menolaknya. Bila bentuk regresi mencakup lebih dari satu variabel X, r2 bisa dihitung antara e1 serta masing-masing variabel X secara terpisah serta bisa diuji tingkatan penting dengan cara statistik, dengan pengujian t.

Dalam dokumen Kemandirian Belajar (Halaman 71-77)

Dokumen terkait