• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anova: Two-Factor With Replication

SUMMARY Alami Transplant Total

Metanol Count 2 2 4 Sum 5852.86 2450.93 8303.79 Average 2926.43 1225.465 2075.948 Variance 25.4898 4526.7612 965944.7 Etil asetat Count 2 2 4 Sum 7905.75 5971.603 13877.35 Average 3952.875 2985.8015 3469.338 Variance 443446.5 2454.412 460377.4 Heksana Count 2 2 4 Sum 8348.64 8341.96 16690.6 Average 4174.32 4170.98 4172.65 Variance 7364.125 36595.946 14657.08 Total Count 6 6 Sum 22107.25 16764.493 Average 3684.542 2794.0822 Variance 444814.8 1765980.9 ANOVA

Source of Variation SS df MS F P-value F crit

Sample 9109795 2 4554898 55.2764 0.000136 5.143253

Columns 2378754 1 2378754 28.8676 0.001707 5.987378

Interaction 1449770 2 724884.9 8.796911 0.016446 5.143253

Within 494413.3 6 82402.21

Total 13432733 11

Uji Lanjut dengan Uji BNT (Beda Nyata Terkecil)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 September 1988 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, putra

pasangan Bapak (Alm) Yusron dan Ibu Rohmania. Pendidikan formal penulis dimulai dari TK Aisyiyah 27 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1994, kemudian melanjutkan pendidikan di SDN Duren 5 Bekasi Timur dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMP Negeri 2 Bekasi dan lulus pada tahun 2003. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMA Negeri 2 Bekasi dan lulus pada tahun 2006.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan pada tahun 2007 diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Selama perkuliahan, penulis aktif sebagai staf Departemen Politik dan Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (BEM TPB) 2007, staf Departemen Budaya Olahraga dan Seni (BOS) Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM KM IPB) 2008, Kepala Departemen Hubungan Luar dan Komunikasi (HUBLUKOM) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEM FPIK) 2009, Keluarga Mahasiswa Bekasi IPB (KEMSI IPB), dan Forum Keluarga Muslim FPIK (FKM-C). Penulis juga tercatat sebagai asisten praktikum mata kuliah Oseanografi Umum selama tiga tahun yaitu pada tahun ajaran 2008-2009, 2009-2010, dan sebagai Koordinator Asisten pada 2010-2011.

Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Kandungan Senyawa Bioaktif Antioksidan Karang Lunak

Sarcophyton sp. Alami dan Transplantasi di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu”, dibawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA dan Ibu Dr. Ir. Nurjanah, MS.

1.1. Latar Belakang

Kemajuan teknologi yang terjadi memacu terbentuknya masyarakat modern, namun penggunaan berbagai teknologi tersebut dapat mengakibatkan timbulnya efek samping berupa pencemaran. Pencemaran yang terjadi di kota-kota besar dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan.

Sumber pencemar dapat berasal dari asap kendaraan bermotor, pembuangan industri, asap rokok, pendingin ruangan dan kebakaran hutan. Banyaknya pencemaran yang terjadi disertai dengan pola makan yang tidak baik dapat memicu terbentuknya radikal bebas sebagai hasil samping dari proses

metabolisme tubuh. Radikal bebas selanjutnya merusak sel dan jaringan dalam tubuh, sehingga menimbulkan berbagai penyakit degeneratif, antara lain kanker, penuaan dini, dan kardiovaskuler.

Radikal bebas dapat diatasi dengan adanya senyawa antioksidan. Senyawa ini mampu meredam kerja radikal bebas dan mengubahnya menjadi senyawa non radikal. Antioksidan sebenarnya sudah terdapat di dalam tubuh manusia, namun saat pasokan radikal bebas terlalu banyak didalam tubuh maka antioksidan dari luar sangat dibutuhkan. Sumber antioksidan alami dapat berupa buah dan sayur dan juga berupa antioksidan sintetik yaitu butylated hidroxy toluene (BHT). Usaha untuk mencari sumber-sumber antioksidan terus dilakukan dan tidak hanya berpatokan pada sumber dari terrestrial (daratan) namun juga mulai merambah ke sumberdaya laut.

Sarcophyton sp. merupakan jenis karang lunak yang berpotensi untuk dijadikan sumber antioksidan. Hardiningtyas (2009) melaporkan bahwa karang lunak Sarcophyton sp. memiliki kandungan antibakteri. Selain itu beberapa penelitian aktivitas antioksidan dan kandungan bioaktif juga telah dilakukan pada biota laut lainnya, antara lain keong mas Pomacea canaliculata Lamarck

(Susanto, 2010), kerang pisau Solen sp. (Izzati, 2010), keong melo Melo melo

(Naryuningtyas, 2010), dan lili laut Comaster sp. (Safitri, 2010).

Usaha transplantasi yang dilakukan terhadap Sarcophyton sp. selain untuk memperbanyak dan melestarikan spesies juga dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan, sehingga pemanfaatan Sarcophyton sp. sebagai sumber antioksidan tidak hanya dari karang lunak alami namun juga dari karang lunak hasil

transplantasi. Jika pemanfaatan antioksidan hanya dari karang lunak alami maka dikhawatirkan stok karang lunak Sarcophyton sp. di alam makin terancam kelestariannya karena tidak ada upaya perbanyakan biomassa melalui

transplantasi. Penelitian transplantasi karang lunak Sarcophyton sp. sebelumnya telah dilakukan oleh Hakim (2010) mengenai perkembangan dan pertumbuhan fragmentasi buatan dari karang lunak Sarcophyton crassocaule dan Rahmawati (2010) mengenai pertumbuhan dan sintasan transplan karang lunak

Sarcophyton sp.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh transplantasi terhadap aktivitas antioksidan dan kandungan senyawa bioaktif pada karang lunak

2.1. Biologi Karang Lunak Sarcophyton sp.

Sarcophyton sp. adalah karang lunak sub-kelas Alcyonaria yang memiliki tangkai dan ukuran koloni yang besar. Koloni karang ini mampu mencapai ukuran 1,5 m, namun pada umumnya berukuran 10-20 cm (Fabricius, 1995). Taksonomi karang lunak Sarcophyton sp. menurut Lesson (1839) in

Hardiningtyas (2009) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Coelenterata Kelas : Anthozoa

Sub-kelas : Octocorallia (Alcyonaria) Ordo : Alcyonacea

Famili : Alcyoniidae

Genus : Sarcophyton

Octocorallia bersifat kosmopolit namun untuk genus Sarcophyton hanya ditemukan di wilayah Indo-Pasifik. Genus Sarcophyton memiliki dua tipe polip, yaitu autosoid dan sifonosoid. Polip sifonoid ini lebih kecil ukurannya dari autosoid dan tidak memiliki tentakel atau memiliki tentakel yang belum sempurna (Manuputty, 2005).

Alga simbion zooxanthellae yang hidup di dalamnya menyokong kebutuhan nutrisi dari Sarcophyton sp. yang diperoleh dari hasil fotosintesis dengan bantuan sinar matahari. Makanan lainnya yang juga dapat diperoleh yaitu mikroplankton, larva udang, dan segala makanan yang mampu didapatkan oleh jenis invertebrata

Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi Karang Lunak Sarcophyton sp. Hasil Transplantasi di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu

Terumbu karang termasuk karang lunak Sarcophyton sp. tumbuh dan

berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25°C tetapi dapat mentoleransi suhu sebesar 36-40°C dan salinitas sebesar 32-35 ‰. Habitatnya harus berada pada rataan terumbu karang yang mendapatkan sinar matahari sehingga zooxanthellae yang hidup di dalam jaringan karangnya mampu

melakukan fotosintesis. Gelombang laut memberikan pasokan oksigen terlarut, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada koloni atau polip karang, namun gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur karang lunak (Nybakken, 1982).

2.2. Transplantasi Karang Lunak

Transplantasi karang merupakan upaya memperbanyak koloni karang dengan metode fragmentasi dan koloni tersebut diambil dari induk koloni tertentu di alam.

Transplantasi karang dilakukan dengan memotong-motong karang hidup lalu ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan. Tujuan transplantasi karang adalah mempercepat regenerasi terumbu karang yang dapat dimanfaatkan untuk perdagangan dan peningkatan kualitas habitat/koloni karang. Kegiatan

transplantasi karang merupakan salah satu usaha pengembangan populasi berbasis alami di habitatnya atau habitat buatan untuk produksi anakan yang dapat dipanen secara berkelanjutan (Ditjen PHKA, 2008).

Menurut Soedharma dan Arafat (2005) manfaat transplantasi karang adalah mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak, merehabilitasi lahan kosong atau yang rusak, menciptakan komunitas baru dengan memasukkan spesies baru ke dalam ekosistem terumbu karang di daerah tertentu,

mengkonservasi plasma nutfah, dan memenuhi keperluan perdagangan. Menurut Hakim (2010) tingkat kelangsungan hidup karang lunak Sarcophyton crassocaule

yang ditransplantasikan mencapai 88,33-100% pada dua kedalaman yang berbeda.

2.3. Senyawa Bioaktif Karang Lunak

Menurut Khatab (2008) in Hardiningtyas (2009) senyawa bioaktif adalah senyawa kimia aktif yang dihasilkan oleh organisme melalui jalur biosintetik metabolit sekunder. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh karang lunak memiliki keragaman yang tinggi dan struktur kimia yang unik. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingginya keanekaragaman organisme laut dan pengaruh lingkungan laut, yaitu salinitas, intensitas cahaya, arus, dan tekanan. Menurut Muniarsih (2005), metabolit sekunder diproduksi oleh organisme pada saat kebutuhan metabolisme primer sudah terpenuhi dan digunakan dalam mekanisme

evolusi atau strategi adaptasi lingkungan. Kompetisi ruang dan makanan yang kuat juga mendorong organisme laut menghasilkan metabolit sekunder.

Harper (2001) in Hardiningtyas (2009) menjelaskan bahwa karang lunak menghasilkan senyawa metabolit sekunder berfungsi untuk menghadapi serangan predator, media kompetisi, mencegah infeksi bakteri, membantu proses

reproduksi, dan mencegah sengatan sinar ultraviolet. Karang lunak menghasilkan beberapa dari golongan senyawa hasil metabolit sekunder, antara lain alkaloid, steroid, flavonoid, fenol, saponin, dan peptida. Karang lunak Sarcophyton sp. dilaporkan memiliki kandungan senyawa bioaktif alkaloid, steroid, dan flavonoid (Hardiningtyas, 2009). Struktur kimia dari senyawa flavonoid, yaitu flavonol, flavones, dan flavanone dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Kimia Flavonol, Flavones, dan Flavanone (USDA, 2003)

Zocchi et al. (2002) in Ismet (2007) melaporkan bahwa kenaikan suhu dapat mengaktivasi pembentukan ADP-ribosa cylase yang berperan dalam sekresi insulin dan proliferase sel. Penelitian yang dilakukan terhadap Axinella polypoides menunjukkan bahwa stimulasi suhu pada jangka pendek dapat menyebabkan penurunan asam amino yang berkepanjangan dan meningkatkan laju respirasi. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap produksi

senyawa metabolit sekunder (komponen bioaktif) karena beberapa senyawa metabolit sekunder merupakan hasil samping dari metabolisme primer termasuk asam amino.

Adanya limbah organik yang menyebabkan lingkungan perairan menjadi subur juga berpengaruh terhadap kandungan bioaktif karang lunak. Perairan yang subur menyebabkan banyaknya alga yang tumbuh di kolom perairan sehingga terjadinya kompetisi dalam memperoleh cahaya matahari. Semakin banyaknya alga yang hidup di kolom perairan (marak alga), maka semakin sedikit cahaya yang mencapai habitat karang lunak sehingga zooxanthellae yang bersimbion di dalam tubuh karang lunak tidak mampu untuk berfotosintesis dan kemudian mati (coral bleaching). Zooxanthellae diduga memiliki kandungan bioaktif yang akan terdeteksi ketika dilakukan ekstraksi terhadap karang lunak.

2.4. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah atom atau gugus atom yang memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan. Adanya elektron tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan. Radikal ini akan merebut elektron dari molekul lain yang ada di sekitarnya untuk menstabilkan diri

sehingga senyawa kimia ini sering dihubungkan dengan terjadinya kerusakan sel, kerusakan jaringan, dan proses penuaan (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Radikal bebas dapat bekerja dengan aman dan efektif dalam tubuh manusia bila jumlahnya tidak berlebihan. Radikal bebas mempunyai aktivitas sinergistik dalam tubuh manusia, yaitu tidak hanya berfungsi untuk menumpas bakteri, virus, atau benda asing lain yang bertumpuk di tubuh dalam sistem imun tapi juga

menyerang jaringan tubuh dan menghasilkan efek sitotoksik yang berbahaya (Fang et al., 2002).

Radikal bebas memiliki reaktivitas yang sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh sifatnya yang segera menarik atau menyerang elektron di sekelilingnya. Reaktivitas radikal bebas merupakan upaya untuk mencari pasangan elektron. Sebagai dampak dari kerja radikal bebas tersebut maka akan terbentuk radikal bebas baru yang berasal dari atom atau molekul yang elektronnya diambil untuk berpasangan dengan radikal sebelumnya. Namun bila dua senyawa radikal bertemu maka elektron-elektron yang tidak berpasangan dari kedua senyawa tersebut akan bergabung dan membentuk ikatan kovalen yang stabil. Sebaliknya, bila senyawa radikal bebas bertemu dengan senyawa yang bukan radikal bebas maka akan terjadi tiga kemungkinan, yaitu : radikal bebas akan memberikan elektron yang tidak berpasangan kepada senyawa bukan radikal bebas, radikal bebas menerima elektron dari senyawa bukan radikal bebas, radikal bebas bergabung dengan senyawa bukan radikal bebas (Winarsi, 2007).

Radikal bebas dapat terbentuk melalui dua cara, yaitu secara endogen dan secara eksogen. Radikal bebas juga dapat terbentuk dari senyawa lain yang bukan radikal bebas tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas. Sumber-sumber radikal bebas yang bersifat endogen dan eksogen dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sumber Endogen dan Eksogen Radikal Bebas di dalam Tubuh Manusia

Endogen Eksogen

Mitokondria Rokok

Fagosit Polutan lingkungan

Reaksi yang melibatkan logam transisi Radiasi

Jalur Arakhidonat Obat tertentu

Peroksisom Pestisida

Olahraga Anestesi

Peradangan Larutan industri

Iskemia Ozon

Xantin oksidase

Sumber: Tuminah (2000) in Andriyanti (2009)

2.5. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam (Suhartono et al., 2002). Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik) (Dalimartha dan Soedibyo, 1999). Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terdapat radikal berlebih dalam tubuh maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen atau tambahan antioksidan dari luar tubuh. Adanya kekhawatiran akan kemungkinan efek samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (Rohdiana, 2001 dan Sunarni, 2005).

Menurut Coppen (1983) in Trilaksani (2003), antioksidan diharapkan memiliki ciri-ciri diantaranya aman dalam penggunaan, tidak memberi flavor, odor, dan warna pada produk, efektif pada konsentrasi rendah, tahan terhadap

proses pengolahan produk (berkemampuan antioksidan yang baik), dan tersedia dengan harga yang murah.

Antioksidan menghambat pembentukan radikal bebas dengan bertindak sebagai donor H terhadap radikal bebas sehingga radikal bebas berubah menjadi bentuk yang lebih stabil (Aini, 2007). Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan radikal bebas, menghambat terjadinya penyakit degeneratif dan menghambat peroksidase lipid pada makanan.

Meningkatnya minat untuk mendapatkan antioksidan alami terjadi beberapa tahun terakhir ini. Antioksidan alami umumnya mempunyai gugus hidroksi dalam struktur molekulnya (Sunarni, 2005). Struktur molekul senyawa radikal bebas DPPH (diphenylpicrylhidrazyl) sebelum dan sesudah berikatan dengan elektron dari senyawa lain dapat dilihat di Gambar 3.

Gambar 3. Struktur kimia senyawa DPPH radikal bebas dan non radikal (Molyneux, 2004)

Untuk mengetahui aktivitas antioksidan pada suatu bahan dapat dilakukan pengujian terhadap bahan tersebut. Metode pengujian aktivitas antioksidan yang dapat digunakan diantaranya metode DPPH (Blois, 1958 in Hanani, 2005), metode NBT (Nurjanah et al., 2009), metode Tiosianat (Mun’im et al., 2003 in

Hanani, 2005), metode malonaldehida (Kikuzaki dan Nakatani, 1993, in Septiana

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2010 di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada koordinat 106˚ 36’ 42,5” BT dan 5˚ 44’ 3,7” LS. Lokasi pengambilan sampel dapat dilihat di Gambar 4.

Gambar 4. Lokasi Pengambilan Sampel Karang Lunak Sarcophyton sp. Alami dan Hasil Transplantasi di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka,

Kepulauan Seribu

Kegiatan transplantasi dilakukan oleh Hakim (2010) pada bulan September 2008 pada dua kedalaman, yaitu 3 dan 12 meter di Area Perlindungan Laut, Pulau Pramuka, Kep. Seribu. Sampel karang lunak Sarcophyton sp. yang digunakan dalam penelitian ini adalah karang lunak Sarcophyton sp. yang berada di

mendapatkan sinar matahari yang cukup sehingga karang lunak Sarcophyton sp. dapat tumbuh secara optimal.

Penelitian laboratorium dilakukan pada bulan Juli-November 2010 bertempat di Laboratorium Kering Hidrobiologi Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB, Laboratorium Produktivitas Lingkungan Departemen Manajemen

Sumberdaya Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, dan

Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan IPB.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk mengambil sampel karang lunak adalah peralatan SCUBA, cool box, alat tulis, dan pisau selam untuk mengambil sampel. Bahan yang digunakan selama kegiatan laboratorium yaitu karang lunak Sarcophyton sp. alami dan hasil transplantasi, pelarut metanol p.a., pelarut etil asetat p.a., pelarut heksana p.a., aquades, larutan DPPH, dan berbagai pereaksi uji fitokimia. Alat yang digunakan diantaranya orbital shaker, kertas saring kasar dan whatman, spektrofotometer, labu erlenmeyer, timbangan digital, freezer, tabung reaksi, gelas ukur, vacuum evaporator, pipet tetes, dan pipet mikro.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Pengambilan Sampel Alami dan Transplantasi

Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada kedalaman 3 meter di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka Kepulauan Seribu, tepatnya pada 106˚ 36’ 42,5” BT dan 5˚ 44’ 3,7” LS. Pengambilan sampel menggunakan alat SCUBA

dan pisau untuk memotong karang lunak dari substratnya dan ditempatkan di keranjang jaring. Karang lunak Sarcophyton sp. yang berada di Area

Perlindungan Laut tersebut diambil sebanyak 300 g untuk sampel alami dan 300 g untuk sampel hasil transplantasi. Kemudian sampel dipindahkan ke cool box yang telah diisi dengan es batu dan blue ice sehingga suhunya tetap rendah agar enzim dan bakteri pembusuk yang mempercepat pembusukan menjadi tidak aktif. Sampel dibawa ke laboratorium dan dimasukkan ke dalam freezer agar sampel tetap berada pada suhu rendah sehingga tidak terjadi pembusukan sebelum dilakukan tahap selanjutnya yaitu ekstraksi senyawa aktif.

3.3.2. Ekstraksi Senyawa Bioaktif

Sampel Sarcophyton sp. dipotong kecil-kecil dan kemudian ditimbang masing-masing 50 g untuk dimaserasi dengan perbandingan sampel dan pelarut 1:4 selama 3 x 24 jam. Ekstraksi ini menggunakan metode ekstraksi tunggal, yaitu setiap pelarut dicampurkan dengan sampel yang belum pernah dilarutkan dengan pelarut lain sebelumnya. Pada setiap sampel (50 g) ditambahkan pelarut (200 ml) dengan tujuan agar komponen bioaktif pada sampel karang lunak

Sarcophyton sp. terlarut dalam pelarut tersebut. Masing-masing pelarut mewakili senyawa dengan tingkat kepolaran yang berbeda, metanol p.a. sebagai pelarut polar, etil asetat p.a. sebagai pelarut semi polar, dan heksana p.a. sebagai pelarut non polar. Kemudian hasil maserasi dari masing-masing pelarut disaring

menggunakan kertas saring kasar dan whatman hingga diperoleh filtrat dan residu. Penyaringan ini dilakukan setiap 24 jam sekali dari maserasi. Filtrat hasil

menggunakan vacuum evaporator hingga didapatkan pelarut dan ekstrak yang terpisah. Diagram alir proses ekstraksi senyawa bioaktif menggunakan pelarut metanol p.a, etil asetat p.a, dan heksana p.a dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram Alir Proses Ekstraksi Senyawa Bioaktif (Pramadhany, 2006

in Andriyanti, 2009 yang dimodifikasi)

3.3.3. Uji Aktivitas Antioksidan

Uji aktivitas antioksidan dilakukan untuk mengetahui kemampuan karang lunak Sarcophyton sp. untuk menghambat aktivitas radikal bebas. Setelah didapatkan ketiga jenis ekstrak maka langkah selanjutnya ialah melakukan uji

Sarcophyton sp. 50 g

Maserasi 3 x 24 jam dengan metanol p.a. (200 ml)

Filtrasi setiap 24 jam sekali Residu Evaporasi Filtrat Ekstrak metanol p.a.

Maserasi 3 x 24 jam dengan etil asetat p.a. (200 ml)

Filtrasi setiap 24 jam sekali Residu Evaporasi Filtrat Ekstrak etil asetat p.a.

Maserasi 3 x 24 jam dengan heksana p.a. (200 ml)

Filtrasi setiap 24 jam sekali Residu Evaporasi Filtrat Ekstrak heksana p.a.

aktivitas antioksidan dengan menggunakan DPPH (2,2 diphenyl 1-picrylhydrazil). Larutan DPPH yang digunakan, dibuat dengan melarutkan kristal DPPH sebanyak 0,0197 gram dalam pelarut metanol p.a. dengan konsentrasi 1 mM. Larutan induk dari masing-masing ekstrak kasar dibuat dengan mencampurkan ekstrak kasar tersebut dengan metanol p.a. sebanyak 50 ml. Setelah itu diencerkan

konsentrasinya menjadi 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, dan 800 ppm. Kemudian dari masing-masing konsentrasi tersebut diambil 4 ml dan dicampurkan dengan larutan DPPH 1 ml. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit, kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Pengujian ini dilakukan dari konsentrasi 200 ppm berurutan hingga 800 ppm. Diagram alir proses uji DPPH dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Diagram Alir Uji Aktivitas Antioksidan Karang Lunak

Sarcophyton sp. Alami dan Hasil Transplantasi (Blois, 1958 in

Hanani et al., 2005 yang dimodifikasi)

Diagram alir pada Gambar 6 berlaku untuk setiap ekstrak dari sampel karang lunak alami dan transplantasi dengan pelarut metanol p.a., etil asetat p.a., dan heksana p.a. Pengujian kualitatif dari metode DPPH yaitu dengan melihat warna larutan sampel ketika dicampurkan dengan DPPH. Adanya perubahan warna ungu pada DPPH menjadi ungu yang lebih muda atau adanya warna kuning ketika pencampuran dilakukan menandakan terdapatnya aktivitas antioksidan pada larutan sampel karang lunak tersebut. Pengujian kuantitatif metode DPPH dilakukan dengan cara menghitung nilai persen inhibisi dan dilanjutkan dengan perhitungan nilai IC50. Persen inhibisi adalah nilai penghambatan radikal bebas

Ekstrak 0,05 gram

Larutan sampel 4 ml dicampurkan dengan larutan DPPH 1 ml Pengenceran dengan metanol p.a.

400 ppm (10 ml) 200 ppm (10 ml) 600 ppm (10 ml) 800 ppm (10 ml)

Inkubasi 30 menit pada suhu 37˚C

Ukur absorbansi dengan panjang gelombang 517 nm

sedangkan IC50 atau Inhibitor Concentration 50% menyatakan konsentrasi larutan

sampel yang dibutuhkan untuk mereduksi DPPH sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50 maka semakin besar aktivitas antioksidan pada suatu bahan.

Molyneux (2004) menyatakan bahwa metode uji aktivitas antioksidan dengan DPPH merupakan yang metode yang paling banyak digunakan. DPPH

(diphenylpicrylhydrazyl) merupakan senyawa radikal bebas yang larut dalam pelarut polar seperti metanol dan etanol. DPPH merupakan radikal yang stabil yang dapat diukur intensitasnya pada panjang gelombang 515 nm (Rohman dan Riyanto, 2005).

3.3.4. Uji Fitokimia (Harbonne, 1987)

Sampel yang diambil untuk diuji fitokimia adalah ekstrak karang lunak dari pelarut yang memiliki nilai IC50 paling besar. Uji fitokimia bertujuan untuk

menentukan komponen bioaktif yang terkandung dalam suatu bahan. Identifikasi kandungan bioaktif dalam karang lunak Sarcophyton sp. dilakukan dengan pengujian berikut:

a. Uji Alkaloid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu pereaksi Dragendroff, Meyer dan Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer membentuk endapan putih kekuningan, dengan pereaksi Wagner membentuk endapan cokelat dan dengan pereaksi Dragendroff membentuk endapan merah sampai jingga. Berikut ini prosedur dalam pembuatan pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendroff:

1. Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 gram HgCl2 dengan

0,5 gram kalium iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml dengan labu takar. Pereaksi tidak berwarna.

2. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades dipipet kemudian 2,5 gram iodin dan 2 gram kalium iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat. 3. Pereaksi Dragendroff dibuat dengan cara 0,8 bimut subnitrat ditambahkan 10

ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang

Dokumen terkait