• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Uji Validitas dan Reliabilitas

Ginting dan Situmorang (2008:172) menyebutkan bahwa validitas menunjukkan seberapa nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas berhubungan dengan ketepatan alat ukur melakukan tugasnya mencapai sasarannya. Pengukuran dikatakan valid jika mengukur tujuannya dengan nyata atau benar.

Uji validitas ini dilakukan pada 30 orang mahasiswa Fakultas Psikologi USU. Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS 15.0 for

Windows, dengan kriteria sebagai berikut:

1) Jika r hitung > r tabel, maka pertanyaan dinyatakan valid. 2) Jika r hitung < r tabel, maka pertanyaan dinyatakan tidak valid. b. Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan akurasi dan konsistensi dari pengukurannya. Dikatakan konsisten jika beberapa pengukuran terhadap subyek yang sama diperoleh hasil yang tidak berbeda.

Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS 15.0

for Windows. Menurut Ghozali (2005) dalam Ginting dan Situmorang (2008:185),

suatu konstruk atau variabel dinyatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach

Alpha > 0,60 atau nilai Cronbach Alpha > 0,80

9. Metode Analisis Data a. Metode Analisis Deskriptif

Merupakan metode yang dilakukan dengan mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti.

b. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik digunakan untuk melihat atau menguji suatu model yang termasuk layak atau tidak layak digunakan dalam penelitian.

Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel independen dan variabel dependen mengikuti atau mendekati distribusi normal (Situmorang, dkk, 2008:55)

2) Uji Heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual suatu pengamatan yang lain tetap, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas.

3) Uji Multikolinieritas

Uji ini bertujuan untuk menguji suatu model apakah dalam model sebuah regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Hubungan linier antar variabel independen inilah yang disebut dengan multikolinieritas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen.

Menurut Situmorang, dkk (2008), adanya multikoliniearitas dapat dilihat dari tolerance value atau nilai Variance Inflation Factor (VIF). Batas tolerance

value adalah 0,1 dan batas VIF adalah 5, dimana:

a) Tolerance value < 0,1 atau VIF > 5 maka terjadi multikolinieritas

c. Metode Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda dilakukan untuk mengadakan prediksi nilai dari variabel terikat yaitu brand loyalty (Y) dengan ikut memperhitungkan nilai-nilai variabel bebas yang terdiri dari perceived quality (X1) dan brand association (X2) sehingga dapat diketahui pengaruh positif atau negatif faktor-faktor tersebut terhadap brand loyalty (loyalitas merek) mie instan merek Indomie di Fakultas Psikologi USU. Analisis regresi linear berganda dalam penelitian ini menggunakan bantuan aplikasi software SPSS 15.0 for windows.

Adapun model persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + e

Dimana :

Y = brand loyalty (loyalitas merek) mie instan merek Indomie X1 = perceived quality (persepsi kualitas)

X2 = brand association (asosiasi merek) a = konstanta

b1b2 = koefisien regresi variabel X e = error term

Suatu perhitungan secara statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada di dalam daerah kritis (daerah dimana H0 ditolak). Sebaliknya, disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima.

d. Uji Hipotesis

Model regresi yang sudah memenuhi syarat asumsi klasik akan digunakan untuk menganalisis kelanjutan data melalui pengujian hipotesis sebagai berikut : 1) Uji Signifikansi Simultan (Uji-F)

Uji-F dilakukan untuk melihat secara bersama-sama apakah ada pengaruh positif dan signifikan dari variabel bebas (X1 dan X2) terhadap variabel terikat (Y). Model hipotesis yang digunakan dalam uji F statistik ini adalah :

a) Ho : b1 = b2 = 0, artinya variabel bebas (X1 dan X2) yaitu berupa variabel

perceived quality dan brand association secara bersama-sama tidak

berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel terikat (Y), yaitu brand

loyalty.

b) Ha : b1 ≠ b2 ≠ 0, artinya variabel bebas (X1 dan X2) yaitu berupa variabel

perceived quality dan brand association secara bersama-sama berpengaruh

positif dan signifikan terhadap variabel terikat (Y), yaitu brand loyalty. Kriteria uji yang digunakan yaitu :

a) H0 diterima bila F hitung < F tabelpada α = 5% b) Ha diterima bila F hitung > F tabel pada α = 5%

2) Uji Signifikansi Parsial (Uji-t)

Uji-t dilakukan untuk menguji setiap variabel bebas (X1) apakah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (Y) secara parsial. Bentuk pengujiannya adalah:

a) H0 : b1, b2 = 0, artinya variabel bebas (X1 dan X2) yaitu berupa variabel

perceived quality dan brand association secara parsial tidak berpengaruh

positif dan signifikan terhadap variabel terikat (Y) yaitu brand loyalty.

b) Ha : b1, b2 ≠ 0, artinya variabel bebas (X1 dan X2) yaitu berupa variabel

perceived quality dan brand association secara parsial berpengaruh positif dan

signifikan terhadap variabel terikat (Y) yaitu brand loyalty. Kriteria pengambilan keputusan:

a) H0 diterima jika thitung < t tabel pada α = 5% b) Ha diterima jika thitung > t tabel pada α = 5% 3) Pengujian Koefisien Determinan (R2)

Koefisiensi determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa kemampuan model dalam menerangkan variabel terikat. Jika R2 semakin besar (mendekati satu), maka dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel bebas (X1 dan X2) adalah besar terhadap variabel terikat (Y). Hal ini berarti model yang digunakan semakin kuat untuk menerangkan pengaruh variabel bebas yang diteliti terhadap variabel terikat. Sebaliknya, jika R2 semakin mengecil (mendekati nol) maka dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel bebas (X1 dan X2) terhadap variabel terikat (Y) semakin kecil. Hal ini berarti model yang digunakan tidak kuat untuk menerangkan pengaruh variabel bebas yang diteliti terhadap variabel terikat.

BAB II

URAIAN TEORETIS

A. Penelitian Terdahulu

Asisi (2007) melakukan penelitian yang berjudul ”Analisis Perbandingan

Brand Equity Indomie dengan Mie Sedaap (Studi Kasus Pada Mahasiswa

Universitas Negeri Semarang)”. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif prosentase dan analisis uji beda T-Test dengan bantuan program SPSS Windows Release 12.0. Penelitian ini menyimpulkan bahwa brand association Indomie lebih baik daripada Mie Sedaap, dimana mean

brand associations Indomie lebih besar dari Mie Sedaap yaitu sebesar 19.0052 >

18.3750. Penelitian ini juga menyatakan bahwa perceived quality Indomie lebih baik daripada Mie Sedaap, dimana mean perceived quality Indomie lebih besar dari Mie Sedaap yaitu sebesar 27.3854 > 26.5469. Dalam penelitian ini, brand

loyalty Indomie juga lebih besar dibandingkan dengan Mie Sedaap, dimana mean brand loyalty Indomie lebih besar dari Mie Sedaap yaitu sebesar 22.9583>

22.5052.

Ginting (2008) melakukan penelitian yang berjudul: ”Pengaruh Ekuitas Merek (Brand Equity) Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Sony Ericsson Pada Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara”. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis regresi linear berganda. Penelitian ini menyimpulkan bahwa secara parsial asosiasi merek yang paling dominan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen Sony Ericsson. Selain itu, variabel kesadaran merek, kesan kualitas, dan asosiasi merek, secara

bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen Sony Ericsson pada mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Hutauruk (2008), melakukan penelitian yang berjudul: “Pengaruh Sikap Konsumen Tentang Penerapan Program Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Brand Loyalty Sabun Mandi Lifebuoy pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara”. Penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana, dengan SPSS versi 13.0. Penelitian ini menyimpulkan bahwa variabel sikap konsumen tentang penerapan program Corporate Social

Responsibility (CSR) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap brand loyalty sabun mandi Lifebuoy pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara.

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada beberapa variabel yang diteliti. Pada penelitian Asisi (2007) terdapat kesamaan variabel yang diteliti, yaitu perceived quality, brand association, dan brand

loyalty, dimana produk yang diteliti juga sama, yaitu mie instan merek Indomie.

Pada penelitian Ginting (2008) juga terdapat kesamaan variabel yang diteliti yaitu kesan kualitas dan asosiasi merek, dimana beberapa indikator yang digunakan juga sama antara lain indikator kualitas produk dari variabel kesan kualitas dan indikator harga dari variabel asosiasi merek. Kedua variabel ini mempengaruhi kepuasan yang merupakan salah satu indikator brand loyalty. Pada penelitian Hutauruk (2008) juga terdapat kesamaan variabel yaitu variabel brand loyalty.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada produk, dimana Ginting (2008) meneliti produk handphone dan Hutauruk (2008)

indikator yang diteliti. Pada penelitian Ginting (2008), variabel dependen yang diteliti adalah variabel loyalitas konsumen, dan pada penelitian Hutauruk (2008), variabel independen yang diteliti adalah sikap konsumen. Selain itu, penelitian Asisi (2007) tidak menganalisis pengaruh hubungan antar variabel, melainkan menganalisis perbandingan variabel brand equity (brand awareness, perceived

quality, brand association, dan brand loyalty) antara satu produk dengan produk

lain.

B. Merek (Brand)

1. Definisi Merek (Brand)

Menurut para ahli, definisi brand (merek) adalah:

a. Brand atau merek adalah janji penjual untuk menyampaikan kumpulan sifat,

manfaat, dan jasa spesifik secara konsisten kepada pembeli (Kotler, Armstrong, 1997:283).

b. Brand adalah ide, kata, desain grafis dan suara/bunyi yang mensimbolisasikan

produk, jasa, dan perusahaan yang memproduksi produk dan jasa tersebut (Janita, 2005:15).

c. King dalam Temporal, dan Lee (2002:46) mengatakan bahwa produk adalah sesuatu yang dibuat didalam pabrik, merek adalah sesuatu yang dibeli oleh konsumen. Produk dapat ditiru pesaing, merek adalah unik.

d. American Marketing Association mendefinisikan brand sebagai nama, tanda,

simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok

Dengan demikian dapat disimpulkan brand adalah identitas tambahan dari suatu produk yang tak hanya membedakannya dari produk pesaing; namun merupakan janji produsen atau kontrak kepercayaan dari produsen kepada konsumen dengan menjamin konsistensi bahwa sebuah produk akan selalu dapat menyampaikan nilai yang diharapkan konsumen dari sebuah produk.

Merek dapat memiliki enam level pengertian (Kotler, 2002:460):

a. Atribut. Atribut berarti bahwa merek mengingatkan pada atibut-atribut tertentu b. Manfaat. Manfaat berarti bahwa atribut perlu diterjemahkan menjadi manfaat

fungsional dan emosional

c. Nilai. Nilai berarti bahwa merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen.

d. Budaya. Budaya berarti bahwa merek juga mewakili budaya tertentu.

e. Kepribadian. Kepribadian berarti bahwa merek juga mencerminkan kepribadian tertentu.

f. Pemakai. Pemakai berarti bahwa merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan merek tersebut.

2. Manfaat merek

Merek dapat bermanfaat bagi pelanggan, perantara, produsen, maupun publik (Simamora, 2001:62), sebagai berikut:

a. Bagi pembeli, manfaat merek adalah: 1) Sesuatu kepada pembeli tentang mutu

2) Membantu perhatian pembeli terhadap produk-produk baru yang bermanfaat bagi mereka

1) Memudahkan penjual mengolah pesanan dan menelusuri masalah-masalah yang timbul.

2) Memberikan perlindungan hukum atas keistimewaan atau ciri khas produk. 3) Memungkinkan untuk menarik sekelompok pembeli yang setia dan

menguntungkan.

4) Membantu penjual melakukan segmentasi pasar. c. Bagi masyarakat, merek bermanfaat dalam hal:

1) Pemberian merek memungkinkan mutu produk lebih terjamin dan lebih konsisten.

2) Meningkatkan efisiensi pembeli karena merek dapat menyediakan informasi tentang produk dan dimana membelinya.

3) Meningkatnya inovasi-inovasi produk baru, karena produsen terdorong untuk menciptakan keunikan-keunikan baru guna mencegah peniruan oleh pesaing.

Menurut Temporal dan Lee (2002:44), alasan merek merupakan hal yang penting bagi konsumen adalah dikarenakan:

a. Merek memberikan pilihan

Manusia menyenangi pilihan dan merek memberi mereka kebebasan untuk memilih. Sejalan dengan semakin terbagi-baginya pasar, perusahaan melihat pentingnya memberi pilihan yang berbeda kepada segmen konsumen yang berbeda. Merek dapat memberikan pilihan, memungkinkan konsumen untuk membedakan berbagai macam tawaran perusahaan.

Merek membuat keputusan untuk membeli menjadi lebih mudah. Konsumen mungkin tidak tahu banyak mengenai suatu produk yang membuatnya tertarik, tetapi merek dapat membuatnya lebih mudah untuk memilih. Merek yang terkenal lebih menarik banyak perhatian dibanding yang tidak, umumnya karena merek tersebut dikenal dan bisa dipercaya.

c. Merek memberi jaminan kualitas

Para konsumen akan memilih produk dan jasa yang berkualitas dimana pun dan kapan pun mereka mampu. Sekali mereka mencoba suatu merek, secara otomatis mereka akan menyamakan pengalaman ini dengan tingkat kualitas tertentu. Pengalaman yang menyenangkan akan menghasilkan ingatan yang baik terhadap merek tersebut.

d. Merek memberikan pencegahan resiko

Sebagian besar konsumen menolak resiko. Mereka tidak akan membeli suatu produk, jika ragu terhadap hasilnya. Pengalaman terhadap suatu merek, jika positif, memberi keyakinan serta kenyamanan untuk membeli sekalipun mahal. Merek membangun kepercayaan, dan merek yang besar benar-benar dapat dipercaya.

e. Merek memberikan alat untuk mengekspresikan diri

Merek menghasilkan kesempatan pada konsumen untuk mengekspresikan diri dalam berbagai cara. Merek dapat membantu konsumen untuk mengekspresikan kebutuhan sosial-psikologi

1. Definisi Brand Equity

Menurut Aaker (1997:22), brand equity adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan. Simamora berpendapat brand

equity adalah kekuatan merek atau kesaktian merek yang memberikan nilai

kepada konsumen (Simamora, 2001:67). Brand Equity sangat berkaitan dengan seberapa banyak pelanggan suatu merek merasa puas dan merasa rugi bila berganti merek (brand switching), menghargai merek itu dan menganggapnya sebagai teman, dan merasa terikat kepada merek itu (Kotler, 2002:461).

Dengan demikian dapat disimpulkan brand equity adalah, kekuatan merek yang menjanjikan nilai yang diharapkan konsumen atas suatu produk sehingga akhirnya konsumen akan merasa mendapatkan kepuasan yang lebih bila dibanding produk-produk lainnya.

2. Elemen-Elemen Brand Equity

Brand equity tidak terjadi dengan sendirinya tetapi ditopang oleh

elemen-elemen pembentuk brand equity (Aaker, 1997:23), yaitu: a. Brand Awareness (kesadaran merek)

Kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Menurut Simamora (2001:74), peran brand awareness tergantung pada sejauh mana kadar kesadaran yag dicapai suatu merek.

Persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan konsumen. Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa tersebut dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh langsung kepada keputusan pembelian dan loyalitas konsumen terhadap suatu merek.

c. Brand Association (asosiasi merek)

Brand association merupakan segala kesan yang muncul dan terkait dengan

ingatan konsumen mengenai suatu merek. Brand association mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut, produk, geografis, harga, pesaing, selebriti dan lain-lainnya. Suatu merek yang telah mapan sudah pasti akan memiliki posisi yang lebih menonjol daripada pesaing, bila didukung oleh assosiasi yang kuat.

d. Brand Loyalty (loyalitas merek)

Loyalitas merek merupakan ukuran kedekatan/keterkaitan pelanggan pada sebuah merek. Ukuran ini menggambarkan tentang mungkin tidaknya konsumen beralih ke merek lain, terutama jika merek tersebut mengalami perubahan baik yang menyangkut harga ataupun atribut lainnya.

e. Other Proprietary Brand Assets (asset-aset merek lainnya).

Brand equity dapat memberikan nilai dan manfaat, baik bagi konsumen

maupun bagi perusahaan (Simamora,2001:69), antara lain: a. Nilai kepada konsumen

1) Aset brand equity membantu konsumen menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi dalam jumlah besar mengenai produk dan merek.

2) Brand equity memberikan rasa percaya diri kepada konsumen dalam

mengambil keputusan pembelian, baik karena pengalaman masa lalu dalam karakteristiknya.

3) Persepsi kualitas dan asosiasi merek bisa menguatkan kepuasan konsumen dengan pengalaman menggunakannya.

b. Nilai kepada perusahaan

1) Brand equity bisa menguatkan program memikat para konsumen baru atau

merangkul kembali konsumen lama.

2) Kesadaaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, dan asset-aset merek lainnya mampu menguatkan loyalitas merek, yaitu bisa memberikan alasan untuk membeli dan mempengaruhi kepuasan penggunaan.

3) Brand equity biasanya akan memungkinkan margin yang lebih tinggi dengan

memungkinkan harga optimum (premium pricing) dan mengurangi ketergantungan pada promosi.

4) Brand equity memberikan landasan untuk pertumbuhan melalui perluasan

merek.

5) Brand equity bisa memberikan dorongan dalam saluran distribusi.

D. Perceived Quality (Persepsi Kualitas)

1. Definisi Perceived Quality (Persepsi Kualitas)

Perceived quality (persepsi kualitas) adalah persepsi pelanggan terhadap

kualitas atau keunggulan suatu produk atau layanan ditinjau dari fungsinya secara relatif dengan produk-produk lain (Simamora, 2001:78). Perceived quality berbeda dengan konsep-konsep lain tentang kualitas seperti :

a. Kualitas aktual atau obyektif (actual or objective quality), yaitu kemampuan produk atau layanan memberikan fungsi yang dijanjikan.

b. Kualitas produk (product-based quality), yaitu sifat dan kuantitas kandungan, fitur, dan layanan tambahan.

c. Kualitas manufaktur (manufacturing quality), yaitu kesesuaian dengan spesifikasi, hasil akhir yang tanpa cacat (zero defect)

Kalau sebuah produk memiliki perceived quality tinggi, banyak manfaat yang bisa diperoleh. Selain itu, perusahaan yang memiliki perceived quality yang tinggi memiliki return of investment (ROI) yang tinggi pula.

2. Dimensi-Dimensi Kualitas Produk

Menurut Aaker (1997:132), berbagai dimensi yang mendasari penilaian kesan kualitas akan bergantung pada konteksnya.

Kinerja produk menggambarkan seberapa efektif kah suatu produk mampu memberikan nilai bagi konsumen. Dalam penelitian ini, kinerja produk mie instan diukur dari cita rasa produk mie instan tersebut.

b. Karakteristik produk

Karakteristik produk mencakup keunggulan dari sifat fisik produk, seperti kepraktisan dan desain produk

c. Kesesuaian dengan spesifikasi

Kesesuaian dengan spesifikasi merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur, seperti ada atau tidaknya cacat produk.

d. Keandalan

Keandalan adalah konsistensi kinerja dari satu pembelian hingga pembelian berikutnya, dan persentase waktu yang dimiliki produk untuk berfungsi sebagaimana mestinya.

e. Ketahanan

Ketahanan mencerminkan kehidupan ekonomis dari produk tertentu, yaitu berapa lama suatu produk dapat bertahan.

f. Pelayanan

Pelayanan mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada suatu produk.

g. Hasil akhir (fit and finish)

Hasil akhir menunjukkan adanya atau dirasakannya kualitas suatu produk.

Secara umum nilai-nilai atau atribut dari kesan konsumen dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Diagram Nilai dari Kesan Kualitas Sumber : Rangkuti (2002)

Penjelasan dari Gambar 2.1 diatas dapat dilihat sebagai berikut: a. Alasan membeli.

Perceived quality merupakan alasan kenapa sebuah merek dipertimbangkan

dan dibeli.

b. Diferensiasi dan pemosisian produk

Konsumen ingin memilih aspek tertentu sebagai keunikan dan kelebihan produk. Aspek yang memiliki perceived quality tinggi yang akan dipilih konsumen.

c. Harga optimum

Sebuah merek yang memiliki perceived quality tinggi memiliki alasan untuk menetapkan harga tinggi bagi produknya.

Alasan untuk membeli Diferensiasi / posisi

Harga optimum Minat saluran distribusi

Perluasan merek Persepsi/Kesan

Perceived quality juga mempunyai arti penting bagi para pengecer, distributor,

dan berbagai pos saluran distribusi lainnya. Distributor lebih mudah menerima produk yang oleh konsumen dianggap berkualitas tinggi.

e. Perluasan Merek (brand extension)

Sebuah merek yang memiliki perceived quality dapat digunakan sebagai merek produk lain yang berbeda.

E. Brand Association (Asosiasi Merek)

1. Definisi Brand Association (Asosiasi Merek)

Nilai yang mendasari merek seringkali didasarkan pada asosiasi-asosiasi spesifik yang berkaitan dengannya. Menurut Aaker (1997:160), asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Asosiasi itu tidak hanya eksis namun juga mempunyai suatu tingkatan kekuatan. Kaitan pada merek akan lebih kuat jika dilandasi pada pengalaman untuk mengkomunikasikannya. Juga akan lebih kuat apabila kaitan itu didukung dengan suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain. Sebuah merek adalah seperangkat asosiasi, biasanya terangkai dalam bentuk yang bermakna. Asosiasi-asosiasi dapat menjadi pijakan dalam keputusan pembelian dan loyalitas merek.

Asosiasi dan pencitraan, keduanya mewakili berbagai persepsi yang dapat mencerminkan realita obyektif. Suatu merek yang telah mapan akan mempunyai posisi yang menonjol dalam suatu kompetisi karena didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Suatu brand positioning mencerminkan bagaimana orang memandang suatu merek. Positioning dan positioning strategy dapat juga

digunakan untuk merefleksikan bagaimana sebuah perusahaan sedang berusaha dipersepsikan.

2. Tipe Asosiasi

Aaker (1997:167) mengemukakan adanya 11 tipe asosiasi, yaitu: a. Atribut produk

Atribut produk yang paling banyak digunakan dalam strategi positioning adalah mengasosiasikan suatu obyek dengan salah satu atau beberapa atribut atau karakteristik produk yang bermakna dan saling mendukung, sehingga asosiasi bisa secara langsung diterjemahkan dalam alasan untuk pembelian suatu produk.

b. Atribut tak berwujud

Penggunaan atribut tak berwujud, seperti kualitas keseluruhan, kepemimpinan, teknologi, inovasi, atau kesehatan ada kalanya bisa lebih bertahan. Tetapi pengembangan asosiasi ini bisa berbahaya dan memungkinkan mendapatkan suatu tingkat asosiasi produk yang berada diluar kontrol perusahaan.

c. Manfaat bagi pelanggan

Biasanya terdapat hubungan antara atribut produk dan manfaat bagi pelanggan. Terdapat dua manfaat bagi pelanggan, yaitu:

1) Manfaat rasional, adalah manfaat yang berkaitan erat dengan suatu atribut dan bisa menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang rasional.

2) Manfaat pskologis, seringkali merupakan konsekuensi ekstrim dalam pembentukan sikap adalah manfaat yang berkaitan dengan perasaan yang timbul ketika membeli atau menggunakan merek tersebut.

d. Harga relatif

Pada umumnya merek hanya perlu berada di satu harga tertentu agar dapat memposisikan diri dengan jelas dan berjauhan dengan merek-merek lain pada tingkat harga yang sama. Untuk menjadi bagian dari segmen utama (premium

sement), sebuah merek harus menawarkan suatu aspek yang dipercaya unggul

dalam kualitas, atau sungguh-sungguh dapat memberikan jaminan harga optimum.

e. Penggunaan/Aplikasi

Produk dapat mempunyai beberapa strategi positioning, walaupun hal ini mengundang sejumlah kesulitan. Suatu strategi positioning lewat penggunaan (positioning by use strategy) mewakili posisi kedua atau ketiga untuk merek tersebut, suatu posisi yang dengan sengaja berusaha meluaskan pasar atas

Dokumen terkait