• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Kebutuhan, ketersediaan dan mutu)

Pencapaian profil-profil tersebut membutuhkan dukungan dari berbagai fungsi seperti kepemimpinan, teknis, keuangan, komersial, sosial dan administratif. Selain itu, diperlukan pula sistem dan manajemen produksi.

Pendekatan Sistem dan Pengambilan Keputusan

Pola pikir kesisteman merupakan pendekatan ilmiah dalam pengkajian yang memerlukan analisis berbagai hubungan yang relevan, pelengkap dan terpercaya. Menurut Manetsch and Park dalam Eriyatno (1998), sistem adalah suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan. Sistem dapat pula diartikan sebagai totalitas hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional dan matra dimensional, terutama dimensi ruang dan waktu (Eriyatno, 1998).

Pendekatan sistem adalah metodologi yang bersifat rasional sampai bersifat intuitif dalam memecahkan masalah dengan tujuan tertentu. Dalam hal ini, permasalahan yang menggunakan pendekatan sistem dalam pengkajiannya harus

LINGKUNGAN Ekosistem Globalisasi ekonomi Kebijakan pemerintah Iklim usaha MASUKAN Bahan pangan SDM Teknologi Kelembagaan Lokasi Pembiayaan Infrastruktur PROSES Penanganan segar Transformasi bentuk dan perlakuan LUARAN Profil produk Profil usaha Jaringan usaha

Gambar 2. Model Masukan-Lingkungan-Proses-Luaran dari penanganan industri pengolahan pangan (Hubeis, 2000a).

memiliki karakteristik yang kompleks, dinamis dan stokastik. Tiga pola pikir yang menjadi acuan dalam menganalisis permasalahan dengan pendekatan sistem, adalah (1) sibernetik (cybernetic) yang berorientasi kepada tujuan, (2) holistik (holistic) adalah cara pandang yang menyeluruh terhadap sistem, dan (3) efektif (effectiveness), yaitu prinsip yang mengutamakan hasil guna yang operasional dan dapat dilaksanakan daripada pendalaman teoritis untuk mencapai efisiensi keputusan (Eriyatno, 1998). Oleh karena itu, analisis permasalahan dengan pendekatan sistem ditandai dengan mencari dan mengidentifikasi faktor- faktor penting yang ada untuk mendapatkan solusi, serta penggunaan model kuantitatif untuk membantu permasalahan yang bersifat rasional.

Menurut Austin (1992), dalam pembahasan keterkaitan sistematik suatu agroindustri diperlukan perencanaan dan pengoperasian terpadu. Sebagai ilustrasi, analisis proyek agroindustri sebagai suatu sistem, dalam pembahasannya memfokuskan kepada empat jenis keterkaitan, yakni (1) keterkaitan rantai produksi, (2) keterkaitan kebijakan makro-mikro, (3) keterkaitan kelembagaan, dan (4) keterkaitan internasional.

Keterkaitan rantai produksi adalah mengkaji tentang aliran bahan (komoditas dan produk), mulai dari usaha tani (petani) sampai konsumen. Keterkaitan kebijakan makro-mikro berhubungan dengan pengaruh kebijakan makro pemerintah terhadap operasi agroindustri. Keterkaitan kelembagaan meliputi hubungan antara organisasi-organisasi yang beroperasi dan berinteraksi dengan rantai produksi. Sedangkan keterkaitan internasional adalah saling ketergantungan pasar nasional dan internasional yang mempengaruhi fungsi proyek agroindustri bersangkutan.

Proyek industri pangan komoditas buah-buahan unggulan sebagai bagian dari agroindustri, berusaha memperoleh bahan baku, mengolahnya menjadi produk dan mendistribusikan ke konsumen. Ketiga subsistem tersebut (bahan baku, pengolahan dan pemasaran) dapat dianalisis dan dihubungkan satu dengan lainnya dalam suatu sistem utuh. Sistem tersebut dapat dianalisis dan ditelusuri, baik secara kuantitaif maupun kualitatif. Secara kuantitatif dilakukan dengan pendekatan matematika dan logika yang menghasilkan model matematika, dan secara kualitatif melalui pendekatan pakar (expert) yang menghasilkan model

sistem pakar (expert system). Untuk mempermudah penelusuran sistem dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penunjang keputusan (Decision Support System) yang menghubungkan antara basis model dan basis data dengan pengambil keputusan atau pengguna.

Teknik pengambilan keputusan dapat dikembangkan melalui pendekatan berikut : (1) pendekatan statistika (statistic approach) dengan metode deskriptif dan inferensia, (2) pendekatan berencana (planned approach) dengan metode riset operasi seperti linear programming, integer dan non-linear programming, dan (3) pendekatan sistem atau model (system modelling) dengan metode penelusuran seperti Interpretative Structural Modelling (ISM), Prose Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Process atau AHP) dan model simulasi (Eriyatno, 1998).

Menurut Eriyatno (1998), untuk penelitian sistem sosial dalam perencanaan strateginya menggunakan metode holistik berorientasi pada metode penelusuran daripada penguraian. Dalam hal ini, berbagai teori dikembangkan untuk perencanaan strategis, dimana informasi kualitatif dan normatif mendominasi masukan kebijakan. Teori integratif dan interdisiplin yang bersifat holistik dari ilmu sistem adalah, Sistem Pakar, Total System Intervention (TSI), Soft System Methodology (SSM), Matrice d,Impacts Croisés-Multiplication Appliqúée à un Classement (MIC-MAC), Viable System Model (VSM) dan ISM. Metodologi holistik dimulai dengan mendefinisikan sistem total, struktur, batasan dan keterkaitan dengan sistem lain. Alat strukturisasi yang banyak dikembangkan untuk hubungan tidak langsung antar sub unsur menggunakan analisis MIC- MAC, dan untuk hubungan langsung antar sub unsur digunakan teknik ISM. 1. Matrice d,Impacts Croisés-Multiplication Appliqúée á un Classement

Menurut Hubeis (1991), metode MIC-MAC merupakan suatu metode peramalan parameter sistem yang dikembangkan oleh J.C. Duperrin dan M. Godet dan pertama kali digunakan pada tahun 1972 oleh CEA Perancis untuk penelitian peramalan jauh ke muka. Metode ini adalah bagian pertama dalam metode skenario dari studi global peramalan jauh ke muka yang mampu mendefinisikan strategi pelaku (orang, lembaga, organisasi dan lain- lain), didasarkan pada keberadaan beberapa peubah yang dinilai dengan skala

biner dan skala berjenjang. Selain itu, metode ini digunakan untuk mendefinisikan batasan sistem dan menentukan peubah kunci melalui analisis struktural dari sistem yang dipelajari. Identifikasi seluruh peubah (aspek politik, ekonomi, teknologi, psikologi, sosiologi, ekologi dan lain-lain) yang mencirikan sistem dari fenomena yang diamati (intern) dan lingkungannya (ekstern), dilakukan oleh kelompok panel dan teknik brainstorming.

MIC-MAC pada dasarnya adalah matriks struktural sebab akibat. Matriks ini digunakan untuk menganalisis hubungan antar peubah pada sistem yang dikaji dan sekaligus merinci posisi peubah serta menyusunnya ke dalam bentuk hirarki peubah (Hubeis, 1991). Analisis peubah sistem dapat dilakukan berdasarkan klasifikasi langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan klasifikasi langsung, hubungan antar peubah diperoleh secara langsung dari hasil identifikasi berdasarkan pendapat pakar (expert survey). Sedangkan berdasarkan klasifikasi tidak langsung, hubungan antar peubah diperoleh dari hasil operasi penggandaan matriks terhadap dirinya sendiri. Matriks struktural MIC-MAC disusun dari unsur-unsur yang

menggambarkan hubungan antar peubah sistem. Jika dari suatu sistem teridentifikasi n peubah, maka dapat dibentuk suatu matriks bujur sangkar M1 n x n, yang terdiri dari n baris dan n lajur, seperti berikut :

dimana, aij adalah unsur matriks pada baris ke-i dan lajur ke-j. Unsur matriks

ini menunjukkan hubungan antar peubah sistem. Unsur a23 menunjukkan

hubungan antara peubah 2 dengan peubah 3. Matriks bujur sangkar M1 n x n,

terdapat n2 unsur yang berarti ada n2 hubungan antar peubah sistem.

Penggandaan matriks bujur sangkar M1 n x n dengan dirinya sendiri

menghasilkan matriks M2, yaitu :

M1 n x n = a11 a12 a13 … a1n a21 a22 a23 … a2n a31 a32 a33 … a3n …. … … … … an1 an2 an3 … ann

atau

Selanjutnya penggandaan matriks bujur sangkar M2 n x n dengan

dirinya sendiri, menghasilkan matriks M3 .

Seterusnya, untuk :

atau

Proses penggandaan matriks dianggap selesai jika telah tercapai kestabilan matriks yang ditunjukkan oleh konsistensi unsur-unsur matriks, dimana posisi unsur-unsur matriks pada penggandaan ke-t sama dengan posisi pada penggandaan ke-(t-1). Saat kestabilan tercapai, dapat diidentifikasi pola hubungan antar peubah matriks berdasarkan klasifikasi tidak langsung.

Indentifikasi hubungan antar peubah secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan data kategorik dengan skala biner (0 dan 1) atau skala berjenjang (0-5). Data kategori 0 menunjukkan tidak ada hubungan, sedangkan kategori 1 menunjukkan ada hubungan. Sedangkan pada skala berjenjang, data kategori 1 sampai 5 menunjukkan intensitas hubungan (dari sangat lemah untuk 1, sampai sangat kuat, untuk 5) Untuk unsur-unsur matriks aij yang memiliki indeks yang sama (i = j) yang terletak pada diagonal

utama diberi nilai 1. Unsur-unsur ini menunjukkan hubungan antar peubah yang sama.

Klasifikasi peubah dilakukan berdasarkan kategori motor (driven power) dan respon (dependence). Peubah xk dikategorikan motor jika :

M1 n x n = a11 a12 a13 … a1n a21 a22 a23 … a2n a31 a32 a33 … a3n …. … … … … an1 an2 an3 … ann a11 a12 a13 … a1n a21 a22 a23 … a2n a31 a32 a33 … a3n …. … … … …. an1 an2 an3 … ann M2 n x n = M1n x n X M1 n x n M3 n x n = M2 n x n X M2 n x n = (M1 n x n X M1 n x n) x (M1 n x n X M1 n x n) M4 n x n = M3 n x n X M3 n x n Mt n x n = M(t-1) n x n X M(t-1) n x n

Σakj > ΣΣaij/n untuk i,j = 1,2,3, …n dan dikategorikan respon, jika : Σaik >

ΣΣaij/n untuk i,j = 1,2,3, …n. Dengan menggunakan kategori motor-respon

tersebut, dapat dibangun Bagan Motor-Respon menurut ranking peubah berdasarkan derajat motor dan respon yang dimilikinya (Gambar 3). Bagan tersebut menjelaskan kedudukan sejumlah peubah pada sistem yang dikaji (Hubeis, 1991).

Peubah yang memiliki derajat kurang motor dan kurang respon

dikelompokkan sebagai peubah bebas (Sektor 1). Peubah-peubah ini menyusun kecenderungan ketidakterkaitan atau memiliki hubungan yang lemah terhadap sistem (Hubeis, 1991).

Peubah yang kurang motor dan sangat respon dikelompokkan sebagai peubah hasil (Sektor 2). Peubah-peubah ini tidak dapat secara langsung menjelaskan pengaruhnya terhadap sistem, tetapi seringkali berperan sebagai pelaku utama di dalam sistem. Selain itu, peubah ini seringkali dapat dijelaskan oleh peubah labil pada Sektor 3 dan peubah eksplikatif pada Sektor 4 (Hubeis, 1991).

Gambar 3. Bagan Motor-Respon menurut metode MIC-MAC (Hubeis, 1991)

Peubah yang sangat motor dan sangat respon, dikelompokkan sebagai peubah labil (Sektor 3). Peubah pada kelompok ini merupakan suatu obyek yang menarik, karena memberikan pengaruh ketidakstabilan terhadap sistem.

Peubah Eksplikatif (Sektor 4) Peubah Labil (Sektor 3) Peubah Bebas (Sektor 1) Peubah Hasil (Sektor 2) Motor Respon

Seluruh aktivitas peubah labil akan mempengaruhi peubah-peubah pada sektor lainnya dan sekaligus memberikan umpan balik terhadap peubah labil itu sendiri. Akibat karakter tersebut, maka peubah labil sering dijadikan sebagai peubah kunci dalam analisis (Hubeis, 1991).

Peubah yang sangat motor dan kurang respon, dikelompokkan ke dalam peubah eksplikatif (Sektor 4). Peubah ini bersifat menerangkan dan tetap berada di dalam sistem. Peubah eksplikatif juga mempunyai kemungkinan untuk mengukur aktivitas langsung dari pelaku sistem, sebagai suatu beda intesitas hubungan (Hubeis, 1991).

Melalui metode MIC-MAC, hirarki peubah dapat diklasifikasikan atas klasifikasi langsung dan tidak langsung. Klasifikasi langsung menggambarkan hubungan hirarki secara langsung antara suatu peubah terhadap peubah lainnya, tanpa memperhatikan pengaruh tidak langsung di antara peubah-peubah tersebut. Sedangkan klasifikasi tidak langsung menggambarkan hubungan hirarki yang terbentuk secara tidak langsung (MIC-MAC), dimana hubungan hirarki suatu peubah terhadap peubah lainnya didasarkan pada pengaruh lintas dan umpan balik, melalui perantaraan suatu peubah lainnya yang bersifat transitif (Hubeis, 1991).

Pembandingan hirarki peubah berdasarkan klasifikasi langsung dan tidak langsung, memberikan kajian yang menarik tentang evolusi sistem. Pengkajian ini dapat menunjukkan kecenderungan pergeseran hirarki peubah, karena pengaruh peubah lainnya. Menurut Godet dalam Hubeis (1991), sekitar 10-20% peubah akan mengalami pergeseran posisi atau mempunyai hirarki klasifikasi tidak langsung yang berbeda dari klasifikasi langsungnya. Ilustrasi pembandingan dari klasifikasi langsung dan tidak langsung dapat disajikan dalam bentuk grafik (Gambar 4) (Hubeis, 1991).

Gambar 4 menyajikan perubahan klasifikasi seluruh peubah, garis absis (sumbu x) menjelaskan pangkat peubah-peubah dari klasifikasi tidak langsung, dan ordinat (sumbu y) menerangkan pangkat peubah-peubah dari klasifikasi langsung. Perubahan klasifikasi peubah ditunjukkan oleh selisih koordinat (sistem salib sumbu) setiap titik yang dibandingkan terhadap garis

lurus atau diagonal dari grafik yang bersangkutan (serupa dengan konsep r = 1 pada analisis korelasi).

Jika titik-titik atau peubah terletak pada garis lurus (tidak ada selisih nilai), maka selisih klasifikasi langsung dengan klasifikasi MIC-MAC adalah nol. Hal ini dapat diartikan bahwa ranking peubah tidak berubah (peubah A dan E). Titik-titik (peubah) yang terletak di atas garis lurus (selisih positif), dapat diartikan bahwa peubah tersebut berada di luar klasifikasi langsung atau lebih baik dikategorikan ke dalam klasifikasi tidak langsung (peubah B, F dan G). Sedangkan peubah yang terletak di bawah garis lurus (selisih negatif), maka dapat diartikan peubah tersebut dipastikan masuk ke dalam kategori klasifikasi langsung (peubah C dan D).

Menurut Eriyatno (1998), kemampuan metode MIC-MAC dalam analisis struktural untuk hubungan tidak langsung, menjadikan lebih populer dibandingkan dengan metode ISM yang memiliki kemampuan terbatas hanya untuk analisis struktural pada hubungan langsung. Menurut Hubeis (1991),

Klasifikasi MIC-MAC Klasifikasi Langsung .A .E .B .F .D .C .G

Gambar 4. Grafik pembandingan klasifikasi langsung dengan klasifikasi MIC-MAC pada kasus peubah motor (Hubeis, 1991)

walaupun dikelompokkan sebagai metode subyektif kualitatif, penggunaan MIC-MAC mempunyai banyak keutamaan, diantaranya :

a) Mampu menjawab kebutuhan menerangkan untuk menentukan peubah kunci atau indikator pengaman.

b) Mampu menjawab kebutuhan hipotesis untuk menjamin kesahihan model peramalan berdasarkan skenario proses evolusi hipotesis.

c) Mampu menjawab kebutuhan kuantitatif untuk peramalan dengan pendekatan skenario berdasarkan data kuantitatif yang ada.

d) Mampu memberikan kontribusi terhadap obyek strategis dan taktis e) Mampu membuat interaksi pengamatan antara teknologi dan kebutuhan-

kebutuhan lain yang diperlukan.

Namun demikian, metode MIC-MAC memiliki keterbatasan, diantaranya (Hubeis, 1991) :

a) Daftar peubah. Membutuhkan daftar peubah yang panjang, dapat mencapai puluhan atau ratusan peubah.

b) Tipologi hubungan. Membutuhkan tidak hanya satu tipologi hubungan. Hubungan dapat bersifat hubungan bersyarat, sebab akibat, teknik, proses, kelembagaan, sosial atau psikologi.

c) Tidak netral. Dalam hal ini, tidak netral dan tergantung pada pilihan subyek.

d) Waktu penerapan. Membutuhkan waktu yang relatif lama.

e) Kemampuan imajinasi. Membutuhkan kelompok ahli yang memiliki kemampuan imajinasi untuk membayangkan situasi masa depan.

Tahapan kerja metode MIC-MAC dapat dilihat pada Gambar 5. 2. Proses Hirarki Analitik

Problem sistem tidak selamanya dapat dipecahkan hanya melalui komponen-komponen terukur. Pengambil keputusan seringkali harus memecahkan suatu masalah hubungan antar komponen dalam sistem yang kompleks seperti, sumber daya dan hasil yang diinginkan dengan berbagai tujuan (Fewidarto, 1996). Menurut Saaty (1993), teknik analisis pengambilan keputusan untuk masalah yang bersifat kompleks dan tidak terstruktur dapat menggunakan metode Proses Hirarki Analitik (PHA). Masalah yang

kompleks dan tidak terstruktur perlu dikaji untuk menentukan tingkat prioritas, serta menyepakati bahwa dalam jangka pendek sasaran yang satu lebih penting dari pada sasaran yang lain dan melakukan perimbangan demi kepentingan bersama yang lebih baik.

Di dalam penerapan PHA sedapat mungkin dihindari adanya penyederhanaan, seperti membuat asumsi-asumsi agar diperoleh model kuantitatif, tetapi harus mempertahankan model kompleks seperti semula. Agar model realistik, harus memasukkan dan mengukur semua hal penting, baik yang nyata maupun tak nyata, yang dapat diukur secara kuantitatif maupun kualitatif. Penggunaan PHA membuka kesempatan adanya perbedaan pendapat dan konflik sebagaimana dalam kenyataan sehari-hari, untuk mencapai konsensus (Fewidarto, 1996).

Penetapan N peubah dari sistem yang dipelajari Peubah internal Peubah eksternal Penyusunan matriks sebab akibat berukuran n x n

Peubah ditulis pada baris atau lajur dengan identitas biner (1 = ada atau 0 = tidak ada hubungan) atau dengan intensitas berjenjang (6 = sangat kuat, 5 = kuat, 4 = sedang,

3 = lemah, 2 = sangat lemah, 1 = potensial dan 0 = tidak ada hubungan) Seleksi peubah kunci menurut tingkat motor dan respon

Klasifikasi langsung Klasifikasi tidak langsung Pembandingan

Bagan Motor-Respons Klasifikasi langsung dan tidak langsung

Sistem reduksi (Kesimpulan)

Keuntungan penggunaan PHA (Fewidarto, 1996), antara lain :

a) Penyajian sistem secara hirarki dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan prioritas pada tingkat atas dapat mempengaruhi prioritas unsur-unsur di bawahnya.

b) Hirarki memberikan informasi yang lengkap mengenai struktur dan fungsi suatu sistem dan gambaran tentang pelaku-pelaku dan tujuan-tujuan pada tingkat yang lebih tinggi. Unsur-unsur kendala yang lebih baik disajikan pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu untuk menjamin bahwa unsur-unsur tersebut diperhatikan.

c) Sistem disusun berdasarkan hirarki dan bersifat alamiah, karena dibangun dengan cara konstruksi modul dan dilanjutkan dengan merakit modul- modul tersebut. Cara ini lebih efisien daripada langsung sekaligus merakit modul.

d) Hirarki lebih stabil dan fleksibel. Dalam hal ini, kestabilan hirarki berarti bahwa perubahan-perubahan kecil mempunyai efek yang lebih kecil, dan fleksibel diartikan bahwa penambahan unsur untuk mendapatkan struktur hirarki yang lebih baik tidak mempengaruhi kinerja sistem.

Secara menyeluruh berbagai keuntungan metode PHA (Saaty, 1993), sebagai berikut :

a) Kesatuan. Dalam hal ini, memberi satu model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk berbagai persoalan tidak terstruktur.

b) Kompleksitas. Memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.

c) Saling ketergantungan. Dalam hal ini, dapat menangani saling ketergantungan unsur-unsur dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran liniar.

d) Penyusunan hirarki. Dalam hal ini, mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah unsur-unsur suatu sistem dalam berbagai tingkat berbeda dan mengelompokkan unsur yang sama dalam setiap tingkat. e) Pengukuran. Memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan terwujud

f) Konsistensi. Dalam hal ini, melacak konsistensi logis dari pertimbangan- pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.

g) Sintesis. Dapat menuntun ke suatu prakiraan menyeluruh tentang keunggulan setiap alternatif.

h) Tawar menawar. Mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan pemilihan alternatif terbaik berdasarkan tujuan.

i) Penilaian dan konsensus. Tidak memaksakan konsensus, tetapi mensintesa suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda.

j) Pengulangan proses. Dalam hal ini, memungkinkan pengguna memperhalus definisinya pada suatu persoalan, dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian melalui pengulangan.

Menurut Lena (2000), dalam penerapannya PHA dapat memiliki kelemahan, yaitu :

a) Urutan prioritas yang dihasilkan dapat dirancang oleh responden cerdas yang mengerti cara kerja PHA, sehingga sesuai dengan urutan yang dikehendaki.

b) Masuknya alternatif baru dengan kriteria sama dapat mengubah struktur urutan prioritas alternatif sebelumnya.

Penggunaan PHA sebagai teknik analisis pengambilan keputusan, dapat menangani persoalan sosial, ekonomi dan politik, misalnya perencanaan transportasi di Sudan (1973-1975), konflik di Afrika Selatan (1981) dan portofolio produk (1990) (Saaty, 1993). Selain itu, PHA juga digunakan dalam analisis faktor prioritas perawatan jalan raya di Saudi Arabia (Ramadhan et al, 1999), sistem manajemen lingkungan ISO 14001 di Hong Kong (Pun and Hui, 2001) dan pengambilan keputusan praktik bisnis dalam perusahaan (Cheng and Li, 2001).

Menurut Saaty (1993), hirarki adalah abstraksi struktur suatu sistem, dimana fungsi hirarki antar komponen dan dampaknya pada sistem secara keseluruhan dapat dipelajari. Abstraksi mempunyai bentuk yang saling berkaitan, tersusun ke bawah dari suatu puncak (tujuan akhir), turun ke sub-

sub tujuan (sub objectives), kemudian ke faktor-faktor pendorong (forces), pelaku (actors) yang memberikan dorongan dan kepada strategi. Tiap tingkat dari hirarki keputusan mempengaruhi tujuan akhir (utama) dengan intensitas yang berbeda. Oleh karena itu, digunakan penerapan metode matematika untuk mengevaluasi dampak dari suatu keputusan terhadap tingkat keputusan terdekat di bawahnya, berdasarkan komposisi kontribusi relatif (prioritas) dari unsur-unsur pada tingkat keputusan terhadap setiap unsur pada tingkat keputusan terdekat.

Penyusunan hirarki dilakukan untuk menggambarkan unsur sistem atau alternatif keputusan yang teridentifikasi. Abstraksi susunan hirarki keputusan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Abstraksi sistem hirarki keputusan

Level Hirarki Tujuan

Level 1 Focus Sasaran utama

Level 2 Forces F FF FFF

Level 3 Actors A AA AAA

Level 4 Objectives O OO OOO

Level 5 Scenario S SS SSS Sumber : Saaty, 1993.

Saaty (2001), penyelesaian persoalan dengan menggunakan teknik PHA dilakukan melalui beberapa prinsip dasar, yaitu decomposition, comparative judgement, synthesis of priority dan logical consistency, dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Decomposition, yaitu memecahkan persoalan utuh menjadi unsur- unsurnya, setelah persoalan tersebut dirumuskan secara baik. Unsur- unsur persoalan yang telah terpecahkan, dipecah lagi menjadi unsur lebih kecil, sehingga diperoleh beberapa tingkatan persoalan yang akan ditelaah.

b) Comparative judgement, yaitu upaya membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua unsur pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini merupakan inti PHA, karena akan

berpengaruh terhadap penentuan prioritas unsur-unsur. Hasil penilaian ini lebih mudah disajikan menjadi bentuk matriks pairwise comparison.

c) Synthesis of priority, yaitu upaya mencari eigen vector untuk mendapatkan prioritas lokal dari setiap matriks pairwise comparison. Oleh karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan prioritas global harus dilakukan sintesis diantara prioritas lokal. Prosedur untuk melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan unsur-unsur menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis disebut priority setting.

d) Logical consistency adalah tindakan (i) mengelompokkan obyek-obyek serupa sesuai dengan keseragaman dan relevansinya, dan (ii) evaluasi intensitas relasi antar gagasan atau antar obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu, saling membenarkan secara logis.

Menurut Saaty (2000), langkah-langkah yang digunakan dalam proses PHA adalah memeriksa persoalan, penyusunan hirarki, komparasi berpasangan, penetapan prioritas, sintesa prioritas dan pemeriksaan konsistensi. Tahapan PHA dirumuskan :

a) Komparasi berpasangan, dilakukan melalui pengisian kuesioner oleh responden. Jika responden bukan seorang pakar, harus dipilih orang yang mengenal dengan baik permasalahan. Kuantifikasi data yang bersifat kualitatif menggunakan nilai skala komparasi 1-9 (Tabel 8).

b) Matriks pendapat individu, merupakan kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan ke dalam formulasi pendapat individu membentuk matriks n x n. Formulasi pendapat individu ditunjukkan pada Gambar 6.

C1 C2 . . . Cn C1 C2 . . Cn 1 a12 . . . a1n 1/a12 1 . . . . . . . . . . . . . . . . 1/a1n 1/a2n . . . 1 Keterangan :

C1, C2, … Cn = gugus unsur suatu tingkat keputusan dalam hirarki, aij = nilai matriks pendapat hasil komparasi yang

mencerminkan nilai kepentingan Ci terhadap Cj. A = (aij) =

Tabel 8. Intensitas nilai kriteria pendapat pada proses PHA

Intensitas Pentingnya

Definisi Penjelasan

1 Kedua unsur sama pentingnya. Dua unsur menyumbang sama besar pada pada sifat itu. 3 Unsur yang satu sedikit lebih

penting dibandingkan yang lainnya.

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu unsur atas yang lainnya.

5 Unsur yang satu esensial atau sangat penting daripada yang lainnya.

Pengalaman pertimbangan dengan kuat menyokong satu unsur atas yang lainnya. 7 Satu unsur jelas lebih penting

daripada unsur lainnya.

Satu unsur dengan kuat disokong, dan dominannya telah terlihat.

9 Satu unsur mutlak lebih penting dibandingkan unsur yang lainnya.

Bukti yang menyokong unsur yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.

2, 4, 6,8 Nilai-nilai antara di antara dua pertimbangan yang berdekatan.

Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan.

Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan

dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i

Sumber : Saaty, 1993.

Nilai aij memenuhi aturan sebagai berikut :

1) Jika aij = α, maka aij 1/α untuk aij≠ 0

2) Jika Ci relatif sama dengan Cj, kemudian aij =1; aij =1, maka aij =1

untuk semua i.

Bila matriks tersebut dikalikan dengan bobot, maka A x w = n x w, dimana w adalah eigen vector dari A dengan n sama dengan eigen value, yaitu : W1/W1 W1/W2 . . . W1/Wn W1 W1 W2/W1 W2/W2 . . . W2/Wn W2 W2 . . . . . . . . . . . . . . . = . . . . . . . . . Wn/W1 Wn/W2 . . . Wn/Wn Wn Wn

Nilai aij tidak diperoleh dari pengukuran yang menghasilkan nilai pasti,

melainkan berdasarkan pendapat subyektif, sehingga sering terjadi

Dokumen terkait