• Tidak ada hasil yang ditemukan

Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Cocokkan hasil jawaban dengan kunci yang terdapat di bagian belakang modul ini. Hitung jawaban Anda dengan benar. Kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai :

91 % s.d 100 % : Amat Baik

81 % s.d. 90,00 % : Baik

71 % s.d. 80,99 % : Cukup

Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81 % ke atas (kategori “Baik”), maka disarankan mengulangi materi.

9. Daftar Pustaka :

- Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 20 ayat. (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;

- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor

II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara;

- Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia (Lembaran

Negara Tahun 1960 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1942); - Undang-undang No. 44 Prp Th 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas

Bumi (Lembaran Negara Th 1960 No. 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070);

- Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831);

- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia

- Undang-undang Nomor. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);

- Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);

- Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234);

DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF DASAR

KEPABEANAN DAN CUKAI

MODUL II

KEWENANGAN PENGAWASAN DAN

PENINDAKAN KEPABEANAN

OLEH :

TIM PENYUSUN MODUL PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA

2008

DAFTAR ISI

Halaman Daftar Isi... i

1. PENDAHULUAN

2.1Deskripsi Singkat... 1

1.4Tujuan Instruksional Umum (TIU)………... 2

1.5Tujuan Instruksional Khusus (TIK)……….... 2

2.4.Petunjuk Pembelajaran ……….. 2

2. Kegiatan Belajar (KB 1) :

PENGAWASAN KEPABEANAN

2.1 Uraian, Contoh dan Non Contoh ……….. 3

2.3.a. Latar Belakang Pengawasan Kepabeanan ..………...

2.3.b. Perlunya Pengawasan Kepabeanan ...

3 9 2.4 Latihan ... 12 2.5 Rangkuman... 12 3. Kegiatan Belajar (KB) 2 PENINDAKAN KEPABEANAN

3.1Uraian, Contoh dan Non Contoh………

3.1.d. Penghentian Sarana Pengangkut .………..

3.1.e. Penghentian Pembongkaran Barang ..………

3.1.f. Pemeriksaan Sarana Pengangkut ………

3.1.g. Pemeriksaan Barang ………...

3.1.h. Pemeriksaan Bangunan atau Tempat Yang Bukan Merupakan

Rumah Tinggal ………

3.1.i. Pemeriksaan Badan Orang ………..

3.1.j. Penegahan di Bidang Kepabeanan ………..

3.1.k. Penyegelan ………... 14 15 17 18 21 34 37 40 48 3.2 Latihan ………... 55 3.2 Rangkuman………. 55

4. Test Formatif………... 56 5. Kunci Jawaban Tes Formatif……… 67 6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut... 68 7. Daftar Pustaka ... 69

MODUL II

KEWENANGAN PENGAWASAN DAN PENINDAKAN KEPABEANAN 1. PENDAHULUAN

1.1. Deskripsi Singkat

Latar belakang disusunnya modul kewenangan pengawasan dan penindakan kepabeanan dalam rangka memenuhi dan melengkapi siswa atau peserta didik mengetahui, memahami, melaksanakan pengawasan dan penindakan kepabeanan untuk mendukung, menunjang tujuan organisasi DJBC mengoptimalkan penerimaan negara, dan dilaksanakannya/dipatuhinya Undang-undang Kepabeanan dan peraturan pelaksanaanya. Pelaksanaan pengawasan dilakukan dalam rangka kegiatan prefentif, yang termasuk ruang lingkup administrasi kepabeanan, sedangkan penindakan itu sendiri dilakukan dalam rangka kegiatan represif yang termasuk dalam ruang lingkup perbuatan yang dilakukan secara fisik.

Dengan demikian diharapkan siswa atau peserta diklat memperbaiki dan menambah pengetahuan, agar lebih terampil dalam pelaksanaan tugas kepabeanan yang menjadi sisi sentral dari upaya organisasi untuk menegakkan citranya di masyarakat. Hukum adalah kaedah-kaedah yang diberlakukan disuatu masyarakat yang dipatuhi dan bila dilanggar mempunyai sanksi bagi pelakunya. Hukum sebagai suatu perangkat aturan yang mengatur tata cara hidup bermasyarakat, dari pengertian singkat ini maka istilah ’pelanggaran hukum’ adalah adanya upaya melanggar aturan-aturan yang telah dibuat dan telah ditetapkan. Berdasarkan Undang-undang Kepabeanan, yang dimaksud dengan kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu-lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar. Dari pengertian tersebut sangat jelas bahwa institusi bea dan cukai memiliki peranan yang sangat penting bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, yaitu melakukan pengawasan terhadap barang yang keluar atau masuk ke dan/atau dari daerah pabean Indonesia serta melakukan pungutan bea masuk, dan pajak dalam rangka impor sebagai penerimaan negara.

1.2. Tujuan Instruksional Umum (TIU)

Dengan mengetahui, memahami, melaksanakan isi kegiatan pembelajaran ini, siswa atau peserta didik diharapkan lebih terampil dalam pelaksanaan tugas yang dimaksudkan oleh modul kewenangan pengawasan dan penindakan kepabeanan.

1.3. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

Setelah mempelajari modul tentang kewenangan pengawasan dan penindakan kepabeanan ini, siswa atau peserta didik diharapkan:

mampu menjelaskan, dan melaksanakan pengawasan kepabeanan

– mampu menjelaskan, dan melaksanakan penindakan kepabeanan

1.4. Petunjuk Pembelajaran

Bacalah dengan cermat dan teliti modul tentang kewenangan pengawasan dan penindakan kepabeanan ini, setelah selesai membaca dan memahami materi pembelajaran, jawablah soal latihan dan pahami rangkuman pembelajaran. Dalam hal siswa atau peserta diklat merasa jawaban soal latihan hasilnya belum mencapai enam puluh lima persen, agar membaca dan memahami kembali modul ini utamanya yang belum dimengerti. Dalam hal masih belum dapat dimengerti materi pembelajaran ini tanyakan kepada pengajar, dan/atau kelompok belajar Anda. Pada menjelang akhir pembelajaran kerjakan atau jawablah seluruh test formatif, setelah selesai dikerjakan jawaban agar dicocokan hasil/jawaban dengan kunci jawaban yang telah disediakan pada modul ini. Bila berhasil menjawab dengan benar lebih dari enam puluh lima persen, dinyatakan cukup berhasil, dalam hal ingin lebih baik lagi hasilnya agar mengulangi membaca kembali bagian yang belum dipahami atau dimengerti.

2. KEGIATAN BELAJAR (KB) 1

PENGAWASAN KEPABEANAN 2.1. Uraian, Contoh, dan Non Contoh

2.1.a. Latar Belakang Pengawasan Kepabeanan

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara yang memiliki letak yang sangat strategis karena berada di antara dua benua, yaitu benua Asia dan Australia, serta berada di antara dua samudra, samudra Hindia dan samudra Pasifik, oleh karena itu, sejak zaman dahulu kala Indonesia merupakan daerah perdagangan yang cukup ramai.

Di era sekarang perdagangan internasional jauh lebih maju dibandingkan pada era penjajahan dulu kala, komoditinya pun bermacam – macam. Perkembangan dunia perdagangan internasional menunjukkan perkembangan yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini diimbangi kemajuan dari segi teknologi informasi yang memungkinkan peredaran arus barang dan dokumen semakin cepat. Arus perdagangan antar negara yang semakin meningkat ini, menyebabkan pemeriksaan 100% atas sarana pengangkut dan barang yang ada diatasnya atau diangkutnya yang masuk ke wilayah Indonesia semakin mustahil untuk dilakukan. Keadaan yang demikian menyebabkan Indonesia rawan terhadap ancaman yang datang dari luar wilayah Indonesia, baik itu berupa ancaman yang secara langsung dapat dirasakan maupun ancaman yang bersifat tidak langsung yang efeknya dapat kita rasakan setelah beberapa waktu, yang merupakan dampak dari perkembangan perdagangan inernasional itu sendiri.

Tugas bea dan cukai yang berada digaris depan wilayah Indonesia sebagai pintu penjaga perbatasan atas masuk dan keluarnya barang impor dan ekspor, memiliki peran yang sangat penting bagi kelancaran arus barang yang keluar masuk wilayah Negara kesatuan republik Indonesia ini. Berdasarkan pasal 1 Undang-undang nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan, kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu-lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean dan pemungutan bea masuk.

Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang kepabeanan, kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu-lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.

Dari pengertian pada pasal 1 tersebut sangat jelas bahwa institusi bea dan cukai memiliki peranan yang sangat penting bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, yaitu melakukan pengawasan terhadap barang yang keluar atau masuk ke daerah pabean Indonesia serta melakukan pungutan uang untuk negara.

SLIDE PHKC (DTSS/STAN) SLIDE PHKC (DTSS/STAN) 3 DAERAH PABEAN WILAYAH REPUBLIK INDONESIA 200 MIL 350 MIL ZEE LAN DA S KO NT INE N LAU T TER ITO RIA L TEM PAT TER TEN TU DI Z EE TEM PAT TERT ENTU DI L AND AS KO NTI NEN

Negara kesatuan Republik Indonesia yang terletak pada koordinat 60 LU-110LS dan 950 BT-1410 BT serta keadaan geografis dari negara kesatuan republik Indonesia yang sangat luas dan berupa kepulauan merupakan suatu kendala yang cukup berarti bagi terlaksanaan tugas pengawasan karena jumlah personil di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kurang cukup memadai jika dibandingkan dengan luas wilayah yang menjadi tanggung jawab dari institusi tersebut. Kendala–kendala serta hambatan – hambatan seperti ini sering dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk menghindar dari kewajiban terhadap negara, yaitu kewajiban pembayaran bea masuk atau bea keluar.

Institusi kepabeanan dan cukai yang memiliki peranan yang sangat vital dalam hal perdagangan internasional dituntut untuk melakukan pengawasan terhadap barang – barang yang masuk ke wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Insitusi kepabeanan dan cukai memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan penjagaan terhadap stabilitas keamanan dan stabilitas perekonomian dalam negeri. Oleh karena itu, institusi kepabeanan dan cukai harus mengeluarkan peraturan – peraturan yang dapat mendukung terlaksananya perdagangan internasionl tanpa harus menghambat kegiatan perdagangan itu sendiri, serta harus dapat melakukan adaptasi terhadap perkembangan teknologi dan perkembangan situasi yang terjadi saat ini.

Banyaknya tuntutan terhadap tugas dari institusi kepabeanan dan cukai, tidak diimbangi dengan sumber daya manusia yang digunakan untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia yang demikian luasnya. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya praktik – praktik penyelundupan yang dapat merugikan negara Indonesia, dibuatlah ketentuan – ketentuan yang menjadi landasan bagi pegawai institusi kepabeanan dan cukai untuk melakukan tindakan pengamanan terhadap hak – hak negara terhadap ancaman penyelundupan serta kegiatan pelanggaran hukum di bidang kepabeanan dan cukai dengan cara melakukan pengawasan untuk dapat diketahuinya ada atau tidaknya pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. Untuk mengetahui apa yang dimaksud pelanggaran hukum, maka disampaikan pengertian hukum.

Hukum adalah kaedah-kaedah yang diberlakukan disuatu masyarakat yang dipatuhi dan bila dilanggar mempunyai sanksi bagi pelakunya. Soerjono Soekanto mendefinisikan hukum sebagai suatu perangkat aturan yang mengatur tata cara hidup bermasyarakat (Soekanto, 1987, hal. 23). Dari pengertian singkat ini maka istilah ’pelanggaran hukum’ adalah adanya upaya melanggar aturan-aturan yang telah dibuat dan telah ditetapkan.

Dalam hukum pidana, dikenal adanya hukum pidana materiel dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiel adalah ketentuan-ketentuan hukum yang berisi tentang perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan diharuskan, subyek hukum, dan ancaman pidana bila perbuatan-perbuatan tersebut dilarang.

Namun, hukum pidana materiel ini tidak akan mempunyai arti apa-apa bila tidak dapat ditegakan atau dipertahankan. Untuk itulah dibutuhkan apa yang disebut hukum pidana formil, yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur bagaimana

formil berisikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana melakukan penyelidikan adanya suatu tindak pidana materiel dan siapa penyelidik itu, bagaimana dan siapa yang dapat melakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Jadi hukum pidana formil ini adalah inti dari suatu proses penegakan hukum.

Dalam tata hukum pidana Indonesia ketentuan hukum materiel tersebut diatur dalam KUHP dan ketentuan-ketentuan pidana lain yang tersebar dibeberapa ketentuan hukum di bidang-bidang tertentu, antara lain ketentuan pidana yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Amandemen atas Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Sedangkan hukum pidana formil ber-induk pada Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Acara Pidana serta beberapa ketentuan hukum pidana formil yang terdapat dibeberapa ketentuan hukum di bidang tertentu lainnya.

Mengacu pada uraian tersebut diatas, maka pengawasan dan penindakan kepabeanan sesungguhnya meliputi kegiatan-kegiatan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan. Namun berdasarkan PP No.21 tahun 1996, penindakan meliputi:

a. Penghentian dan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut;

b. Pemeriksaan terhadap barang, bangunan atau tempat lain, surat atau dokumen yang

berkaitan dengan barang, atau terhadap orang;

c. Penegahan terhadap barang dan sarana pengangkut; dan

d. Penguncian, penyegelan, dan/atau pelekatan tanda pengaman yang diperlukan terhadap barang maupun sarana pengangkut.

Dalam konteks pembelajaran pengawasan dan penindakan kepabeanan, pokok bahasan hanya akan dibatasi pada pembahasan tentang penindakan dan penyidikan di bidang kepabeanan saja.

Salah satu tugas yang harus diemban oleh instansi bea dan cukai adalah tugas pengawasan yang memiliki peranan yang sangat vital terhadap ditaatinya peraturan- peraturan yang telah dibuat. Pengawasan adalah suatu kegiatan untuk menjamin atau menjaga agar rencana dapat diwujudkan dengan efektif.

Organisasi mempunyai rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk menjaga agar organisasi itu dapat mencapai tujuannya mutlak diperlukan

yang benar. Pengawasan dapat dilakukan dari jauh maupun dari dekat. Pengawasan dari jauh disebut pemantauan atau monitoring ini dapat dilakukan menggunakan sarana telepon, fax, atau radio. Wujud pengawasan cara ini adalah permintaan laporan kepada bawahan dan jawaban dari bawahan atas permintaan tersebut. Jika pengawasan dari jauh tidak efektif dapat dilakukan pengawasan langsung ke obyeknya. Dalam hal ini pengawasan yang dilakukan disebut sebagai pemeriksaan yang berarti pemeriksa berhadapan langsung dengan obyek yang diperlukan.

Menurut Colin Vassarotti, tujuan pengawasan Pabean adalah memastikan semua pergerakan barang, kapal, pesawat terbang, kendaraan dan orang-orang yang melintas perbatasan Negara berjalan dalam kerangka hukum, peraturan dan prosedur pabean yang ditetapkan (lihat Colin Vassarotti, “Risk Management – A Customs Prespective”,

hal.19). Untuk menjaga dan memastikan agar semua barang, sarana pengangkut dan

orang yang keluar/masuk dari dan ke suatu negara mematuhi semua ketentuan kepabeanan. Yang dimaksud dengan sarana pengangkut, adalah kapal laut, pesawat udara, mobil, dan kereta api. Sedangkan yang dimaksud pengangkut untuk kapal laut adalah nakoda, pesawat udara adalah pilot, mobil adalah sopir, dan kereta api adalah masinis.

Setiap administrasi pabean harus melakukan kegiatan pengawasan. Kegiatan pengawasan pabean meliputi seluruh pelaksanaan wewenang yang dimiliki oleh petugas pabean dalam perundang-undangannya yaitu memeriksa sarana pengangkut, barang, penumpang, dokumen, pembukuan, melakukan penyitaan, penangkapan, penyegelan, dan lain-lain. Dalam modul pencegahan pelanggaran kepabeanan yang dibuat oleh World Customs Organization (WCO) disebutkan bahwa pengawasan pabean adalah salah satu metode untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran kepabeanan. Berdasarkan modul WCO tersebut dinyatakan bahwa pengawasan Bea Cukai yang mampu mendukung pendeteksian dan pencegahan penyelundupan paling tidak harus mencakup kegiatan penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, dan audit pasca-impor. Kewenangan bea dan cukai berupa patroli juga termasuk kegiatan pengawasan, pelaksanaan patroli di darat, laut, dan udara yang bertujuan untuk mencegah, menindak dan melakukan penyidikan tindak pidana kepabeanan, di samping itu kegiatan patroli juga merupakan pengawasan Bea Cukai untuk mencegah penyelundupan. Pengawasan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari penindakan, saling terkait dan saling mengisi. Pengawasan merupakan kegiatan untuk meyakinkan bahwa sesuatu berjalan

yang bersifat preventif dan persuasif daripada tindakan yang bersifat represif.Apabila dipandang dari sifatnya pengawasan dapat dikategorikan menjadi beberapa macam yaitu :

– Pengawasan yang bersifat Built in.

Pengawasan ini berdasarkan satu paket dan terbagi atas spesialisasi dari masing-masing bidang.

PERAIRAN INDONESIA DAN YURISDIKSI NASIONAL INDONESIA

P E R A I R A N K E P U L A U A N

0 MIL 12 MIL 24 MIL 200 MIL 350 MIL

DARATAN DARATAN LANDAS KONTINEN LAUT TERITO RIAL ZONA EKONOMI EKSKLOSIF ZEE ZONA TAMBA HAN LANDAS KONTINEN K A W A S A N

Dengan demikian unit pengawasan harus terpisah dari unit pelaksana. Contohnya pengawasan internal seperti halnya dalam pengawasan terhadap kinerja pejabat bea dan cukai, sedangkan pengawasan eksternal akan dilakukan oleh pengawas diluar DJBC.

– Pengawasan yang bersifat intelijen

Pengawasan dengan pengumpulan data dan informasi, identifikasi dan analisis terhadapnya sehingga akan menghasilkan apa yang disebut sebagai hasil intilijen. Hasil ini akan disebarkan kepada unit opersional untuk melaksanakan pengawasan. Unit intelijen seharusnya terpisah dengan unit operasional karena sistem dan cara kerjanya beda.

– Pengawasan pemeriksaan pembukuan / Post Clearance Audit

Pengawasan yang dilakukan setelah selesainya beberapa prosedur pemberitahuan dan pemeriksaan yang disebut dengan bersifat audit (pemeriksaan pembukuan).

Dilaksanakan setelah semua dokumen pabean dinyatakan selesai secara prosedural dan setelah melalui proses pemeriksaan verifikasi.

Kegiatan penindakan dan penyidikan selanjutnya merupakan tindak lanjut dari pengawasan pabean. Jika menemukan adanya pelanggaran atau tindak pidana akan ditindaklanjuti dengan penindakan atau bahkan penyidikan. Penelitian dokumen atau audit yang menemukan dokumen palsu akan segera ditindaklanjuti dengan penyidikan. Demikian juga apabila dalam pemeriksaan fisik ditemukan barang yang dilarang akan ditindaklanjuti dengan penyidikan.

2.1.b. Perlunya Pengawasan Kepabeanan

Dewasa ini masyarakat dunia semakin dikejutkan dengan perkembangan yang pesat dari permasalahan lintas batas negara. Semakin maraknya kenyataan bahwa isu nasional bisa sewaktu-waktu berkembang dengan tidak terkendali menjadi isu internasional, telah menyadarkan bangsa-bangsa bahwa batas antara masalah-masalah nasional dan masalah-masalah internasional tidak lagi dapat dipisahkan oleh batas yang ”rigid”, melainkan hanya dibatasi oleh selapis membran yang sangat tipis. Sejak awal, para pendiri negara Indonesia sebagaimana para cendekia dunia lainnya juga telah menyadari hal ini, sehingga di dalam konstitusi Indonesia pun tertuang pernyataan bahwa bangsa Indonesia harus hidup dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab di dunia. Oleh karena itu, tentunya tidak mengherankan jika Indonesia kemudian dalam perjalanan kenegaraannya banyak menunduk kan diri kepada hukum internasional, hampir di semua aspek kehidupan bermasyarakat. Bahkan seringkali suatu ketentuan hukum internasional yang tertuang dalam satu konvensi internasional, misalnya, hanya dibuatkan Undang-Undang Pengesahannya, dimana ketentuan ketentuan yang termuat dalam konvensi tersebut sebenarnya dapat langsung berlaku sebagai hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia. Akan tetapi sayangnya, meskipun semangat untuk terlibat di dalam pembentukan dan pelaksanaan hukum internasional itu begitu besar, kenyataan di lapangan sering bicara lain. Banyak sekali konvensi yang telah diratifikasi oleh Indonesia belum dapat dilaksanakan dengan efektif karena berbagai dalih, seperti belum ada peraturan pelaksanaannya, kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum mengenai hukum internasional yang terkait dengan Indonesia, sampai dengan belum pahamnya jajaran pemerintah dan masyarakat awam

kepastian hukum internasional, baik dalam daya mengikatnya, pengawasannya dan penindakannya sangat rentan, karena digantungkan pada kemauan suatu negara berdaulat untuk menundukkan diri kepadanya. Namun demikian sifat koordinatif hukum internasional itulah yang membuat hukum internasional tetap ada di antara bangsa-bangsa di dunia, sehingga dengan alasan apapun keberadaannya untuk menjaga keseimbangan hidup negara-negara beradab tetap diperlukan. Oleh karenanya pemahaman terhadapnya dan upaya-upaya mengimplementasi kannya serta penindakkan nya tetap harus dilakukan, khususnya di Indonesia. Terdorong oleh pemikiran di atas, maka perlu untuk mengkaji masalah-masalah hukum internasional yang ada, khususnya yang mempunyai implikasi dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. Termasuk tentu untuk menganalisa sejauh mana suatu ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia telah dilaksanakan dengan efektif, dan kendala-kendala yang ditemukan dalam pengimplementasiannya.

Sosialisasi hukum internasional pun menjadi suatu agenda, mengingat peran hukum internasional yang tidak bisa diabaikan jika negara-negara di dunia ingin hidup dalam suasana yang saling menghargai kepentingan satu sama lain. Secara luas tentunya perlu mengambil peran aktif dalam menjembatani kepentingan masyarakat dan negara Indonesia di satu sisi dengan kepentingan masyarakat internasional di sisi lain, agar keduanya bisa berjalan berdampingan dengan harmonis. Hal-hal yang sepatutnya dilaksanakan dalam pelaksanaan penindakan dibidang kepabeanan meliputi, penetapan dan penentuan batas wilayah Indonesia dan yurisdiksi negara di laut menurut hukum laut internasional dan peraturan perundang-undangan nasional, masalah penamaan pulau-pulau, pulau-pulau terluar, dan batas-batas terluar yurisdiksi Indonesia. Perspektif penyelesaian perjanjian batas maritim antara Indonesia dan negara tetangga, peningkatan peranan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam penegakan hukum di wilayah perbatasan Indonesia, aspek hukum pencegahan trans-national organized crimes di wilayah perbatasan, pengelolaan dan pengembangan wilayah perbatasan Indonesia, penerapan dan penegakan suatu produk hukum internasional di Indonesia, sosialisasi suatu produk hukum internasional yang telah mengikat Indonesia; membantu instansi pemerintah terkait dalam menelaah penerapan, penegakan dan pengembangan suatu produk hukum internasional; Bekerjasama dengan berbagai lembaga baik pemerintah (governmental organization) maupun swasta (non governmental

Indonesia sebagai sebuah negara besar yang berupa kepulaun tentunya memiliki wilayah kedaulatan hukum yang luas pula. Wilayah kedaulatan hukum Indonesia yang lebih kita kenal sebagai wilayah yurisdiksi Indonesia memiliki batas-batas wilayah yang ”seolah” tidak permanen. Hal ini mengingat bentuk wilayah Indonesia yang berupa kepulauan sehingga batas wilayah sangat bergantung pada keadaan pesisir pulau-pulau terluar dan keadaan pasang surut perairan terluar Indonesia. Geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dengan posisi di antara benua Asia dan Australia serta di

Dokumen terkait