Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum. Olahraga merupakan bagian dari proses dan pencapaian tujuan pembangunan nasional sehingga keberadaan dan peranan olahraga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus ditempatkan pada kedudukan yang jelas dalam sistem hukum nasional.
Selama ini bidang keolahragaan hanya diatur oleh peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang bersifat parsial atau belum mengatur semua aspek keolahragaan nasional secara menyeluruh, dan belum mencerminkan tatanan hukum yang tertib di bidang keolahragaan.
Permasalahan keolahragaan nasional semakin kompleks dan berkaitan dengan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat dan bangsa serta tuntutan perubahan global sehingga sudah saatnya Indonesia memiliki suatu undang-undang yang mengatur keolahragaan secara menyeluruh dengan memperhatikan semua aspek terkait, adaptif terhadap perkembangan olahraga dan masyarakat, sekaligus sebagai instrumen hukum yang mampu mendukung pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional pada masa kini dan masa yang akan datang. Atas dasar inilah perlu dibentuk Undang-Undang tentang Sistem Keolahragaan Nasional sebagai landasan yuridis bagi setiap kegiatan keolahragaan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang ini memperhatikan asas desentralisasi, otonomi, peran serta masyarakat, keprofesionalan, kemitraan, transparansi, dan akuntabilitas. Sistem pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan keolahragaan nasional diatur dengan semangat kebijakan otonomi daerah guna mewujudkan kemampuan daerah dan masyarakat yang mampu secara mandiri mengembangkan kegiatan keolahragaan. Penanganan
keolahragaan tidak dapat lagi ditangani secara sekadarnya tetapi harus ditangani secara profesional. Penggalangan sumber daya untuk pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional dilakukan melalui pembentukan dan pengembangan hubungan kerja para pihak yang terkait secara harmonis, terbuka, timbal balik, sinergis, dan saling menguntungkan. Prinsip transparansi dan akuntabilitas diarahkan untuk mendorong ketersediaan informasi yang dapat diakses sehingga memberikan peluang bagi semua pihak untuk berperan serta dalam kegiatan keolahragaan, memungkinkan semua pihak untuk melaksanakan kewajibannya secara optimal dan kepastian untuk memperoleh haknya, serta mcmungkinkan berjalannya mekanisme kontrol untuk menghindari kekurangan dan penyimpangan sehingga tujuan dan sasaran keolahragaan nasional dapat tercapai.
Dalam Undang-Undang ini, sistem keolahragaan nasional merupakan keseluruhan subsistem keolahragaan yang saling terkait secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan untuk mencapai tujuan keolahragaan nasional. Subsistem yang dimaksud, antara lain, pelaku olahraga, organisasi olahraga, dana olahraga, prasarana dan sarana olahraga, peran serta masyarakat, dan penunjang keolahragaan termasuk ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, dan industri olahraga. Interaksi antarsubsistem perlu diatur guna mencapai tujuan keolahragaan nasional yang manfaatnya dapat dirasakan oleh semua pihak. Seluruh subsistem keolahragaan nasional diatur dengan memperhatikan keterkaitan dengan bidang-bidang lain serta upaya-upaya yang sistematis dan berkelanjutan guna menghadapi tantangan subsistem, antara lain, melalui peningkatan koordinasi antarlembaga yang menangani keolahragaan, pemberdayaan organisasi keolahragaan, pengembangan sumber daya manusia keolahragaan, pengembangan prasarana dan sarana, peningkatan sumber dan pengelolaan pendanaan, serta penataan sistem pembinaan dan pengembangan olahraga secara menyeluruh.
Undang-Undang ini mengatur secara tegas mengenai hak dan kewajiban serta kewenangan dan tanggung jawab semua pihak (Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat) serta koordinasi yang sinergis secara vertikal antara pusat dan daerah dan secara horizontal antara lembaga terkait baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah dalam rangka pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan keolahragaan nasional. Sebagai wujud kepedulian dalam pembinaan dan pengembangan olahraga, masyarakat dapat berperan serta dengan membentuk induk organisasi cabang olahraga pada tingkat pusat dan daerah. Organisasi/kelembagaan yang dibentuk oleh masyarakat itu membutuhkan dasar hukum sehingga kedudukan dan keberadaannya akan lebih mantap.
Keterbatasan sumber pendanaan merupakan permasalahan khusus dalam kegiatan keolahragaan di Indonesia. Hal ini semakin terasa dengan perkembangan olahraga modern yang menuntut pengelolaan, pembinaan dan pengembangan keolahragaan didukung oleh anggaran yang memadai. Untuk itu, kebijakan tentang sistem pengalokasian dana di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam bidang keolahragaan sesuai dengan kemampuan anggaran harus dilaksanakan agar pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional dapat berjalan lancar. Selain itu, sumber daya dari masyarakat perlu dioptimalkan, antara lain, melalui peran serta masyarakat dalam pengadaan dana, pengadaan/pemeliharaan prasarana dan sarana, dan dalam industri olahraga. Dengan Undang-Undang ini sistem pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional ditata sebagai suatu bangunan sistem keolahragaan yang pada intinya dilakukan pembinaan dan pengembangan olahraga yang diawali dengan tahapan pengenalan olahraga, pemantauan dan pemanduan, serta pengembangan bakat dan peningkatan prestasi. Penahapan tersebut diarahkan untuk pemassalan dan pembudayaan olahraga, pembibitan, dan peningkatan prestasi olahraga pada tingkat daerah, nasional, dan internasional. Semua
penahapan tersebut melibatkan unsur keluarga, perkumpulan, satuan pendidikan, dan organisasi olahraga yang ada dalam masyarakat, baik pada tingkat daerah maupun pusat. Sesuai dengan penahapan tersebut, seluruh ruang lingkup olahraga dapat saling bersinergi sehingga membentuk bangunan sistem keolahragaan nasional yang luwes dan menyeluruh. Sistem ini melibatkan tiga jalur, yaitu jalur keluarga, jalur pendidikan, dan jalur masyarakat yang saling bersinergi wntuk memperkukuh bangunan sistem keolahragaan nasional.
Sistem keolahragaan nasional ditingkatkan, antara lain, melalui penetapan standar nasional keolahragaan yang meliputi tenaga keolahragaan, isi program penataran/ pelatihan, prasarana dan sarana, penyelenggaraan keolahragaan, dan pengelolaan organisasi keolahragaan, serta pelayanan minimal keolahragaan.
Undang-Undang tentang Sistem Keolahragaan Nasional ini akan memberikan kepastian hukum bagi Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam kegiatan keolahragaan, dalam mewujudkan masyarakat dan bangsa yang gemar, aktif, sehat dan bugar, serta berprestasi dalam olahraga. Dengan demikian, gerakan memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat serta upaya meningkatkan prestasi olahraga dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa pada tingkat internasional sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan nasional yang berkelanjutan.
5. IKASI ((Ikatan Anggar Seluruh Indonesia)
Pada tahun 1951 merupakan awal berdirinya organisasi Anggar di Indonesia dengan nama IPADI (Ikatan Pemain Anggar di Indonesia) dengan Ketua Umum Dr. Singgih dan Sekretaris Umum Rusman Rukmantoro. Ketika PON I tahun 1948, olahraga Anggar masuk dalam acara eksibisi, dan baru pada
PON II setelah berdirinya IPADI, Anggar masuk cabang olahraga resmi yang dipertandingkan sampai sekarang.
Tahun 1953 diadakan Kejuaraan Nasional (Kejurnas) yang pertama di Jakarta serta Kongres, kemudian memilih R.A. Kosasih sebagai Ketua Umum dan Ong Sik Lok sebagai Sekjen, dan nama IPADI berubah menjadi IKASI (Ikatan Anggar Seluruh Indonesia), berkedudukan di Bandung.
6. Institusi
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia kata Institusi bisa di artikan sesuatu yang di lembagakan oleh undang-undang, adat atau istiadat (seperti perkumpulan, paguyuban,organisasi sosial ), sedangkan pengertian lembaga lebih menunjuk pada sesuatu bentuk, sekaligus juga mengandung tentang seperangkat norma-norma, peraturan-peraturan yang menjadi ciri lembaga tersebut. Lembaga merupakan sistem yang kompleks yang mencakup berbagai hal yang berhubungan dengan konsep sosial, psikologis, politik dan hukum.
Konsep lembaga/kelembagaan telah banyak di bahas dalam sosiologi, antropologi, hukum dan politik. Dalam bidang sosiologi dan antropologi kelembagaan banyak di tekankan pada norma, tingkah laku adat istiadat, dalam ilmu politik kelembagaan banyak di tekankan pada aturan main, kegiatan kolektif untuk kepentingan bersama. Dalam Psikologi menegaskan pentingnya kelembagaan dari sudut pandang tingkah laku manusia. Sedangkan dari ilmu hukum melihatnya dari sudut hukum atau regulasinya serta instrumen dan litigasinya (Djogo, dkk, 2003)
7. Organisasi
a. Pengertian organisasi
Organisasi merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dalam suatu kegiatan olahraga prestasi. Hal ini karena organisasi merupakan bagian yang berfungsi mengelola kegiatan pembinaan olahraga prestasi. Seperti yang diungkapkan Sudjarwo (1993: 10) bahwa, “Salah satu faktor exogen yang
mempengaruhi pencapaian prestasi yaitu kepengurusan dan organisasi cabang olahraga yang bertanggung jawab”.
Pembinaan olahraga prestasi dapat berjalan dengan baik, jika organisasi yang menangani pembinaan tersebut berfungsi sebagaimana mestinya. Tanpa adanya organisasi, maka kegiatan pembinaan olahraga tidak dapat berjalan dengan lancar. Mengutip dari Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional ( UUSKN ) bab XIII yang pertama pasal 35 dilanjutkan pasal 36 telah mengatakan tentang pengelolaan olahraga:
Ayat (1) Dalam pengelolaan keolahragaan, masyarakat dapat membentuk induk organisasi olahraga. (2) Induk organisasi cabang olahraga sebagaimana di maksud pada ayat (1) dapat mendirikan cabang-cabangnya di provinsi dan kabupaten/kota.
Dan tertera juga dalam pasal 36 ayat (1) Induk organisasi cabang olahraga sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 membentuk suatu komite olahraga nasional. (2) Pengorganisasian komite olahraga nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh masyarakat yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) induk organisasi cabang olahraga dan komite olahraga nasional sebagaiman dimaksud pada ayat (1) bersifat mandiri. (4) Komite olahraga nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai tugas: (a) membantu Pemerintah dalam membuat kebijakan nasional dalam bidang pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga prestasi pada tingkat nasional; (b) mengoordinasikan induk organisasi cabang olahraga, organisasi olahraga fungsional, serta komite olahraga provinsi dan komite olahraga kabupaten/kota; (c) melaksanakan pengelolaan, pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi berdasarkan kewenanganya; dan (d) melaksanakan dan mengordinasikan kegiatan multikejuaraan olahraga tingkat nasional.
Organisasi pada dasarnya merupakan sekumpulan orang-orang yang melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan organisasi Direktorat Jendral Pendidikan Tingggi yang di kutip Suratmi WS. (1991: 8) menyatakan, “organisasi adalah sistem kerjasama antara dua orang
atau lebih yang secara sadar dimaksudkan untuk mencapai tujuan”. Menurut Dwight Waldo yang di kutip Soebagio Hartoko (1994: 13) bahwa, “organisasi adalah struktur hubungan pribadi dalam wewenang formil dan kebiasaan di dalam sistem organisasi”. Sedangkan Depdiknas (2001: 803) mendefinisikan pengetian organisasi menjadi dua yaitu: “(1) Organisasi merupakan kesatuan (susunan dan sebagaianya) yang terdiri atas bagian-bagian (orang dan sebagainya) di perkumpulan dan sebagainya untuk tujuan tertentu. (2) Kelompok kerjasama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama”.
Berdasarkan pengertian organisasi yang di kemukakan tiga ahli tersebut dapat di simpulkan bahwa, unsur utama suatu organisasi yaitu sekumpulan orang-orang, melakukan kerjasama dan mencapai tujuan yang telah di tetapkan Sedangkan menurut Sulistriyo, Ign. Wagimin dan Hery Sawiji (2003: 52) bahwa, istilah organisasi dalam kehidupan sehari-hari diartikan dalam tiga kelompok yaitu: “(1) Organisasi dalam arti statis, (2) Organisasi dalam arti dinamis dan (3) Orgnisasi dalam arti lembaga atau badan”.
Organisasi dalam arti statis adalah kerangka hubungan antara orang-orang yang bertangung jawab, dan yang bergerak ke arah usaha untuk mencapai tujuan tertentu jadi organisasi dalam arti statis atau wadah ini merupakan gambaran secara skematis tentang struktur daripada bagian-bagian dari suatu badan atau lembaga. Gambaran organisasi dalam arti statis dapat di lihat dengan indera mata dengan bantuan bagan organisasi.
Organisasi dalam arti dinamis adalah suatu proses penentuan bentuk dan pola dari suatu organisasi, yang wujud dari kegiatan-kegiatannya meliputi pembagian pekerjaan, pembatasan tugas-tugas, pembatasan kekuasaan dan tanggung jawab, beserta pengaturan hubungan antar bagian-bagian didalam atau badan yang bersangkutan.
Organisasi dalam arti badan atau lembaga adalah sekelompok orang yang tergabung dan terikat secara formal dalam sistem kerjasama untuk mencapai suatu tujuan yang telah di tentukan sebelumnya. Atau dengan kata lain, dimana saja dalam kondisi dan keadaan apapun, apabila ada sekelompok orang yang
bekerjasama untuk mencapai tujuan muncullah apa yang disebut organisasi. Pengertian organisasi dalam arti badan atau lembaga ini dalam arti statis dan dinamis.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, organisasi dalam arti statis merupakan bentuk skematis struktur organisasi yang dapat dilihat. Organisasi dalam arti dinamis merupakan wujud dari kegiatan, pembagian tugas, dan tanggungjawab dalam organisasi. Sedangkan pengertian organisasi dalam arti badan atau lembaga merupakan kumpulan sekelompok orang yang terikat secara formal untik mencapai tujuan. Organisasi salam arti lembaga atau badan mencakup organisasi dalam arti statis maupun dinamis.
b. Asas Pokok Organisasi
Organisasi merupakan suatu alat atau sarana untuk mencapai tujuan tertentu, dan tujuan tersebut tidak dapat dicapai kalau tidak ada sistem kerjasama sekelompok orang dalam sebuah organisasi. Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam organisasi, maka dalam mendirikan organisasi diibaratkan mendirikan rumah. Untuk mendirikan organisasi harus memiliki fondasi dan kerangka organisasi yang baik. Fondasi atau landasan dan kerangka yang dimaksud yaitu asas-asas organisasi. Asas organisasi harus diyakini betul oleh setiap pembentuk organisasi atau pimpinan yang bertanggungjawab secara keseluruhan. Untuk menjaga kontinyuitas organisasi dan semua aktivitas bergerak ke arah tujuan yang hendak dicapai, maka asas tersebut harus betul-betul menjiwai semua anggota organisasi. Menurut Sulistriyo dkk. (2003: 53-57) bahwa ada tujuh asas pokok yang harus diperhatikan oleh setiap organisasi yaitu:
a. Perumusan tujuan yang jelas b. Pembagian tugas dan pekerjaan. c. Delegasi kekuasaan.
d. Rentangan kekuasaan e. Tingkatan tata jenjang
g. Koordinasi
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, asas pokok dalam suatu organisasi mencakup tujuh macam yaitu: tujuan yang jelas, adanya pembagian tugas, adanya delegasi kekuasaan, adanya rentangan kekuasaan, adanya tingkatan tata jenjang, kesatuan perintah dan tanggungjawab serta adanya koordinasi yang baik dari semua orang yang terlibat dalam organisasi. Ketujuh asas pokok dalam organisasi tersebut harus dipahami dan dimengerti dalam mendirikan organisasi. Untuk lebih jelasnya ketujuh asas pokok organisasi tersebut diuraikan secara singkat sebagai berikut
1) Perumusan Tujuan yang Jelas
Sesuatu yang hendak dicapai suatu organisasi hendaknya dirumuskan dengan jelas dan dipahami oleh setiap anggota organisasi. Dengan demikian dapat menjiwai setiap orang dalam melaksanakan tugasnya, atau mungkin dapat menyumbangkan ide, kreasi terhadap tindakan atau langkah yang diambil untuk mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut akan menambah keyakinan, memberi motivasi dalam menjalankan tugas, karena diikutsertakan, diberi wewenang dan merasa mempunyai peranan, maka akan selalu tergugah hatinya untuk dapat mempertanggungjawabkan tugas yang dilimpahkan dengan sebaik mungkin. Apabila setiap orang di dalam organisasi mengetahui tujuan yang hendak dicapai organisasi, menurut Sulistrityo dkk., (2003: 54) ada beberapa hal yang dapat dilaksanakan yaitu:
a. Mereka mengatakan apa yang diharapkan oleh organisasi dari mereka masing-masing
b. Mereka dapat memahami apa yang mereka dapat harapkan dari organisasi
c. Mereka dapat menilai apakah tujuan organisasi itu sinkron dengan tujuan mereka pribadi.
d. Jika belum sinkron, mereka dapat memutuskan apakah berusaha untuk mensinkronkan atau tidak, ataukah akan meninggalkan organisasi tersebut.
Merumuskan tujuan yang jelas dalam sebuah organisasi adalah sangat penting. Dengan tujuan organisasi yang jelas, maka setiap orang yang terlibat dalam organisasi akan mengetahui dan memahami apa yang diharapkan dari organisasi, dapat menilai tujuan organisasi sinkron atau tidak dengan tujuan pribadi dan mampu mengambil keputusan terhadap tujuan organisasi apabila tujuannya tidak sinkron dengan tujuan pribadinya dengan bertindak mensinkronkan atau keluar dari organisasi.
2) Pembagian Tugas Pekerjaan
Berdasarkan unsur utama dari organisasi yaitu kumpulan sekelompok orang, melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar orang-orang yang terlibat dalam organisasi dapat melakukan kegiatan dengan baik, maka perlu dilakukan pembagian tugas pekerjaan, baik pembagian tugas ke dalam satuan-satuan organisasi, ke dalam sub-sub unit, atau sampai ke dalam satuan pelaksana (operating unit). Di dalam organisasi terdapat satuan-satuan organisasi dengan pejabat, tugas, wewenang dan tanggungjawab serta hubungan satu sama lain yang masing-masing pejabat mempunyai peranan tertentu dalam lingkungan kesatuan utuh. Pembagian tugas pekerjaan dalam organisasi adalah aktivitas untuk membagi-bagi tugas pekerjaan dalam satuan-satuan tertentu atau ke dalam bagian-bagian yang khusus. Karena organisasi dalam arti fisiolofis adalah manifestasi kemampuan manusia untuk bekerja secara kooperatif, maka tugas-tugas yang terdapat di dalam organisasi harus dibagi-bagi sesuai dengan kemampuan, keahlian dan bakat orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut.
3) Delegasi kekuasaan
Delegasi kekuasaan merupakan penyerahan sebagian hak untuk mengambil tindakan yang diperlukan dari pejabat yang lebih tinggi tingkatannya kepada
pejabat yang lebih rendah, atau pejabat satu kepada yang lain yang sederajat mengingat bahwa kemampuan seseorang itu terbatas. Hal ini artinya,tidak semua orang mengetahui semua hal dalam organisasi sampai ke hal yang paling kecil,terlebih-lebih organisasi tersebut besar dan kompleks tugas-tugas yang harus dilaksanakan untuk merealisasi tujuan organisasi. Dengan demikian delegasi kekuasaan merupakan suatu asas esensiil, agar organisasitersebut kegiatannya dapat berjalan lancar. Namun demikian, dalam memberikan tugas harus disertakan juga kekuasaan atau batas-batas kewenangan yang sepadan dengan fungsi dan tanggungjawab yang akan diberikan.
4) Rentangan kekuasaan
Di dalam organisasi terdapat beberapa orang yang mempunyai predikat pimpinan. Baik pimpinan tingkat atas, tingkat menengah atau pun tingkat bawah.Mereka dikatakan pimpinan praktis yang mempunyai bawahan. Asas yang berkenaan dengan penentuan jumlah bawahan atau tanggungjawab yang harus berada di bawah pengawasan seorang pejabat termasuk dalam pengertian rentangan kekuasaan. Menurut Sulistriyo dkk., (2003: 56) bahwa, untuk menentukan jumlah orang atau tanggungjawab yang tepat yang harus berada di bawah pengawasan seorang pejabat ada lima faktor yang harus diperhatikan yaitu: “(1) manusia (man power), (20 corak pekerjaan, (3) tata ruang atau tempat kerja, (4) alat perlengkapan dan (5) corak hasil kerja”
5) Tingkatan tata jenjang
Tingkatan tata jenjang merupakan jumlah tingkatan menurut kedudukan dari atas ke bawah yang tiap-tiap tingkatan terdapat pejabat dengan tugas, wewenang dan tanggungjawab tertentu. Untuk menentukan jumlah tingkatan atau
hirarki, hendaknya diperhatikan benar-benar akan corak daripada pekerjaan. Hendaknya diusahakan jenjang organisasi sependek mungkin, sehingga akan mengurangi hambatan dalam proses penyerahan kekuasaan dan tanggungjawab. Semakin banyak jenjang berarti semakin banyak pula kemungkinan hambatan penyaluran setiap kebijaksanaan. Jenjang atau hirarki ini sangat erat hubungannya rentang kekuasaan. Sulistriyo dkk., (2003: 57) menyatakan bahwa, untuk
menentukan hirarki organisasi dan rentang kekuasaan, hendaknya diikutsertakan beberapa pertimbangan yaitu: “(1) Bilamana rentang kekuasaan luas, maka jenjang organisasi harus pendek. (2) Bilamana rentang kekuasaan sempait, maka jenjang organsiasi harus panjang, dan yang paling baik adalah jenjang organisasi yang pipih (flat of organization)”.
6) Kesatuan perintah dan tanggung jawab
Di dalam organisasi terdapat satuan-satuan tugas yang harus dilaksanakan oleh pelaksana. Oleh karena itu, setiap pelaksana hendaknya hanya menerima perintahdan tanggungjawab dari satu atasan, dan dilaksanakan dengan menggunakan saluran komunikasi yang tegas. Maksudnya agar semua petugas dapat mengetahui dari siapa ia menerima perintah dan kepada siapa ia mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya. Di samping itu, pelaksanaan asas ini dapat menghindarkan kemungkinan adanya kesamaan atau kevakuman dalam pelaksanaan pekerjaan yang disebabkan karena adanya bawahan yang dapatmenerima perintah lebih dari satu atasan.
7) Koordinasi
Koordinasi merupakan suatu kondisi dimana terkandung aspek-aspek tidak terjadinya kekacauan, percecokan, kesamaan atau kekosongan pekerjaan, sebagai akibat dari pekerjaan menghubung-hubungkan, menyatupadukan dan menyelaraskan orang-orang dan pekerjaan dalam suatu kerjasama yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
Aktivitas yang berupa menghubung-hubungkan, menyatupadukan dan menyelaraskan orang-orang dan pekerjaannya, sehingga semuanya berlangsung secara tertib dan seirama menuju tercapainya tujuan, inilah yang disebut pengkoordinasian (coordinating).
Ketujuh asas organisasi seperti yang diuraikan di atas berguna untuk membina dan menjaga kelestarian organisasi. Dengan mengetrapkan asas-asas organisasi yang tepat dan menjiwai sebagai anggota organisasi senantiasa akan:
a. Mengetahui dengan sadar akan arti eksistensi organisasi dan tugas mereka masing-masing.
b. Mengerti dan yakin akan tujuan yang hendak dicapai
c. Mengetahui bagaimana cara dan kebijaksanaa apa yang perlu di tetapkan
d. Dapat menempatkan diri baik kedudujanya sebagai anggota organisasi yang mempunyai sikap loyal, maupun dalam kedudukanya sebagi anggita masyarakat. (Sulistriyo dkk, 2003:58)
Banyak manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya asas-asas organisasi yang tepat. Dengan asas-asas organisasi, maka setiap orang yang terlibat dalam organisasi akan mengetahui dengan sadar arti dan eksistensi organisasi dan tugasnya, mengerti dan yakin tujuan yang akan dicapai, mengetahui kebijakan yang harus ditetapkan uintuk mencapai tujuan serta dapat menempatkan diri dengan baik sebagai anggota serta loyal terhadap organisasi.
c. Prinsip-prinsip Organisasi
Prinsip organisasi menurut A.P. Pandjaitan (1992:2) adalah sebagai berikut :
1) Prinsip bahwa organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas.
2) Organisasi di bentuk atau disusun atas dasar adanya tujuan. Tidak ada organisasi yang tidak mempunyai tujuan. Misalnya:
3) Organisasi kekuasaan (negara) dibentuk untuk mencapai tujuan negara/nasional
4) Organisasi olah raga, dalam hal ini KONI, dibentuk untuk mencapai tujuan agar dalam bidang olah raga tercapai prestasi yang setinggi-tingginya. 5) Organisasi siswa Intra Sekolah (OSIS) dibentuk untuk melatih siswa
berorganisasi.
6) Prinsip kesatuan komando.
7) Bahwa seseorang hanya menerima perintah atau komando dan bertanggung jawab terhadap seseorang atasanya.
9) Dalam menjalankan tugasnya, bawahan harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada atasanya. Sekalipun demikian atasnya tidak dapat menghindarkan pertanggungjawabannya atas segala kegiatan/perbuatan yang dilakukan oleh bawahannya.
10) Prinsip pembagian kerja