• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III SEJARAH DAN TINJAUAN UMUM

B. Undang-Undang Yaman No. 27 tahun 1998 M

56

B. Undang-Undang Yaman No. 27 tahun 1998 M tentang Hukum Keluarga 1. Pembahasan dalam Undang-Undang Pernikahan di Yaman

Negara Yaman menerapkan Undang-Undang hukum keluarga sebagaimana dalam hukum Islam tradisional berdasarkan mazhab ulama salaf yang dikaji dalam berbagai mazhab hukum Islam dan kebanyakan didasarkan kepada mazhab Syi’ah Zaidi dan Sunni. Namun, penduduk Yaman selatan menganut mazhab yang mayoritasnya Maliki, sebagian Syafi’i dan Hanafi dan hukum keluarga yang berlaku tidak dikodifikasi dan legislasi sampai akhirnya upaya reformasi hukum keluarga di Yaman Selatan telah dilakukan pada tahun 1974 dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 1 tahun 1974 sebagai hukum keluarga atau sering disebut dengan Qa>nu>n al-Usrah. Hukum keluarga yang terdiri dari 53 pasal ini memuat aturan tentang perkawinan, perceraian, akibat putusnya perkawinan, dan pemeliharaan anak. Walaupun dianggap cukup singkat dibandingkan dengan Undang-Undang hukum keluarga dari negara Arab lainnya, namun dalam beberapa hal materi yang terdapat dalam Undang-Undang yang berlaku memiliki sistem berbeda dengan aturan fikih mazhab maupun hukum keluarga di negara lain. Beberapa materi hukum baru yang dicantumkan di dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974, yaitu masalah tanggungan biaya perkawinan dan nafkah keluarga, kompensasi dalam perceraian, pencatatan perkawinan, persetujuan calon mempelai perempuan dalam perkawinan, pembatasan usia nikah, larangan perkawinan antara pasangan yang umurnya berbeda jauh, pembatasan poligami, pembatasan jumlah mahar, larangan

57

cerai di luar pengadilan, pembatasan perceraian serta masalah-masalah perkawinan lainnya yang bersifat umum dan teknis yudisial.65

Setelah penyatuan Yaman Utara dan Yaman Selatan seluruh Undang-Undang yang ada diberlakukan bagi kedua wilayah tersebut, adapun Undang hukum keluarga yang berlaku saat ini adalah Undang-Undang Yaman No. 27 tahun 1998 atas perubahan Undang-Undang-Undang-Undang No. 20 tahun 1992 tentang hukum keluarga yang saat ini digunakan sebagai acuan hakim dalam menanganani kasus hukum keluarga di masyarakat Yaman khususnya tentang perkara pernikahan.

2. Sistematika Pembahasan di dalam Undang-Undang Yaman No. 27 tahun 1998 M

Undang-Undang Yaman No. 27 tahun 1998 M terdiri dari IV Buku, XI Bab dan 347 Pasal, adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:

Buku I (Hukum Perkawinan) menjelaskan proses pra pernikahan sampai terjadinya pernikahan, setiap aturan yang dijelaskan di dalamnya adalah kepentingan setiap pihak mulai dari hak dan kewajiban mempelai yang nelangsungkan pernikahan. Sestematikanya terdiri dari beberapa bab, adapun Bab I tentang Khitbah di jelaskan pada Pasal 2 sampai Pasal 5. Setelah Bab I kemudian Bab II tentang Akad Nikah yang terdiri dari beberapa bagian: Bagian Kesatu ‚rukun dan syarat perkawinan‛ di jelaskan pada Pasal 6 sampai Pasal 14, Bagian Kedua ‚perwalian dalam perkawinan‛ di jelaskan pada Pasal 16 sampai Pasal 18 dan terakhir adalah Bagian Ketiga

65Atho Muzar dan Kairuddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern Studi Perbandingan UU Modern dari Kitab-kitab Fikih, (Jakarta: Ciputat Press, 2003), 71.

58

‚larangan perkawinan‛ yang di jelaskan pada Pasal 24 sampai Pasal 26. Adapun penjelasan selanjutnya adalah penjelasan Bab III tentang Hukum Perkawinan yang terdiri dari beberapa bagian di dalamnya setelah penjelasan pra nikah samapai terjadinya akad nikah, penjelasannya adalah sebagai berikut: Bagian Kesatu ‚ketentuan umum‛ yang terdapat pada Pasal 30 sampai Pasal 31, Bagian Kedua ‚mahar‛ yang di jelaskan dalam Pasal 33 sampai Pasal 39, dan terakhir adalah Bagian Ketiga ‚10 kebaikan dalam perkawinan‛ yang di jelaskan dalam Pasal 40 sampai Pasal 42.

Setelah penjelasan mengenai proses pra pernikahan sampai terjadinya pernikahan maka penjelasan selanjutnya adalah Bab I tentang Putusnya Perkawinan penjelasannya di dalam Pasal 45 sampai Pasal 53. Selanjutnya Bab II mengenai Talak dan Khuluk yang dijelaskan pada Bagian kesatu ‚talak dan hukum-hukumnya‛ pada Pasal 58 sampai Pasal 69 dan Bagian kedua ‚khuluk dan hukum-hukumnya‛ pada Pasal 72. Bab IV menjelaskan tentang Z{iha>r, I>la>’, Lia>n, dan Mafqu>d66 yang dibagi menjadi beberapa bagian seperti: Bagian Kesatu ‚z}iha>r dan hukum-hukumnya‛ pada Pasal 91 sampai Pasal 99, Bagian Kedua ‚i>la>’ dan hukum-hukumnya‛ pada Pasal 103 dan terakhir Bagian Ketiga ‚lia>n dan hukum-hukumnya‛ Pada Pasal 108 sampai Pasal 120.

Penjelasan selanjutnya adalah Bab I tentang Ketentuan Umum yang terdiri dari beberapa bagian seperti: Bagian Kesatu ‚ketetapan nasab‛ pada Pasal 127 sampai Pasal 132, Bagian Kedua ‚susuan dan hukum-hukumnya‛

66Adalah istilah hilangnya pasangan suami atau istri tanpa kabar dan tidak diketahui keberadaannya.

59

pada Pasal 137 dan penjelasan terakhir adalah Bagian Ketiga ‚pemeliharaan anak‛ pada Pasal 139 sampai Pasal 143. Bab II menjelaskan tentang Nafkah kemudian dibagi menjadi dua bagian seperti: Bagian Kesatu ‚nafkah istri‛ pada Pasal 150 sampai Pasal 153 dan Bagian Kedua ‚nafkah beberapa kerabat‛ pada Pasal 159 sampai Pasal 166.

Buku II tentang Hibah yang menjelaskan seluruh ragkaian hibah mulai dari penerimaannya dan penolakan penerimaannya apabila ada beberapa syarat dan rukun yang tidak terpenuhi, adapun penjelasannya ada pada Bab I Hibah yang dijelaskan di beberapa bagian seperti: Bagian Kesatu ‚rukun dan syarat hibah‛ pada Pasal 171, Bagian Kedua ‚hukum hibah dan manfaatnya‛ pada Pasal 184 sampai Pasal 186 dan terakhir adalah Bagian Ketiga ‚syarat dan hukum pengembalian hibah‛ pada Pasal 196 sampai Pasal 197. Bab II tentang Persamaan dalam Hibah dan Hukumnya di jelaskan pada Bagian Kedua ‚shadaqah‛ pada Pasal 207, Bagian Ketiga ‚nadar‛ pada Pasal 209 sampai Pasal 218, Bagian Keempat ‚‘umra>67 dan ruqba>‛68 pada Pasal 223 sampai Pasal 224 dan Bagian Kelima ‚perbedaan dalam hibah‛ pada Pasal 225.

Buku III tentang Wasiat yang dijelaskan pada Bab I Rukun, Syarat, Batalnya Wasiat dan Hukumnya yang memiliki beberapa bagian di

67Adalah istilah hibah yang dibatasi dengan waktu. Penulis memberikan pendapat seperti perumpamaan kata: ‚Kuberikan benda ini kepadamu selama kau masih hidup, kalau kau mati sebelum saya, maka benda tersebut kembali kepada saya‛, hukum asal hibah dengan pembatasan waktu itu tidak dibolehkan. Namun apabila hibanya itu dibatasi secara ‘umra> (yakni sepanjang umur penghibah ataupun penerima hibah) itu diperbolehkan dan hukumnya tetap sah.

68Perumpamaan hibah ruqba> adalah: ‚Kuberikan benda ini kepadamu dengan syarat kalau kau mati sebelum saya, benda ini tetap milikku, kalau saya mati lebih dulu jadilah benda ini milikmu‛, yakni barang hibahnya dikembalikan kepada siapa yang matinya terakhir antara penghibah dan penerima hibah.

60

antaranya: Bagian Kesatu ‚rukun dan syarat wasiat‛ pada Pasal 229 sampai Pasal 232, Bagian Kedua ‚batalnya wasiat‛ pada Pasal 233, Bagian Ketiga ‚hukum-hukum wasiat‛ pada Pasal 235 sampai Pasal 255, Bagian Keempat ‚pengembalian dari penolakan dan penerimaan wasiat‛ pada Pasal 257 sampai Pasal 258 dan Bagian Kelima ‚wasiat wa>jibah‛ pada Pasal 260. Adapun Bab II tentang Was{i> atau ‚Penerima Wasiat‛ yang dijelaskan pada Bagian Kesatu ‚pengertian penerima wasiat dan syarat-syaratnya‛ pada Pasal 261 sampai Pasal 267, Bagian Kedua ‚penanganan penerima wasiat dan upah imbalannya‛ pada Pasal 273 sampai Pasal 289, Bagian Keempat ‚kewajiban penerima wasiat sesuai dengan ketentuan yang berlaku‛ pada Pasal 293, Bagian Kelima ‚jaminan penerima wasiat‛ pada Pasal 295 dan Bagian Keenam ‚habisnya wasiat bagi penerima wasiat‛ pada Pasal 297 sampai Pasal 298.

Terakhir adalah Buku IV tentang Hukum Kewarisan yang di jelaskan pada Bab I tentang Ketentuan Umum pada Pasal 299 sampai Pasal 307, Bab II tentang Ketetapan Faraid pada Pasal 314, Bab IV Hijab pada Pasal 324, Bab VI Kewarisan Dawi>l Ar-h}a>m pada Pasal 326, Bab VII Kelayakan Penerima Tirkah dari Jalur Nasab pada Pasal 328 dan terakhir Bab VIII Ketentuan Lain pada Pasal 329 sampai Pasal 347.

61

C. Aturan Pengembalian Hadiah Khitbah dalam Undang-Undang Yaman No. 27

Dokumen terkait