• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID

C. Pokok-pokok Pikiran Nurcholish Madjid

4. Universalisme Islam

Realitas yang plural sesungguhnya merupakan realitas yang dinamis, dan itu sudah menjadi sunnatullah yang tak terbantahkan. Pandangan masyarakat yang optimis, kemajemukan bukan ancaman tapi, ia merupakan kenyataan yang sekaligus tantangan. Konteks ke Indonesiaan adalah seorang Nurcholish Madjid yang selalu ingin melihat bahwa kemajemukan dalam perspektif Islam sudah menjadi keharusan historis yang niscaya. Karenanya, pemikiran Islam mesti bersikap inklusif dan toleran, tapi sekaligus kritis.36Salah satu prinsip dasar yang diyakini oleh seluruh umat Islam adalah keyakinan bahwa Islam adalah agama yang bersifat universal karena ia berfungsi sebagai agama penutup dan sempurna. Karena itu, maka seluruh umat Islam sangat yakin sepenuhnya bahwa agama Islam akan “sesuai dengan segala

35

Nurcholish Madjid,Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat,makalah didownload dari formuda.files.wordpress.com

36

Alkhendra, Pergulatan Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia, Ciputat, (Jakarta: 1996), h. 103.

jaman dan tempat”Pengertian universalisme Islam ini, pada akhirnya hanya digunakan umat Islam sebagai bagian apologi mereka ketika membicarakan kedudukan Islam di tengah agama-agama dunia lainnya, tanpa mau mengkaji secara sungguh sungguh makna dan hakikat universalisme Islam tersebut.37

Berkaitan dengan kondisi intelektual umat Islam seperti itu, maka Nurcholish Madjid mencoba menggali kembali khazanah klasik kepustakaan Islam dalam hubungannya dengan dimensi kemanusiaan. Hal ini ia lakukan sebagai pembuktian bahwa Islam merupakan agama yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan yang sejati.38 Kemudian, lewat penelusurannya terhadap sejarah umat Islam mengenai kemoderenan, Nurcholish Madjid telah sampai pada kesimpulan bahwa kemodernan, di samping sebagai sesuatu yang tidak terelakkan, juga merupakan keharusan sejarah. Ia melihat dari perspektif sejarah kemanusiaan bahwa dalam sejarahnya kemodernan itu ternyata bukan monopoli suatu tempat atau kelompok manusia tertentu.39 Memaparkan segi sejarah kemodernan umat Islam tersebut, Nurcholish Madjid melihat Islam klasik ternyata “sangat modern”. Keadaan sangat modern itulah yang mengakibatkan umat Islam mampu mendonasi ilmu pengetahuan, sekaligus menjadi awal kehancuran kejayaan Islam sebagai akibat dari rasa superioritas.40 Disebut “sangat modern”, menurut Nurcholish

37

Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban,Paramadina, (Jakarta: 1992), h. 426.

38

Ibid, h. 54.

39Ibid, h. 65.

Madjid justeru karena sifat-sifat universalis dan kosmopolitanismenya ajaran Islam . Sumber universalisme Islam , menurutnya, adalah pengertian “Islam ” itu sendiri.41 Yaitu “sikap pasrah kepada Tuhan”. Sikap ini tidak saja merupakan ajaran Tuhan pada hambanya, tetapi ia diajarkan olehnya dengan disangkutkan kepada alam manusia itu sendiri, sehingga pertumbuhan perwujudannya pada manusia selalu bersifat dari dalam. Hal inilah yang membawa Nurcholish Madjid untuk mengmbil kesimpulan bahwa sikap keagamaan hasil paksaan dari luar tidak otentik, karena kehilangan dimensinya yang dalam dan mendasar, yaitu kemurnian dan keikhlasan.42

Pandangan Nurcholish Madjid ingin memperlihatkan penegasan tentang universalisme Islam itu ada dalam kitab suci yang bersifat retoris, yaitu pertanyaannya apakah manusia mau menempuh hidup selain tunduk kepada penciptanya dan dengan demikian melawan design Illahi, sebagai kehendak Tuhan. Padahal seluruh penghuni alam semesta itu tunduk dan patuh kepada penciptanya, baik terpaksa maupun sukarela, dengan berlandaskan pada pengertian “Islam ” itu sebagai agama pasrah dan tunduk kepada Tuhan, maka “Islam” itu sebenarnya bukanlah merupakan nama sebuah agama, melainkan istilah untuk menyebut ajaran kepasrahan kepada Tuhan, sebagaimana Nabi Ibrahim disebut “muslim”, karena ia adalah hamba yang pasrah dan tunduk kepada kehendak Tuhan.43 Nurcholish Madjid membedakan pengertian

41

Ibid, h. 127.

42Ibid, h. 65.

Islam sebagai sebuah ajaran universal dengan Islam sebagai bentuk kepenganutan seseorang terhadap agama Islam (yang dibawa Nabi Muhammad SAW). Nurcholish Madjid terpengaruh pemikiran Marshall Hodgson yang membedakan “Islam ” (dengan inisial hurup besar) dan “Islam ” (dengan inisial kecil). Menurut Hodgson “Islam ” sesungguhnya lebih penting daripada “Islam ”.44 Landasan ilmiah lainnya Nurcholish Madjid merujuk kepada Ibnu Taymiyah yang membagi Islam dalam arti umum yaitu Islam yang memiliki sifat tidak terbatas pada ruang dan tempat. Islam yang universal yang merupakan agama semua Nabi dan Rasul-Nya yang diutus kepada umat manusia di manapun dan kapanpun, dalam pengertian “Islam umum” (yang paralel dengan pengertian “Islam ” Hodgson), dan Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW sebagai sebuah nama agama.45

Menurut Nurcholish Madjid “Islam khusus” itupun tidak lain adalah kelanjutan dan konsistensi dari “Islam umum”, yang berbentuk pengajaran Tuhan kepada manusia yang telah dilengkapkan dan disempurnakan. Maka, menurut Nurcholish Madjid, ajaran para Nabi dan Rasul yang diutus Tuhan itu sebenarnya merupakan satu kesatuan ke nabian dan ajaran untuk umat manusia yang menjadi dasar adanya universalisme ajaran yang benar dan tulus, yaitu al-Islam.46 Selanjutnya, dengan pengertian “Islam ” sebagai agama pasrah dan tunduk pada Tuhan bagi Nurcholish telah memperlihatkan dengan nyata sifat

44

Ibid,h. 74.

45Ibid,h. 14-15.

universalisme Islam yang bertitik pusat pada adanya kesamaan esensial pesan Tuhan kepada para Nabinya. Tentu saja pengertian kesamaan itu tidak dimaksudkan adanya kesamaan materil atau formal dalam bentuk-bentuk aturan-aturan tertentu, apalagi keyakinan tertentu. Sebab, walau bagaimanapun setiap agama, menurut Nurcholish Madjid, memiliki perbedaan mendasar dan prinsipil dengan agama-agama lain, termasuk antara agama Islam dengan Kristen dan Yahudi, dua agama yang secara “geneologis” (dari Nabi Ibrahim) paling dekat dengan Islam sekalipun. Tetapi, yang dimaksudkan dengan kesamaan dalam pandangan Nurcholish Madjid adalah adanya kesamaan dalam pesan besar dan mendasar yang dalam Al-Qur’an dinyatakan dengan kata “washiyyah”.47 Yaitu paham ketuhanan Yang Maha Esa atau Tauhid. Selanjutnya, Nurcholish mengatakan bahwa sikap tunduk dan pasrah kepada Tuhan dalam semangat penuh kepasrahan dan tawakal serta percaya merupakan inti makna hidup manusia. Ia merasa yakin segi penghayatan seperti ini adalah sikap keagamaan yang benar sepanjang sejarah, karena sesuai dengan fitrah kemanusiaan, dan sikap penghayatan ini pasti benar dalam zaman modern dengan ilmu pengetahuan dan teknologinya serta pola industrinya yang kian maju.48 Ber-Islam bagi manusia adalah sesuatu yang sangat alami dan wajar. Nurcholish Madjid telah sampai pada pemikiran adanya kesejajaran antara kemanusiaan dengan penghayatan keagamaan. Sebab, ia telah menunjukan bahwa agama seharusnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang fitri. Kelanjutan logis 47

Ibid,h. 499.

48

Nurcholish madjid,Islam Agama Kemanusiaan, Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, Paramadina,(Jakarta: 1995), h. 79.

dari kesejajaran ini adalah paham persamaan derajat manusia. Inilah yang diusahakan oleh Nurcholish Madjid agar dipahami umat manusia yang tengah menghadapi krisis kemanusiaan sebagai akibat kepungan kehidupan modern. Inilah yang oleh Nurcholish Madjid disebut sebagai agama yang tegak, lurus dan benar atau hanif. Pengertian hanif di sini maksudnya (dengan melalui ritus dilakukan) proses pancarian kebenaran dengan tulus dan murni, sejalan dengan sifat alami manusia yang berpihak pada kebenaran dan kaiikan (fitrah). Pencarian kebenaran secara murni dan tulus dengan sendirinya menghasilkan sikap pasrah pada kebenaran. Sikap keberagamaan yang benar akanmemberikan kebahagiaan sejati. Inilah al-hanifiyyat al-samhah, sebagaimana sabda Nabi SAW: ”sebaik-baik agama di sisi Allah ialah hanifiyyat al-samhah”. Yaitu semangat mencari kebenaran yang lapang dada, toleran, tidak sempit, tanpa kefanatikan dan tidak membelenggu jiwa.49 Letak universalisme Islam yang sesungguhnya. Islam , sebagai agama yang dibawa Nabi pemungkas, adalah ajaran terakhir yang melanjutkan ajaran para Nabi terdahulu sangat menekankan ajaran untuk pasrah dan tunduk kepada Tuhan semata.50 Nama agama ini pun dari semangat al-Islam tersebut, bukan diambil dari nama tempat (seperti agama Hindu yang diambil dari nama Hindia atau Hindustan), juga tidak diambil dari nama suku, bangsa dan dinasti (seperti Agama Yahudi karena tumbuh dari suku Yahuda), bukan pula diambil dari nama pendirinya (seperti Agama Budha yang dilekatkan pada Budha Gautama dan Agama

49Ibid,h. 19.

Kristen/Masehi yang diambil dari Nabi Isa atau Yesus yang bergelar al Masih atau Kristus).51

Dengan makna “Islam ” sebagai agama pasrah kepada Tuhan, maka Islam (nama agama yang dibawa Nabi SAW). adalah ajaran agama yang mengandung konsep kesatuan kenabian (wihdat al nubuwah, the unity of prophecy), kesatuan kemanusiaan (wihdah al insaniyyah, the unity of humanity), yang berangkat dari konsep kemaha Esaan Tuhan (Wahdaniyyahatau Tauhid. The unity of God). Tiga konsep inilah yang menjadikan Islam sejalan dengan semangat hakikat kemanusiaan yang berlandaskan sikap al-hanifiyyat al samhah, kecenderungan untuk bersandar pada kebenran, atau semangat untuk mencari terus menerus kebenaran secara lapang dada, toleran, tanpa kefanatikan, tidak sempit, seperti yang telah diuraikan di atas. Berdasarkan argumen tersebut, maka cita-cita sosial Islam terdapat di manapun. Nurcholish h Madjid berpendapat seperti ini karena cita-cita sosial keIslam an yang fitrah itu selalu merupakan al nashihah (pesan) ketuhanan. Karena itu penerjemahannya ke dalam sistem sosial Islam tidak hanya akan baik untuk umat Islam saja, tetapi juga akan membawa kemaslahatan bagi semua masyarakat. Inilah yang dimaksud Nurcholish Madjid dengan kalimat: “kemenangan Islam merupakan kemenangan semua golongan.52

Dari apa yang telah peneliti paparkan diatas dapat dilihat bahwa gerakan pemikiran Nurcholish Madjid dapat mewarnai kaum intelektual muda

51Ibid,h. 442

Islam Indonesia untuk terus menggali khazanah Keislaman yang sesuai dengan kondisi bangsa ini dengan tidak meninggalkan norma-norma keislaman.

TEOLOGI INKLUSIF DAN RELEVANSINYA DENGAN PLURALITAS