• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA TEORI A. Penilaian Kualitas Penerjemahan

D. Teori Peribahasa

4. Unsur Budaya

Pada saat menerjemahkan, penerjemah bukan hanya mengoperasikan satu bahasa ke bahasa lainnya. Melainkan juga harus menyepadankan kedua budaya negara dari bahasa yang diterjemahkan.40

Dalam menerjemahkan bahasa yang bersifat kultural, penerjemah dituntut untuk cerdas dalam mengidentifikasi, memaknai, dan kemudian merekonstruksikannya dalam bahasa target.. Penerjemahan secara harfiah hanya akan menimbulkan kebingungan di kalangan pembaca teks terjemahan.

41

Menurut Hidayatullah, dalam menerjemahkan peribahasa, unsur budaya tidak bisa dipisahkan dalam hal ini. Ada sebelas aspek budaya yang harus diperhatikan saat hendak menerjemahkan. Berikut sepuluh aspek budaya itu:

(1) Kata ĘĥĪ dalam bahasa Arab sering kali dipadankan dengan kata hari dalam bahasa Indonesia, padahal sebenarnya makna dua kata tersebut tidak sama persis. Frasa áÚأ ĘĥĪ misalnya, tidak bisa diterjemahkan secara sembrono dengan hari ahad. Karena, frasa tersebut pada konteks tertentu juga bermakna waktu perang uhud.

(2) Ungkapan stereotip. Yang dimaksud ungkapan stereotip adalah ungkapan-ungkapan seperti âĥĂ»ģėĖا ĜÅÛÉê ,åÉĒأ ه ,هÅÈ . Padanan untuk ungkapan-ungkapan semacam ini tampaknya mudah dan sederhana, padahal sering kali terjadi perbedaan konsep. Dalam kasus ه ĜÅÛÉê misalnya, ungkapan ini biasanya dipadankan dengan mahasuci Allah. Namun, konsep

40

Inge Nurina, Analisis penerjemahan Kosakata Kebudayaan Fisik Bahasa Jepang ke Bahasa Indinesia dalam Cerita Pendek Imogayu, Skripsi S1, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, 2008

41

39

ه ĜÅÛÉê dalam bahasa Arab tidak selalu sama dengan konsep mahasuci Allah

dalam bahasa Indonesia. karena, ungkapan itu sering kali bisa diterjemahkan dengan luar biasa. Ihwal semacam ini kadang-kadang mnimbulkan kesulitan bagi penerjemah.

(3) Peristiwa budaya. Tiap-tiap negara mempunyai apa yang disebut

dengan “peristiwa budaya”. Di Arab Saudi, peristiwa tahunan ibadah haji,

merupakan peristiwa budaya, selain terkait dengan ritual keagamaan umat islam. Di Iran, peristiwa budaya juga bisa ditemui pada peringatan karbala, setiap tanggal 10 Muharam. Dalam peristiwa-peristiwa budaya semacam itu penerjemah juga akan menjumpai banyak kesulitan dalam menerjemahkannya karena dalam peristiwa-peristiwa budaya seperti itu akan ditemukan istilah-istilah budaya yang tidak akan dapat ditemukan di negara lain.

(4) Bangunan tradisional. Di setiap negara sekarang ini banyak bangunan yang sama dengan bangunan yang terdapat di negara lain. Fenomena semacam ini barangkali karena adanya film-film di TV. Namun demikian masing-masing negara masih banyak terdapat bangunan yang mempunyai ciri khas lokal, dan tidak terdapat di negara atau daerah lain. Misalnya di Mesir dapat ditemui ÅĚاåĢأ; di Arab Saudi dapat ditemui ËÉăĒ. Bangunan semacam itu dalam penerjemaha nmenimbulkan banyak kesulitan. Frasa ęīĢاåÈا ĘÅďĚ juga tidak bisa serta-merta bisa diterjemahkan dengan makam Nabi Ibrahim, karena ternyata maksudnya justru pahatan bekas telapak kaki Nabi Ibrahim a.s, berdiri saat membangun Kakbah, yang terdapat di Masjidilharam. 42

42

40

(5) Kekerabatan. Setiap bangsa di suatu negara mempunyai sistem kekerabatan. Sistem kekerabatan ini tampaknya sederhana bagi yang memilikinya. Tetapi yang tampaknya sederhana itu ternyata menimbulkan banyak kesulitan bagi seorang penerjemah karena sistem kekerabatan ini berbeda dari bangsa atau etnik yang satu dengan yang lain. Seperti contoh sistem kekerabatan Arab dikenal istilah ËěĂط ęĂ dan ËĖÅخط ĔÅخ. Penyebutan ęĂ

ط

ËěĂ dipergunakan untuk paman-bibi yang dari jalur bapak, sementara ط ĔÅخ ËĖÅخ dipergunakan untuk paman-bibi yang dari jalur ibu. Ini jelas akan menimbulkan banyak kesulitan bagi seorang penerjemah.

(6) amiyyah-fushha. Seperti bahasa lain, bahasa Arab juga mengenal bahasa standar dan bahasa nonstandar. Fushha merupakan bahasa standar, sementara amiyyah merupakan bahasa nonstandar. Untuk kasus fushha, seorang penerjemah biasanya tidak terlalu mengalami kesulitan, karena sistem tata bahasa dan sistem kosakatanya telah terstruktur. Hal yang sama tidak terjadi pada bahasa amiyyah. Penerjemah yan tidak terlalu mengenali sistem budaya dan bahasa Arab, tentu akan kesulitan mengalihbahasakannya. Meskipun ragam amiyyah ini lebih sering ditemui pada kegiatan informal dan tuturan, namun tidak jarang juga ragam ini bisa ditemui pada kegiatan formal dan tulisan.

(7) Idiom. Sebuah idiom tidak mungkin diterjemahkan secara harfiah alias kata demi kata. Ungkapan-ungkapan idiomatik yang bersifat kultural semacam ini mesti diterjemahkan sebagai satu kesatuan makna. Oleh karena itu, penerjemah tidaklah cukup menjadi seorang bilingual, tetapi juga mesti menjadi seorang bikultural yang memahami dua budaya sekaligus. Dengan

41

kata lain, penerjemah sejatinya memiliki wawasan budaya yang luas, bauk yang berkenaan dengan bahasa sumber maupun bahasa target.43

(8) Ekologi seperti flora, fauna, angin, lembah, gunung. Sebagai contoh masyarakat Arab mempunyai aneka kosakata berkenaan dengan unta, seperti ĕīėê„anak unta yang belum jelas jantan atau betinanya‟, äاĥÚ„anak unta yang belum disapih‟, ôÅßĚ ĝÈا„anak unta jantan berumur satu tahun‟, ÍğÈ ôÅßĚ„anak unta betina berumur satu tahun‟, ĜĥÉĖ ÍğÈ„anak unta betina berumur dua tahun‟, dan seterusnya. 44

(9) budaya material. Budaya material itu meliputi makanan seperti ، ğÉĖÅÈ ÔÅجà

áĪåÓ , pakaian seperti ĔÅďĂ ،ËīفĥĒ ،فخ ،ÆÅÉėج ،ËīÈاج ،ÊءاĚ ،āĎåÈ, senjata seperti čīğ×ğĚ.

(10) isyarat dan kebiasaan. Dalam bahasa Arab, hal ini bisa kita temukan pada ayat yang artinya: janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu mengulurkannya karena kamu menjadi tercela dan menyesal (Q.S Al-Isra [17]: 29). “tangan terbelenggu pada leher” adalah simbol kikir yang bersumber pada isyarat tangan yang

dikenal di kalangan bangsa Arab. Simbol ini ternyaa tidak dikenali dalam budaya bahasa Indonesia.45

43 M. Zaka Al Farisi, h. 146 44 M. Zaka Al Farisi, h. 140 45

42

5. Metafora

Metafora adalah pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan, misal tulang punggung di kalimat pemuda adalah tulang punggung negara.46

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dipahami bahwa metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk singkat. Di dalam bahasa Indonesia, metafora sebagai perbandingan langsung tidak menggunakan kata pembanding seperti bak, bagai, umpama, bagaikan, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Metafora merupakan bahasa bermajas yang digemari oleh para penyair di dalam penulisan sajak. Bahkan, sajak identik dengan bahasa bermajas metafora. Keunggulan sebuah sajak dapat dikatakan adalah keunggulan sang penyair menampilkan metafor-metafor.47

Metafora merupakan salah satu majas perbandingan yang berfungsi untuk mengungkapkan sebuah ungkapan perasaan secara langsung berupa perbandingan

analogis. Seperti kalimat “Rian Novianto memang seorang bintang kelas.” 48

Kiasan atau metafora ialah perbandingan yang implisit, jadi tanpa kata

„seperti‟ atau „sebagai' di antara dua hal yang berbeda. Misalnya, sumber ilmu, kuli di antara bangsa-bangsa, buah hati, mata jarum, anak emas. 49

46 Hasanuddin WS, dkk, h. 908 47 Hasanuddin WS, dkk, h. 605-606 48

Abraham Panumbangan, Majas, Peribahasa, Pembentukan Istilah, Antonim-Sinonim, (Yogyakarta: Buku Pintar, 2013), h. 153

49

Alex dan Achmad, Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2010), h. 237

43

Ada dua tataran metafora, yaitu metafora konseptual dan metafora linguistik. Metafora konseptual digunakan untuk mengaitkan dua wilayah simentatik di dalam pikiran, misalnya, kemarahan dan api. Metafora konseptual biasa ditulis dengan huruf besar, seperti „hidup itu bekerja‟. Dengan membayangkan bahwa hidup itu seperti seorang petani yang menggarap ladangnya, dari metafora konseptual ini dapat diturunkan berbagai macam metafora linguistik yang biasa digunakan sehari-hari, seperti dia menanam kebaikan, dia menuai jerih payahnya, dan usahanya telah berbuah. 50

Metafora dari suatu bahasa terkadang dipinjam oleh bahasa yang lain, bahkan efek metafora pinjaman dapat langsung mempengaruhi struktur konseptual pemakainya, karena sebenarnya metafora bukan saja bersifat kebahasaan, tetapi juga pemetaan konseptual. Karena, metafora mempengaruhi pikiran dalam menangkap pemahaman tentang dunia dan bagaimana mengaitkan diri sendiri dengan dunia.

Di Indonesia metafora waktu adalah pedang telah menggantikan waktu adalah harmoni. Metafora waktu adalah pedang sebenarnya dari metafora berbahasa

Arab فīëĖÅĒÍĎĥĖا, tetapi sudah sangat dikenal di Indonesia. di dalam budaya orang

Arab pedang merupakan simbol pertahanan dan perlindungan atas sesuatu yang sangat penting. Karenanya, orang Arab akan memperjuangkan segala hal dianggap mulia dan istimewa dengan pedang. Ini tentu saja berbeda dengan struktur budaya Indonesia.

Keberhasilan pinjaman terhadap metafora ini ditentukan oleh beberapa faktor yang dominan. Salah atunya adalah faktor kepraktisan. Di Indonesia keberhasilan

50

44

selain ditentukan kepraktisan, juga faktor identitas diri, karena kebanyakan metafora pinjaman itu meupakan kata-kata akaemis dan teknis yang ada dalam wilayah keahlian yang dikuasai oleh masyarakat Arab yang berhubungan dengan agama dan moral. Kemudian, dengan melalui buku, ceramah, khutbah, dan pidato, kata-kata pungutan itu menyebar.51

Ada sejumlah komposisi nominal yang salah satu unsurnya digunakan secara metaforis, yakni dengan mengambil salah satu komponen makna yang dimiliki oleh unsur tersebut. Umpamanya unsur kaki pada komposisi kaki gunung diberi makna metaforis dari komponen makna kaki, yaitu terletak pada bagian bawah. Sedangkan pada komposisi kaki meja diberi makna metaforis dari komponen makna kaki, yaitu penunjang berdirinya tubuh. Contoh-contoh komposisi nominal metaforis lainnya adalah kaki mobil, catatan kaki, kepala surat, dll. 52

Untuk menerjemahkan metafora dalam bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia perlu terlebih dahulu mengukur tingkat popularitas metafora itu. Bila metafora itu sudah dikenal luas, maka cukup diterjemahkan apa adanya. Namun, bila metafora itu tidak dikenal oleh masyarakat Indonesia, maka penerjemah harus mencarikan padanan metafora yang dikenal oleh penutur bahasa Indonesia.53 Bila tidak ada juga, maka penerjemah perlu menerjemahkan apa adanya dengan memberi catatan kaki atau informasi mengenai maksud metafor tersebut.54

Dalam bahasa Arab, kajian metafora masuk ke dalam ruang lingkup ilmu bayan, yang merupakan bagian dari kajian ilmu balaghah, di samping ilmu al-ma‟ani dan al-badi. Menurut kamus lisan al-arab, al-bayan berarti fashahah atau

51

Moch. Syarif Hidayatullah, h. 88-89

52

Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 223

53

Moch Syarif Hidayatullah, h. 64

54

45

kefasihan bicara. Secara etimologis, al-bayan berarti (فïēĖا) „membuka‟ atau

„menyatakan‟, bisa juga berarti (ØÅ÷Īإا) „menerangkan‟. Adapun secara terminologis, para ahli menyebutkan bahwa al-bayan adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah untuk mengetahui cara menyampaikan satu makna dengan beberapa cara yang berbeda satu dengan yang lain dalam menjelaskan segi penunjukan makna tersebut. 55

Dokumen terkait