• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. KAJIANPUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS

2.2 Landasan teoretis

2.2.2 Unsur Intrinsik Naskah Drama

Seperti karya sastra lain, sandiwara atau drama juga memiliki unsur pembangun yaitu ekstrinssik dan intrinsik. Ekstrinsik yaitu unsur yang mempengaruhi di luar. Intrinsik yaitu unsur yang mempengaruhi di dalam. Unsur intrinsik dalam naskah drama yaitu tema, amanat, alur, plot, karakter, dialog, setting, bahasa, dan interpretasi.

2.2.2.1Tema

Menurut Hasanuddin (1996:103) tema adalah inti permasalahan yang hendak dikemukakan penulis drama terhadap karyanya. Tema adalah pikiran pokok yang mendasari lakon drama (wiyanto 2002:23). Pengertian senada juga di temukan oleh (waluyo 2003:24) bahwa tema adalah gagasan pokok yang terkandung dalam drama.

Dari beberapa teori tentang tema tersebut dapat disimpulkan bahwa tema naskah drama adalah ide pokok yang terkandung dalam drama. Tema merupakan pikiran pokok yang mendasari penulisan sandiwara. Pikiran pokok ini dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi cerita yang menarik. Jadi, seorang penulis harus menentukan tema yang akan digarap.

2.2.2.2Amanat

Amanat merupakan opini, kecenderungan, dan visi pengarang terhadap tema yang dikemukakannya (Hasanudin 1996:193). Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca naskah atau penonton drama (Wiyanto 2002:24). Amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca atau secara tidak langsung melalui jalan cerita drama tersebut ( Waluyo 2003:28).

Amanat dalam sebuah drama dapat diungkapkan secara langsung atau tersurat dan secara tidak langsung atau tidak tersurat. Artinya pembaca atau penonton dapat menyimpulkan, pelajaran apa yang diperoleh dari pembaca atau penonton drama. Itulah sebabnya nama lain drama adalah sandiwara. Maksudnya drama itu mengandung ajaran, terutama ajaran moral yang disampaikan tidak secara terang-terangan.

2.2.2.3 Plot (alur)

Alur merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan (Waluyo 2003:8).Plot atau alur adalah rangkaian peristiwa yang sambung menyambung dalam sebuah cerita berdasarkan logika sebab akibat (Wiyanto 2005:100).

Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa alur adalah jalinan peristiwa yang ada pada naskah drama atau sandiwara untuk mencapai efek tertentu. Tautannya dapat dinyatakan dengan hubungan waktu dan oleh hubungan sebab-akibat. Alur adalah yang disusun secara sesama, sehingga sanggup menggerakan jalan ceritanya.

Berdasarkan tekniknya pengaturan alur dapat disusun dengan jalan progresif (alur maju) yaitu awal, tengah, dan akhir terjadinya peristiwa. Regresif ( alur mundur) yaitu bertolak dari akhir cerita menuju tahap tengah atau puncak dan berakhir pada awal cerita. Flashback (sorot balik) yaitu pengaluran berubah dari progresif ke regresif, hanya ada beberapa tahap tertentu peristiwanya ditarik ke belakang ( mengenang peristiwa yang lalu).

Berkembangnya drama secara bertahap mulai dari konflik yang sederhana, konflik yang kompleks, sampai pada penyelesaian konflik. Penyelesaian konflik memang bermacam-macam. Andaikan salah satu dari yang bertikai menang, akhir cerita mungkin sama-sama kalah (hancur). Mungkin pula penyelesaian tidak jelas supaya penonton menafsirkan sendiri penyelesaian konfliknya.

Dalam pembicaraan tentang alur cerita perlu ditekankan, bahwa jalannya cerita hendaknya mengalir secara lancar. Dalam hal ini, rangkaian kejadian hendaknya merupakan jalinan peristiwa sebab akibat yang runtut. Pada akhirnya pembaca maupun penonton akan dapat menghayati lakon dengan baik, jika jalinan cerita cukup runtut.

2.2.2.4 Tokoh dan Penokohan (Perwatakan)

Peristiwa-peristiwa dalam cerita dialami oleh pelaku-pelaku atau tokoh cerita. Tokoh satu dan tokoh lainnya tentu tidak sama. Sebab masing-masing tokoh mempunyai watak. Pemberian watak pada tokoh itu dinamakan perwatakan (Wiyanto 2005:80). Istilah lain untuk perwatakan dikemukakan oleh Suharyanto (2005:20) yang mengemukakan bahwa penokohan atau perwatakan ialah pelukisan mengenai tokoh cerita; baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berupa pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya.

Penokohan adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam drama. Seorang tokoh bisa berwatak sabar dan suka menolong. Sebaliknya, tokoh bisa berwatak pemberani, suka marah, sangat keji. Pengarang menggunakan dua cara dalam menyajikan watak tokoh yaitu secara analitik dan secara dramatik. Secara

analitik yaitu pengarang secara langsung memaparkan watak-watak tokoh dalam ceritadengan jalan menyebutkan sifat-sifatnya. Sedangkan secara dramatik yaitu penggambaran watak tokoh yang tidak diceritakan secara langsung oleh pengarang.

2.2.2.5 Dialog (Percakapan)

Ciri khas suatu drama adalah naskah itu berbentuk cakapan atau dialog. Dalam menyusun dialog ini pengarang harus benar-benar memperhatikan pembicaraan tokoh-tokoh dalam kehidupan sehari-hari. Pembicaraan yang ditulis oleh pengarang naskah drama adalah pembicaraan yang akan diucapkan dan harus pantas untuk diucapkan di atas panggung. Bayangan pentas di atas panggung merupakan mimetic (tiruan) dari kehidupan sehari-hari, maka dialog yang di tuliskan juga mencerminkan dialog sehari-hari (Waluyo 2001:20).

Rampan (2003:38) bahwa dalam drama, kekuatan ada pada dialog-dialognya. Lebih dari 90 % drama merupakan dialog, selebihnya merupakan penjelasan setting, tokoh-tokohnya, dan situasi yang terjadi. Pilihan kata dalam dialog dituntut untuk pas sesuai dengan jatidiri karakternya.

Oleh karena itu, ragam bahasa yang digunakan dalam dialog tokoh-tokoh drama adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan ragam bahasa tulis. Hal ini disebabkan karena drama adalah potret kenyataan kehidupan manusia dan dialog dalam naskah drama menduduki porsi yang cukup besar. Oleh karena itu pengarang harus memperhatikan ketepatan kata dalam menciptakan dialog.

2.2.2.6 Setting

Waluyo (2001:23) menyatakan bahwa setting atau tempat kejadian cerita sering juga disebut latar cerita. Penentuan ini harus secara cermat sebab drama naskah harus juaga memberikan kemungkinan harus dipentaskan. Setting biasanya meliputi tiga dimensi yaitu tempat, ruang, dan waktu. Dalam sebuah lakon atau cerita, ketiga setting (tempat, ruang, dan waktu) tidak berdiri sendiri tetapi berhubungan satu sama lain.

Wiyanto (2002:28) setting adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu adegan. Karena suatu adegan dilaksanakan di panggung, maka panggung harus bisa menggambarkan setting yang dikehendaki.

Dari beberapa pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa latar atau setting memiliki peranan besar dalam hal tersebut senada dengan pendapat Sambodja (2007:99) bahwa semakin detail seorang penulis memberi latar bagi tokoh yang diciptakannya, maka semakin besar pula kemungkinan untuk mengembangkan gagasan atau mengarah karakter tersebut menuju sebuah drama yang menarik.

Dokumen terkait