• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unsur hara merupakan salah satu faktor yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup fitoplankton yang merupakan dasar dari jala makanan di perairan (Millero dan Sohn 1991, diacu dalam Suharsanto 2003). Unsur hara utama yang diperlukan untuk pertumbuhan dan metabolisme adalah N (nitrogen), P (fosfor), dan Si (silika), sedangkan unsur lain seperti Fe, Mn, Cu, Zn, dan Mo diperlukan untuk pertumbuhan dalam jumlah yang relatif sedikit (Effendi 2003).

1. Nitrogen

Nitrogen dan senyawanya tersebar secara luas dalam biosfer. Lapisan atmosfer bumi mengandung sekitar 78% gas nitrogen. Meskipun ditemukan dalam jumlah berlimpah di lapisan atmosfer akan tetapi nitrogen harus difiksasi terlebih dahulu menjadi senyawa NH3, NH4, dan NO3 agar bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan dan hewan (Dugan 1972).

Nitrogen di perairan berada dalam bentuk nitrogen molekuler (N2) atau sebagai garam-garam anorganik nitrat (NO3), nitrit (NO2), amonium (NH4), serta beberapa senyawa nitrogen organik seperti urea dan asam-asam amino. Dalam memanfaatkan nitrogen, pada umumnya fitoplankton mempunyai kecenderungan untuk secara bertahap dan berturut-turut mengambil amonium, nitrat, dan nitrit (Nontji 1984).

Amonia merupakan hasil pertama penguraian protein dan jumlahnya relatif rendah di perairan. Amonia di perairan mempunyai dua bentuk senyawa yaitu bentuk terionisasi (NH4+) dan tidak terionisasi (NH3). Amonia merupakan petunjuk adanya bahan organik, terutama protein. Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba dan jamur. Proses ini dikenal dengan istilah amonifikasi (Effendi 2003), ditunjukkan dalam persamaan reaksi sebagai berikut:

N Organik + O2 • NH3-N + O2 • NO2-N + O2 • NO3-N

Amonifikasi Nitrifikasi

Sumber amonia yang lain adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri, dan domestik. Amonia jarang ditemukan pada perairan yang mendapat cukup asupan oksigen. Sebaliknya, pada wilayah anoksik (tanpa oksigen) yang biasanya terdapat di dasar perairan, kadar amonia relatif tinggi. Amonia dalam bentuk terionisasi lebih beracun daripada yang tidak terionisasi (Novotny dan Olem 1994).

Nitrat merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen bersifat mudah larut dan stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Konsentrasi nitrat di perairan terbentuk dalam proses nitrifikasi. Proses ini adalah proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat oleh bakteri ototrof yang berlangsung dalam kondisi aerob (Novotny dan Olem 1994).

Kadar nitrat pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 ppm. Konsentrasi nitrat 0,9 hingga 3,5 ppm merupakan konsentrasi optimum untuk pertumbuhan algae (Chu 1943, diacu dalam Andarias 1991). Pada konsentrasi < 0,1 ppm pengaruh pembatasan nitrogen terjadi, sedang pada konsentrasi > 45 ppm pengaruh penghambatan mulai nampak (Effendi 2003).

2. Fosfor

Selain nitrogen, fosfor merupakan salah satu nutrien yang penting bagi pertumbuhan fitoplankton. Unsur P merupakan unsur penting terutama dalam transformasi energi yang berperan dalam proses fotosintesis dan pembentukan klorofil (Rao 1997, diacu dalam Wetzel 2001). Unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai unsur di perairan, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat, metafosfat, dan polifosfat) dan senyawa organik yang umumnya berada dalam bentuk ion asam fosfat (Goldman dan Horne 1983). Ortofosfat merupakan bentuk senyawa dari unsur dasar P yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh organisme akuatik. Unsur P diperoleh fitoplankton dari senyawa fosfor anorganik (ion ortofosfat), dalam kasus-kasus

tertentu diperoleh dari fosfor organik terlarut. Fosfor yang telah diserap oleh sel akan menjadi bagian dari komponen struktural sel dan berperan dalam proses-proses pengalihan energi dalam sel (Nontji 1984).

Tinggi rendahnya kandungan ortofosfat yang tersedia di perairan akan menyebabkan terjadinya dominasi algae tertentu. Bacillariophyceae dominan pada konsentrasi rendah (0,00-0,02 ppm), Chlorophyceae pada konsentrasi sedang (0,02-0,05 ppm), dan Cyanophyceae pada konsentrasi tinggi (lebih dari 0,10 ppm) (Moyle 1946, diacu dalam Andarias 1991).

Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif kecil, kadarnya lebih kecil daripada nitrogen, karena sumber fosfor yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan sumber nitrogen. Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen yang cukup dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan. Senyawa fosfor dalam perairan dapat berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan tumbuhan, serta limbah industri, pertanian, dan domestik (Boney 1989, diacu dalam Effendi 2003).

3. Silika

Silika merupakan salah satu unsur yang esensial bagi makhluk hidup. Beberapa algae, terutama diatom (Bacillariophyceae) membutuhkan silika untuk membentuk dinding sel. Wetzel (2001) membagi silika menjadi dua, yaitu (1) asam silika yang membentuk larutan stabil H2SiO4 dan (2) partikel silika tersuspensi, yang terdiri dari silika yang tersimpan pada materi biotik seperti diatom dan organisme lain yang menggunakan silika dalam jumlah besar, serta silika yang membentuk kompleks dengan besi dan aluminium hidroksida.

Silika terlibat dalam pembentukan protein dan karbohidrat. Unsur silika diserap dalam bentuk ortosilikat yang pelarutan dan penguraiannya dipengaruhi oleh karbondioksida (CO2) bebas dan asam-asam organik dalam perairan. Silika bersifat tidak larut dalam air dan biasanya terdapat dalam bentuk koloid (Chen 1971, diacu dalam Sunarto 2001).

Distribusi silika di perairan tergantung pada lokasi dan kedalaman perairan. Distribusi silika di perairan pantai biasanya lebih tinggi daripada di laut terbuka, karena adanya sungai yang mengalir dan pengaruh air tanah. Penurunan kadar

silika di laut dapat disebabkan oleh cepatnya pemanfaatan silika oleh diatom untuk membentuk cangkang. Kadar silika yang semakin berkurang akan mengganggu perkembangan diatom sehingga cangkangnya tipis (Wetzel 2001). Diatom tidak akan berkembang dengan baik pada konsentrasi silika kurang dari 0,5 ppm. Jumlah populasi diatom akan meningkat apabila konsentrasi nitrat, nitrit, fosfat, dan silika cukup tersedia (Fogg 1975).

4. Rasio N:P

Dalam perhitungan rasio N:P dapat dibandingkan dengan nilai rasio atom 16. Namun lebih praktis menggunakan rasio massa (misalnya unit mg/liter). Nilai rasio atom 16 sesuai dengan rasio massa 7. Oleh karena itu jika rasio massa N:P < 7 maka N berpotensi sebagai pembatas, biasanya fitoplankton yang mendominasi dari kelas Cyanophyceae dan jika N:P > 7 maka P berpotensi sebagai pembatas, biasanya fitoplankton yang mendominasi dari kelas Chlorophyceae (Cook dan Clifford 1998).

Perbandingan unsur hara dalam perairan menyebabkan tumbuhnya algae dengan komposisi jenis yang berbeda. Pertumbuhan diatom akan lebih cepat dari plankton lainnya apabila di dalam air tersebut terdapat unsur hara N dan P dengan perbandingan antara 20:1 sampai 30:1 (Garcia dan Garcia 1985). Jika rasio N:P kecil (N:P < 5:1), maka umumnya fitoplankton didominasi oleh dinoflagellata dan flagellata. Jika rasionya mencapai 15 sampai 20:1 pertumbuhan diatom akan terjadi dan ketika jumlah nitrogen sangat rendah terhadap fosfat, maka algae biru akan terdorong untuk tumbuh. Nitrogen dan fosfor yang digunakan untuk penentuan rasio N:P adalah nitrat, nitrit, amonia, dan ortofosfat (Cook dan Clifford 1998).

B. Diatom

Kelas Bacillariophyceae umumnya dikenal dengan sebutan diatom. Ganggang ini juga disebut golden brown algae karena kandungan pigmen berwarna kuning lebih banyak daripada pigmen hijau. (Arinardi et al. 1994). Diatom terdapat di dalam air sebagai plankton, pada dasar perairan yang masih

ada cahaya matahari sebagai benthos, atau menempel pada benda-benda hidup atau mati lainnya sebagai perifiton (Sachlan 1982, diacu dalam Nugraheny 2001). Sebagai fitoplankton dominan, diatom mempunyai peran yang sangat penting dalam proses respirasi karena kemapuannya menghasilkan oksigen dalam jumlah besar. Diatom mendominasi kira-kira 50% dari algae total dan menempati urutan pertama dalam rantai makanan. Diatom merupakan fitoplankton terpenting di laut karena mampu menghasilkan 20-25% produktivitas primer di dunia (Sachlan 1982, diacu dalam Nugraheny 2001).

Ukuran diatom berkisar antara 0,01-1 mm dan bentuknya dapat berupa sel tunggal, rangkaian panjang, ataupun gumpalan sebagai koloni. Setiap sel mempunyai dinding sel yang mengandung silika (SiO2). Kelas diatom terdiri dari dua ordo, yaitu pennales dan centrales. Ordo pennales merupakan uniseluler berbentuk lonjong, memanjang, seperti gada, perahu, atau ketupat. Ordo pennales tidak memiliki setae sehingga dapat bergerak maju atau mundur. Kebanyakan hidup di air tawar sebagai plankton, perifiton, atau benthos. Beberapa jenis dari ordo ini yaitu: Synedra, Pleurosigma, Navicula, Nitzschia, dan Amphora. Ordo centrales berbentuk seperti silinder, bentuk tutup serta wadahnya agak bundar seperti lingkaran. Sebagian ordo centrales hidup di laut sebagai plankton dan pada kondisi melayang saling berdekatan membentuk koloni. Beberapa jenis dari ordo ini yaitu: Cyclotella, Coscinidiscus, Chaetoceros (Sachlan 1982, diacu dalam Nugraheny 2001).

C. Zeolit

Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensinya. Ion-ion logam tersebut dapat diganti oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air secara reversibel (Rachmawati dan Sutarti 1994).

Kerangka dasar struktur zeolit terdiri dari unit-unit tetrahedral AlO4 dan SiO4 yang saling berhubungan melalui atom O, dan di dalam struktur tersebut Si4+ dapat diganti dengan Al3+. Meskipun memiliki bermacam bentuk dan rumus kimia, zeolit memiliki rumus umum sebagai berikut (Rachmawati dan Sutarti 1994):

M2nO. Al2O3. x SiO2. y H2O

Keterangan: M = Kation alkali atau alkali tanah. n = Valensi logam alkali

x = Bilangan tertentu (2-10) y = Bilangan tertentu (2-7)

Zeolit terdiri dari tiga komponen yaitu: kation yang dipertukarkan, kerangka aluminosilikat, dan fase air. Ikatan ion Al-Si-O membentuk struktur kristal, sedangkan logam alkali merupakan sumber kation yang mudah dipertukarkan. Struktur zeolit dapat digambarkan sebagai tetrahedral SiO4 dan AlO4 sebagai unit penyusun utama yang saling berhubungan melalui pemakaian bersama ion oksigen di ujung tetrahedral menjadi bentuk geometrik sederhana yang disebut unit penyusun sekunder. Pertautan dari unit penyusun sekunder ini menghasilkan rongga-rongga yang kontinyu dalam kerangka zeolit yang saling berhubungan satu sama lain (Ming dan Moumpton 1989). Dalam penelitian ini digunakan zeolit tipe klinoptilolite. Struktur sederhana dari sebuah mineral zeolit klinoptilolite (Na3K3Al6Si30O72) yang dibentuk dari 8 cincin tetrahedral dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur rangka molekul zeolit tipe klinoptilolite (http//.www.batan.go.id)

Menurut Ming dan Mumpton (1989) kation yang dipertukarkan pada zeolit terikat lemah pada kerangka tetrahedral sehingga dapat dipindah atau dipertukarkan dengan mudah menggunakan larutan kation lain yang kuat,

sedangkan air yang berada dalam pori-pori zeolit dapat dikeluarkan (dehidrasi) dengan cara pemanasan, dan zeolit dapat menyerap air kembali (hidrasi).

Kemampuan menukar kation merupakan salah satu sifat zeolit yang sangat berguna. Kondisi pertukaran ion pada zeolit sangat mempengaruhi adsorpsi dan sifat-sifat zeolit lainnya (Munson dan Sheppard 1974). Menurut Sherman (1978), setiap jenis zeolit mempunyai urutan selektivitas kation yang berbeda. Urutan selektivitas menurut kenaikan kemudahan pertukaran ion berbagai zeolit disajikan dalam Tabel 1. Beberapa karakteristik dan sifat yang mempengaruhi selektivitas pertukaran kation antara lain:

1. Struktur terbentuknya zeolit, yang mempengaruhi besarnya rongga. 2. Mobilitas kation yang dipertukarkan.

3. Efek medan elektris yang ditimbulkan kation dan anion pada zeolit. 4. Pengaruh difusi ion ke dalam larutan dan energi hidrasi.

Tabel 1. Urutan selektivitas pertukaran ion pada berbagai zeolit (Sherman

1978)

Jenis zeolit Urutan selektivitas Peneliti

Analcime Chabazite Clinoptilolite Heulandite Mordenite

K <Li <Na <Ag Li <Na <K <Ca

Mg <Ca <Na <NH4 <K Ca <Ba <Sr <Li <Na <Rb <K Li <Na <Rb <K <Cs Barer (1950) Sherry (1989) Ames (1961) Filizova (1974) Ames (1961)

D. Parameter Fisika Kimia

1. Suhu

Suhu merupakan salah satu variabel lingkungan yang mempengaruhi laju fotosintesis dan pertumbuhan algae di perairan alami. Suhu juga berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi (Haslam 1995).

Suhu air dipengaruhi oleh komposisi substrat, kekeruhan, kecerahan, dan kandungan bahan organiknya. Tingginya suhu berkaitan dengan besarnya intensitas cahaya yang masuk ke perairan, sebab intensitas cahaya yang masuk

menentukan derajat panas. Semakin banyak sinar matahari yang masuk, maka semakin tinggi suhu perairan, sebaliknya peningkatan kedalaman akan menurunkan suhu (Welch 1952).

2. Salinitas

Salinitas adalah ukuran dari total garam dalam gram air laut. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi (Busroni et al. 1996). Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (‰).

Setiap jenis algae mempunyai kisaran salinitas yang berbeda untuk mendukung pertumbuhannya. Salinitas merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap organisme air dalam mempertahankan tekanan osmotik yang layak antara protoplasma organisme dengan air sebagai lingkungan hidupnya (Effendi 2003). Chaetoceros sp. mempunyai kisaran salinitas 25-40 ‰, sedangkan Rhizosolenia sp. berkisar antara 20-25 ‰ untuk mendukung pertumbuhannya. Salinitas 20-35 ‰ dapat mendukung pertumbuhan Skeletonema sp. (Kurniastuty dan Isnansetyo 1995)

3. Oksigen terlarut

Oksigen terlarut di perairan menggambarkan jumlah kandungan gas oksigen yang terlarut dalam air. Sumber utama oksigen terlarut di perairan berasal dari difusi dari udara dan fotosintesis oleh fitoplankton. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh organisme akuatik untuk mendukung kehidupannya (Novotny dan Olem 1994).

Kadar oksigen yang terlarut di perairan tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Kelarutan oksigen dipengaruhi oleh suhu, tekanan parsial gas-gas yang ada di udara maupun di air, kadar garam, serta unsur-unsur yang mudah teroksidasi dalam air. Semakin tinggi suhu air, tekanan parsial gas-gas terlarut, dan kadar garam maka kelarutan oksigen semakin berkurang (Effendi 2003). Secara tidak langsung oksigen terlarut mempengaruhi proses

regenerasi unsur hara dalam air, sebagai contoh dalam proses nitrifikasi diperlukan oksigen untuk pembentukan nitrat.

4. pH

pH merupakan hasil pengukuran aktivitas ion hidrogen dalam perairan dan menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air. pH juga merupakan faktor lingkungan yang mengendalikan fitoplankton dalam proses pengambilan nutrien, keseimbangan nutrien (karbondioksida, fosfat, dan nitrogen), serta keseimbangan logam beracun. Keseimbangan ion CO2, CO3- dan CO32- sangat sensitif terhadap perubahan pH (Novotny dan Olem 1994).

Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: aktivitas biologi seperti fotosintesis dan respirasi organisme, suhu, dan keberadaan ion-ion dalam perairan tersebut (Pescod 1973). Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Media yang basa dapat mendorong proses perombakan atau penguraian bahan organik yang ada dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasi oleh fitoplankton, sehingga pH turut berperan dalam menentukan produktivitas perairan. Menurut Novotny dan Olem (1994) nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimia perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah, sehingga bila nitrifikasi tidak berjalan lancar maka akan terjadi penumpukan nitrit (NO2).

III. METODE

Dokumen terkait