• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DOA ROSARIO DAN KEHIDUPAN DOA

A. Penghayatan Doa Rosario

7. Unsur-unsur Doa Rosario

a. Doa Vokal

Doa dengan kata-kata menggabungkan badan dengan kedalaman doa batin. Bahkan, doa yang paling dalam pun tidak lepas dari doa dengan kata-kata. Tetapi yang penting harus selalu keluar dari iman personal. Dengan doa Bapa Kami, Yesus mengajarkan bentuk sempurna doa dengan kata-kata (KKGK, 2009: 189). Doa rosario adalah doa lisan/vokal yang diucapkan dengan kata-kata tanpa harus membaca teks tertentu. Sambil mengucapkan kata-kata dalam doa yang sudah dihafal, kita berusaha mendalami makna kata-kata tersebut. Doa Rosario adalah doa yang diucapkan berulang-ulang kali dan karenanya menjadi doa yang praktis. Akan tetapi dalam mendaraskan doa rosario hendaknya juga disertai dengan merenungkan wajah Yesus dan Bunda Maria (Musakabe, 2005: 168). Untuk memaknai rangkaian doa rosario, kita memerlukan komitmen untuk mendoakan doa rosario dengan urutan yang baik, sebagai berikut:

1) Pertama, kita membuka doa rosario dengan membuat tanda salib sebagai tanda iman dan pengakuan kita kepada Allah Tritunggal Mahakudus, dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus. Tanda Salib adalah ciri khas atau identitas orang Katolik yang digunakan untuk mengawali sebuah doa (Musakabe, 2005: 169). Salib sebagai bagian pertama dalam doa rosario merupakan pusat seluruh rangkaian rosario. Biasanya doa rosario dibuka dengan mengecup salib dan membuat ‘tanda salib’ pada dahi, ulu hati atau dada, bahu kiri dan kanan, dan rumus doa yang diucapkan: “Atas/demi/dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus”. Kebiasaan mencium atau mengecup salib menyatakan rasa hormat mendalam kepada Tuhan Yesus Kristus

Penyelamat. Rumusan ini sangat trinitas, yang berarti berhubungan dengan rahasia Tritunggal. Kita melakukan kegiatan ini untuk kemuliaan Allah Tritunggal, untuk kemuliaan nama-Nya dan untuk mengambil bagian dalam kemuliaan Tritunggal karena anugerah-anugerah-Nya, secara istimewa mau mengambil bagian dalam karya Allah yang agung yang menapaki puncaknya dalam peristiwa Yesus Kristus, misteri Salib, misteri Paskah (Boli Ujan, 1996: 65-67).

2) Selanjutnya kita mengucapkan Syahadat Para Rasul atau “Aku Percaya” sebagai pengakuan iman kita. Dengan rumusan doa ini kita diingatkan akan iman kepercayaan kita bahwa Yesus Kristus bukan hanya manusia biasa tetapi Allah Putera yang turun ke dunia menjadi manusia (Musakabe, 2005: 170). Isi iman yang terkandung dalam Syahadat Para Rasul ini amat kaya dan lengkap, mencakup iman kepada Allah dan seluruh karya-Nya yang agung untuk menyelamatkan manusia. Kalau kita mengucapkan Aku Percaya dalam doa rosario pada awal sekali, maka hal ini mengungkapkan bahwa kita berdoa sebagai orang beriman. Oleh karena itu, kita harus menyadari bahwa: a) kita berdoa dalam persatuan dengan sesama orang beriman, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Kita bisa berdoa sendiri-sendiri seorang diri, tetapi sebagai orang beriman kita tak pernah berdoa sendirian. Ada begitu banyak orang yang bersatu dalam doa dengan kita; b) hendaknya kita juga menyadari bahwa sejak awal dituntut pengorbanan untuk berdoa sebagai orang beriman; c) hendaknya kita juga menyadari bahwa semua orang bisa atau mampu mengucapkan doa luar kepala, tetapi hanyalah orang beriman saja yang bisa sungguh-sungguh berdoa; d) hendaknya kita

menyadari bahwa doa yang sungguh atau sejati akan menguatkan kita untuk menyaksikan iman dalam hidup sehari-hari (Boli Ujan, 1996: 67-69).

3) Pada butir yang pertama kita mengucapkan doa Bapa Kami seperti yang diajarkan Yesus kepada murid-murid-Nya dan kepada kita pada awal setiap Peristiwa Rosario. Susunan doa ini sangatlah bagus. Dengan mengucapkan Bapa Kami lebih dahulu, hendaknya kita yakin bahwa seluruh doa rosario ini ditujukan kepada Allah, dan dengan maksud utama untuk bersyukur kepada Tuhan. Kesadaran ini harus dimiliki oleh kita semua agar doa rosario tidak sampai dianggap hanya sebagai doa yang ditujukan kepada Maria. Kita harus selalu sadar bahwa kita mohon kepada Maria untuk menjadi pengantara, untuk bersama-sama dengan kita berdoa kepada Allah. Dan doa Bapa Kami akan didoakan lagi sebelum 10 kali Salam Maria (Boli Ujan, 1996: 69-70). 4) Setelah pendarasan doa Bapa Kami pada butir pertama, kemudian disusul 3

rangkai butir “Salam Maria” yang didahului dengan seruan “Salam Putri Allah Bapa”, “Salam Bunda Allah Putra”, “Salam Mempelai Allah Roh Kudus”. Seruan-seruan ini mengungkapkan keyakinan Gereja bahwa Maria dihormati karena mempunyai hubungan yang erat dan istimewa dengan Allah Tritunggal, dan memainkan peran khusus dalam karya agung Allah Tritunggal. Selain itu, 3 butir Salam Maria itu mengingatkan kita akan 3 keutamaan Kristen sebagai anugerah dari Allah Tritunggal yaitu Iman, Harapan dan Kasih. Kita berdoa dengan perantaraan Bunda Maria agar kita semakin terbuka terhadap anugerah-anugerah keutamaan Kristen ini dan sungguh-sungguh menghayatinya dalam hidup (Boli Ujan, 1996: 70).

5) Doa Salam Maria yang didoakan setelah diucapkannya 3 seruan tersebut terdiri dari dua bagian yaitu bagian I berisi pujian dan salam kepada Maria dan bagian II berisi permohonan kepada Maria. Rumusan doa bagian I berasal dari rangkaian teks Kitab Suci yaitu: a) Lukas 1:28 : “Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu” (Salam dari Malaikat kepada Maria); b) Lukas 1:42 : “Terpujilah engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuhmu” (pujian Elisabeth kepada Maria), kemudian ditambah “Yesus”. Penggabungan sebagai pujian kepada Maria ini sudah mulai dibuat sejak abad VI. Maksudnya ialah memuji Maria sebagai pilihan Allah dan Ibu Yesus. Pujian ini terarah kepada Maria tetapi sebenarnya yang menjadi dasar pujian itu adalah Allah dan karya agung-Nya dalam diri Maria. Alasan pujian kepada Maria adalah: a) Maria penuh rahmat; b) Karena Tuhan selalu menyertai Maria; c) Karena anak yang dikandung Maria adalah Yesus. Yang menjadi alasan inti atau utama dari pujian kepada Maria adalah karya agung Allah dalam diri Yesus Kristus yang dikandung Maria, sehingga Tuhan selalu menyertai Maria dan Maria selalu penuh rahmat. Kalau kita terbuka terhadap rencana dan karya Allah seperti Maria, maka Yesus akan tetap tinggal dalam hati kita, dan kita akan merasakan bahwa Tuhan selalu menyertai kita, dan rasanya kita penuh dengan rahmat Tuhan (Boli Ujan, 1996:71-72). Lalu sekitar tahun 1500 umat menyatukan rumus pujian ini dengan rumus permohonan (bagian II): “Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati, Amin”. Permohonan dalam bagian II ditujukan kepada Maria dengan maksud agar Maria mendoakan kita orang berdosa, kini dan saat ajal nanti. Jadi, kita mohon agar Maria menjadi

perantara yang mendoakan kita. Kita sadar bahwa kita orang berdosa, maka kita membutuhkan pertolongan Maria untuk mendapatkan anugerah Tuhan untuk membarui diri, untuk bertobat. Maka sangatlah jelas bahwa dalam doa “Salam Maria” kita memuji Maria karena karya agung Allah yang terwujud dalam Yesus Kristus yang dikandungnya, dan kita mohon agar Maria tetap mendoakan kita untuk selalu membarui diri, selalu bertobat (Bolu Ujan, 1996: 72-73).

6) Pada butir selanjutnya kita mendaraskan doa “Kemuliaan”. Doa ini diucapkan 5 kali dalam rangkaian rosario sebagai pujian singkat yang ditujukan kepada Allah Tritunggal. Dan sekali lagi, oleh doa pujian ini menjadi jelas bahwa seluruh doa rosario adalah doa yang bernada pujian yang ditujukan kepada Allah Tritunggal. Kiranya dengan berdoa rosario kita semakin mengarahkan seluruh hidup dan kegiatan kita kepada Allah, demi kemuliaan Allah Tritunggal. Orang yang tahu berdoa dengan baik akan dengan sendirinya belajar untuk tidak memuji diri, tetapi akan hidup untuk memuji dan memuliakan Allah, akan hidup untuk memuji Maria dan orang-orang Kudus, akan hidup untuk menghargai sesama dan alam ciptaan Tuhan (Boli Ujan, 1996: 73). Kemuliaan kepada Tritunggal adalah tujuan dari setiap kontemplasi kristiani. Karena Kristus adalah jalan yang mengantar kita kepada Bapa dalam Roh Kudus. Kalau kita menempuh jalan ini sampai akhir, kita akan selalu berjumpa dengan ketiga pribadi Ilahi, yang selayaknya mendapatkan segala pujian, bakti dan syukur (Yohanes Paulus II, 2003: 38). 7) Saat sampai pada Medali penghubung yang terdapat gambar timbul (relief)

Bunda Maria dan Putra-Nya Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah pengantara kita pada Allah Bapa. Dan Bunda Maria mengambil bagian dalam kepengantaraan Yesus Kristus itu (Boli Ujan, 1996: 73).

8) Lalu menyusul satu rangkaian 10 Salam Maria yang didoakan sambil merenungkan satu peristiwa keselamatan. Doa Rosario mempunyai 4 peristiwa utama yaitu: Peristiwa Gembira, Peristiwa Terang, Peristiwa Sedih dan Peristiwa Mulia dengan 5 misteri di setiap peristiwa. Dengan demikian, kita berdoa sambil merenungkan peristiwa-peristiwa keselamatan. Ada hubungan yang amat erat antara peristiwa keselamatan dan doa. Doa Rosario mesti membuat kita menjadi lebih terbuka terhadap hadirnyaTuhan dalam hidup kita sehari-hari yang menjadi kesempatan untuk mengalami keselamatan (Boli Ujan, 1996: 74). Dasa Salam Maria adalah unsur paling substansial dalam doa rosario, sekaligus unsur yang membuat doa ini secara istimewa berciri khas Maria. Tetapi, kalau Salam Maria dipahami secara tepat, kita akan melihat dengan jelas bahwa ciri marialis ini tidak bertentangan dengan ciri kristologisnya, namun malah menekankan dan meningkatkannya (Yohanes Paulus II, 2003: 36).

9) Setelah satu rangkaian 10 Salam Maria habis didaraskan, dilanjutkan dengan doa “Ya Yesus yang baik...” (Doa Fatima). Doa ini ditujukan kepada Yesus yang baik dan rahim sekaligus mengungkapkan bahwa kita memohon kepada Yesus agar Ia mengampuni dosa-dosa kita, dan melindungi kita dari ancaman neraka. Yesus bukanlah hakim Mahadahsyat tetapi merupakan Tuhan yang penuh kasih sayang. Kalau kita mendoakan ini terus-menerus maka kita akan belajar menjadi orang yang penuh kasih sayang. Doa Rosario memang

membarui kita, menguatkan kita untuk terus bertobat dan belajar menjadi kudus dan sempurna seperti Bapa di surga. Pasti Bunda Maria yang dikandung tanpa noda mendoakan kita (Boli Ujan, 1996: 75).

b. Doa Batin

Doa Batin merupakan doa mendalam yang didorong oleh sikap rendah hati sebagai ciptaan yang melepaskan topeng, mempercayai cinta kasih, dan mencari Allah dari hati. Doa batin disebut doa hati atau doa Kontemplasi. Dan untuk melakukan doa batin, orang memerlukan waktu, niat dan terutama hati yang murni (Youcat, 2012: 282).

Doa batin dalam doa rosario adalah renungan tentang misteri-misteri pokok kehidupan, kesengsaraan, kematian, dan kemuliaan Yesus Kristus dan Maria, Ibu-Nya. Dengan doa batin, kita belajar untuk menatap wajah Kristus bersama Maria. Bapa Suci Yohanes Paulus II (2003: 11) pun menyatakan kemendesakan pelaksanaan doa rosario karena doa rosario merupakan sarana yang paling efektif untuk mengembangkan di kalangan kaum beriman komitmen untuk berkontemplasi pada misteri kristiani. Hal ini dikarenakan doa rosario adalah salah satu tradisi kontemplasi kristiani yang terbaik dan paling berharga serta doa meditatif yang khas.

1) Kontemplasi

Kontemplasi (contemplation) adalah salah satu bentuk doa hening. Dalam doa ini akal budi dan imajinasi kurang aktif. Kontemplasi berarti menatap wajah Kristus, menyelami misteri-Nya di tengah kejadian sehari-hari dan di tengah penderitaan-Nya sebagai manusia, dan dari situ menangkap semarak ilahi

yang dinyatakan dalam Tuhan yang bangkit, dan bertakhta mulia di sisi kanan Bapa. Dengan memandangi wajah Kristus, kita terbuka untuk menerima misteri Tritunggal, untuk mengalami kasih Bapa yang selalu membara, dan menikmati sukacita yang dibangkitkan oleh Roh Kudus (Yohanes Paulus II, 2003: 14).

Dalam doa rosario, Maria adalah model Kontemplasi yang tidak tertandingi. Dengan cara yang unik, wajah Sang Putra tercipta dalam diri Maria. Sejak Maria menerima kabar dari malaikat Gabriel, mengandung berkat kuasa Roh Kudus dan melahirkan Yesus di Betlehem, mata hati Maria terus tertuju pada Yesus. Tatapan Maria yang penuh haru dan kekaguman tak pernah lepas dari Dia. Kadang ia memandanginya “dengan penuh tanda tanya”, seperti ketika menemukan Dia di Bait Allah, “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami?’ (Luk 2:48). Kadang Maria menatap wajah Yesus “dengan perasaan sedih”, khususnya ketika ia berdiri di bawah salib. Di situ tatapan Maria merupakan tatapan “seorang ibu”, karena Maria tidak hanya ambil bagian dalam sengsara dan kematian Yesus, tetapi juga dalam diri anak baru yang diberikan kepadanya lewat si murid terkasih (bdk. Yoh 19:26-27). Pada Paskah pagi tatapan Maria menjadi “tatapan yang berseri-seri karena sukacita kebangkitan”. Akhirnya, pada hari Pentakosta, tatapan Maria menampakkan “tatapan yang berapi-api” karena pencurahan Roh Kudus (bdk. Kis 1:14) (Yohanes Paulus II, 2003: 15). Maria terus menerus membeberkan “misteri-misteri” Putranya di hadapan kaum beriman dengan dambaan agar kontemplasi pada misteri-misteri itu dapat menjadi saluran turunnya semua kuasa yang menyelamatkan. Dengan mendaras rosario umat kristiani menjalin kontak dengan Maria yang terus menerus ingat akan Sang Putra dan menatap wajah-Nya dalam kontemplasi. Karena rosario dimulai dengan

pengalaman Maria sendiri, maka rosario merupakan doa kontemplatif yang sangat indah. Tanpa kontemplasi, doa rosario menjadi ibarat tubuh tanpa jiwa, dan ada bahaya bahwa pendarasannya akan menjadi pengulangan kata-kata secara mekanis (Yohanes Paulus II, 2003: 15-16).

Satu-satunya jalan untuk berkontemplasi pada wajah Kristus adalah dengan mendengarkan dalam Roh kata-kata Bapa, karena “tak seorang pun mengenal Putra selain Bapa.” (Mat 11:27). Untuk mendengar kata-kata Bapa kita memerlukan wahyu dari atas, yang dapat diperoleh berkat pendengaran yang penuh perhatian. Dan hanya keheningan dan doa menawarkan suasana yang tepat untuk pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan yang benar, tepat, dan mantap tentang misteri Kristus. Sebagai “ringkasan Injil”, rosario memiliki orientasi kristologis yang dipusatkan pada misteri inkarnasi yang menyelamatkan. Oleh karena itu, rosario menjadi satu sarana tradisional doa kristiani yang diarahkan kepada kontemplasi wajah Kristus (Yohanes Paulus II, 2003: 22).

2) Meditasi

Doa rosario adalah juga doa meditatif atau berdoa sambil merenungkan peristiwa-peristiwa dalam Injil. Dengan doa rosario kita diajak merenungkan rahasia-rahasia yang diwahyukan Allah melalui bacaan-bacaan Injil. Kita dibawa ke dalam peristiwa-peristiwa yang disebut Peristiwa Gembira, Peristiwa Terang, Peristiwa Sedih dan Peristiwa Mulia. Dengan bermeditasi, kita memperkaya wawasan dan iman kita. Kita merenungkan semua peristiwa dalam Injil yang dihubungkan dengan kehidupan kita sehari-hari (Musakabe, 2005: 174).

Untuk membantu kita menghayati doa rosario sebagai doa batin, kita memerlukan rasa religius yang dibentuk melalui kontak perjumpaan dengan Allah di dalam kasih. Langkah untuk masuk ke dalam doa batin yaitu di bawah dorongan Roh Kudus, kita mengarahkan hati dan seluruh diri kita, hidup dengan sadar dalam kediaman Tuhan dan menghidupkan iman untuk masuk ke hadirat Dia yang menantikan kita. Dalam doa rosario, kita masuk dalam doa batin melalui pemakluman peristiwa, mendengarkan sabda Allah dan keheningan untuk merenungkan misteri-misteri pokok kehidupan, kesengsaraan, kematian dan kemuliaan Yesus Kristus dan Maria, Ibu-Nya.

Pemakluman peristiwa dalam doa rosario ibarat penayangan skenario untuk memusatkan perhatian para pendoa. Rumusan peristiwa menuntun pikiran dan perenungan ke episode atau saat tertentu dalam kehidupan Yesus. Rosario disebut sebagai ringkasan Injil, namun peristiwa-peristiwa dalam doa rosario tidak menggantikan Injil, tidak juga menyerap seluruh isinya. Peristiwa-peristiwa itu akan dengan mudah menarik perhatian pendoa kepada renungan yang jauh lebih luas mengenai bagian-bagian Injil lainnya, kalau pendarasan rosario dilaksanakan dalam rangka renungan yang panjang (Yohanes Paulus II, 2003: 34).

Masuk ke dalam doa batin dengan mendengarkan Sabda Allah bukanlah pasif, melainkan suatu ketaatan iman. Seperti Maria yang mengambil bagian dalam “Fiat” hamba Tuhan yang rendah hati (KGK, 1995: 681). Untuk memberikan dan memperdalam renungan, sangatlah bermanfaat bahwa sesudah pemakluman peristiwa dalam doa rosario, dibacakan ayat-ayat Alkitab yang terkait, panjang atau singkat, tergantung situasi. Sambil mendengarkan, kita meyakini bahwa kata-kata itu adalah sabda Allah yang disampaikan kepada kita

manusia masa kini. Karena tidak ada kata-kata yang dapat menandingi kemanjuran Sabda Ilahi. Kalau dihayati dengan cara ini, Sabda Allah dapat menjadi bagian utuh dari metodologi pengulangan dalam doa rosario. Pemakluman sabda itu bukanlah sekedar menyampaikan informasi, tetapi mempersilahkan Allah “berbicara” (Yohanes Paulus II, 2003: 35).

Doa batin adalah persatuan dengan doa Yesus, sejauh doa itu membuat kita mengambil bagian dalam misteri Kristus. Dalam doa rosario, untuk ambil bagian dalam misteri Kristus yang dimaklumkan dan disabdakan melalui Sabda Allah, kita perlu masuk ke dalam keheningan. Karena keheningan dapat menunjang proses mendengar dan merenungkan. Oleh karena itu, dalam doa rosario, sesudah pemakluman peristiwa dan pembacaan sabda Allah tepat sekali diadakan saat hening. Pada saat hening setiap orang dapat memusatkan perhatian selama beberapa saat pada peristiwa yang direnungkan, sebelum beranjak ke pendarasan vokal. Harus disadari bahwa keheningan merupakan kunci berhasilnya kontemplasi dan meditasi. Jadi tepatlah juga jika kita berhening sejenak sesudah mendengarkan sabda Allah, sambil memusatkan perhatian pada isi peristiwa khusus yang bersangkutan (Yohanes Paulus II, 2003: 35).

c. Sarana doa dengan biji Rosario

Alat tradisional yang digunakan untuk mendoakan rosario adalah kumpulan manik-manik/untaian biji-bijian. Manik-manik/biji-biji selalu menjadi suatu alat hitung untuk menandai alur Salam Maria dalam doa Rosario. Tetapi, manik-manik/biji-biji tersebut dapat menjadi simbol yang dapat menambah

khusyuknya kontemplasi. Pertama-tama, perlu diingat bagaimana biji-biji itu menyatu pada salib, dari situ alur doa dimulai dan diakhiri. Ini melambangkan kehidupan dan doa orang beriman yang terpusat pada Kristus. Segala sesuatu dimulai dari Dia, tertuju kepada-Nya, dan lewat Dia, dalam Roh Kudus, sampai kepada Bapa (Yohanes Paulus II, 2003: 39).

Sebagai alat hitung yang menandai alur doa, biji-biji rosario membangkitkan langkah kontemplasi tanpa henti, dan membuka lorong kesempurnaan kristiani. Beato Bartolo Longo melihat untaian biji-biji itu ibarat “rantai” atau “rangkaian” yang menghubungkan kita dengan Allah. Memang suatu rangkaian, tetapi suatu rangkaian yang indah; karena indah, maka sungguh-sungguh menjadi ikatan yang baik dengan Allah yang sekaligus Bapa kita juga. Suatu rangkaian “kasih sayang anak” yang menempatkan kita setara dengan Maria, “sesungguhnya aku ini hamba Tuhan” (Luk 1:38) dan terutama dengan Kristus sendiri, yang walaupun dalam rupa Allah, mengambil rupa seorang “hamba” karena kasih-Nya pada kita (Fil 2:7) (Yohanes Paulus II, 2003: 39).

Salah satu jalan yang baik untuk memperluas makna simbol biji rosario adalah dengan membuat untaian biji-biji itu menjadi lambang hubungan kita, lambang ikatan komunikasi dan persaudaraan, yang menyatukan kita semua dalam Kristus (Yohanes Paulus II, 2003: 39).

d. Pengaturan Waktu

Doa rosario dapat didaras secara utuh setiap hari, dan memang ada orang-orang yang sangat patut dipuji karena melaksanakannya demikian. Dengan cara ini, rosario mengisi doa harian dengan suatu doa yang berciri kontemplatif,

atau menjadi sahabat setia orang sakit dan orang lanjut usia yang memiliki begitu banyak waktu luang. Tetapi jelas, banyak orang, dalam satu hari, hanya akan mampu mendaras sebagian dari doa rosario, mengikuti pengaturan waktu mingguan, terlebih setelah ditambahkan rangkaian baru peristiwa terang. Pembagian mingguan ini mempunyai efek yang memberikan “warna” spiritual tertentu pada hari-hari yang berbeda (Yohanes Paulus II, 2003: 40).

Sebelumnya, hari Senin dan Kamis dikhususkan untuk “peristiwa gembira”, Selasa dan Jumat untuk “peristiwa sedih”, Rabu, Sabtu dan Minggu untuk “peristiwa mulia”. Dengan ditambahkannya “peristiwa terang” dan dengan pertimbangan bahwa Sabtu memiliki nuansa khas Maria, maka perenungan putaran kedua untuk peristiwa gembira, dimana kehadiran Maria dimaklumkan secara istimewa, dapat dipindahkan ke hari Sabtu. Maka, hari Kamis menjadi kosong untuk merenungkan “peristiwa terang” (Yohanes Paulus II, 2003: 41). Sehingga pedoman yang biasa dipakai saat berdoa rosario bersama sekarang ini ialah hari Senin dan Sabtu untuk Peristiwa Gembira, Selasa dan Jumat untuk Peristiwa Sedih, hari Rabu dan Minggu untuk Peristiwa Mulia, serta hari Kamis untuk Peristiwa Terang.

Bapa Suci Yohanes Paulus II (2003: 41) mengatakan bahwa “pengaturan ini tidak dimaksudkan untuk membatasi kebebasan sah dalam doa perorangan dan doa jemaat, dimana perlu dipertimbangkan kebutuhan spiritual dan pastoral jemaat dan adanya perayaan-perayaan liturgi khusus yang barangkali menuntut penyesuaian yang serasi”. Maka, selain memakai pedoman mingguan, kita juga bebas memilih peristiwa gembira, sedih, mulia, atau terang sesuai dengan keadaan dan suasana hati kita masing-masing. Selain itu, pemilihan peristiwa dalam doa

rosario juga bisa disesuaikan dengan masa liturgi, yaitu dalam masa Adven kita harus lebih sering memilih peristiwa Gembira, dalam masa Prapaskah kita memilih peristiwa Sedih, dan dalam masa Paskah kita memilih Peristiwa Mulia. Yang lebih penting adalah bahwa doa rosario selalu dilihat dan dialami sebagai sarana kontemplasi untuk merenungkan misteri-misteri Kristus.

Dokumen terkait