• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

2.3. Unsur-Unsur Musik 1. Irama

Irama adalah urutan rangkaian gerak yang menjadi unsur dasar dalam musik. Irama dalam musik terbentuk dari sekelompok bunyi dan diam dengan bermacam-macam waktu atau panjang pendeknya waktu yang membentuk pola irama bergerak menurut pulsa dalam ayunan birama (Jamalus, 1981: 58).

2.3.2. Melodi

Melodi adalah susunan rangkaian nada (bunyi dengan getaran teratur) yang terdengar berurutan serta berirama dan mengungkapkan suatu gagasan. Bunyi merupakan suatu getaran yang cepat dapat pula lambat. Bunyi yang dihasilkan oleh sumber yang bergetar dengan kecepatan teratur disebut nada.Tangga nada adalah urutan titi nada yang berbeda dari rendah ketinggi atau sebaliknya yang mempunyai pola interval tertentu. Pada umumnya diakhiri dengan oktaf titi nada pertama. Ada beberapa jenis tangga nada antara lain adalah tangga nada diatonis dan tangga nada pentatonis. Tangga nada diatonis adalah tangga nada yang terdiri dari tujuh titi nada biasanya dipergunakan dalam notasi musik umum. Sedangkan tangga nada pentatonis adalah tangga nada yang terdiri dari lima titi nada. Dalam komposisi musik

tradisional sering digunakan tangga nada pentatonik. Tangga nada pentatonik dapat dibagi menjadi dua yang dinamakan dengan laras slendro dan laras pelog (Jamalus, 1988:16).

2.3.3. Harmoni

Harmoni adalah gabungan dua nada atau lebih yang berbeda tingginya dan jika dibunyikan terdengar selaras. Dalam komposisi musik keharmonisan nada sangat diperlukan, sebab dalam komposisi musik terdapat beberapa alat musik yang berbeda-beda bunyinya, maka kekompakkan suara dan keharmonisan bunyi nada-nada tersebut perlu diperhatikan agar menghasilkan suatu komposisi musik yang bagus (Rochaeni, 1989: 34).

Pada pertunjukan musik, harmoni dapat tercipta melalui alat-alat musik yang tergabung dalam suatu grup musik. Dasar dari harmoni adalah trinada atau akor. Akor terbentuk dari salah satu nada atau sebuah tangga nada. Uraian mengenai harmoni ini meliputi trinada atau akor, modulasi dan transisi (Jamalus, 1988: 9).

2.3.4. Trinada atau akor

Trinada atau akor adalah bunyi gabungan tiga nada yang terbentuk dari salah satu nada dengan nada terts dan kwintnya, atau dikatakan juga terts bersusun. Trinada itu sendiri dapat dikatakan akor apabila diberi nomor dengan angka Romawi sesuai dangan tingkat kedudukan nada dasarnya dalam tangga nada. Angka romawi besar (I, IV, V) menunjukan akor mayor atau primer, sedang angka romawi kecil

(ii, iii, vi) menunjukan akor minor atau akor sekunder. Selain menggunakan angka romawi, akor dapat pula diberi lambang huruf. Huruf-huruf itu adalah C, D, E, F, G, A dan B menunjukan akor mayor, sedangkan huruf-huruf seperti Cm, Dm, Fm, Gm, Am dan Bm, menunjukan akor minor (Jamalus, 1988: 30).

2.3.5. Modulasi

Musik sering dipergunakan suatu cara dalam teknik penyajian musik tersebut tidak membosankan. Jadi jelasnya, modulasi ialah pergantian atau perpindahan dari sebuah tangga nada ke tangga nada lain, dengan maksud supaya perhatian pendengar tidak berkurang (Y. Subakdhi, 1983:25). Waktu mendengar permulaan modulasi, seolah-olah terdengar hidangan yang baru, sebenarnya hanya tangga nadanya saja yang berganti, sedangkan lagu dan hidangannya tetap.

2.3.6. Transposisi

Transposisi adalah cara menyayikan atau menuliskan lagu atau notasi musik dengan mengubah nada dasar ke nada yang lebih rendah atau lebih tinggi. Transposisi diperlukan untuk menyamakan wilayah nada lagu dengan wilayah nada suara penyanyi atau alat musik yang dipakai (Jamalus 1988: 32).

2.3.7. Bentuk Lagu atau Struktur Lagu

Bentuk lagu atau struktur lagu adalah susunan serta hubungan antara unsur-unsur musik dalam suatu lagu sehingga menghasilkan suatu komposisi lagu yang bermakna. Komposisi musik tradisional

mempunyai susunan yang sederhana, misalnya irama monoton, syair sederhana, baik lagunya maupun instrumen (alat musik) yang digunakan (Jamalus 1988: 33).

2.3.8. Unsur-unsur Ekspresi

Ekspresi dalam musik adalah ungkapan pikiran dan perasaan yang mencakup semua nuansa dari tempo, dinamik dan warna nada dari unsur-unsur pokok musik (Jamalus, 1988: 38). Unsur-unsur ekspresi tersebut adalah sebagai berikut :

a .Tempo

Tempo adalah kecepatan suatu lagu atau perubahan-perubahan kecepatan lagu. Untuk menuliskannya dipakai tanda-tanda tempo. Istilah ini berasal dari bahasa Itali, yang sekarang sudah menjadi istilah musik yang resmi yang dipakai secara umum (Jamalus, 1988: 40).

Istilah-istilah tanda tempo contohnya : presto : cepat sekali allegro (cepat) : cepat

allegretto : agak cepat

moderato : sedang

andante (berjalan) : secepat orang berjalan adagio : lambat

largo : lambat sekali accelerando : makin cepat

ritardando : makin lambat

Penulisan tanda tempo diletakkan pada kiri atas susunan lagu. Dengan membaca tanda tempo yang ada pada sebuah lagu maka akan diketahui seberapa kecepatan lagu itu.

b. Tanda Dinamik

Tanda atau istilah dinamik adalah tanda untuk menyatakan tingkat volume suara / keras lunaknya, serta perubahan-perubahan keras lunaknya suara itu. Tanda dinamik diletakkan di atas musik itu sendiri diatas titi nada / akor. Menurut (Sukohardi, 1988: 16) Sifat tanda dinamik relative tidak ada ukuran yang mutlak mengenai kuat lemah dan tidak ada alat tertentu untuk mengukur. Tanda dinamik pokok dibagi tiga yaitu :

lembut (pppp) : pianisimo posibile sedang (mp) : mezzopiano

kuat (f) : forte

Selain itu juga ada tanda dinamik untuk menyatakan perubahan secara berangsur-angsur contohnya adalah :

crescendo ( < ) : makin kuat decrescendo ( > ) : makin lambat c. Warna Nada

Warna nada adalah ciri khas bunyi yang terdengar bermacam-macam yang dihasilkan oleh bahan sumber bunyi yang berbeda-beda yang dihasilkan oleh cara memproduksi nada-nada yang

bermacam-macam pula. Misalnya alat musik kendang mempunyai bunyi yang berbeda dengan alat musik angklung karena sumber bunyinya alat musik tersebut berbeda, demikian pula dengan alat musik saron mempunyai ciri khas bunyi yang berlainan, jika alat musik tersebut dimainkan secara bersama dan mengikuti aturan, maka akan menghasilkan irama yang enak didengar (Sunarko, 1985: 5).

2.4. Karawitan

2.4.1. Pengertian Karawitan dan Gamelan

Istilah karawitan berasal dari rawit yang berarti alus, lungit, endah (halus, rumit, indah). Pada mulanya istilah karawitan digunakan untuk menunjukan beragam jenis seni yang dianggap memiliki kehalusan, kerumitan, dan keindahan seni tingkat tinggi, seperti: musik gamelan atau karawitan, beksan atau tari, pewayangan, batik, seni rupa, dan jenis seni lain terutama yang hidup dan berkembang dilingkungan kraton. Dalam perkembangan berikutnya hingga kini, istilah karawitan secara spesifik digunakan untuk menyebut sistem musikal pada musik gamelan atau karawitan. Jenis seni lainya seperti: tari, pewayangan, batik, seni rupa, dan lain-lain secara khusus menggunakan istilah sendiri-sendiri, bukan lagi disebut karawitan. Sesuai dengan makna istilah rawit, seni karawitan dianggap sebagai jenis musik tradisi nusantara yang memiliki

kehalusan, kekompleksitas garap, dan keindahan musikal tingkat tinggi atau sering di sebut adi luhung(Widodo, 2010: 7).

Supanggah dalam (Widodo, 2010:7) mengatakan bahwa karawitan menunjukan pada berbagai aspek musikal pada musik gamelan. Aspek musikal yang bermaksud antara lain: alat musik, pemain, komposisi gendhing, cara penyajian, notasi dan lain-lain. Karena menyangkut semua aspek musikal maka Supanggah menyebutkan sebagai sistem musikal. Penjelasan ini sekaligus untuk membedakan pemahaman antara istilah karawitan dan gamelan. Dalam budaya karawitan di Indonesia, gamelan digunakan untuk menyebut seperengkat alat musik tradisional dalam seni karawitan. Sedangkan karawitan menunjukan pada sistem musikal yang meliputi semua aspek musikal musik gamelan jawa.Menurut Sumarsono (1993: 67) Karawitan merupakan suatu hasil atau bentuk karya seni yang bentuk penyajiannya memiliki unsur-unsur tertentu.

Di luar indonesia istilah gamelan lebih dikenal dari pada karawitan. Gamelan tidak hanya diartikan sebagai seperangkat alat musik karawitan , melainkan juga berbagai aspek baik musikal maupan kultural karawitan. Istilah gamelan diluar Indonesia tidak hanya menunjukan bagian atau seperangkat alat musik karawitan, melainkan meliputi berbagai aspek baik musikal maupun kultural yang terkait dengan penggunaan alat-alat musik karawitan. Supanggah dalam (Widodo, 2010: 8). Tetapi akhir-akhir ini seiring dengan semakin banyak ahli karawitan bekerja di manca negara serta semakin banyak kelompok karawitan Indonesia yang mengadakan

pementasan di luar negeri maka pemahaman istilah karawitan dan gamelan di masyarakat manca negara sedikit demi sedikit berubah. Karawitan dan gamelan difahami sebagai mana yang terjadi di masyarakat Indonesia. Secara etimologis, gamelan berasal dari kata gamel yang berarti: cepeng,nyepeng, tabuh. Gamelan berarti cepengan, tabuhan. Winter dan Ranggawarsita dalam (Widodo, 2010: 8) Dalam bahasa Indonesia cepeng berarti pegang, sedangkan nyepeng bearti memegang. Tabuh sebagai kata kerja dapat berarti pukul, memukul. Sedangkan sebagai kata benda tabuh berarti alat pukul. Secara khusus tabuh digunakan untuk menyambut jenis alat pukul yang di gunakan untuk memainkan sebagai alat musik gamelan. Tabuahan atau tetabuhhan berarti memainkan alat-alat musik dengan cara menabuh atau memukul.

2.4.2. Gamelan

Gamelan sebagai perangakat alat musik juga disebut gangsa. Kata gangsa merupakan akronim dari kata tembaga dan rejasa. Rejasa adalah istilah lain bahasa jawa untuk menyebut logam timah. Kedua jenis logam yakni tembaga dan rejasa merupakan bahan untuk membuat gamelan. Campuran antara kedua jenis logam dengan komposisi tertentu menjadi jenis logam baru disebut perunggu yang merupakan logam terbaik untuk membuat pencon dan bilah gamelan. Karena itulah maka nama kedua bahan dasar logam perunggu tersebut diabadikan sebagai nama lain dari perangkan musik gamelan, yakni gangsa yaitu tembaga dan rejasa. Tembaga diambil suku kata yang terakhir, ga, demikian pula rejasa

diambil suku kata terakhir, sa. Bila kedua suku kata tersebut digabung maka akan menjadi gasa. Dalam pengucapan keseharian, kata gasa kemudian menjadi gangsa. Humaniora (widodo, 2010: 8)

Penggunaan istilah gamelan untuk menyebut seperangkat alat musikal tradisional Jawa, Sunda, juga Bali terkait dengan cara memainkannya yang sebagian besar dilakukan dengan dipukul. Karena itulah maka sebagai kalangan menyebut gamelan sebagai alat musik pukul atau perkusi. Tetapi sesungguhnya tidak seluruh peralatan musik gamelan dimainkan dengan cara dipukul.Dalam musik gamelan terdapat pula alat musik gesek, tiup dan petik.

Sebagai perangkat ricikan (instrumen) gamelan sebagian besar terdiri atas alat musik perkusi yang dibuat dari bahan utama logam (perunggu, kuningan, besi atau logam lainya) dan dilengkapi dengan beberapa alat dari bahan kayu, kulit atau campuran dari ketiga bahan tersebut. Beberapa alat musik yang dimaksud antara lain:

a. Rebab, alat musik gesek terbuat dari bahan kayu,membran dan kawat. b. Kendang, alat musik pukul terbuat dari bahan kayu dan kulit.

c. Gender barung, alat musik pukul bentuk bilah terbuat dari bahan logam.

d. Gender penerus, alat musik pukul bentuk bilah terbuat dari bahan logam.

e. Bonang penembung, alat musik pukul bentuk pencon terbuat dari bahan logam.

f. Bonang barung, alat musik pukul bentuk pencon terbuat dari bahan logam.

g. Bonang penerus, alat musik pukul bentuk pencon terbuat dari bahan logam.

h. Slentem, alat musik pukul bentuk bilah terbuat dari bahan logam. i. Demung, alat musik pukul bentuk bilah terbuat dari bahan logam. j. Saron, alat musik pukul bentuk bilah terbuat dari bahan logam.

k. Peking/ saron penerus, alat musik pukul bentuk bilah terbuat dari bahan logam.

l. Khetuk, alat musik pukul bentuk pencon terbuat dari bahan logam. m. Kempyang, alat musik pukul bentuk pencon terbuat dari bahan logam. n. Engkuk, alat musik pukul bentuk pencon terbuat dari bahan logam. o. Kemong, alat musik pukul bentuk pencon terbuat dari bahan logam p. Kenong, alat musik pukul bentuk pencon terbuat dari bahan logam. q. Kempul, alat musik pukul bentuk pencon terbuat dari bahan logam. r. Gong, alat musik pukul bentuk pecon terbuat dari bahan logam. s. Kecer, alat musik pukul bentuk lempengan terbuat dari bahan logam. t. Kemanak, alat musik pukul bentuk seperti buah pisang terbuat dari

bahan logam.

u. Gambang, alat musik pukul bentuk bilah terbuat dari bahan kayu. v. Silter, alat musik petik terbuat dari bahan kayu dan kawat. w. Clempung, alat musik petik terbuat dari bahan kayu dan kawat. x. Suling, alat musik tiup terbuat dari bahan kayu dan logam.

Jawa, salah satu jenis seni bebunyian yang dianggap tua dan masih bertahan hidup dan berkembang sampai sekarang adalah Rawitan. Banyak orang memaknai karawitan berangkat dari asal kata yang digunakannya, yaitu karawit yang berarti kecil, halus atau rumit (refine subtil, sophisticated). Bertolak dari pengertian itu tidak mengherankan bila karawitan kemudian dapat digunakan untuk menyebut atau memadai beberapa cabang seni yang memiliki karakter yang halus, kecil, rumit, atau sejenisnya. Konon, dilingkungan keraton surakarta, istilah karawitan pernah juga digunakan sebagai payung dari beberapa cabang kesenian seperti ukir, tatah-sungging( fine arts?), pedhalangan, tari, dan sudah tentu juga musik tradisi jawa yang nota bene adalah cabang-cabang seni yang memiliki nilai kerumitan atau kecanggihan ( kesofistikasian) yang relatif tinggi ( Supanggah, 2002: 5-6)

Dalam hubunganya dengan karawitan tradisi dalam cakupan yang lebih luas, pembicaraan kita tentang seni tradisipada diskusi kita sementara ini mohon dibatasi dan dapat diberi arti dengan menggunakan rambu-rambu sebagai berikut:

1. Usia : Walau tidak ada ukuran waktu beberapa tahun suatu jenis kesenian (termasuk kapan karawitan) itu lahir , berada, dan bertahan hidup, saya menganggap bahwa waktu satu generasi ( 67 tahun sebagai rata-rata usia manusia Indonesia mampu bertahan hidup) kiranya cukup digunakan sebagai acuan waktu bahwa suatu jenis kesenian telah berusia lanjut.

2. Mutu : Dengan lanjutnya usia maka secara tidak langsung dan tidak sadar kesenian tersebut telah terseleksi, teruji oleh masyarakat dan zamanya sehingga mengalami kristalisasi.

3. Aturan : seleksi oleh zaman dan masyarakat juga telah memilih kebiasaan-kebiasaan sosial-budaya, termasuk kebiasaan kesenian atau musikal, dengan menggunakan parameter tertentu yang pada giliranya membuat kebiasaan tersebut menjadi semacam aturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis (Supanggah, 2002: 7) .

2.4.3. Laras

Laras dalam dunia karawitan dan tembang jawa selain digunakan untuk menyebut tangga nada juga sebagai nada. Laras pelog berarti tangga nada pelog 2 (ro) berarti nada 2 (ro), dan seterusnya.Nada-nada dalam laras slendro maupun pelog dapat disuarakan secara vocal maupun instrumental. Alat atau perangkat musik yang berlaras slendro dan pelog adalah gamelan.

Untuk memudahkan proses belajar mengajar dan mendokumentasikan karya-karya karawitan juga tembang-tembang jawa, nada-nada dan berbagai kode musikal karawitan yang di tulis dalam bentuk lambang-lambang tertentu disebut notasi atau titi laras. Laras dalam dunia karawitan dan tembang jawa selain digunakan untuk menyebut tangga nada juga nada. Di dalam karawitan jawa dan tembang jawa memiliki dua tangga nada, yaitu laras slendro (tangga nada slendro) dan laras pelog (tangga nada pelog) (Widodo 2008: 54)

Jamalus (dalam Widodo 2008: 54), tangga nada atau laras diartikan sebagai serangkaian nada berurutan dengan perbedaan tertentu membentuk sistem nada. Sedangkan laras dalam arti nada adalah bunyi yang dihasilkan oleh sumber bunyi yang bergetar dengan kecepatan getar teratur.

Jika sumber bunyi bergetar dengan cepat maka bunyi yang dihasilkan tinggi. Jika getaran sumber bunyi itu lambat, maka bunyi terdengar rendah. Semua nada musikal terdiri atas empat unsur yaitu: tinggi rendah nada, panjang pendek nada, keras lemah bunyi dan warna suara (Miller dalam Widodo 2008: 54).

2.4.4. Titi Laras

Menurut Sumarto dan Suyuti (1978: 7), titi berarti tulisan atau tanda, sedangkan laras adalah urutan nada dalam satu gembyangan (1 oktaf) yang sudah tertentu jaraknya atau tinggi rendahnya. Sehingga pengertian titi laras adalah tulisan atau tanda, sebagai penyimpulan nada-nada yang sudah tertentu tinggi rendahnya dalam satu gembyang, yang berfungsi: untuk mencatat dan membunyikan gendhing atau tembang, untuk belajar menabuh atau dengan membaca bahasa jawa yaitu: 1 dibaca (siji), 2 (loro), 3 (telu), 4 (papat), 5 (lima), 6 (nem) dan 7 (pitu). Akan tetapi demi efesiennya cukup disingkat ji, ro, lu, pat, ma, nem, pi saja.

Titi laras slendro dibagi bermacam-macam pathet ( Siswanto 1986: 15) yaitu:

Laras slendro pathet sanga: 5 6 1 2 3 5

Laras slendro pathet nem : 2 3 5 6 1

2

Laras slendro pathet manyura: 6 1 2 3 5 6

Masing-masing laras tersebut apabila dibaca secara solmisasi kurang lebih hampir sama dengan do - re - mi - sol - lado.

2.4.4.2. Titi laras pelog

Dalam gamelan pelog ada tiga pathet (sistem tangga nada pentanonis) yang dapat diciptakan, yaitu laras pelog pathet barang, laras pelog pathet nem dan laras pelog pathet lima ( Sumarto dan Suyuti 1978: 7-8)

Laras pelog pathet barang, nada pokok terdiri dari 6 (nem), 7 (pitu), 2 (loro), 3 (telu), 5 (lima), 6 (nem). Suara 6 - 7 intervalnya kecil 7 – 2 intervalnya besar, 2 – 3 intervalnya kecil, 3 – 5 intervalnya besar, dan 5 – 6 mempunyai interval kecil.

Laras pelog pathet nem, nada pokok terdiri dari 2 (loro), 3 (telu), 4 (papat), 5 (lima), 6 (nem), 1 (siji), 2 (loro). Jarak antara titi nada masing-masing: 2 – 3 kecil, 3 – 5 beras, 5 – 6 kecil, 6 – 1 besar, sedangkan 1 – 2 kecil.

Laras pelog pathet lima, nada pokok terdiri dari 5 (lima), 6 (nem), 1 (siji), 2(loro), 4 (papat) dan 5 (lima). Jarak antara titi nada masing-masing: 5 – 6 kecil, 6 – 1 besar, 1 – 2 kecil, 2 – 4 besar, sedangkan 4 – 5 kecil.

2.4.5. Gendhing

Gamelan jawa dibagi menjadi 2 bagian, pembagian ini berdasarkan perbedaan nada (laras) yang ada pada masing-masing gamelan tersebut yaitu: gendhing laras slendro dan gendhing laras pelog. (Purwadi, 2006: 21). Di dalam Karawitan jawa gendhing-gendhing laras pelog dibagi menjadi 3 bagian: Gendhing-gendhing laras pelog patet 5, Gendhing-gendhing laras pelog patet 6, Gendhing-gendhing laras pelog patet barang7. (Purwadi, 2006: 24) gendhing-gendhing laras pelog ini banyak sekali dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang gedog.

Gendhing dalam arti umum adalah lagu, sedangkan gendhing dalam arti khusus adalah nama dari suatu lagu tertentu, misalnya: gendhing gambirsawit. Dalam seni gamelan, macam gendhing digolongkan menjadi tiga yaitu: gendhing alit, gendhing madya dan gendhing ageng (Sumarto dan Suyuti 1978: 25). Lagu dalam pemahaman masyarakat luas berarti komposisi musikal. Dalam seni karawitan atau musik gamelan jawa, komposisi musikal karawitan disebut gendhing. Melodi merupakan salah satu unsur pembentuk atau yang terdapat di dalam suatu komposisi musikal. Istilah gendhing digunakan untuk menyebut komposisi karawitan atau gamelan dengan struktur formal relatif

panjang, terdiri atas dua bagian pokok, merong dan inggah ( Sumarsam dalam widodo 2008: 53)

Martopangrawit (dalam Widodo 2008: 53), menyebutkan bahwa gendhing adalah susunan nada dalam karawitan ( jawa) yang telah memiliki bentuk. Terdapat beberapa macam bentuk gendhingan, yaitu: kethuk 4 arang, kethuk 8 kerep, kethuk 2 arang, kethuk 4 kerep, kethuk 2 kerep, ladrang, ketawang, lancaran, sampak, srepegan ayak-ayak, kemuda, dan jineman. Gendhing-gending laras slendro juga dibagi menjadi 3 bagian: gendhing-gendhing laras slendro patet 6, gendhing-gendhing laras slendro patet 9, gendhing-gendhing laras slendro patet manyura. (Purwadi, 2006: 29) gendhing-gendhing karawitan jawa laras slendro yang dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang kulit purwa (parwa).

2.4.6.Irama

Irama merupakan rangkaian gerak yang menjadi unsur dasar musik, Dalam karawitan jawa terdapat lima tingkatan irama, yaitu : lancar, tanggung, dados, wiled dan rangkep, sebagai contoh berikut : 1. Irama lancar

Balungan : 6 3 6 5 Saron penerus : 6 3 6 5

Satu sabetan balungan mendapatkan satu sabetan saron penerus atau diberi tanda 1/1.

2. Irama tanggung

Balungan : 6 3 6 5 Saron penerus : 1 6 53 5 6 3 5

Satu sabetan balungan mendapatkan dua sabetan saron penerus, diberikan tanda ½.

3. Irama dadi (dados)

Balungan : 6 3 6 5 Saron penerus : 5 1 1 6 6 5 5 3 3 5 5 6 6 3 3 5

Satu sabetan balungan mendapatkan empat sabetan saron penerus diberi tanda ¼.Demikian pula tingkat irama lainnya. Irama wiled dengan tanda 1/8 dan Irama rangkep dengan tanda 1/16 ( Supanggah, 2002: 125).

2.5. Barongan

Seni Baronganberkembang dibeberapa daerah di Jawa Tengah dan di Jawa Timur, disesuaikan dengan tuntutan alam dan budaya daerah yang berbeda sehingga perwujudannya tidak senantiasa sama. Di daerah pesisir, diKudus misalnya, seni Barongan juga menjadi media penyebaran agama islam. Cerita yang menonjol dalam pertujukan Barongan di daerah Kudus yaitu abad yang ada kaitanya nabi Muhammad atau dengan para pelopor penyebar agama islam di daerah

tersebut. Walapun demikian, diberbagai daerah yang memiliki seni barongan, juga masih tetap dipentaskan cerita-cerita yang bersumber pada hikayat Raden Panji pada pertunjukannya, bandingkan Proyek Pengembangan Kesenian daerah Istimewa (widjaja dan kawan-kawan, 1979/1980)

Pemain seni Barongan terdiri dari singa barong, dawangan, setanan, manukan, Tembem, Pentul, dan Jaran Kepang. Selain itu, ada pemain yang memerankan Raden Panji (tokoh utama laki-laki), Dewi Sekartaji, Anggraini, atau Candra Kirana (tokoh utama wanita), dan tokoh-tokoh pembantu. Pertunjukan kesenian ini diiringi musik gamelan yang ditabuh oleh para pengrawit. Jumlah seluruh anggota yang tercatat pada kelompok kesenian barongan biasanya terdiri dari 32 orang, tetapi tidak seluruh anggota main dalam satu atau setiap pertunjukan. Dalam satu pertunjukan jumlah anggota yang main antara 15 sampai 24 orang, tergantung dari kebutuhan banyaknya pemain untuk pementasan satu lakon (Rohidi, 2000: 101)

Pertunjukan kesenian Barongan dimulai dengan tabuhan gamelan untuk mengundang penonton, walaupun biasanya penonton juga sudah berkumpul sebelum acara dimulai. Masing-masing tokoh bergantian menunjukan diri sambil menari-nari. Singa barong diikuti setanan mulai menari-nari sambil menggangu para penonton. Secara bergantian kemudian muncul untuk menari tokoh manukan yang disebut juga beri-beri selanjutnya muncul para penari jaran kepang

yang menarikan tari yang disebut Srandul, yang kadang-kadang disertai dengan atraksi akrobatik dan kesurupan secara atraktif para pemain yang kesurupan mempertunjukan kemampuannya makan gabah atau kaca yang sudah disediakan sebelumnya.acara ini sangat disenangi terutama oleh anak-anak. Mereka bersorak-sorai jika sudah sampai pada adegan yang menegangkan ini. Sebagai selingan kemudian muncul tembem dan pentul dengan tarian yang erotik sambil melemparkan lawakan-lawakan yang sering kali “ jorok” saling mengejek wajah masing-masing yang mirip kemaluan (Rohidi, 2000:

Dokumen terkait