• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM

B. Tinjauan Umum tentang Hukum Waris

3. Unsur-Unsur dalam Pewarisan

Berdasarkan beberapa pengertian Hukum Waris yang telah dikemukaakan pada sub Pasal sebelumnya, dapat ditarik tiga (3) unsur yang harus terdapat dalam Pewarisan menurut KUHPerdata sebagai berikut:

a. Ada Pewaris (erflater)

Orang yang meninggalkan harta warisan disebut pewaris (erflater) Pewaris yaitu orang yang sudah dalam keadaan meninggal dunia atau mati. Kematian menurut seseorang menurut hukum terbagi atas 2 macam, yaitu :

1) Kematian secara alamiah

Sebagaimana yag ditentukan dalam Pasal 830 KUHPerdata, bahwa Pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Yang dimaksud dengan kematian alamiah ialah lepasnya roh dari jasad seseorang. Kematian alamiah maksudnya orang tersebut benar-benar meninggal dunia secara nyata. Selanjutnya dalam pembahasan buku daras ini yang dimaksud Pewaris adalah orang yang telah mati secara nyata.

2) Kematian secara yuridis

Orang yang mati secara yuridis adalah orang yang telah dibuatkan oleh pengadilan surat pernyataan dianggap telah mati. Dalam prakteknya orang yang

meninggal dunia secara yuridispun harta warisannya sudah dapat dibagi-bagi dengan persyaratan tertentu.22

Pihak yang dapat dimintai tindakan perangkaan mati pada pengadilan ialah orang ialah orang hilang (Afwezigheid) Orang hilang (Afwezigheid) Orang yang meninggalkan tempat selama 5 tahun tanpa kabar sama sekali. Keadaan “tidak ada di tempat” tidak mengehentikan wewenang berhaknya seseorang, dengan demikian statusnya tetap sebagai persoon yang mempunya kewenangan dalam hukum dan dalam perbuatan tertentu. Akan tetapi keadaan seperti itu menimbulkan ketidak pastian hukum. Hal ini merupakan salah satu penyebab pembuat undang-undang mengatur prihal “tidak ada di tempat” Orang yang hilang kaitannya dengan harta bendanya, terbagi tiga (3) yaitu:

a) Orang yang hilang tanpa meninggalkan surat kuasa kepada orang lain untuk mengurus kepentingan-kepentingannya, maka 5 tahun lewat harus dimintidakan kepada hakim untuk memutuskan ia telah meninggal dunia.

b) Apabila ia meninggalkan tempat dan menunjuk kuasa untuk mengurus kepentingan-kepentingannya, maka nanti setelah 10 tahun barulah ia dapat dinyatakan telah meninggal dunia.

c) Apabila yang tidak ada di tempat merupakan Anak Buah Kapal (ABK) atau penumpang kapal yang dinyatakan hilang atau mengalami kecelakaan, 1 tahun sudah dapat dimintidakan persangkaan mati.

Setelah seseorang dinyatakan meninggal dunia (mati), maka ada akibat hukum yang dapat terjadi berkaitan dengan harta bendanya yakni : hartanya dapat dibagi-bagi oleh ahli warisnya (tetapi tidak boleh dijual hanya mempunyai hak pakai hasil), kecuali setelah lewat 30 tahun ia dinyatakan meninggal dunia oleh hakim, maka hartanya dapat dibagi-bagi secara tetap oleh para ahli warisnya.23

b. Ada harta warisan (erfernus)

Dalam KUHPerdata yang dapat diwansi ahli waris meliputi semua hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari Pewaris yang dapat dinilai dengan uang, yang disebut dengan harta kekayaan. Sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 833 KUHPerdata bahwa:

Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang,semua hak dan semua piutang orang yang meninggal Bila ada perselisihan tentang siapa yang berhak menjadi ahli waris, dan dengan demikian berhak memperoleh hak milik seperti tersebut di atas, maka Hakim dapat memerintahkan agar semua harta peninggalan itu ditaruh lebih dahulu dalam penyimpanan Pengadilan. Negara harus berusaha agar dirinya ditempatkan pada kedudukan besit oleh Hakim, dan berkewajiban untuk memerintahkan penyegelan harta peninggalan itu, dan memerintahkan perincian harta itu, dalam bentuk yang ditetapkan un penerimaan warisan dengan hak istimewa akan penerimaan harta, dengan ancaman untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga.

Pasal di atas menunjukkan bahwa semua ahli waris berhak memiliki semua barang, semua hak, dan semua piutang dari yang meninggal. Hak untuk memiliki semua harta tersebut tidak dibedakan antara pria dan wanita. Sedang dalam Pasal 834 ditegaskan bahwa setiap ahli waris berhak menuntut supaya segala apa saja yang termasuk. harta peninggalan si peninggal diserahkan padanya

23R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, Hukum Orang dan Keluarga (Bandung: Alumni, 1982) h. 219

berdasarkan haknya sebagai ahli waris. Siapa pun ahli waris yang ada baik pria maupun wanita berhak memperjuangkan hak warisnya.

Kekayaan tersebut berupa keseluruhan aktiva dan pasiva yang ditinggalkan Pewaris dan berpindah kepada para ahli waris. Dengan demikian ahli waris menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang meninggal.

Keseluruhan kekayaan yang berupa aktiva dan pasiva yang menjadi milik bersama ahli waris disebut boedel. Harta peninggalan selain berupa hak-hak kebendaan yang nyata ada , dapat juga berupa tagihan-tagihan atau piutang-piutang dan dapat juga berupa sejumlah utang-utang yang melibatkan pihak ketiga (hak perorangan). Pada hakikatnya harta peninggalan yang akan diwarisi oleh para ahli Waris tidak hanya meliputi hal-hal yang bermanfaat berupa aktiva atau keuntungan, melainkan juga termasuk utang-utang si Pewaris yang merupakan pasiva dan harta kekayaan yang ditinggalkan, sehingga “kewajiban membayar utang” otomatis juga beralih kepada ahli Waris.

Perbedaannya dengan Hukum Islam, harta warisan yang dapat dibagi kepada ahli warisnya yaitu “sejumlah harta benda serta segala hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan bersih, artinya harta peninggalan berupa sejumlah harta benda serta segala hak, setelah dihirangi/ dikeluarkan dengan utang-utang dan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh wafatnya so peninggal warisan. Dengan demikian utang-utang si peninggal warisan tidak beralih kepada ahli waris. Ketentuan dalam Hukum Islam tersebut menandakan kewajiban individual tidak dapat dilimpahkan pada orang lainnya.

Selain hak dan kewajiban dalam harta benda, ada juga hak dan kewajiban di bidang hukum keluarga yang ternyata dapat diwariskan, misalnya:

1). Hak suami untuk menyangkal keabsahan anak, ternyata dapat dilanjutkan oleh para ahli warisnya, sebagaimana diatur dalarn Pasal 257 jo. Pasal 252 jo. Pasal 259 KUHPerdata

2) Hak untuk menuntut keabsahan anak dapat ula dilanjutkan oleh para ahli warisnya, bila tuntutan tersebut sudah diajukan oleh anak yang menuntut keabsahan, yang sementara perkaranya berlangsung telah meninggal dunia. Hal-hal yang diatur dalam Pasal 269,270,dan Pasal 271 KUHPerdata, secara garis besar menetapkan bahwa seorang anak dapat mewujudkan tuntutan agar ia oleh pengadilan dinyatakan sebagai anak yang sah.

Disamping itu juga diatur akibat hukum Pewarisan berkaitan asal usul anak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 257-258 KUHPerdata), yaitu:

a) Semua tuntutan yang dilakukan oleh seorang suami sebelum matinya, bila semua ahli warisnya tidak melanjutkan dalam tempo dua (2) bulan dihitung dari saat matinya suami tersebut, gugur.

b) Keragu-raguan terhadap sahnya seorang anak, maka tuntutan itu harus dilanjutkan dalam tempo dua (2) bulan sejak anak tersebut mendapat hak milik dari benda suami, atau pada waktu ahli waris terganggu hak-haknya oleh anak tersebut.

c) Bila suami meninggal sebelum ia dapat melaksanakan/menerapkan hak-haknya atau bila hal itu sedang berjalan, maka ahli waris tidak dapat menyangkal sahnya anak.

d) Benda-benda (harta kekayaan) warisan yang tidak ada ahli warisnya menurut undang-undang, jatuh ke tangan negara (Pasal 832 KUHPerdata)

Selain mengatur tentang hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang dapat “beralih/diwariskan” sebagaimana tersebut di atas, terdapat juga hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan yang “tidak beralih/ tidak dapat diwariskan”, misalnya:

(1) Hubungan kerja atau hak dan kewajiban dalam bidang hukum kekayaan yang sifatnya sangat pribadi, mengandung prestasi yang kaitannya sangat erat dengan Pewaris. Contoh: hubungan kerja pelukis, pematung, sebagaimana diatur dalam Pasal 1601 dan Pasal 1318 KUHPerdata.

(2) Keanggotaan dalam perseroan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1646 ayat (4) KUHPerdata.

(3) Pemberian kuasa berakhir dengan meninggalnya orang yang memberi kuasa, diatur dalam Pasal 1813 KUHPerdata

(4) Untuk menikmati hasil orang tua/wali atas kekayaan anak yang dibawah kekuasaan orang tua atau dibawah perwalian, berakhir dengan meninggalnya si anak, diatur dalam Pasal 314 KUHPerdata.

(5) Hak pakai hasil berakhir dengan meninggalnya orang yang memiliki hak tersebut, diatur dalam Pasal 807 KUHPerdata.

c. Ada ahli waris

Adalah orang yang menggantikan kedudukan Pewaris dalam bidang hukum kekayaan karena trertinggalnya Pewaris, baik karena penunjukan undang-undang (Ab-Intestato) maupun karena pewasiatan (testamenter).

Mempusakai (Mewasiatkan) itu berfungsi menggantikan kedudukan si mati (Yang meninggal atau Pewaris) dalam memiliki dan memanfaatkan harta miliknya (Pewaris).24 Orang yang menerima warisan karena hubungan darah yang ditentukan dalam undang-undang disebut ahli waris (erfgenaam) sedangkan orang yang menerima warisan karena wasiat disebut waris berwasiat (legataris) dan bagian warisan yang diterima oleh legataris disebut legaat.

Dalam Hukum Waris menurut KUHPerdata ini, tidak mengenal perbedaan jumlah bagian antara jenis kelamm laki-laki dan perempuan. Dengan demikian anak laki-laki dan perempuan memperoleh bagian warisan yang sama dan Pewaris. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 852 KUHPerdata, bahwa;

Anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dan berbagai perkawinan, mewariskan harta peninggalan para orangtua mereka, kakek dan nenek mereka, atau keluarga-keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas. tanpa membedakan jenis kelamin atau kelahiran yang lebih dulu. Mereka mewarisi bagian-bagian yang sama besarnya kepala demi kepala, bila

dengan yang meninggal mereka semua bertalian keluarga dalam derajat pertama dan masing-masing berhak karena dirinya sendiri, mereka mewarisi pancang demi pancang, bila mereka semua atas sebagian mewarisi sebagai pengganti.

Sedangkan dalam pewarisan hukum Islam mengenal perbedaan bagian antara laki-laki dengan perempuan, sebagaimana yang terdapat dalam Q.S An – Nisaa’ /4:7:

ÉΑ%y`Ìh=Ïj9

Ò=ŠÅÁtΡ

$£ϑÏiΒ

x8ts?

Èβ#t$Î!≡uθø9$#

tβθç/tø%F{$#uρ

Ï!$|¡ÏiΨ=Ï9uρ

Ò=ŠÅÁtΡ

$£ϑÏiΒ

x8ts?

Èβ#t$Î!≡uθø9$#

šχθç/tø%F{$#uρ

$£ϑÏΒ

¨≅s%

çµ÷ΖÏΒ

÷ρr&

uŽèYx.

4

$Y7ŠÅÁtΡ

$ZÊρãø ¨Β

∩∠∪

Terjemahnya:

Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.25

Tetapi tidak mutlak semua ahli waris berhak menerima harta warisan dari Pewaris. Ada lima (5) alasan ahli waris tidak berhak mendapatkan warisan dan Pewaris yaitu:

1) Membunuh/ mencoba membunuh Pewaris (Pasal 838 KUHPerdata)

2) Memfitnah/ mengajukan pengaduan terhadap Pewaris melakukan kejahatan dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun (Pasal 838 ayat 2 KUHPerdata)

3) Orang tersebut memaksa untuk membuat/menggugurkan surat wasmt (Pasal 838 ayat 3 KUHPerdata)

4) Orang tersebut menggelapkan, merusak, memalsukan surat wasiat Pewaris (Pasal 838 ayat 4 KUHPerdata)

5) Menolak untuk menjadi ahli waris (Pasal 1057 KUHPerdata)

Dalam Hukum Waris yang tertuang dalam KUHPerdata ditetapkan lima (5) alasan yang menghalangi seseorang untuk menerima wansan (Pasal 838 KUHPerdata) Satu (l) alasan karena penolakan dan ahli waris sendiri. Empat (4) alasan lainnya berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan terhadap 51 Pewaris. Sama halnya dengan hukum Islam nndak ptdana terhadap Pewaris tersebut juga menjadi penyebab terhalangnya seseorang menerima warisan (Pasal 173 KHI)

Hal yang berbeda, hukum Islam menambahkan terhalangnya penerimaan warisan karena: berbeda agama, artinya salah satu dan pewaris atau yang ahli waris tidak beragama Islam, sebagaimana terjemahan hadis di bawah ini: Nabi Muhammad saw. bersabda:

ِKLَNْPا ُSِTْUُVْPا ُثِXَY َZ

SِTْUُVْPا ُXِKLَNْPا َZَو َX

َ◌

Artinya:

“Orang Islam tidak mewarisi orang kafir, demikian juga orang kafir tidak menjadi ajli waris bagi orang Islam.” (HR. Bukhari).

Hukum Waris Islam sangat memperhatikan aqidah atau keamanan seseorang, sehingga bila terjadi perbedaan keyakinan antara Pewaris dan ahli

waris,maka harta warisan itu tidak bisa diwariskan. Allah SWT menghendaki pengikutnya tidak menyalahi keimanan yang dijarkannya. Sementara itu dalam Hukum Waris (Barat) yang tertuang dalam KUHPerdata tidak memperhatikan masalah aqidah (agama), karena Hukum Waris (Barat) tersebut tidak bersumber dari wahyu, tetapi bersumber dari pemikiran manusiaa yang lebih menitik beratkan pada pertimbangan kemanusiaan, sehingga perbedaan agama atau keimanan tidak menghalangi pengalihan harta waris kepada ahli warisnya.26

Adapun cara untuk mendapatkan warisan ada dua (2) cara untuk mendapatkan/menyelenggarakan pembagian warisan menurut KUHPerdata yaitu: menurut undang-undang dan wasiat.

a. Pewarisan menurut undang-undang

Yaitu pembagian warisan kepada orang-orang yang mempunyai hubungan darah dan perkawinan dengan si Pewaris. Dengan kata lain yang berhak menerima warisann adalah orang-orang yang sudah ditentukan oleh undang-undang (warisan Ab-Intestato).

Cara mewaris menurut undang-undang (ab-intestato) terbagi atas dua macam, yaitu :

1) Mewaris karena kedudukan/ haknya sendiri (Uit Eigen Hoofde),

2) Mewaris karena penggantian tempat (Bij Plaatsvervulling)

26Istiqamah, Hukum Waris Dan Benda (Makassar:Alauddin University Press,2012), h. l7-13.

Dalam Pasal 832 KUHPerdata, ahli waris yang berhak menerima warisan karena penunjukan undang-undang, terdiri dari 2 Sumber hubungan. yaitu: hubungan darah dan perkawinan.

1) Mempunyai hubungan darah yaitu para keluarga sedarah baik sah maupun luar kawin yang diakui.

Garis kekeluargaan untuk menetapkan hubungan darah Pewaris dan ahli waris dapat dibedakan atas dua (2) :

a) Garis menegak (Line)

Ialah garis kekeluargaan langsung satu sama lain misalnya kakek bapak-anak-cucu dihitung menurun, bila sebaliknya dihitung menanjak.

b) Garis mendatar (zijlinie)

Ialah garis kekeluargaan tidak langsung satu sama lain, misalnya paman-sepupu-keponakan dan seterusnya Hubungan darah atau kekeluargaan yang berhak menerima warisan menurut undang-undang hanya sampai dengan derajat ke-6.

2) Mempunyai hubungan perkawinan yaitu sebagai suami atau isteri yang hidup terlama.

Hak mewarisi dari suami atau isteri dari Pewaris (orang yang meninggalkan warisan) baru dimasukkan dalam KUHPerdata pada tahun 1935 (di Negeri Belanda 1923) Suami atau isteri termasuk ahli waris golongan pertama karena dipersamakan statusnya dengan anak sah. Akibat peraturan tersebut

apabila Pewaris tidak mempunyai anak maka harta warisan jatuh pada suami atau isteri tersebut, ahli golongan dibawahnya tertutup haknya untuk mewaris. Kejadian yang semacam ini memang telah ditentang keras oleh aliran yang berpendirian bahwa kepada suami atau istri itu sebenarnya sudah 6cukup diberikan hak untuk memungut hasil dari harta peninggalan saja.

b. Pewarisan menurut wasiat yaitu pembagian warisan kepada orangorang yang berhak menerima warisan atas kehendak terakhir (wasiat) si Pewaris. Wasiat itu harus dinyatakan dalam bentuk tulisan misalnya dalam akta notaries (warisan tertamenter).27

Dokumen terkait