• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3. Perjanjian BOT 1. Pengertian BOT

2.3.4. Unsur-Unsur Sahnya Perjanjian BOT

Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian adalah sah atau tidak sah, maka perjanjian tersebut harus diuji dengan beberapa syarat. Terdapat 4 syarat keabsahan kontrak yang diatur berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, yang merupakan syarat pada umumnya, sebagai berikut :

a. Syarat sah yang subyekif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata

42

Disebut dengan syarat subyektif karena berkenaan dengan subyek perjanjian. Konsekuensi apabila tidak terpenuhinya salah satu dari syarat subyektif ini adalah bahwa kontrak tersebut dapat “dapat dibatalkan” atau “dimintakan batal” oleh salah satu pihak yang berkepentingan. Apabila tindakan pembatalan tersebut tidak dilakukan, maka kontrak tetap terjadi dan harus dilaksanakan seperti suatu kontrak yang sah.

1. Adanya kesepakatan kehendak (Consensus, Agreement)

Dengan syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu kontrak dianggap saah oleh hukum, kedua belah pihak mesti ada kesesuaian pendapat tentang apa yang diatur oleh kontrak tersebut. Oleh hukum umumnya diterima teori bahwa kesepakatan kehendak itu ada jika tidak terjadinya salah satu unsur-unsur sebagai berikut :

a. Paksaan (dwang, duress). b. Penipuan (bedrog, fraud). c. Kekhilafan (dwaling, mistake).

Berdasarkan Pasal 1321 KUHPerdata menentukan sebagai berikut tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.

2. Wewenang/Kecakapan berbuat menurut hukum (Capacity)

Syarat wewenang berbuat adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang membuat kontrak tersebut. Berdasarkan Pasal 1330 KUHPerdata yang menentukan sebagai berikut bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali undang-undang

menentukan bahwa ia tidak cakap. Mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian dapat kita temukan berdasarkan Pasal 1330 KUHPerdata yang menentukan :

a. Orang-orang yang belum dewasa.

b. Mereka yang berada dibawah pengampuan.

c. Wanita yang bersuami. Ketentuan ini dihapus dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Berdasarkan Pasal 31 undang-undang ini menentukan bahwa hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dan masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

b. Syarat sah yang objektif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata

Disebut dengan syarat objektif karena berkenaan dengan obyek perjanjian. Konsekuensi hukum apabila tidak terpenuhinya salah satu objektif akibatnya adalah kontrak yang dibuat batal demi hukum. Jadi sejak kontrak tersebut dibuat kontrak tersebut telah batal.

3. Obyek/atau Perihal tertentu

Dengan syarat perihal tertentu dimaksudkan bahwa suatu kontrak haruslah berkenaan dengan hal yang tertentu, jelas dan dibenarkan oleh hukum. Mengenai hal ini dapat kita temukan berdasarkan Pasal 1332 KUHPerdata dan Pasal 1333 KUHPerdata. Pasal 1332 KUHPerdata yang menentukan sebagai berikut hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1333 KUHPerdata yang menentukan sebagai

berikut suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.

4. Kausa yang diperbolehkan (halal)

Suatu kontrak haruslah dibuat dengan maksud/atau alasan yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Jadi tidak boleh dibuat kontrak untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum, berdasarkan Pasal 1337 KUHPerdata yang menentukan sebagai berikut suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Pasal 1335 KUHPerdata yang menentukan sebagai berikut suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan. Suatu kontrak dapat dianggap sah oleh hukum, haruslah memenuhi beberapa persyaratan yuridis tertentu. Terdapat 4 persyaratan yuridis agar suatu kontrak dianggap sah, yang menentukan sebagai berikut :

1. Syarat sah yang objektif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata a. Objek/atau Perihal tertentu.

b. Kausa yang diperbolehkan/atau dihalalkan dan /atau dilegalkan. 2. Syarat sah yang subjektif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata

a. Adanya kesepakatan dan kehendak. b. Wenang berbuat.

3. Syarat sah yang umum di luar Pasal 1320 KUHPerdata a. Kontrak harus dilakukan dengan itikad baik.

c. Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan. d. Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum. 4. Syarat sah yang khusus

a. Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu. b. Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu.

c. Syarat akta pejabat tertentu (selain notaris) untuk kontrak-kontrak tertentu. d. Syarat izin dari pejabat yang berwenang untuk kontrak-kontrak tertentu.

Dengan demikian dapat diuraikan terdapat unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam perjanjian BOT, sebagai berikut :

a. Adanya tanah yang menjadi objek kerjasama.

b. Adanya perjanjian kerjasama antara pemegang hak atas tanah dengan investor.

c. Adanya pemberian hak untuk menguasai tanah oleh pemegang hak atas tanah kepada investor.

d. Adanya kewajiban investor untuk mendirikan bangunan. e. Adanya jangka waktu operasional.

f. Adanya kewajiban menyerahkan penguasaan tanah berikut kepemilikan bangunan diatasnya kepada pemegang hak atas tanah setelah masa kerjasama berakhir.

Apabila salah satu unsur tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perjanjian BOT. melihat unsur-unsur yang terkandung dalam perjanjian BOT maka harus dilihat bahwa ada suatu pemisahan yang tegas antara pemegang hak atas tanah dengan investor. Pemegang hak atas

tanah adalah sebagai pihak yang memiliki penguasaan secara yuridis dan investor sebagai pihak yang memiliki penguasaan fisik.

Secara umum ada 2 hal yang menjadi latar belakang terciptanya pemanfaatan tanah secara BOT, yaitu :

1. Adanya pemilik tanah atau pemegang hak atas tanah, yang ingin membangun suatu bangunan komersial di atas tanahnya tetapi tidak mempunyai biaya dan ada investor yang bersedia membiayai pembangunan tersebut.

2. Ada investor yang ingin membangun suatu bangunan komersial tetapi tidak mempunyai tanah yang tepat untuk berdirinya bangunan komersial tersebut dan ada pemilik tanah yang bersedia menyerahkan tanahnya untuk tempat berdirinya bangunan komersial tersebut.

Dokumen terkait