• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNTAIAN KISAH DI KAKI GUNUNG GEDE Ilza Rahmawaty

Dalam dokumen Secangkir Harapan. Pangradin (Halaman 108-111)

perhatian.” Ilza

UNTAIAN KISAH DI KAKI GUNUNG GEDE Ilza Rahmawaty

Sudah sejak bulan April 2016 ketika saya pertama kali bertemu dengan teman-teman sesama anggota kelompok yang memang sebelumnya saling tidak mengenal satu sama lain, dimana tujuan utama kami di sini adalah untuk bersama-sama mengikuti program pembekalan KKN di Auditorium Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sejak saat itu, saya dapat mengetahui berbagai macam karakter dan sifat dari kelompok saya. Mulai dari rapat yang selalu diadakan minimalnya dua kali dalam seminggu, hingga persiapan keberangkatan menuju lokasi tempat KKN selalu terbesit dalam pikiran saya bahwa bagaimana caranya agar saya mampu bekerja sama dan memberikan kesan yang baik pada teman-teman sekaligus warga desa tempat KKN nantinya. Bayangan saya tentang KKN adalah ajang, wadah, media untuk kita sebagai mahasiswa, menerapkan ilmu yang telah kita dapat, kemudian kita bagikan pada masyarakat. Karena kegiatan ini tentu sangat diperlukan oleh masyarakat, salah satunya untuk mendapatkan bantuan berupa sumbangan pikiran dan tenaga yang dapat membantu masyarakat dalam mengembangkan potensi yang ada di daerah masing-masing. Dari situlah, mahasiswa dituntut untuk melakukan upaya-upaya atau kegiatan nyata yang nantinya dapat meningkatkan sumber daya alam, manusia, maupun potensi-potensi lain yang ada di lokasi KKN.

Perasaan tegang, takut nantinya kami sulit untuk bekerja sama sangat mendominasi mindset saya. Banyak komentar dari para mahasiswa yang

sudah melaksanakan KKN bahwa pada masa KKN kita akan mengetahui bagaimana watak asli dari seseorang dimana hal itu lebih condong pada sesuatu yang negatif daripada positif, sehingga akan menyulitkan saya untuk saling berkoordinasi nantinya. Semoga apa yang saya pikirkan tentang KKN yang ‘menegangkan’ tidaklah terjadi pada kelompok saya nantinya.

SDN Pangradin 01

Awal mula menginjakkan kaki di Desa Pangradin cukup untuk menenangkan hati saya. Di pelosok desa yang jauh dari hiruk pikuk keramaian kota dan lebih tepatnya berada di bawah kaki Gunung Gede

sepanjang perjalanan yang saya tempuh untuk memasuki Desa Pangradin. Sekitar 20 menit dari jalan raya saya tiba di tempat tinggal yang akan saya tempati selama KKN di Desa Pangradin ini. Jauh dari bayangan saya, ternyata tempat tinggal kelompok KKN saya sangat nyaman. Fasilitas kamar yang memadai, kamar mandi yang airnya mengalir bersih dan segar, serta pemilik rumah yang begitu ramah. Kebetulan, rumah yang saya tempati ini adalah rumah warga Desa Pangradin dusun 2 dimana pemilik rumah juga ikut tinggal bersama saya dan teman kelompok KKN saya. Karena perangai pasangan pemilik rumah ini yang sangat ramah dan supel, saya dan teman-teman menjadi mudah akrab baik dengan Teh Yeyen dan

Aa Pepeng sebagai pemilik rumah maupun dengan warga sekitar. di sinilah saya mulai memahami karakter dari teman-teman saya. Pada minggu pertama, program kelompok saya belum dijalankan karena fokus kami pada minggu pertama tiba di Desa Pangradin ini untuk acara pembukaan KKN UIN Syarif Hidayatullah di Kantor Kepala Desa Pangradin yang akan dihadiri oleh dosen pembimbing, warga, tokoh masyarakat, dan aparatur desa setempat. Pembukaan program KKN berjalan lancar dan mendapat respon yang baik dari warga Desa Pangradin. Kamis, 28 Juli 2016. Setelah memasak dan melaksanakan bersih diri, saya mempersiapkan diri untuk menuju lokasi SDN Pangradin 1 tempat dimana kelompok KKN saya akan membantu para pengajar dalam proses belajar mengajar. Dengan mengendarai motor, saya berangkat menuju lokasi. Letak SDN Pangradin 1 bisa dibilang jauh dari jalan utama. Oleh karenanya, saya dan teman-teman agak kesulitan untuk menemukan lokasinya. Dari lokasi rumah Aa Pepeng menuju SDN Pangradin 1 ada dua jalur yang bisa dilalui, jalanan terjal dengan bebatuan tajam dan jalur satunya melewati jembatan kayu. Saya dan teman-teman mengambil opsi untuk melalui jembatan kayu. Arah dari jalan utama menuju SD Pangradin 1 ini melewati gang sempit yang terletak dibelakang masjid, Al-Ikhlasiyah dengan kondisi jalan yang sempit dan lumayan licin. Dari arah belakang masjid saya dapati mirip sebuah lahan yang berair dan dipenuhi dengan sampah. Perjalanan berlanjut dan saya harus melewati jembatan kayu yang salah satu tiang penyangganya sudah roboh. Jembatan kayu dengan panjang 8 meter ini ketika melewatinya, terdengar keras sekali bunyi decitan kayu-kayu jembatan. Setelah sukses melewatinya, tantangan barunya adalah jalan tanjakan yang sempit dan licin bagi para pemula pengendara motor. Tidak lama kemudian, barulah

sekolah. Saya mulai melihat-lihat sekeliling bangunan dan ruang kelas SD Pangradin 1. Tidak ada permasalahan serius mengenai bangunan sekolah melainkan jalan yang harus ditempuh untuk menuju lokasi.

Hari-hari mulai berjalan semakin cepat, tidak terasa saya sudah menghabiskan waktu selama 3 minggu di Desa Pangradin. Keakraban pun telah terjalin dengan anak-anak SDN Pangradin dan para guru-guru di sana. Mereka selalu meminta saya dan teman-teman untuk memainkan

game sebagai penutup KBM di sekolah. Seolah masih ingin menghabiskan

waktu bersama, mereka meminta saya dan teman-teman untuk mengajar mereka latihan PBB untuk persiapan lomba 17 Agustus. Tidak hanya sampai disitu, para guru pun mengajak kelompok saya untuk ikut serta pada kegiatan PERSAMI yang diadakan di Lapangan Jasinga. Akhirnya, saya, Fahra, dan Vanny berangkat menuju lapangan dan melihat-lihat bagaimana kondisi anak-anak di perkemahan. Ingin sekali rasanya ikut menginap di perkemahan itu dan merasakan kembali bagaimana serunya malam puncak ditemani api unggun, akan tetapi mengingat rapat yang sudah saya janjikan dengan Pak Kutel (pengurus Bank Sampah) dan rentetan rapat mengenai 17 Agustus, akhirnya saya dan teman-teman pamit pulang. Pernah di tengah-tengah asiknya saya mengajar murid-murid SDN Pangradin 1, dan kebetulan hari itu juga adalah jadwal saya mengajar, para guru mengadakan liwetan di kantor guru. Saya dan teman-teman yang

mengajar pada hari itu sontak diajak untuk ikut makan bersama. Dengan alas daun pisang memanjang, nasi liwet, lauk teri dan jengkol ditemani sambal tomat dan kerupuk buatan Bapak Dodi pun terasa nikmat. Suasana menjadi pecah ketika antara guru dan mahasiswa saling melontarkan guyonan-guyonan. Entah apa yang membuat anak-anak suka dengan mahasiswa KKN, akan tetapi menurut saya mereka nyaman dengan kedatangan kami di sekolah. Respon anak-anak pada pembelajaran yang saya berikan sangat baik, meskipun pada tingkat kelas 6 masih ada yang belum bisa membaca dengan lancar tapi semangat mereka pada mata pelajaran yang saya ajarkan sungguh luar biasa. Pada hari Selasa, 9 Agustus 2016. Persiapan untuk acara di sekolah sudah mulai kami lakukan. Pembagian tugas perdivisi mulai dari divisi konsumsi, peralatan, perlengkapan, acara, dan dokumentasi sudah berjalan sesuai tanggung jawab masing-masing. Acara akan dimulai pukul 10.00 WIB, dikarenakan harus ada yang menjemput pembicara di Pamulang terlebih dahulu. Ikhlas

tugas dan tanggung jawab masing-masing. Kurang lebih jam 10 siang, Mas Toni, sebagai pembicara dari GEPPUK sudah tiba dan 10 menit sebelumnya kami sudah memulai acara yang dipimpin oleh saya dan Kopal sebagai MC. Tiba saat penampilan Mas Toni, anak-anak pun merasa antusias dan senang dalam mengikutinya. Hingga sampai pada akhir acara, Mas Toni mengintruksikan kepada anak-anak yang sudah membawa gunting dan baju bekas untuk mengikuti apa yang diajarkan oleh beliau. Mas Toni pun memulai perkerjaannya, yakni merubah baju bekas menjadi tas belanja. Anak-anak yang bisa mempraktikkannya dengan baik akan mendapat doorprize dari Mas Toni. Pembagian doorprize berlangsung sangat

meriah karena anak-anak saling berebut untuk dapat menjawab pertanyaan Mas Toni. Dan acara hari ini ditutup dengan pemberian sertifikat kepada pihak GEPUK dan pihak sekolah. Hingga tiba pada suatu hari, anak-anak kelas 5 mengajak saya dan teman-teman untuk pergi ke curug gantar. Lokasinya tidak jauh dari sekolah, hanya jarak 2 km dari sekolah disitulah curug gantar berada. Akhirnya pada hari minggu saya dan teman-teman menyepakati untuk pergi ke curug gantar bersama anak-anak kelas 5. Tidak seperti gambaran curug pada umumnya, curug ini bisa dibilang sungai besar dengan tanjakan sedikit di dalamnya. Tapi disitulah letak keseruannya, saya bermain air sambil perosotan di tanjakannya.

Ditemani dengan salah seorang guru yakni Pak Denis, saya dan teman-teman menghabiskan waktu sambil bermain seru-seruan bersama anak-anak.

Dalam dokumen Secangkir Harapan. Pangradin (Halaman 108-111)