• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 KARAKTERISTIK PELAKU, TEKNIK PENANGKAPAN DAN

5.6 Upaya Budi Daya Kupu-Kupu

Beberapa orang pengumpul pedagang di lokasi penelitian menunjukkan bukti bahwa telah ada upaya positif yang dilakukan dalam rangka memperoleh spesimen kupu-kupu melalui budi daya. Hasil wawancara dengan para informan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa terdapat 2 orang pengumpul pedagang yang memiliki penangkaran. Salah seorang pengumpul pedagang di Desa Jenetaesa memiliki sebuah unit penangkaran kupu-kupu berukuran 15 x 13 m2. Total biaya yang ia keluarkan untuk membangun penangkaran tersebut kurang lebih 20 juta rupiah, yang ia bangun selama tiga tahun. Penangkaran yang ia miliki ditanami tumbuh-tumbuhan pakan ulat seperti Aristolachia tagala, jeruk, nangka dan lain-lain. Sementara untuk tanaman penghasil nektar ditanami jenis kembang sepatu, asoka, dan kembang seribu. Kupu-kupu dari penangkaran menghasilkan imago dalam jangka waktu kurang lebih 2 bulan.

Kurangnya jumlah pengumpul pedagang yang membuat penangkaran antara lain disebabkan oleh penangkaran secara ekonomis tidak menguntungkan, serta maraknya penangkapan bebas dari habitat alam tanpa ada sanksi. Salah seorang pengumpul pedagang di Desa Kalabbirang menyatakan: "...penangkaran

dari segi bisnis tidak layak..." (KI1.31). Spesimen kupu-kupu yang diperoleh dari

hasil penangkaran jumlahnya sedikit, serta membutuhkan waktu yang relatif lama bila dibandingkan hasil tangkapan dari alam. Di lain pihak menurutnya bahwa "...semua orang bebas menjual kupu-kupu...tidak ada kontrol...karena terlalu

bebas...tidak ada sanksi..."(KI1.43).

Sedikitnya jumlah spesimen kupu-kupu yang diperoleh dari hasil penangkaran dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, jumlah jenis kupu-kupu

yang ditangkar oleh 2 orang pengumpul pedagang di lokasi penelitian masih terbatas. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang jenis-jenis tumbuhan pakan larva serta imago kupu-kupu. Hasil wawancara dengan aparatur Balai TN Babul serta studi dokumen juga menunjukkan bahwa penangkaran kupu-kupu yang dilakukan oleh Balai TN Babul sampai dengan akhir tahun 2012 baru ditangkarkan sebanyak 12 spesies kupu-kupu, yaitu: Catopsilia pamona, C. scylla, Graphium agamemnon, Pachliopta poliphontes, Papilio ascalapus, P.

Demolius, P. Gigon, P. Polytes, P. sataspes, Troides helena, T haliphron, dan T.

hypolitus.

Kedua, hasil wawancara dengan salah seorang pengumpul pedagang di Desa Jenetaesa yang melakukan penangkaran menyatakan bahwa untuk memperoleh kupu-kupu dalam jumlah yang memadai dari hasil penangkaran, khususnya pada generasi kedua cukup sulit. Hal ini sesuai pendapat Soehartono dan Mardiastuti (2003) yang menyatakan bahwa "... terdapat bukti bahwa terjadi hanyutan genetik (genetic drift) pada spesies kupu-kupu yang menyebabkan kualitas genetik kupu- kupu yang dihasilkan lebih rendah dari induknya. Oleh sebab itu, masukan

genetik baru dari alam perlu dilakukan secara terus menerus ...".

Meskipun budi daya kupu-kupu melalui penangkaran di lokasi penelitian relatif sedikit, terdapat upaya positif yang dilakukan oleh beberapa orang pengumpul pedagang antara lain dengan menanam tanaman pakan larva dan imago kupu-kupu di pekarangan rumahnya. Salah seorang informan di Desa Kalabbirang menyatakan: "...saya tidak punya penangkaran...tetapi hanya menanam tanaman pakan di halaman (sambil mengajak melihat-lihat pekarangan

yang banyak ditanami Aristolachia sp)...." (KI1.30).

Kegiatan budi daya dengan sistem pembesaran (ranching) di dekat habitat alam di daerah penyangga TN Babul juga dilakukan oleh salah seorang pengumpul pedagang di Desa Samangki. Kegiatan tersebut dilakukan melalui penanaman beberapa jenis tumbuhan pakan larva kupu-kupu di pekarangan rumahnya untuk memancing kupu-kupu meletakkan telurnya hingga menjadi kepompong (Gambar 5.6).

Gambar 5.6 Kepompong yang dipelihara oleh pengumpul pedagang Hasil wawancara dengan pengumpul pedagang di desa Samangki tersebut menyatakan:

"...saat ini di pekarangan rumah, saya tanami tumbuhan pakan kupu- kupu...(sambil mengajak melihat tanaman di pekarangannya)...ini jenis Aristolachia tagala...orang di sini bilangnya sirih hutan...ini makanan jenis-jenis

troides...ini nangka...ini jeruk...ini kembang asoka...dan masih banyak lagi....ini ada kepompong yang menempel di ranting (ada beberapa, dan difoto)...selanjutnya kempompong-kepompong ini saya akan pindahkan ke dalam wadah dari plastik sepert ini...(tutup saji)...beberapa hari kemudian kepompong-kepompong ini berubah menjadi kupu-kupu...selanjutnya saya manfaatkan..." (KI2.4).

Kegiatan yang dilakukan oleh informan tersebut berhasil memancing beberapa jenis kupu-kupu berkembangbiak dengan baik. Hasil yang diperoleh berupa kupu-kupu tersebut selanjutnya dimanfaatkan untuk dijual. Namun dinyatakan olehnya bahwa "...cara ini belum banyak dilakukan oleh masyarakat

sekitar sini...padahal cukup murah dan hasilnya lumayan..." (KI2.5).

Sistem pembesaran (ranching) tersebut dapat menjadi salah satu solusi untuk menjamin ketersediaan kupu-kupu bagi tujuan pemanfaatan komersial. Soehartono dan Mardiastuti (2003) menyatakan: "... karena sulitnya penanganan

genetik (genetic drift), banyak kegiatan penangkaran yang menggunakan sistem

pembesaran (ranching) di dekat habitat alami kupu-kupu. Pembesaran kupu-kupu

ini dilakukan dengan cara memelihara telur atau larva yang diperoleh dari alam

...". Selanjutnya dinyatakan bahwa sistem pembesaran kupu-kupu yang

melibatkan masyarakat di pegunungan Arfak Papua, merupakan salah satu contoh yang baik.

Upaya budi daya kupu-kupu juga telah dilakukan oleh warga di daerah penyangga TN Babul yang tergabung dalam kelompok "Forum Pelestari Kupu- Kupu". Kelompok tersebut dibentuk sejak tahun 2011. Awal pembentukannya difasilitasi oleh Kantor Pusat Pengelolaan Ekoregion Sulawesi dan Maluku (PPE Suma), Kementerian Lingkungan Hidup.

Keanggotaan forum ini terdiri atas berbagai unsur masyarakat di sekitar kawasan wisata Bantimurung, antara lain adalah kepala desa, guru-guru, pelaku pemanfaat kupu-kupu, dan petugas Balai TN Babul. Kelompok ini pada awal pembentukannya diketuai oleh Kepala Desa Samangki serta memiliki beberapa kelompok kerja. Dalam perkembangannya, terjadi pergantian ketua kepada salah seorang warga yang merupakan pengumpul pedagang kupu-kupu.

Kelompok ini telah melaksanakan kegiatan berupa pertemuan secara rutin serta melakukan kegiatan penanaman berbagai jenis bunga-bungaan serta tanaman pakan larva kupu-kupu. Penanaman jenis-jenis tanaman tersebut dilakukan pada lahan milik pemerintah Kabupaten Maros seluas 2 hektar yang terletak di dekat kawasan wisata Bantimurung. Hasil wawancara dengan ketua forum tersebut menunjukkan bahwa kegiatan penanaman tumbuh-tumbuhan pakan telah berhasil menarik kupu-kupu untuk meletakkan telur dan berkembang biak. Sampai dengan kegiatan penelitian ini berakhir, forum ini telah berhasil membangun sebuah unit penangkaran dengan ukuran 5 x 10 meter2 serta pondok metamorfosis. Jenis kupu-kupu yang ditangkar terdiri atas beberapa jenis kupu-kupu dari genus

Troides dan Papilio.

Dalam perkembangannya, partisipasi anggota kelompok ini semakin berkurang, walaupun demikian para pengurusnya masih secara rutin setiap pekan mengadakan pertemuan serta merawat tanaman yang telah ditanam serta bangunan penangkaran. Rencana kerja yang terukur belum disusun dengan jelas serta proses pendampingan yang kurang menyebabkan kelompok ini belum berfungsi secara aktif dan efektif. Kelembagaan lokal memiliki potensi aksi kolektif yang lebih besar dari pada kelembagaan formal yang diatur oleh

pemerintah, sehingga lebih cocok diterapkan pada pengelolaan CPRs yang membutuhkan pengelolaan bersama dalam bentuk aksi kolektif.

Karakteristik pelaku, teknik penangkapan dan perdagangan kupu-kupu dalam penelitian ini menunjukkan bahwa para penangkap kupu-kupu di daerah penyangga TN Babul tidak jelas jumlahnya, setiap warga dapat menangkap kupu- kupu dan tidak ada yang membatasi. Data menunjukkan bahwa mayoritas dari para penangkap merupakan anak laki-laki usia sekolah (SD─SMU). Seluruh penangkap tidak memiliki izin tangkap. Pengumpul pedagang di daerah penyangga TN Babul menempati peran yang sentral dalam aliran tata niaga kupu- kupu. Jumlah pengumpul pedagang yang memiliki izin sebagai pengedar SL dalam negeri sebanyak 3 orang. Kupu-kupu yang diperdagangkan memiliki kelas kualitas dan harga yang bervariasi. Telah ada upaya budi daya kupu-kupu yang dilakukan warga di lokasi penelitian dalam bentuk penangkaran, ranching, dan budi daya tanaman pakan kupu-kupu di pekarangan rumah.