• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Oleh Anak Yang Berhadapan

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DIVERSI YANG

3.2 Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Oleh Anak Yang Berhadapan

Seorang anak yang melakukan atau diduga melakukan suatu tindak pidana sangat membutuhkan adanya perlindungan hukum. Masalah perlindungan hukum bagi anak merupakan salah satu cara melindungi tunas bangsa di masa depan. Perlindungan hukum terhadap anak menyangkut semua aturan hukum yang berlaku. Perlindungan ini perlu karena anak merupakan bagian masyarakat yang mempunyai keterbatasan secara fisik dan mentalnya. Oleh karena itu anak memerlukan perlindungan dan perawatan khusus.

Dalam upaya memberikan perlindungan terhadap kepentingan dan hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan terkait, antara lain UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan UU No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Masalah perlindungan hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum, yang terdapat dalam Pasal 66 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, menentukan bahwa:

34 Wawancara : Bapak Batara C. Gumulya sebagai Advokat SCC ( Surabaya Childern Crisis Center ), Kamis, 24 November 2011, 10.00

penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi;

2. Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk pelaku tindak pidana yang masih anak;

3. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum; 4. Penangkapan, penahanan atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai

dengan hukum yang belaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir; 5. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara

manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya;

6. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; 7. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan

memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.35.

Sehubungan dengan perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, maka menurut undang-undang ini tidak selalu anak pelaku tindak pidana harus mendapatkan hukuman penjara. Sebagaimana ditegaskan pada Pasal 24 UU No. 3 Tahun 1997, bahwa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak, berupa pengembalian kepada orang tua, wali/orang tua asuh atau menyerahkannya kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja atau menyerahkannya

35 Wawancara : Bapak Batara C. Gumulya sebagai Advokat SCC ( Surabaya Childern Crisis Center ), Kamis, 24 November 2011, 10.00

bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.

Selanjutnya berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 23 Tahun 2002, ada beberapa pasal berhubungan dengan masalah perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum, yaitu:

1. Pasal 1 angka 2, yang menentukan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

2. Pasal 2, menentukan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan UUD 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-hak Anak meliputi:

a. non diskriminasi;

b. kepentingan yang terbaik bagi anak;

c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan; d. penghargaan terhadap pendapat anak.

3. Pasal 3, menentukan bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanu-siaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

4. Pasal 18, menentukan bahwa setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.36

dengan hukum, maka secara bertahap pada tahap ini akan diuraikan mengenai berbagai upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pihak anak yang berhadapan dengan hukum ketika hak-haknya dilanggar tersebut.

Pada dasarnya upaya hukum yang dapat ditempuh bisa dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu :

1. Upaya hukum ke dalam, dengan melakukan pengaduan ke Divisi Profesi dan Pengamanan POLRI

Upaya hukum ini dikatakan sebagai upaya hukum ke dalam, oleh karena dilihat dari sudut pandang Penyidik yang tentu juga merupakan anggota kepolisian Republik Indonesia. Dalam hal ini, di intern kepolisian sendiri telah dibentuk suatu divisi yang tersendiri yang diberi nama Divisi Profesi dan pengamanan.37

Pada dasarnya divisi ini adalah divisi yang masih relatif baru dibetuk berdasarkan amanat dari Undang-Undang R.I No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian. Keadaan ini merupakan suatu konsekuensi yuridis dari dipisahkannya insitusi kepolisian dari 3 matra institusi militer sesuai dengan tuntutan era reformasi pasca jatuhnya rezim orde baru. Dahulu sebelum adanya divisi PROPAM ini, anggota polisi yang melakukan perbuatan menyimpang akan diproses oleh kesatuan Polisi Militer.

Namun karena keadaan ini insitusi kepolisian di Indonesia tidak lagi dianggap sebagai institusi militer, maka dibentuklah sendiri dalam tataran intern kepolisian suatu divisi baru yaitu PROPAM tersebut, semangat awalnya difungsikan tidak jauh berbeda dengan tugas pokok dan fungsi (“tupoksi”) Polisi Militer sebelumnya.

37 Wawancara : Ibu Suratmi sebagi KANIT PPA ( Pelayanan Perempuan dan Anak ) RESKRIM POLRESTABES Surabaya, Jum’at, 18 November 2011, 08.00

umum secara luas dan tanpa terkecuali mengenai adanya perilaku anggota polisi yang ditengarai melanggar kode etik maupun melanggar hukum. Tapi suatu hal yang sangat perlu untuk dicatat adalah divisi propan ini sesuai dengan prosedur tetapnya bersifat pasif. Maksudnya adalah divisi PROPAM tidak bisa langsung secara serta merta turun menindak anggota polisi yang dikatakan menyimpang sekalipun ia mengetahui adanya pelanggaran oleh oknum polisi itu.38

Dalam hal ini, PROPAM hanya boleh melangkah untuk melakukan tindakan terhadap oknum polisi yang menyimpang manakala ada pengaduan dari masyarakat yang dirugikan. Dengan kata lain divisi propam polri tidak dibenarkan untuk langsung melakukan langkah sendiri jika tidak didahului dengan pengaduan dari masyarakat berkenaan dengan perilaku menyimpang dari oknum polisi. Jika penjabaran diatas dikaitkan pada masalah tindak pidana yang dilakukan oleh seorang anak, sebagaimana yang diulas pada skripsi ini, maka dalam konteks penyidikan terhadap anak, apabila ada hak-hak tersangka anak yang tidak dipenuhi khususnya, berkaitan dengan pemberian hak-hak diversi, maka apabila pihak aparat penegak hukum yang notabennya adalah pihak kepolisian yang menangani kasus anak tersebut sampai melakukan kesalahan, maka tersangka anak atau yang , mewakili secara hukum dibenarkan untuk melakukan pengaduan ke divisi propam atas adanya dugaan ketidak profesionalan dari anggota polisi dalam menjalakan tugasnya sebagai aparat penegak hukum sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang, satu permasalahan yang mendasar yang acapkali menjadi keraguan masyarakat berkaitan dengan eksistensi

38 Wawancara : Ibu Suratmi sebagi KANIT PPA ( Pelayanan Perempuan dan Anak ) RESKRIM POLRESTABES Surabaya, Jum’at, 18 November 2011, 08.00

secara obyektif terhadap sesama anggota polri.

Sebagaimana diketahui alur yang ada dalam pp 1 tahun 2003, apabila jika sampai diketahui anggota polisi yang melakukan penyimpangan maka hanya akan diserahkan pada atasan yang berhak menghukum ( ankum). Ankum ini sendiri adalah seorang polisi, sehingga wajar apbila masyarakat menjadi ragu,apabila sesama polisi harus melakukan tindakan kepada polisi yang lain. Dalam keadaaan demikian banyak yang menyakini bahwa upaya hukum melakukan pengaduan kepropam,atas seorang terdakwa yang tidak diberlakukan dengan profesional oleh pihak kepolisian dalam hal ini yang berkaitan dengan kasus anak adalah anggota penyidik, merupakan sebuah upaya hukum yang efektif.

Dalam keadaan yang demikian para pencari keadilan akan lebih condong untuk mendalami kemungkinan,mengajukan upaya hukum lain berupa gugatan pra peradilan. Sebagaimana telah diakomodir ketentuaannya dalam uu no8 thn 1981 tentang hukum acara pidana39.

2. Upaya hukum ke luar, dengan mengajukan gugatan pra-peradilan

sesuai dengan ketentuan yang diakomodir dalam Kitab Undang-Undang Hukum ACARA PIDANA Dalam keadaan yang demikian para pencari keadilan mempunyai pertimbangan selanjutnya untuk mendalami kemungkinan, mengajukan upaya hukum lain berupa gugatan pra peradilan. Sebagaimana telah diatur ketentuaannya dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana dan dituangkan dalam pasal sebagai berikut :.

Dari pengertian yang tercantumdalam pasal 1 angka 10 yang berisi:

39 Wawancara : Ibu Suratmi sebagi KANIT PPA ( Pelayanan Perempuan dan Anak ) RESKRIM POLRESTABES Surabaya, Jum’at, 18 November 2011, 08.00

memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

a. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;

b. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;

c. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan serta dikaitkan dengan Upaya hukum pra perdilan yang sebagai mana diatur dalam pasal 1 ayat 12 yang berisi:

Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerimaputusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur-dalam undang-undang ini.

Dari rangkaian definisi yang dituliskan diatas menjadi jelas bahwa pada dasarnya gugatan pra peradilan itu adalah suatu hak hukum yang dimiliki tersangka untuk menguji tepat atau tidaknya, sah atau tidaknya tindakan-tindakan yang dilakukan penyidik dalam menjalankan tugasnya. Gugatan pra peradilan ini hanya dapat diajukan sebelum dimulainya proses pengadilan real dalam kasus yang sedang disidangkan, dengan bahasa teknis dapat digambarkan bahwa gugatan pra peradilan hanya bisa dilakukan sebelum pemberkasan atas diri tersangka dinyatakan p21.40

Berkaitan dengan kasus anak yang menjadi pelaku tindak pidana tentu suatu hak khusus yang bisa dikatakan istimewa dibandingkan dengan pelaku dewasa salah

memegang teguh hak seorang tersangka pada umumnya,juga harus diperhatikan pemenuhan hak-hak diversi anak oleh pihak penyidik polisi.

Dalam konteks penegakan hukum acara pidana anak, maka bisa jadi gugatan pra peradilan itu diposisikan sebagai instrumen hukum untuk melindungi anak. Salah satu hak diversi yang tidak terpenuhi dapat dijadikan alasan untuk mengajukan pra peradilan guna menutut pembatalan penyidikan atau setidak-tidaknya memohon kepada majelis hakim yang menyidangkan gugatan pra peradilan itu menyatakan bahwa penyidikan yang dilakukan terhadap tersangka tidak sah dan bertolak belakang kepada ketentuan yang ada.41

41 Wawancara : Ibu Suratmi sebagi KANIT PPA ( Pelayanana Perempuan dan Anak ) RESKRIM POLRESTABES Surabaya, Jum’at, 18 November 2011, 08.00

4.1 KESIMPULAN

Dari penjabaran diatas dan pada kenyataannya ditemukan berbagai permasalahan bahwa aparat penegak hukum, dalam hal ini adalah pihak Kepolisian, belum memahami secara penuh makna dari perlindungan anak dan prinsip dasar Diversi dalam penanganan anak berkonflik hukum serta belum memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak sebagai generasi penerus bangsa, sehingga sejumlah anak yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Anak ( LPA) yang tersebar diseluruh Indonesia saat ini termasuk yang masih dalam tahap persidangan tidak terlepas dari andil aparat penegak hukum sebagai pilar atau garda terdepan dalam penegakan hukum.

Untuk merintis dan menjamin pelaksanaan Diversi, perlu dilakukan pembaharuan berbagai peraturan perundang-undagan yang berkaitan dengan anak, tidak hanya terbatas pada peraturan pidana anak atau peradilan pidana anak, menyiapkan pranata-pranata sosial yang akan menampung keikutsertaan masyarakat dalam melaksanakan Diversi. Tata cara pelaksanaan, pengawasan Diversi, pranata-pranata penegakan hukum untuk anak diluar peradilan atau tatacara yang sudah ada belum tertata dengan bailk Faktor pendukung dapat kita lihat dengan adanya perhatian terhadap perlindungan anak sudah menjadi prioritas, hal ini terbukti dengan diterapkannya UU No. 3 Tahun 1997 dan UU No. 23 Tahun 2002, beberapa

kesepakatan, keputusan bersama dan berbagai peraturan tentang penanganan anak yang berkonflik dengan hukum.

Namun disamping itu juga ditemukan beberapa hambatan dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum secara Diversi antara lain, belum adanya Undang-Undang tegas yng mengatur secara tegas mengenai Diversi , inisiatif pelaksanaan Diversi justru khawatir melanggar hukum, aspek tindak pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur 18 tahun sangat dilematis, karena satu sisi harus ditegakkan hukum dan disisi lain harus melindungi, belum ada kesepahaman antara aparat penegak hukum maupun dengan mayarakat, keseriusan dalam menangani kasus yang menyangkut anak belum merata, masih banyak orang tua yang bersifat emosional puas dengan balas dendam sehingga kurang mendukung fungsi pembinaan, belum memadainya sarana dan prasarana yang dapat memfasilitasi proses perlindungan anak.

Dalam hal penegakan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, masih dihadapkan beberapa kendala yaitu, lemahnya kemampun aparat penegak hukum dalam hal ini pihak kepolisian, meskipun telah diundangkan berbagai produk hukum bagi perlindungan anak, namun tetap belum adanya kesamaan peresepsi dan kesepahaman dikalangan aparat penegak hukum dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum, dan terbatasnya dukungan anggaran dalam rangka penegakan hukum.

4.2 SARAN

a. Memasukkan konsep Diversi ke dalam undang-undang sistem peradilan anak.

b. Membangun sekolah khusus bagi anak-anak yang terlibat tindak pidana, menambah jumlah sekolah keagamaan dan balai latihan kerja ditiap kabupaten / kota di Indonesia.

c. Menambah jumlah lembaga pemasyarakatan anak dan rumah tahanan anak sesuai jumlah kabupaten / kota di Indonesia.

d. Menambah pengetahuan para aparat penegak hukum dalam penanganan kasus anak dan mempersiapkan aparat penegak hukum yang benar-benar khusus dibentuk untuk menangani kasus anak.

Dokumen terkait