• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

2. Upaya Meminimalkan Hutang Pajak Pada PT Sinar

Penerapan metode Gross Up dalam melakukan pemotongan pajak penghasilan pasal 21 karyawan bertujuan untuk penurunan jumlah hutang pajak perusahaan, malah setiap tahunnya dari tahun 2013 sampai tahun 2017 jumlah beban pajak semakin meningkat. Berikut akan disajikan data pendukung penelitian.

Tabel 4.3

Data Hutang Pajak PT Sinar Mas Multifinance Medan Dari tahun 2013 sampai tahun 2017.

Tahun Jumlah Beban Pajak (Dalam Jutaan Rupiah)

Persentase Peningkatan 2013 Rp. 15.607 0 2014 Rp. 15.387 (1,41 %) 2015 Rp. 17.805 15,71 % 2016 Rp. 30.976 73,97 % 2017 Rp. 54.763 76,79 %

Sumber : PT. Sinar Mas Multifinance Medan, 2018.

Berdasarkan data diketahui bahwa jumlah beban pajak perusahaan setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 beban pajak perusahaan sebesar Rp. 15.607.000, kemudian mengalami penurunan sebesar 1,41 % menjadi sebesar Rp. 15.387.000 pada tahun 2014. Pada tahun 2015 hutang pajak perusahaan

sebesar Rp. 17.805.000, meningkat lagi sebesar 73,97 % menjadi sebesar Rp. 30.976.000, dan selanjutnya meningkat kembali menjadi Rp. 54.763.000

dengan peningkatan sebesar 76,79 %.

Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan pajak yang diterapkan masih tidak berjalan dengan baik, dalam upaya perusahaan meminimalisir beban pajak melalui melakukan pemotongan pajak penghasilan pasal 21 karyawan menggunakan metode Gross Up belum mencapai tujuan yang hendak dicapai perusahaan.

Adapun upaya meminimalkan hutang pajak pada PT Sinar Mas Multifinance Medan dilakukan dengan cara memaksimalkan biaya fiskal dan meminimalkan biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang.

a. Biaya Makanan/Minum

Perusahaan tidak memberikan uang makan siang ataupun tunjangan beras kepada karyawan, tetapi perusahaan memberikan makan dan minuman bersama bagi karyawan. Pemberian makan bersama bagi karyawan bukan merupakan Objek Pajak PPh pasal 21 karena makan bersama merupakan pemberian dalam bentuk natura. Dengan demikian dari sisi karyawan pemberian makan ini tidak akan menambah PPh pasal 21 terutang. Disisi perusahaan berdasarkan pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh No. 36 Tahun 2008. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan tidak dapat dibebankan sebagai biaya, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai. Artinya pemberian makan dan minum bersama walaupun bentuk natura. dapat dibiayakan oleh perusahaan (deductible expenses). Dengan demikian di sisi perusahaan akan mengurangi PPh Badan yang terutang.

Apabila dibandingkan perlakuan pajak dalam hal pembiayaan pemberian makan bersama dengan pemberian tunjangan makan berupa uang kehadiran, maka akan lebih menguntungkan karyawan dan perusahaan apabila memilih kebijakan pemberian makan bersama karena dengan memberikan makan bersama bukan merupakan penghasilan bagi karyawan. Sedangkan apabila diberikan berupa tunjangan makan, maka tunjangan makan tersebut menjadi Penghasilan Kena Pajak bagi karyawan. Oleh karena itu, keputusan perusahaan untuk memberikan

makan dan minum bersama karyawan sudah baik sebagai usaha memaksimalkan biaya fiskal.

b. Transportasi Karyawan

Untuk transportasi karyawan perusahan menyediakan bus untuk transportasi pegawai Pemberian tunjangan transportasi menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-57/PJ/2009 tentang Objek Pajak PPh pasal 21 merupakan penghasilan yang dikenakan pajak bagi karyawan menurut UU PPh No.36 Tahun 2008 pasal ayat (1) huruf a. dapat dikurangkan dalam Penghasilan kena Pajak bagi perusahaan. Dengan demikian perusahaan dapat mempertimbangkan kembali selisih biaya perusahaan yang harus perusahaan keluarkan jika memberikan tunjangan transportasi yang dimasukkan langsung ke dalam gaji karyawan. Jika dari hasil perhitungan kemudian didapatkan hasil bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pemberian tunjangan transportasi langsung kepada karyawan lebih besar dibandingkan dengan menyediakan bus transportasi, maka ada baiknya perusahaan memilih untuk menyediakan bus transportasi saja. Dengan demikian perusahaan bisa melakukan penghematan pajak karena

pemberian tunjangan transportasi dapat dikurangkan dalam Penghasilan Kena Pajak bagi perusahaan sehingga bisa menghemat PPh terutang perusahaan.

c. Tunjangan Asuransi

Premi yang ditanggung perusahaan. menurut UU PPh No.36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1) huruf a, pembayaran tersebut boleh dibebankan dalam Penghasilan Kena pajak perusahaan dan bagi karyawan yang bersangkutan. Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 57/PJ/2009 tentang

Objek Pajak PPh pasal 21, adalah penghasilan yang merupakan Objek Pajak, Premi yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi. Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 57/PJ/2009 tentang pengurangan yang diperbolehkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak PPh pasal 21 dihitung sebagai pengurang penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.

Keputusan perusahaan untuk membayar premi asuransi karyawannya sesuai aturan dari pemerintah mengenai premi asuransi Jamsostek yang mewajibkan pemberi kerja menanggung premi asuransi karyawan.

d. Biaya Perbaikan dan Penyusutan Kendaraan

Perusahaan menyediakan kendaraan dinas yang disediakan direktur pemasaran. Biaya perbaikan/pemeliharaan/penyusutan kendaraan yang dipakai oleh direktur, tidak dapat dikurangkan seluruhnya sebagai biaya perawatan dan penyusutan kendaraan dalam laporan laba rugi perusahaan. Jumlah biaya yang dapat dibiayakan hanya 50% karena sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 220/PJ/2002 pasal 3 ayat (2), biaya pemeliharaan dan perbaikan kendaraan yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan dalam tahun pajak yang bersangkutan. Perusahaan dapat membiayakan seluruhnya apabila kendaraan kantor tidak diberikan sebagai fasilitas bagi direktur, melainkan digunakan sepenuhnya hanya untuk keperluan perusahaan saja. Hal ini juga menghindari penggunaan kendaraan kantor untuk keperluan pribadi karyawan, misalnya supir perusahaan. Sehingga dengan demikian tidak perlu ada koreksi fiskal untuk biaya pemeliharaan sebesar Rp. 29.811.278 karena jika perusahaan

tidak memberikan mobil dinas kepada karyawan maka seluruh biaya pemeliharaan ditanggung oleh perusahaan dana akan menjadi biaya yang akan mengurangi Penghasilan Kena Pajak bagi perusahaan.

e. Metode Penyusutan

Terdapat dua jenis metode penyusutan yang diberlakukan dalam UU Perpajakan. yaitu metode garis lurus (straight line) dan metode saldo menurun (double declining). Dan perusahaan pada saat ini menggunakan metode penyusutan garis lurus. Sebaiknya perusahaan menggunakan metode penyusutan yang diperbolehkan menurut Peraturan Perpajakan. Hal ini membantu dalam penyusunan laporan laba rugi fiskal karena tidak perlu melakukan koreksi terhadap biaya penyusutan. Akan tetapi, kedua metode tersebut sebenarnya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, yang tentu saja pilihan masing-masing Wajib pajak dapat berbeda mengingat adanya perbedaan kepentingan.

Apabila yang menjadi dasar perbandingan adalah faktor komersial. kedua metode ini akan berbeda kalau dinilai secara future value. Mana yang dipilih dari kedua metode penyusutan tersebut, antara kebijakan fiskal dan kebijakan perusahaan dapat bertentangan. Di satu pihak diinginkan laba tinggi tetapi dipihak lain dengan adanya laba tinggi itu maka PPh juga menjadi tinggi. Di akhir penyusutan diketahui bahwa future value dari biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus lebih rendah dibanding salado menurun, dalam arti metode garis lurus menghasilkan laba yang lebih tinggi dibanding metode saldo menurun serta akan menghasilkan PPh terutang yang lebih tinggi pula. Jadi, apabila dinilai

secara future value, penggunaan saldo menurun akan lebih menghemat PPh terhutang.

3. Penerapan Metode Gross Up dalam Meminimalisir Beban Pajak pada PT. Sinar Mas Multifinance Medan

Penerapan metode gross up dalam meminimalisir beban pajak pada PT. Sinar Mas Multifinance Medan dengan memaksimalkan beban yang harus

ditanggung perusahaan merupakan pengurang tunjangan pajak yang telah

diberikan kepada karyawan dibandingkan pajak pengasilan terhutang karyawan.

Adapun selisih tunjangan pajak dengan PPh pasal 21 terhutang karyawan berdasarkan hasil perhitungan tunjangan pajak yang ditetapkan di PT. Sinar Mas Multifinance Medan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4

Selisih Tunjangan Pajak dengan PPh pasal 21 Terhutang Karyawan Berdasarkan Hasil Perhitungan Tunjangan Pajak yang Ditetapkan

di PT. Sinar Mas Multifinance Medan

No Nama Status Tunjangan Pajak PPh Pasal 21 Terhutang Selisih 1 Deni K/2 600 3.500,40 2.900,40 2 Rudi K/3 330 839,20 509,20 3 Dinda K/1 300 795,20 495,20 4 Ivan K/0 210 375,50 165,50 5 Farid TK 180 279,00 99,00 Total 1620 5.789,30 4.169,30

Pencatatan beban yang harus ditanggung perusahaan: - Pada saat pemotongan PPh Pasal 21 karyawan:

Kas 1.620

Beban kantor 4.169,30

Piutang PPh pasal 21 karyawan 5.789,30

Keterangan:

a. Tanda positif menandakan bahwa PPh terutang yang harus ditanggung, oleh perusahaan karena tunjangan pajak yang telah diberikan tidak mencukupi. Kekurangan tersebut merupakan beban bagi perusahaan.

b. Menurut perhitungan tersebut, maka beban yang harus ditanggung perusahaan sebesar Rp 4.169,30

Tabel 4.5

Selisih Tunjangan Pajak dengan PPh Pasal 21 Terhutang Karyawan Berdasarkan Hasil Perhitungan Tunjangan Pajak dengan Metode Gross Up di PT. Sinar Mas Multifinance Medan

No Nama Status Tunjangan

Pajak PPh Pasal 21 Terhutang Selisih 1 Deni K/2 3.823 3.859,05 36,38 2 Rudi K/3 864 865,89 2,16 3 Dinda K/1 819 821,16 2,05 4 Ivan K/0 383 384,16 0,96 5 Farid TK 283 284,17 0,71 Total 6.172 6.214,43 42,25

Pencatatan beban yang harus ditanggung perusahaan: - Pada saat pemotongan PPh Pasal 21 karyawan:

Kas 6.172

Beban kantor 42,25

Piutang PPh pasal 21 karyawan 6.214,43 Keterangan:

a. Tanda positif menandakan bahwa PPh terutang yang harus ditanggung, oleh perusahaan karena tunjangan pajak yang telah diberikan tidak mencukupi. Kekurangan tersebut merupakan beban bagi perusahaan.

b. Menurut perhitungan tersebut, maka beban yang harus ditanggung perusahaan sebesar Rp 42,25

Adapun upaya yang dilakukan PT. Sinar Mas Multifinance Medan dalam meminimalisir beban pajak yaitu sebagai berikut :

a. Menurut perhitungan tunjangan pajak yang diterapkan oleh perusahaan Besarnya PPh pasal 21 terhutang karyawan sebesar Rp 5,789.30 yang terbagi ke dalam tunjangan dalam biaya gaji dan THR sebesar Rp 1.620 dan tunjangan perusahaan dalam biaya kantor Rp 4.169,30. Dari jumlah sebesar Rp 5.789,30 yang boleh menjadi pengurang Penghasilan Kena Pajak PT. Sinar Mas Multifinance Medan adalah yang termasuk ke dalam tunjangan sebesar Rp 1.620

b. Menurut perhitungan tunjangan pajak dengan metode Gross Up besarnya PPh pasal 21 terhutang karyawan sebesar Rp 6.214,43 yang seluruhnya termasuk ke dalam biaya gaji dan THR. Dari jumlah sebesar Rp 6.214,43 seluruhnya

PT. Sinar Mas Multifinance Medan, karena termasuk ke dalam tunjangan sebesar Rp 6.214,43 ditambah dengan kekurangan tunjangan pajak yang menjadi tanggungan PT. Sinar Mas Multifinance Medan

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah menganalisa data dan mendapatkan hasil penelitian serta diuraikan dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut :

1. Penerapan metode gross up dalam meminimalisir beban pajak pada PT. Sinar Mas Multifinance Medan dengan memaksimalkan beban yang

harus ditanggung perusahaan merupakan pengurang tunjangan pajak yang

telah diberikan kepada karyawan dibandingkan pajak pengasilan terhutang karyawan.

2. Perencanaan pajak yang diterapkan masih tidak berjalan dengan baik, dalam upaya perusahaan meminimalisir beban pajak melalui melakukan pemotongan pajak penghasilan pasal 21 karyawan menggunakan metode Gross Up belum mencapai tujuan yang hendak dicapai perusahaan.

3. Penerapan metode gross up dalam meminimalisir beban pajak pada PT. Sinar Mas Multifinance Medan dengan memaksimalkan beban yang

harus ditanggung perusahaan merupakan pengurang tunjangan pajak yang

telah diberikan kepada karyawan dibandingkan pajak pengasilan terhutang karyawan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :

1. Hendaknya perusahaan dapat memaksimalkan beban yang harus ditanggung perusahaan merupakan pengurang tunjangan pajak sehingga penghematan pajaknya dapat dilakukan secara optimal.

2. PT. Sinar Mas Multifinance Medan dapat mempertimbangkan untuk beralih menggunakan metode gross-up dalam menghitung besaran PPh Pasal 21 terutang dan memaksimalkan beban entertainment sebagai beban yang dapat dikurangkan dengan meninjau kembali dan mereklasifikasi biaya tersebut ke dalam pemberian honor atau imbalan kepada pihak ketiga. Penghitungan pajaknya dilakukan dengan cara gross-up sehingga biaya tersebut dapat dikurangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anjarini, Kusujarwati, (2012), Analisis Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi, (Skripsi).

Burhanuddin dan Lisdiana (2015). Analisis Perbandingan Penggunaan Metode Net Basis dan Metode Gross Up Sebagai Perencanaan Pajak PPh Pasal 21. Jurnal EMBA Vol.5 No.1 April 2015, Hal. 1902-1994.

Direktorar Jenderal Pajak (2013). Undang-undang PPh dan Peraturan Pelaksanaannya. Tahun Percetakan 2013, Jakarta : Badan Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Kantor Pajak.

Kurniawan, Iwan, dan Akbar, R. Jihad, (2013), Penerimaan Pajak di Bawah Target APBN-P, http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/379102-penerimaan-pajak-di-bawah-target-apbn-p-2012

Mardiasmo, (2011), Perpajakan, Edisi Revisi, Andi, Yogyakarta.

Rahayu, Siti Kurnia, (2010), Perpajakan Indonesia: Konsep dan Aspek Formal, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Ridwan, dan Kuncoro, Engkos Achmad, (2007), Cara Menggunakan dan Memakai Analisis (Path Analysis), CV. Alfabeta, Bandung.

Santoso, Singgih, (2012), Panduan Lengkap SPSS Versi 20, Elex Media Komputindo, Jakarta.

Sholikhah, Azulkirom dan Azizah (2015). Analisis Penerapan Metode Gross Up Dalam Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pegawai Tetap Sebagai Upaya Perencanaan Pajak. Jurnal EMBA Vol.2 No.3 September 2015, Hal. 1330-1339

Suandy, Erly, (2011), Hukum Pajak, Edisi 5, Salemba Empat, Jakarta. Sugiyono, (2012), Metode Penelitian Bisnis, CV. Alfabeta, Bandung.

Suhartono, Rudy, dan Ilyas, Wirawan B, (2010), Ensiklopedia Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta.

Sukrisno Agoes (2013). Perpajakan, Edisi Ketiga. Salemba Empat, Jakarta. Waluyo, (2011), Perpajakan Indonesia, Edisi Sepuluh, Salemba Empat, Jakarta. ______, (2012), Akuntansi Pajak, Edisi 4, Salemba Empat, Jakarta.

Warren, Matz dan Usry (2008). Akuntansi Biaya dan Pengendalian. Alih Bahasa Herman Wibowo. Edisi Kedelapan. Jilid I. Jakarta : Penerbit Erlangga Vincentius Vridag (2015). Analisis Perbandingan Penggunaan Metode Net Basis

dan Metode Gross Up Dalam Perhitungan PPh Pasal 21 Pada Karyawan Remenia Satori Tepas Manado. Jurnal EMBA Vol.1 No.6 Juni 2015, Hal. 1024-1065.

Dokumen terkait