• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Upaya Penanggulangan yang Dilakukan terhadap Kejahatan

Tahun 2002 tentang perlindungan anak khususnya terhadap kejahatan eksploitasi secara ekonomi pada kenyataannya sulit diawasi di lapangan. Meski dalam Pasal 88 UU No. 23 Tahun 2002 jelas mengatakan,

“Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”,

akan tetapi sosialisasi terhadap undang-undang ini dirasa belum cukup, sehingga sebagian masyarakat yang mengeksploitasi anak sebagai pengemis jalanan tidak mengetahui hal ini.

B. Upaya Penanggulangan yang Dilakukan terhadap Kejahatan Mengeksploitasi Anak sebagai Pengemis Jalanan.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam menanggulangi kejahatan mengeksploitasi anak sebagai pengemis jalanan adalah sebagai berikut:

1. Sosialisasi mengenai Pasal 88 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yakni:

“Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”.

56 Sosialisasi undang-undang ini dapat dilakukan dengan pemancangan spanduk, baligho dan sebagainya yang mencantumkan pasal ini di tempat yang rawan atau sering di temukan anak yang mengemis. 2. Sosialisasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang

Kesejahteraan Anak. Khususnya Hak Anak yang termuat Pada Pasal 2 hingga Pasal 8 Undang-Undang ini.

Pasal 2

(1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbngan berdasarkan.

(2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warganegara yang baik dan berguna.

(3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.

(4) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar.

Pasal 3

Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-tama berhak mendapat pertolongan, bantuan, dan perlindungan.

Pasal 4

(1) Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara atau orang atau badan.

(2) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

57 Pasal 5

(1) Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.

(2) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 6

(1) Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya (2) Pelayanan dan asuhan, sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1)

juga diberikan kepada anak yang telah dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran hukum berdasarkan keputusan hakim.

Pasal 7

Anak cacat memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupan anak yang bersangkutan.

Pasal 8

Bantuan dan pelayanan, yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik, dan kedudukan sosial.

3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat berpendidikan rendah, khususnya keluarga yang menjadikan mengemis sebagai pekerjaan utama mereka

4. Patroli rutin oleh pemerintah dalam hal ini pihak dinas sosial bersama-sama aparat kepolisian ke tempat-tempat yang rawan terjadi kejahatan

58 mengeksploitasi anak sebagai pengemis jalanan khususnya dilampu-lampu merah disetiap ruas jalan utama di kabupaten gowa, wilayah mesjid Syech Yusuf, Pasar, Terminal dan pusat keramaian lainnya di kabupaten Gowa.

Jadi secara garis besar upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum untuk meminimalisir kejahatan kekerasan mempekerjakan anak sebagai pengemis adalah sebagai berikut:

1. Upaya Preventif

Upaya preventif yang dapat dilakukan adalah sosialisasi Pasal 88 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Sosialisasi Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak dan Patroli rutin di tempat rawan tindak kejahatan eksploitasi anak sebagai pengemis jalanan, dalam hal ini dilakukan oleh dinas sosial maupun kepolisian.

Disamping itu, peningkatan kesejahteraan masyarakat berpendidikan rendah seharusnya menjadi prioritas pemerintah dalam menangani tindak kejahatan eksploitasi anak seperti ini. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka lapangan kerja, maupun pemberian modal bagi masyarakat untuk berwirausaha.

59 Upaya represif yang dapat dilakukan adalah menindak secara tegas setiap pelaku yang memanfaatkan anak untuk mencari keuntungan ekonomi khususnya sebagai pengemis jalanan melalui penegakan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, khususnya pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sesuai dengan pasal 88 undang-undang ini, sehingga kedepannya diharapkan kasus seperti ini tidak terjadi lagi di dalam kehidupan masyarakat

60 BAB V

PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas penulis kemudian menarik kesimpulan sesuai dengan pokok persoalan yang diidentifikasi sebagai berikut:

a. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan mengeksploitasi anak sebagai pengemis jalanan adalah faktor ekonomi, faktor urbanisasi, faktor dorongan keluarga dan lingkungannya, faktor rendahnya pendidikan, faktor kurangnya kepedulian pemerintah dan masyarakat dalam hal ini melakukan perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak serta lemahnya penegakan hukum bagi pelaku yang mengeksploitasi anak sebagai pengemis jalanan di Kabupaten Gowa. b. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam menanggulangi kejahatan

mengeksploitasi anak sebagai pengemis jalanan adalah sosialisasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, khususnya pada pasal 88 undang-undang tersebut, Sosialisasi Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, serta patroli rutin oleh pemerintah maupun pihak-pihak lain pemerhati hak-hak anak ke tempat-tempat yang rawan terjadi tindak kejahatan mengeksploitasi anak sebagai pengemis jalanan.

61 B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, penulis mengemukakan saran sebagai berikut:

1. Pemerintah dalam hal ini dinas sosial dan kepolisian serta pihak-pihak lainnya diharapkan dapat memaksimalkan upaya sosialisasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 88 undang-undang ini. Diharapkan juga, pemerintah dapat lebih peka terhadap realita yang terjadi dalam masyarakat dan tidak menutup mata terhadap kasus kejahatan eksploitasi yang menjadikan anak sebagai pengemis jalanan.

2. Masyarakat sebaiknya meningkatkan kepedulian terhadap anak, bertanggungjawab secara moril terhadap pemenuhan hak-hak anak, tidak acuh terhadap kasus kejahatan eksploitasi yang menjadikan anak sebagai pengemis jalanan dan turut serta pada perilaku kejahatan mengeksploitasi anak sebagai pengemis jalanan.

62 DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdussalam, 2007. Kriminologi, Jakarta: Restu Agung

Alam, A. S, 2010. Pengantar Kriminologi, Makassar: Pustaka Refleksi Books Atmasasmita, Romli, 2007. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Bandung:

PT Refika Aditama

Bosu, B. 1982. Sendi-sendi Kriminologi. Surabaya: Usaha Nasional. Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Farid, Andi Zainal Abidin, 2007. Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika. Gosita, Arif, 1983, Masalah Korban Kejahatan, Jakarta: Akademika Pressindo Gultom, Maidin, 2012. Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan,

Bandung: Refika Aditama.

Gultom, Maidin, 2010. Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem

Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung: Refika Aditama.

Hamid, Suryana, 2004. Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: PPPKPH-UI.

Hamzah, Andi, 2008. Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta. Harkrisnowo, Harkristuti, 1999. Hak Asasi Manusia dan Kerja Sosial, Jakarta:

OHCHR Indonesia.

Huraerah, Abu, 2006. Child Abuse (Kekerasan terhadap Anak), Bandung: Nuansa Penerbit.

Lamintang, 1981, Kitab Pelajaran Hukum Pidana: Leekboek Van Het

Nederlanches Strafrecht. Bandung: Pionir Jaya.

Lamintang, P.A.F, 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung Citra Aditya Bakri.

63 Moeljatno, L, 1986. Kriminologi, Jakarta: Bina Aksara.

Mulyadi, Lilik, 2005. Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana, Bandung: PT. Cipta Aditya Bakri.

Santoso, Topo, dan Achjani Zulfa, Eva, 2001. Kriminologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Soesilo, R, 1986. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Serta

Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politea.

Soetodjo, Wagiati, 2005. Hukum Pidana Anak, Jakarta: Aksara Baru. Suherodji H, Hari. 1980. Pokok-pokok Kriminologi, Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Weda, Made Darma, 1996. Kriminologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada. _________, 2010. Perundangan tentang Anak, Yogyakarta: Pustaka Yustisia B. Sumber Lainnya

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Perkawinan Undang-undang RI No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Undang-undang RI No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

Undang-undang RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) Undang-undang RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Deklarasi Hak-Hak Anak pada Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal 20 November 1989

Dokumen terkait