• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang Lingkup Advokasi Kesehatan

a. Apakah yang dimaksud dengan Advokasi?

Istilah advokasi kerap terdengar sebagai sesuatu yang hebat, bahkan seringkali dibayangkan sebagai sesuatu yang menyeramkan. Bagaimana dengan Saudara ? Seperti apakah istilah advokasi yang saudara pahami selama ini ?

Pada masa Orde Baru, advokasi dikonotasikan sebagai upaya makar terhadap pemerintah. Sementara di pihak lain, advokator di masa itu menganggap bahwa kegiatan advokasi adalah upaya yang mengarah kepada kegiatan revolusioner mengubah sistem sosial, politik dan ekonomi. Untuk terjadinya perubahan radikal itu dibutuhkan semangat perlawanan, dan keberanian. Sehingga, pihak yang diadvokasi berupaya sebaliknya dengan menolak aliansi yang ditawarkan advokator untuk pengintegrasian program-program. Jika kemudian advokasi menjadi urusan organisasi yang berkaitan dengan hukum, tentu dapat dipahami alasannya. Dari segi bahasa, advokasi berasal dari bahasa Inggris yaitu advocacy yang artinya dukungan, perlindungan, bantuan atau dorongan. Sedangkan

to advocate adalah memberikan support (dukungan), memberikan perlindungan, dan mempromosikan. Dalam kamus bahasa Indonesia ditemukan istilah advokat dan mempunyai arti pengacara, atau pejabat hukum yang memberikan pembelaan. Advokasi menjadi kosa kata baru dalam bahasa Indonesia sesuai dengan perkembangan kebutuhannya. Beberapa istilah yang mendekati makna advokasi di Indonesia adalah menghimbau (persuading), mempengaruhi (influencing), menekan

(pressuring), mengancam (threatening) atau negosiasi/tawar menawar

Apakah beda masing-masing istilah tersebut? Dengan memperhatikan praktik advokasi di Indonesia, apakah yang dimaksud dengan advokasi sesungguhnya?

Gunakan lembar bahan belajar Advocacy sektor Kesejahteraan sosial yang ditulis oleh Ascobat Gani.

Menurut Fakih (2000), paradigma baru advokasi yang ditawarkan adalah menempatkan korban kebijakan, dan pihak- pihak yang terpinggirkan atau terabaikan sebagai subyek. Kepentingan golongan ini merupakan orientasi advokasi dan menjadi prioritas agenda serta penentu arah upaya advokasi. Dengan demikian kegiatan advokasi tidak lagi meletakkan suatu organisasi sebagai pahlawan, akan tetapi menjadikan advokasi suatu proses yang menghubungkan antar berbagai unsur tertentu dalam kelompok masyarakat, melalui terciptanya aliansi-aliansi strategis yang memperjuangkan terwujudnya pemerataan dan ekuitas dengan cara mendorong terjadinya perubahan-perubahan kebijakan publik.

Isu kesehatan mencakup dimensi yang luas dan harus didekati secara praktis dengan mengkaitkan pada program strategis. Advokasi kesehatan dalam kaitannya dengan era desentralisasi menjadi pendekatan praktis terpilih.

Benarkah advokasi adalah sarana yang diperlukan untuk mensosialisasi kan rencana sektor kesehatan kepada stakeholder? Mengapa advokasi? Rujuk lembar bahan belajar tulisan Ascobat Gani membahas Advocacy sektor Kesejahteraan sosial.

b. Mengapa Advokasi Kesehatan?

Pertama, dengan pelaksanaan desentralisasi maka keputusan lebih didekatkan pada daerah setempat sebagai ruang lingkup wilayahnya. Tantangan yang dihadapi sektor kesehatan adalah dalam memberikan penjelasan mengenai faktor esensial pembangunan daerah yang perlu disosialisasikan kepada semua pihak.

Kedua, sejalan dengan demokratisasi yang menyertai desentralisasi, bermunculan pelaku-pelaku baru yang berperan dalam penetapan kebijakan kesehatan dan keputusan daerah.

Ketiga, ketertinggalan membangun kesehatan di daerah dibandingkan dengan Pusat

Keempat, kesenjangan persepsi mengenai kesehatan itu sendiri. Sudut pandang di antara stakeholder kesehatan berbeda-beda. (1). Ada yang memahami kesehatan dari empati dan kesetiakawanan kepada kelompok masyarakat yang dirugikan oleh kebijakan pemerintah untuk kepentingan publik; selanjutnya (2) alasan pribadi yang mengemuka ketika diri sendiri terlibat langsung sebagai pihak yang dirugikan (korban); (3) alasan praktis merupakan alasan yang diajukan pada saat advokasi telah menjadi program organisasi, lembaga atau donor yang harus dilaksanakan; (4) alasan lain merupakan alasan yang tidak selalu dapat diterima, karena hanya terbawa oleh trend.

c. Apakah Sebenarnya Tujuan Advokasi Kesehatan dan Bagaimana Menetapkannya?

Dari segi praktik penggunaannya, pada dasarnya advokasi merupakan salah satu dari berbagai pendekatan yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hanya saja tidaklah seradikal yang diperkirakan. Advokasi merupakan proses sistematis, terstruktur, terencana dan bertahap yang bertujuan untuk mempengaruhi perubahan kebijakan agar menjadi lebih baik.

Advokasi bertujuan membangun sikap tertentu dan membangun komitmen, yang ditujukan kepada semua stakeholder, yang berkaitan dengan isu-isu pembangunan dengan menggunakan fakta atau evidence (bukti). Tidak perlu revolusioner karena advokasi bukan revolusi. Perubahan yang dilakukan melalui perangkat dan jalur demokrasi, proses legislasi maupun kebijakan politik dalam sistem yang berlaku.

Advokasi kesehatan masih perlu terus dilakukan untuk mempromosikan desentralisasi dalam reformasi sektor kesehatan agar tujuan peningkatan sistem kesehatan tercapai.

Untuk itu, advokasi pada sektor kesehatan bertujuan :

1. Membuat keputusan dengan melibatkan partisipasi semua stakeholders

sehingga diperoleh komitmen bersama berkaitan dengan masalah kesehatan, prioritas program dan anggaran yang disusun. 2. Membangun kemitraan yang efektif antara semua stakeholders yang

terkait dengan pembangunan sektor kesehatan.

3. Mendapatkan komitmen sektor lain untuk berperan sesuai dengan intervensi yang relevan dengan ruang lingkup bidang kegiatannya.

Bagaimana menetapkan tujuan advokasi? Unsur apa saja yang harus terdapat di dalam tujuan tersebut?

Mari, kita melatih diri sendiri membuat satu tujuan advokasi kesehatan! Gunakan rujukan bahan belajar modul Advokasi suatu strategi untuk mendukung Pembangunan Berwawasan Kesehatan di daerah, hal 43 -50. Penulis Pekerti, R, et.al (2002).

d. Langkah-langkah yang ditempuh dalam proses advokasi Langkah 1. Analisis Situasi

Diawali dengan analisis situasi, meliputi situasi saat ini, faktor-faktor yang ada kaitannya, kebijakan masa sekarang dan sebelumnya, refleksi upaya yang sudah dilakukan, serta evaluasi keberhasilan dan ketidakberhasilan. Bertolak dari analisis situasi tersebut, isu advokasi dapat ditetapkan. Jika terdapat beberapa isu, pemilihan dilakukan dengan membuat prioritas dan mengurutkan mulai dari tingkat prioritas tertinggi. Perkiraan akan kecenderungan masa depan melengkapi analisis masalah ini. Kemudian, disusunlah 'positioning' yang bersifat sementara sebelum merumuskan

stakeholders interest.

Bagaimana menetapkan suatu isu advokasi kesehatan? Apa yang perlu diperhatikan?

Dalam menetapkan isu/substansi advokasi kesehatan harus memperhatikan dan mengacu pada hal berikut ini.

a. Filosofi advokasi

Melakukan advokasi bukan mempersoalkan menang kalah atau benar salah. Ada hal lain yang lebih mendasar dalam mempengaruhi perubahan kebijakan agar menjadi lebih baik.

Dalam kegiatan advokasi, seorang advokator harus mempertahankan arah (fokus) isu pada tataran filosofi advokasi, yaitu bahwa: (1) Advokasi diperlukan untuk mempromosikan agenda yang berisi jaminan

'kesehatan adalah hak asasi manusia'; yaitu masyarakat dapat memperoleh akses untuk hak dan kesamaan sebagai konsumen layanan kesehatan dan selaku warga Negara; (2) advokasi diperlukan untuk meyakinkan penentu kebijakan dan lembaga Internasional untuk mengadopsi kebijakan kesehatan dengan berorientasi kepada

'kesehatan adalah investasi'. Intinya bahwa kesehatan merupakan pintu gerbang untuk akselarasi pembangunan, karena pada dasarnya pembangunan adalah untuk dan oleh manusia.

b. Landasan normatif advokasi

Pada tataran operasional, isu secara normatif berlandaskan pada (1)

allocation (alokasi anggaran cukup/memadai); (2) Pemerataan

(ekuitas) pembangunan kesehatan bagi setiap kelompok masyarakat (terutama kelompok vulnerable/ lemah, balita); (3) Efisiensi, yaitu menggunakan sumberdaya kesehatan secara efisien (misalnya penggunaan anggaran secara tepat guna); dan (4) Demokratisasi,

yakni mengarahkan pembangunan kesehatan lebih demokratis dengan mendorong peran kemitraan di lapis bawah. Misalnya, mendudukkan wakil dari masyarakat pada governing board di Rumah Sakit.

Langkah 2. Analisis stakeholders

Menentukan stakeholders interest dan motivasi stakeholders, dengan melakukan analisis stakeholders. Yaitu, tetapkan dahulu siapakah

stakeholders untuk isu tersebut?

Secara umum, stakeholders terdiri dari 3 kelompok : 1. Pemerintah

2. Swasta 3. Masyarakat

Dalam era demokrasi dan desentralisasi, perencanaan dan pelaksanaan serta evaluasi hasil pembangunan tidak bisa lagi hanya dilakukan oleh pemerintah (dalam hal ini lembaga eksekutif). Semua diselenggarakan dengan prinsip kemitraan (parnertship) dengan pihak swasta dan masyarakat.

Lalu, siapakah yang termasuk Stakeholders Pembangunan Kesehatan? Pembangunan kesehatan juga tidak lepas dari prinsip kemitraan. Oleh sebab itu, masalah kesehatan yang walaupun dalam proses kegiatannya dikendalikan oleh Dinas Kesehatan, namun pada tahap tertentu perlu mendapat masukan-masukan dari semua stakeholders pembangunan kesehatan.

Apabila ditinjau dari fungsinya, terdapat beberapa stakeholders

pembangunan kesehatan di tingkat kabupaten/kota yaitu :

Legislator (DPRD)

Pemerintah dengan peran gandanya yaitu sebagai regulator (sektor pemerintah yang menetapkan, membuat dan mengeluarkan peraturan dan ketentuan tentang pengelolaan sektor tersebut), juga sebagai

kegiatan. Ditinjau dari jenisnya: BUMN/BUMD, swasta yaitu RS Swasta, Poliklinik Swasta, dan instansi pemerintah yang memberikan layanan seperti RSUD, Puskesmas,)

Private/ swasta (modern maupun tradisional)

Consumer (sektoral maupun non sektoral, bisa terdiri dari LSM/Lembaga Swadaya Masyarakat, Tokoh masyarakat, warga masyarakat)

Payer (asuransi seperti PT. ASKES, PT. JAMSOSTEK, pemasok) Selanjutnya, menetapkan stakeholders interest dan motivasi mereka. Hal ini perlu dipahami sebagai bahan acuan pada perencanaan advokasi terutama dalam mempersiapkan isi pesan advokasi.

Pertimbangan interest dan motivasi pada stakeholders ini dilakukan dengan melihat kemungkinan interest yang ada pada berbagai macam stakeholders

tersebut, antara lain:((a)Meningkatnya mutu sumberdaya manusia; (b) Ekonomi makro (stabilitas); (c)Pemerataan kesejahteraan social; (d)Kekuasaan dan pengaruh; (d) Demokrasi; (e) Good governance

(pemerintahan yang bersih dan efektif); (f) Mutu pelayanan; (g) Efisiensi; (h)Reward financial; (i) Reward non financial; (j)Kepuasan batin; (k)Heroisme; dll

Hal yang tidak dapat ditinggalkan adalah memperhatikan tata nilai (ideologis) yang dianut stakeholders, seperti: spiritual, relijius, adat istiadat, demokrasi, liberalisme, kemerdekaan dan kebebasan, dsb.

Dalam konteks advokasi kesehatan kepada stakeholders tersebut, bagaimanapun interest masing-masing stakeholders akan mempengaruhi keberhasilan advokasi tersebut dalam :

Membangun sikap Membangun komitmen

Membuat kebijakan kesehatan menjadi lebih baik

Langkah 3. Penetapan Tujuan Advokasi

Setelah diperoleh isu, tujuan advokasipun dapat ditetapkan dengan memenuhi kriteria spesifik, terukur, dapat dicapai dan realistis, serta dalam rentang waktu tertentu. Dari tujuan tersebut, disusun kerangka dan panduan kegiatan advokasi yang akan dilakukan.

Perhatikan hal berikut ini dalam menyusun tujuan advokasi.

Unsur yang tercakup dalam menetapkan tujuan advokasi, meliputi pertimbangan :

Siapa penentu kebijakan yang mempunyai kekuasaan untuk merealisasikan

Tujuan advokasi;

Kebijakan, keputusan, atau peraturan apa yang akan diubah (misalnya menetapkan kebijakan baru, mengalokasikan sumberdaya dan sumber dana);

Berapa lama batas waktu yang dialokasikan untuk mencapai tujuan; Apa indikator keberhasilan advokasi;

Contoh 1.

Meskipun advokasi ditujukan ke arah perubahan pada kebijakan, bukan berarti bahwa advokasi adalah melawan atau menyerang pihak pembuat kebijakan. Bahkan, perlu diingat bahwa dalam advokasi yang dibutuhkan adalah aliansi. Semakin besar dukungan berbagai pihak terhadap tuntutan yang diadvokasikan semakin baik.

Pendekatan dilakukan dengan menyampaikan bukti termasuk hasil riset mengenai isu yang dimunculkan.

Untuk melihat keberhasilan advokasi, terlebih dahulu ditetapkan indikatornya, misalnya berupa (a) komitmen pengambil keputusan berupa kesepakatan, kebulatan tekad, SK, SE; (b) Penyediaan anggaran, (c) perbaikan masalah. Waktu yang dialokasikan untuk pencapaian keberhasilan tersebut ditetapkan selama 1-2 tahun.

Sebut saja di Kabupaten Martapura pada suatu waktu dijumpai jumlah penderita pneumonia (radang paru-paru) sangat tinggi. Sekalipun, mereka mendapatkan pengobatan antibiotika sejenis Cotrimoxazol namun tidak juga menunjukkan perbaikan menuju kesembuhan.

Keadaan tersebut menggiring dilakukannya Operational Research. Dari riset tersebut dikemukakan bahwa penderita umumnya mereka yang tinggal dan setiap harinya berada di sepanjang jalan lintas truk pengangkut batubara. Lebih lanjut ditemukan adanya partikel-partikel dalam debu batubara yang menyebabkan terjadinya pneumonia tersebut. Debu yang beterbangan ketika truk melintas terhisap oleh mereka. Oleh karena itu, walaupun Cotrimoxazol obat pilihan pneumonia diberikan tetap saja kelainan paru tersebut tidak tersembuhkan, karena akar penyebabnya tidak ditangani. Berangkat dari isu pneumonia yang harus diatasi, advokasi kepada stakeholder pembangunan kesehatan dilakukan dengan mengemukakan bukti-bukti tersebut. Advokasi ditujukan pada perubahan Perda yang selama ini mengijinkan truk terbuka pengangkut batubara melintas pada siang hari. Diusulkan agar disusun Perda baru yang memuat kebijakan mengenai cara pengangkutan batubara dengan ditutupi terpal, dan waktu pengangkutan dilakukan pada malam hari.

Apakah tepat menanganani isu ini dengan advokasi di atas? Berapa lama waktu yang dibutuhkan hingga tujuan tercapai?

Baca juga bahan belajar: Advokasi suatu strategi untuk mendukung Pembangunan Berwawasan Kesehatan di daerah, hal 142 - 153. Penulis Pekerti, R, et.al (2002).

Contoh 2.

Misalnya, isu yang dimunculkan adalah tingginya konsumsi rokok dan banyaknya balita gizi buruk pada sebuah kelompok masyarakat. Perlu diingat bahwa yang menjadi sumber isu advokasi adalah kebijakan. Bisa saja terjadi, karena terlalu bersemangat lalu terjebak kepada kegiatan amal melalui pemberian berbagai bantuan bagi kelompok tersebut. Atau, mencari siapa yang bisa dipersalahkan? Dengan mengatakan bahwa sistem dan struktur sosial sudah benar dan baik, kesalahan dapat ditumpukan kepada masyarakat. Antara lain dengan mengatakan bahwa perilaku masyarakat belum sesuai dengan perilaku hidup sehat, juga menyalahkan masyarakat yang tidak mampu berkehidupan menurut tatanan yang berlaku, masyarakat dianggap tidak pernah belajar dari pengalaman dan sebagainya. Kemudian, atas pertimbangan tersebut, dilakukan upaya pembinaan dan pemberdayaan masyarakat tersebut melalui pendampingan, pendidikan ataupun pelatihan. Kegiatan ini tidak mempermasalahkan kemungkinan adanya ketidakadilan sistemik dan struktural di balik kebijakan, atau peraturan yang berlaku.

Artinya, keterjebakan ke dalam pertentangan salah-benar, atau korban-pelaku dalam menangani isu sebagaimana contoh di atas, dapat mengakibatkan terlepasnya tujuan. Tujuan advokasi pada dasarnya adalah mempengaruhi perubahan kebijakan agar menjadi lebih baik. Seharusnya yang perlu ditinjau adalah kebijakan yang melatarbelakangi terjadinya tingginya konsumsi rokok dan banyaknya balita gizi buruk pada sebuah kelompok masyarakat. Kebijakan atas dibiarkannya pendirian pabrik rokok. Advokasi yang dilakukan ditujukan agar diperoleh komitmen bahwa pabrik rokok menyerahkan sebagian penghasilannya sebagai kompensasi pemulihan kesehatan masyarakat dan perbaikan gizi balita akibat pemakaian rokok secara langsung atau tidak langsung. Tentunya dengan mempertimbangkan cukai rokok merupakan salah satu sumber pendapatan Negara. Komitmen lain yang dapat dihasilkan melalui advokasi pada isu ini adalah disusunnya PERDA bebas rokok dengan mengenakan denda bagi perokok yang tidak mengikuti aturan. Denda tersebut diperuntukkan pemulihan kesehatan masyarakat dan perbaikan gizi balita.

Indikator keberhasilan advokasi ini dinilai dari dihasikannya (a) komitmen berupa kesepakatan, kebulatan tekad, SK, SE mengenai kompensasi yang harus dipenuhi oleh pabrik rokok atau sanksi bagi perokok (b) Penyaluran dana kompensasi bagi masyarakat dan balita (c) peningkatan perilaku hidup sehat masyarakat.

Langkah 4. Penyusunan rencana dan persiapan kegiatan advokasi

a. Mempersiapkan penyampaian pesan. Persiapannya tidak saja menyangkut isi pesan, namun juga pembawa dan penerima pesan, cara penyampaian serta saluran yang dipakai. Susun pesan agar singkat dan menuju sasaran; presentasikan dengan menggunakan alat bantu audiovisual dalam tampilan yang menarik, mengesankan, beri kesempatan diskusi dan tanya jawab, catat setiap respon yang muncul, berikan klarifikasi dengan tetap fokus pada tujuan advokasi. b. Mempersiapkan rencana pelaksanaan yang meliputi waktu, tempat dan akomodasi. Buat telaahan untuk menjawab pertanyaan forum apakah yang paling tepat dan sesuai untuk kegiatan advokasi tersebut? Apakah Rakerda? Ataukah Rapat komisi DPRD? Mungkinkah dalam pertemuan khusus dengan Gubernur atau Bupati/Walikota? Siapa yang mengorganisir pertemuan? c. Mengorganisir pertemuan baik melalui jalur organisasi pemerintah

dan organisasi non pemerintah Anekdot

Masalah kesehatan bisa saja diadvokasi oleh kelompok non kesehatan. Pertemuan yang dilakukan juga bisa dalam pengaturan non formal dan ditetapkan sendiri oleh stakeholders. Berorientasi kepada keterwakilan, maka cara ini dapat sangat efektif dalam menyampaikan pesan. Advokator tidak perlu menyampaikan pesan apapun, namun sebaliknya kelompok yang diadvokasilah yang berbicara.

Ambil saja isu pada contoh 2 di atas, bagaimana jika yang melakukan advokasi adalah kelompok non kesehatan dan dari komunitas perokok?

Kelompok ini dapat menyampaikan pesan secara tepat dengan bahasa yang jelas berikut perasaan dan pengalaman yang mereka rasakan dan alami. Dengan menggunakan 'bahasa' yang tidak mengadili atau menggurui, para perokok merasa terwakili. Berbagai opsi yang diajukan dalam advokasi untuk mempengaruhi perubahan kebijakan yang berkaitan dengan rokok pun jadi lebih mudah diterima dan disepakati.

Bagaimana jika dilakukan cara yang lebih kreatif? Mari berbagi pengalaman.

Langkah 5. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan memperhatikan bahwa kegiatan advokasi adalah proses dinamis. Bahwa dalam rancangan advokasi yang dipersiapkan dengan cermat sekalipun, dapat saja mengalami perubahan sesuai situasi dan kondisi pada saat pelaksanaan.

Pengamatan terus menerus terhadap proses advokasi merupakan hal yang penting dilakukan sehingga dapat mengantisipasi perubahan kebijakan pada periode berikutnya. Untuk mengetahui apakah advokasi berlangsung sesuai jadwal atau tidak, dan apakah ada perubahan dalam rencana program atau alokasi anggaran, bisa dipergunakan format monitoring dan evaluasi.

Contoh format (Merujuk Pemantauan dan Evaluasi Program Advokasi pada buku Merubah Kebijakan Publik oleh Topatimasang, et.al).

a. Format Monitoring (dan pengisiannya)

Prasyarat Uji verifikasi Indikator Keberhasilan Obyektif Kegiatan Tujuan advokasi Suatu keadaan yang menjadi prasyarat terlaksananya kegiatan yang telah direncanakan Cara untuk memperoleh bukti Petunjuk yang meyakinkan tentang pencapaian obyektif Keadaan yang ingin dicapai setelah kegiatan dilakukan Rangkaian kegiatan yang di lakukan Tujuan yang telah di tetapkan pada awal kegiatan advokasi Adanya kontak sebelum sidang Catatan/ notulen rapat komisi Isu diperdebatkan

dalam rapat komisi Isu di agendakan untuk sidang Lobi DPRD Penghapu san PERDA Dimuat dalam beberapa media Survai langsung apakah memang ada beberapa kelompok masyarakat bergabung Bergabungnya beberapa kelompok masyarakat Masyarakat memahami dan mendukung Temu pers

Langkah 6. Reinforcement (penguatan)

Dalam mencapai keberhasilan tujuan advokasi, proses advokasi umumnya lebih baik dilakukan tidak hanya sekali. Proses advokasi setelah monitoring dan evaluasi sebaiknya diulang untuk sasaran yang sama dengan memperhatikan hasil evaluasi.

Tujuan advokasi Tujuan yang telah ditetapkan pada awal kegiatan advokasi

b. Format Evaluasi Dampak dan Manfaat

Prasyarat

Suatu keadaan yang menjadi prasyarat terlaksananya kegiatan yang telah direncanakan Uji verifikasi Cara untuk memperoleh bukti Indikator Keberhasilan Petunjuk yang meyakinkan tentang pencapaian obyektif Dampak/ manfaat Manfaat dilakukannya program advokasi

Pokok Bahasan 2 : Advokator

Siapakah yang disebut Advokator? Apakah advokator harus seorang ahli hukum? Jika bukan, apa sajakah kriterianya ?

1. Tenaga terlatih dan berpengalaman dalam bekerja secara kemitraan untuk suatu institusi dengan tujuan membangun kepercayaan diri institusi bersangkutan. 2. Pendengar yang baik dan komunikator terampil.

3. Seorang yang menawarkan dukungan praktis dan juga sebagai sumber informasi 4. Seorang yang berupaya memberikan kepercayaan yang memadai kepada sebuah institusi agar dapat berbicara atas namanya sendiri, tetapi dapat juga (jika diminta oleh institusi tersebut) berbicara atas nama institusi.

Adakah kriteria lain?

Berdasarkan kriteria tersebut, kompetensi standar apa yang seharusnya dimiliki seorang advokator?

Advokator diharapkan mampu :

1. Mengenali masalah yang menjadi subyek advokasi (ditinjau dari segi teori, dan konsep advokasi serta realitanya)

2. Mengenali isu terkini secara akurat dan memahami situasinya. Dalam advokasi kesehatan, harus menguasai cara menetapkan isu berdasarkan filosofi dan landasan normatif advokasi (lihat uraian cara menetapkan isu/substansi advokasi kesehatan).

3. Memahami kebijakan pemerintah

4. Mengenali interest sasaran advokasi (stakeholders)

5. Mengemas informasi/pesan yang berkaitan dengan subyek advokasi dan menyampaikan pesan tersebut agar dapat dipahami dan menyentuh interest sasaran advokasi (stakeholders)

6. Menguasai teknik komunikasi (berdialog) dan persuasi (meyakinkan/ mempengaruhi orang lain)

7. Menjawab pertanyaan-pertanyaan dan komentar stakeholders berdasarkan bukti

(evidence) akurat

Selain kompetensi tersebut, perilaku seorang advokator sebaiknya memenuhi kriteria berikut :

1. Memiliki dedikasi tinggi

2. Bersikap positif, terbuka dan obyektif 3. Kreatif dan inovatif

4. Menjunjung etika dan budaya bangsa

Dengan kemampuan dan kriteria tersebut dalam menyampaikan pesan advokasi, apakah seorang advokator mengacu pada prinsip tertentu dan melancarkan strategi

Pokok Bahasan 3 :

Prinsip, Strategi, Tata Cara dan Media Advokasi 1. Prinsip Advokasi

Beberapa prinsip dalam melakukan advokasi : a. Evidence Based

Advokasi harus didasarkan pada data atau kenyataan yang valid. Analisis situasi dalam masalah kesehatan didasarkan pada data yang bersumber dari laporan fasilitas, analisis data dan hasil-hasil survei. b. Manfaat

Advokasi harus memberikan manfaat bagi stakeholders, untuk memberikan motivasi kepada mereka. Caranya, dengan menyampaikan pengalaman atau cerita sukses mengenai diperolehnya manfaat ketika rencana diwujudkan.

c. Transparan

Proses kegiatan advokasi harus bisa dipantau, dilihat dan diketahui oleh semua pihak. Tidak ada yang disembunyikan.

d. Akuntabel

Kegiatan advokasi harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. e. Tidak bergantung kepada pengaruh luar

f. Non diskriminatif

g. Netral dan tidak menghakimi

2. Strategi Advokasi

Apa sesungguhnya perbedaan antara "strategi" dan "taktik" dalam pengembangan strategi advokasi? Taktik merupakan tindakan spesifik mensirkulasikan petisi, menulis surat, melakukan aksi protes yang kesemuanya merupakan bangunan advokasi. Strategi merupakan hal yang lebih besar, sebuah peta menyeluruh yang memandu penggunaan instrumen-instrumen ini menuju kepada tujuan yang jelas.

Strategi adalah pengukuran standar tentang dimana kita berada, ke mana kita akan pergi dan bagaimana kita menuju ke sana. Intinya, strategi advokasi yang efektif mengakar pada sembilan kunci pertanyaan.

Jawab kesembilan kunci pertanyaan berikut untuk memperoleh strategi advokasi efektif :

a. OBYEKTIF: Apa yang diinginkan?

Setiap upaya advokasi harus dimulai dengan tujuannya yang realistis. Di antara tujuan ini terdapat karakteristik yang penting. Apakah tujuan jangka panjang dan jangka pendeknya? Apakah substansi tujuannya (contohnya perubahan kebijakan) dan apakah tujuan proses (misalnya membangun komunitas di antara stakeholders)? Tujuan ini harus dinyatakan pada saat dimulai, dengan cara yang dapat membuka jalan ke dalam upaya tersebut, mengajak orang memasukinya, dan akhirnya mempertahankannya. Dalam advokasi, persiapkan dengan matang apa sesungguhnya yang diharapkan dari stakeholders. Menyampaikan advokasi harus menampilkan sikap konsisten dan tidak bertele-tele. Nyatakan dengan spesifik apa yang

Dokumen terkait