• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

E. Uraian Tentang Kandungan Kimiawi

a. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa basa nitrogen organik yang terdapat

dalam tumbuhan, akan tetapi beberapa alkaloid seperti ergometrina,

fisostigmina, kafeina mempunyai lebih besar dari satu nitrogen dalam setiap

molekulnya dapat sebagai amin primer, amin sekunder (Mursyidi, 1990).

Kebanyakan alkaloid menunjukkan aktivitas fisiologis tertentu.

Alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai

kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan dalam bidang pengobatan

(Harborne, 1987).

Peran alkaloid bagi tumbuhan, antara lain sebagai zat racun yang

melindungi tumbuhan dari gangguan serangga dan hewan, produk akhir reaksi

detoksifikasi hasil metabolisme, faktor pengatur pertumbuhan, dan persediaan

unsur hidrogen yang diperlukan bagi tumbuhan.

Kebanyakan alkaloid berupa zat padat, rasa pahit dan sukar larut

dalam air, tetapi mudah larut dalam kloroform, eter, dan pelarut organik yang

relatif non polar dan tidak dapat dicampur dengan air. Sebaliknya, garam

alkaloid larut dalam air tetapi tidak larut dalam pelarut organik.

Untuk mengidentifikasi ada tidaknya kandungan alkaloid di dalam

tumbuhan dapat dilakukan dengan reaksi pengendapan, reaksi pengkristalan,

reaksi warna, kromatografi lapis tipis dan spektrum ultraviolet (Mursyidi,

1990).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Identifikasi alkaloid dengan reaksi warna dapat dilakukan dengan

menimbang 500 mg serbuk simplisia yang kemudian ditambah 1 ml asam

klorida 2 N dan 9 ml air, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit,

didinginkan dan disaring. Dengan penambahan 2 tetes Bouchardat LP, jika

tidak terjadi endapan maka serbuk tidak mengandung alkaloid. Jika dengan

penambahan Mayer LP terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau

kuning yang larut dalam metanol P dan dengan Bouchardat LP terbentuk

endapan berwarna coklat sampai hitam, maka ada kemungkinan terdapat

alkaloid (Anonim, 1989).

Alkaloid dapat dideteksi dengan metode kromatografi lapis tipis.

Pereaksi penampak bercak yang digunakan Dragendroff, iodoplatinat, dan

Marquis. Di bawah sinar UV, alkaloid tampak berwarna kuning, biru, dan biru

terang dari struktur masing-masing (Harborne, 1987).

b. Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa fenol alam yang terdapat dalam hampir

semua tumbuhan dari bangsa Algae hingga Gymnospermae. Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga

sebagai pigmen bunga (Robinson, 1991).

Flavonoid adalah golongan senyawa alam yang strukturnya terdiri

dari 2 cincin aromatik yang dihubungkan oleh atom karbon membentuk

rangka dengan sistem C6-C3-C6. Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan ini dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus

10 O A B 7 6 5 7 3 2 8 1 1' 3' 2' 4 5' 6'

Gambar 1. Struktur umum flavonoida

Flavonoid baik dalam bentuk aglikon maupun glikosida dapat

diekstraksi dengan etanol 70%. Pada proses partisi dengan eter, bentuk

aglikon akan masuk kedalam lapisan eter dan bentuk glikosida terdapat dalam

lapisan air. Warna flavonoid berubah jika ditambahkan basa atau amonia,

sehingga mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan flavonoid

menjadi sistem aromatik terkonjugasi yang menunjukkan pita serapan kuat

pada daerah spektrum UV dan cahaya tampak (Harborne, 1987). Di bawah

UV 365 nm bercak berwarna kuning dengan pereaksi aluminium klorida, dan

terdeteksi langsung dengan UV 254 nm ditandai dengan terjadinya

pemadaman dan berfluoresensi biru/ungu pada UV 365 nm (Mursyidi, 1990).

Identifikasi khas flavonoid dapat dilakukan dengan terlebih dahulu

membuat larutan dari 0,5 g serbuk dengan 10 ml metanol P menggunakan alat

pendingin balik selama 10 menit. Larutan disaring saat masih panas melalui

kertas saring kecil berlipat, kemudian filtrat diencerkan dengan 10 ml air.

Setelah dingin filtrat yang telah diencerkan ditambahkan dengan 5 ml eter

minyak tanah P, dikocok dengan hati-hati, dan didiamkan. Lapisan metanol

diambil, diuapkan pada suhu 40°C, kemudian sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat P dan disaring. Percobaan dilakukan dengan menguapkan hingga kering

1 ml larutan percobaan, lalu sisanya dilarutkan dalam 1 ml sampai 2 ml etanol

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(95%) P, ditambahkan 0,5 g serbuk seng P dan 2 ml asam klorida 2 N, setelah

itu didiamkan selama 1 menit. Larutan ditambahkan 10 tetes asam klorida P,

jika dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif, maka

menunjukkan adanya flavonoid (glikosida-3-flavonol) (Anonim, 1989).

c. Tanin

Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam

Angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Letak tanin terpisah dari

protein dan enzim sitoplasma (Harborne, 1987).

Tanin merupakan jenis kandungan kimia pada tumbuhan yang

bersifat fenol, mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak

kulit. Secara umum tanin mempunyai sifat larut dalam air dan alkohol, dapat

mengendapkan larutan gelatin, albumin dan protein. Tanin juga akan

melarutkan alkaloid (Robinson, 1995).

Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak

merata yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin terhidrolisis

sering kali berupa campuran rumit terdiri atas beberapa asam fenolat yang

berlainan teresterkan ke posisi berbeda pada molekul gula (Harborne, 1988).

Tanin terhidrolisis biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis, berwarna

coklat kuning yang larut dalam air terutama air panas, membentuk larutan

koloid (Robinson, 1995).

Tanin terkondensasi terdapat dalam tumbuhan paku-pakuan dan

Gymnospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Tanin ini secara biosintesis dapat dianggap terbentuk secara kondensasi katekin tunggal atau

12

galokatekin yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer karena

bila direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon penghubung

satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin (Harborne, 1987).

Makin murni tanin, makin kurang kelarutannya dalam air, dan

makin mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin larut pula,

setidak-tidaknya sampai batas tertentu, dalam pelarut organik yang polar, tetapi tak

larut dalam pelarut organik non polar seperti benzena atau kloroform. Larutan

tanin dalam air dapat diendapkan dengan penambahan asam mineral atau

garam (Robinson, 1991).

Identifikasi khas tanin dapat dilakukan dengan salah satu uji tanin

yang paling dikenal yaitu dengan pengendapan gelatin. Kepekaan reaksi dapat

ditingkatkan dengan menyesuaikan pH menjadi sekitar 4 dan menambahkan

natrium klorida sedikit. Reaksi endapan lain dengan amina atau ion logam

sering dipakai untuk pencirian tanin seperti senyawa fenol lainnya, dengan

besi (III) klorida menghasilkan warna violet-biru (Robinson, 1991).

d. Antrakinon

Golongan kinon terbesar terdiri atas antrakinon. Beberapa

antrakinon merupakan zat warna penting dan yang lain merupakan percahar.

Keluarga tumbuhan yang kaya akan senyawa sejenis ini adalah Rubiaceae,

Rhamnaceae, Poligonaceae (Robinson, 1995).

Antrakinon merupakan senyawa kristal bertitik didih tinggi, larut

dalam pelarut organik biasa. Senyawa ini biasanya berwarna merah tetapi

yang lainnya berwarna kuning sampai coklat. Mereka larut dalam pelarut basa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan membentuk larutan violet merah. Banyak antrakinon yang terdapat

sebagai glikosida dengan bangun gula terikat dengan salah satu gugus

hidroksil fenolik (Robinson, 1995).

Antrakinon dapat dideteksi dengan metode KLT. Pereaksi

penampak bercak yang digunakan pereaksi kalium hidroksida etanolik. Pada

sinar UV 254 nm terjadi pemadaman. Di bawah sinar UV 365 nm

berfluoresensi kuning atau merah coklat (Wagner, 1984).

Untuk identifikasi turunan antrakinon reaksi Borntrager dipakai

secara rutin. Sedikit senyawa yang tak diketahui dididihkan dalam larutan

kalium hidroksida encer selama beberapa menit. Ini tidak hanya

menghidrolisis glikosida tetapi mengoksidasi juga antron atau antranol

menjadi antrakuinon. Lalu larutan basa didinginkan, diasamkan dan

diekstraksi dengan benzena. Lapisan benzena tidak berwarna dan fase larutan

basa menjadi merah apabila mengandung kuinon (Robinson, 1991).

Antrakinon yang paling sering dijumpai adalah emodin,

sekurang-kurangnya ada enam suku tumbuhan tinggi dan dalam sejumlah fungi.

Antrakinon dapat dideteksi pada pelat kromatografi dengan cahaya tampak

dan sinar ultraviolet yang menghasilkan bercak berwarna. Dengan

menyemprot pelat memakai larutan KOH 10% dalam metanol, warna yang

semula kuning dan coklat kuning berubah menjadi merah, ungu, hijau dan

14 O O 8 5 4 3 2 1 6 7

Gambar 2. Struktur umum antrakinon

e. Saponin

Saponin adalah senyawa aktif yang menimbulkan busa jika

dikocok dalam air dan dalam konsentrasi yang rendah sering menyebabkan

hemolisa sel darah merah (Robinson, 1991).

Dalam larutan yang sangat encer, saponin sangat beracun untuk

ikan. Tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun

ikan selama beratus-ratus tahun. Beberapa saponin bekerja sebagai

antimikroba (Robinson, 1991).

Identifikasi khas pada saponin dapat dilakukan dengan cara

pembuihan, yaitu dengan memasukkan 0,5 g serbuk yang diperiksa ke dalam

tabung reaksi dengan ditambah 10 ml air panas. Setelah dingin larutan

dikocok selama 10 detik. Apabila terbentuk buih yang mantap selama tidak

kurang dari 10 menit setinggi 1 cm sampai 10 cm, dan pada penambahan

setetes asam klorida 2 N buih tidak hilang, maka menunjukkan adanya

saponin (Anonim, 1989).

f. Glikosida jantung

Glikosida jantung, kardenolida atau racun jantung mempunyai

struktur yang menyerupai struktur saponin steroid. Tumbuhan yang

mengandung senyawa ini telah digunakan sejak zaman prasejarah sebagai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

racun panah (Robinson, 1991). Glikosida jantung jarang digunakan untuk

jamu karena beracun (Soedibyo, 1998).

Glikosida jantung ditemukan dalam beberapa keluarga tumbuhan

yang sama sekali tidak berikatan satu sama lain seperti Apocynaceae,

Liliaceae, Moraceae dan Ranunculaceae. Glikosida jantung biasanya

mempunyai sifat peluruh air seni (diuretik) yang berakibat menurunkan

tekanan darah dan mengobati bengkak (Soedibyo, 1998). Keberadaan senyawa

ini dalam tumbuhan memberi perlindungan kepada tumbuhan tersebut dari

gangguan beberapa serangga (Robinson, 1991).

Senyawa golongan kardenolida dapat dideteksi dengan sinar UV

254 nm, 365 nm dan disemprot dengan pereaksi asam sulfat. Apabila dilihat

pada UV 254 nm, senyawa kardenolida berfluoresensi sangat lemah,

sedangkan pada UV 365 nm tidak berfluoresensi. Setelah disemprot dengan

asam sulfat dan dipanaskan pada suhu 100°C selama 3-5 menit akan berfluoresensi biru, coklat, hijau dan kekuningan pada UV 365 nm, sedangkan

pada visibel berwarna coklat atau biru (Wagner, 1984).

Dokumen terkait