• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Usaha Kecil

2.2.1 Definisi Usaha Kecil

Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil, dana memenuhi kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan

sebagaimana diatur dalam undang – undang (Tohar, 2001:1). Kemudian menurut

Adi (2007:12) mendefinisikan bahwa Usaha Kecil adalah sebuah kegiatan ekonomi rakyat yang memilki kekayaan bersih paling banyak Rp200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau yang memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp1.000.000.000 dan milik Warga Negara Indonesia (WNI).

Sedangkan menurut Kementrian Keuangan, bedasarkan Keputusan Mentri Keuangan Nomor 316/KMK 016/1994 tanggal 27 juni 1994 bahwa usaha kecil

sebagai perorangan/badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang memiliki penjualan atau omset pertahun setinggi – tingginya Rp600.000.000 atau aset (aktiva) setinggi-tingginya Rp600.000.000 diluar tanah dan bangunan yang ditempati.

2.2.2 Karakteristik Usaha Kecil

Menurut Winarni (2006:92) menyebutkan bahwa pada umumnya usaha kecil memliki ciri sebagai berikut :

a) Biasanya berbentuk usaha perorangan dan belum berbadan hukum

perusahaan

b) Aspek legalitas lemah

c) Struktur organisasi bersifat sederhana dengan pembagian kerja yang tidak baku

d) Kebanyakan tidak mempunyai laporan keuangan dan tidak melakukan

pemisahan antara kekayaan pribadi dengan kekayaan perusahaan

e) Kualitas manajemen rendah dan jarang yang memiliki rencana usaha

f) Sumber utama modal usaha adalah modal usaha pribadi

g) Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas

h) Pemilik memiliki ikatan batin yang kuat dengan perusahaan, sehingga seluruh kewajiban perusahaan juga menjadi kewajiban pemilik.

2.3 Pelayanan

2.3.1 Definisi Pelayanan

Setiap konsumen membutuhkan pelayanan yang baik. Olehkarena itu bagi

pihak perusahaan atau organisasi tertentu harus memperhatikan pelayanannya kepada konsumen. Menurut Kotler (2000:486) definisi jasa (pelayanan) adalah “tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihakkepada pihak lain,

yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan

apapun”.

2.3.2 Macam-macam Pelayanan

Pelayanan terhadap pembeli yang baik yaitu meliputikegiatan penyerahan barang, pelatihan, serta perawatan. Jika konsumen datang disambut dengan baik dan dilayani dengan sopan akan membuat mereka juga merasa dihargai dan mempengaruhi mereka untuk membeli pada toko tersebut. Pelayanan menurut Moenir (2001:190) tidak terlepas dari 3(tiga) macam, yaitu:

1) Pelayanan Dengan Lisan

Pelayanan dengan lisan dilakukan oleh petugas dibidang HUMAS, bidang layanan informasi, dan bidang-bidang lainyang tugasnya memberikan

penjelasan atau keterangan kepadasiapapun yang memerlukan.

2) Pelayanan Melalui Tulisan

Pada dasarnya pelayanan melalui tulisan cukup efisien terutama bagi layanan jarak jauh karena faktor biaya. Agar pelayanan dalam bentuk tulisan dapat memuaskan pihak yang dilayani, satuhal yang harus diperhatikan ialah

faktor kecepatan, baik dalam pengolahan masalah maupun dalam proses

penyelesaiannya(pengetikan, pendandatanganan dan pengiriman kepada yang

bersangkutan).

3) Pelayanan Berbentuk Perbuatan

Dalam pelayanan ini faktor keahlian dan ketrampilan petugas sangat menentukan terhadap hasil perbuatan atau pekerjaan. Agar pelayanan dapat

memuaskan kepada orang atau sekelompok orang yang dilayani, maka

petugas harus dapat memenuhi 4persyaratan pokok :

a) Tingkah laku yang sopan.

b) Cara menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan apa yang seharusnya

diterima oleh orang yang bersangkutan.

c) Waktu menyampaikan yang tepat.

d) Keramahtamahan.

Dalam menetapkan apa yang diberikan oleh pesaingnya, biasanya

perusahaan akan menawarkan pelayanan yang paling bagus tidak harus sama dengan yang diberikan oleh perusahaan pesaing. Pelayanan merupakan hal terpenting yang mempunyai peranan dalam menunjang keberhasilan usaha. Hal ini dilakukan agar pelayanan dari perusahaan dapat memberikan kepuasan konsumen,sehingga dapat menjadi pelanggan yang setia.

2.4 Perizinan

2.4.1 Definisi Perizinan

Hadjon (1993) dalam Widyatmoko (2015) Perizinan adalah “pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha. Izin ialah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi, untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Selain itu izin juga dapat diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan”. Terdapat juga pengertian izin dalam arti sempit maupun luas :

a) Izin dalam arti luas yaitu semua yang menimbulkan akibat kurang lebih sama, yakni bahwa dalam bentuk tertentu diberi perkenaan untuk melakukan sesuatu yang mesti dilarang.

b) Izin dalam arti sempit yaitu suatu tindakan dilarang, terkecuali

diperkenankan, dengan tujuan agar ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenaan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus.

Ridwan (2006:196) menyebutkan, terdapat istilah lain yang memiliki kesejajaran dengan izin yaitu :

a) Dispensasi ialah keputusan administrasi Negara yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan tersebut. Sehingga suatu peraturan undang-undang menjadi tidak berlaku bagi sesuatu yang istimewa (relaxation legis).

b) Lisensi adalah suatu suatu izin yang meberikan hak untuk menyelenggarakan suatu perusahaan. Lisensi digunakan untuk menyatakan suatu izin yang memperkenankan seseorang untuk menjalankan suatu perusahaan denngan izin khusus atau istimewa.

c) Konsesi merupakan suatu izin berhubungan dengan pekerjaan yang besar dimana kepentingan umum terlibat erat sekali sehingga sebenarnya pekerjaan

itu menjadi tugas pemerintah, tetapi pemerintah diberikan hak

penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang izin) yang bukan pejabat pemerintah. Bentuknya bisa berupa kontraktual atau kombinasi antara lisensi dengan pemberian status tertentu dengan hak dan kewajiban serta syarat-syarat tertentu.

2.4.2 Tujuan dan Fungsi Perizinan

Secara umum tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk pengendalian dari aktivitas-aktivitas pemerintah terkait ketentuan-ketentuan yang berisi pedoman yang harus dilaksanakan baik oleh yang berkepentingan ataupun oleh pejabat yang diberi kewenangan. Tujuan dari perizinan dapat dilihat dari dua sisi yaitu :

a) Dari sisi pemerintah

1) Untuk melaksanakan peraturan

Apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam praktiknya atau tidak dan sekalipun untuk mengatur ketertiban.

2) Sebagai sumber pendapatan daerah

Adanya permintaan permohonan izin, maka secara langsung pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan pemohon harus membayar retribusi dahulu. Semakin banyak pula pendapatan di bidang retribusi tujuan akhirnya yaitu untuk membiayai pembangunan.

b) Dari sisi masyarakat

1) Untuk adanya kepastian hukum.

2) Untuk adanya kepastian hak.

3) Untuk mendapatkan fasilitas setelah bangunan yang didirkan mempunyai

izin

Tindakan-tindakan pada suatu sistem perizinan, pembuatan undang-undang dapat mengejar berbagai tujuan dari izin. Adapun motif-motif untuk menggunakan sistem izin dapat berupa :

a) Mengendalikan perilaku warga

b) Mencegah bahaya bagi lingkungan hidup

c) Melindungi subyek-subyek tertentu

d) Membagi sumber daya yang terbatas

2.4.3 Bentuk-bentuk Perizinan

Sutedi (2011:11), perizinan dapat berbentuk tertulis maupun tidak tertulis, dimana di dalamnya harus termuat unsur-unsur antara lain :

a) Instrumen yuridis

Izin merupakan instrument yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau menetapkan peristiwa konkret, sebagai ketetapan izin itu dibuat dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku pada ketetapan pada umumnya.

b) Peraturan perundang-undangan

Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum permerintahan, sebagai tindakan hukum maka harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas, tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah, oleh karena itu dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah.

Dokumen terkait