• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usia dan Tahap Siklus Hidup

Dalam dokumen PERILAKU KONSUMEN AGRIBISNIS. (Halaman 31-34)

PENGARUH LINGKUNGAN

A. Usia dan Tahap Siklus Hidup

Memahami usia konsumen adalah penting, karena konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Dari sisi pemasaran, semua penduduk berapapun usianya adalah konsumen. Namun pemasar perlu mengetahui dengan pasti apakah usia dijadikan dasar untuk segmentasi pasar produknya., kemudian pemasar perlu mengetahui pasar potensial dari produk yang dipasarkannya (Sumarwan, 2002)

Konsumsi sesorang menurut Kotler (1993), juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga. Terdapat tahap -tahap dalam siklus hidup keluarga, bersama dengan situasi keuangan dan produk-produk yang biasanya diminati dalam setiap tahapnya. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi tahapan-tahapan dalam siklus hidup psikologis. Orang- orang dewasa biasanya mengalami perubahan atau transformasi tertentu pada saat mereka menjalani hidup mereka.

Berdasarkan siklus hidupnya Sumarwan (2002), merinci bahwa seorang manusia akan mengikuti siklus berikut ini :

1. Bayi di bawah satu tahun

2. Batita (bayi di bawah tiga tahun) 3. Balita (bayi di bawah lima tahun) 4. Anak usia sekolah (6-12 tahun)

5. Remaja awal (anak baru gede/ABG : 13 – 15 tahun) 6. Remaja lanjut (16 – 18 tahun).

7. Dewasa awal (19 – 24 tahun). 8. Dewasa lanjut (25 – 35 tahun). 9. Separuh baya (36 – 50 tahun). 10. Tua (51 – 65 tahun).

11. Lanjut usia (di atas 65 tahun). B. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsive terhadap informasi, pendidikan

juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek. Pendidikan yang berbeda akan menyebabkan selera konsumen juga berbeda. Dari sisi pemasaran, semua konsumen dengan tingkat pendidikan yang berbeda adalah konsumen potensial bagi semua produk dan jasa. Pemasar harus memahami kebutuhan konsumen dengan tingkat pendidikan yang berbeda, dan produk apa yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Selanjutnya pemasar menentukan target konsumen yang akan dilayaninya (Sumarwan, 2002).

C. Pekerjaan

Pola konsumsi seseorang juga dipengaruhi oleh pekerjaan. Perbedaan pola konsumsi yang dipengaruhi oleh jenis pekerjaan di identifikasi oleh Kotler (1993), bahwa hasil penelitian terhadap tentang pekerja kasar hingga setingkat direktur menunjukkan perbedaan dalam mengkonsumsi produk barang dan jasa.

Analisis konsumen mempertimbangkan pekerjaan sebagai indicator tunggal terbaik mengenai kelas sosial. Pekerjaan yang dilakukan oleh konsumen sangat mempengaruhi gaya hidup mereka dan merupakan satu-satunya basis terpenting untuk menyampaikan prestise, kehormatan dan respek (Engel et al, 1993).

D. Ekonomi d.1. Pendapatan

Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Pendapatan pada umumnya diterima dalam bentuk uang. Ujang Sumarwan (2003), mengemukakan bahwa pendapatan adalah sumberdaya material yang sangat penting bagi konsumen. Karena dengan pendapatan inilah, konsumen dapat membiayai kegiatan konsumsinya. Jumlah pendapatan akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa bisa dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen dan seluruh anggota keluarganya. Karena alasan inilah maka para pemasar perlu mengetahui pendapatan konsumen. Karena pendapatan konsumen akan menjadi indikator penting tentang besarnya jumlah produk yang bisa/mampu dibeli oleh konsumen. Pendapatan yang diukur dari seorang konsumen biasanya bukan hanya diterima seorang individu, tetapi diukur semua pendapatan yang diterima oleh semua anggota kelurga dimana konsumen berada. Daya beli sebuah keluarga bukan hanya ditentukan pendapatan dari satu orang , tetapi dari seluruh anggota keluarga yang bekerja. Dengan demikian, daya beli dari sebuah rumah tangga akan ditentukan oleh total jumlah pendapatan dari semua anggota rumah tangga tersebut. Anggota keluarga yang bekerja

dari sebuah rumah tangga tidak hanya seorang kepala keluarga (Ayah), tetapi bisa juga ibu bekerja dan anak yang sudah bekerja dan masih tinggal bersama orang tuanya.

d.2. Pengeluaran

Pengeluaran juga dapat digunakan sebagai indikator pendapatan rumah tangga disamping ragam dan besarnya pengeluaran akan mempengaruhi pengeluaran untuk produk dan jasa tertentu. Para peneliti seringkali mengalami kesulitan untuk mendapatkan data pendapatan dari konsumen. Konsumen merasa tidak nyaman jika harus mengemukakan yang diterimanya dan sebagian merasa bahwa pendapatan adalah sesuatu hal yang bersifat pribadi, sehingga sangat sensitif jika diberitahukan kepada orang lain. Untuk mengatasi kesulitan diatas, para peneliti menggunakan metode lain dalam mengukur pendapatan rumah tangga yaitu dengan pendekatan pengeluaran konsumen atau rumah tangga.

Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) untuk menggali data sosial ekonomi penduduk Indonesia, yang meliputi data demografi, pendidikan, kesehatan, gizi, perumahan/lingkungan, kriminalitas, kegiatan sosial budaya, konsumsi/pengeluaran rumah tangga, perjalanan wisata, dan kesejahteraan rumah tangga. Data SUSENAS terbagi menjadi dua yaitu pertama adalah data kor yang dipublikasikan tiap tahun dengan judul Statistik Kesejahteraan Rakyat dan kedua data modul yang terdiri dari : 1. modul konsumsi pengeluaran, 2. modul pendidikan, kesehatan dan perumahan serta lingkungannya dan 3. sosial budaya, kriminalitas, dan wisata nusantara.

SUSENAS yang dilaksanakan BPS mengungkapkan jumlah pengeluaran untuk lebih dari 200 jenis makanan. Survei ini mencatat jenis makanan, jumlah yang dibeli dan jumlah uang yang dikeluarkan untuk makanan dan minumun tersebut. Dari 200 jenis makanan yang disurvei dikelompokkan menjadi 15 macam. Survei tersebut juga mencatat semua jenis pengeluaran bukan makanan dan minuman yang mencakup lebih dari 200 jenis barang dan jasa, yang kemudian dikelompokkan menjadi 6 macam. Tabel Lampiran 1 memperlihatkan tentang jumlah pengeluaran perkapita penduduk Indonesia di kota dan di desa untuk berbagai jenis barang dan jasa.

E. Gaya Hidup (Life Style)

Gaya hidup seseorang adalah pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat seseorang. Menurut Kotler (1993), gaya hidup menggambarkan “seseorang secara keseluruhan” yang berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup juga mencerminkan sesuatu dibalik kelas sosial seseorang pada sisi yang satu dan kepribadian

pada sisi yang lain. Gaya hidup berusaha untuk menggambarkan cara hidup dan tingkah laku seseorang di dunia.

Gaya hidup mencerminkan pola konsumsi yang menggambarkan pilihan seseorang yang bagaimana ia menggunakan waktu dan uang. Seperti yang dikemukakan oleh Mowen dan Minor (2002), bahwa konsep gaya hidup konsumen cukup berbeda dengan kepribadian. Gaya hidup (lifestyle) menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana mereka membelanjakan uangnya, dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu mereka. Oleh karenanya hal ini berhubungan dengan tindakan dan perilaku sejak lahir; berbeda dengan kepribadian yang menggambarkan konsumen dari perspektif yang lebih internal, yaitu : karakteristik pola berpikir; perasaan dan pandangan konsumen.

6.2. Faktor Lingkungan Sosial

Konsep lingkungan sosial (social surroundings) berhubungan dengan pengaruh orang lain terhadap konsumen dalam situasi konsumsi. Misalnya, adanya suatu kelompok dapat menyebabkan tekanan kesesuaian atas konsumen (Mowen dan Minor, 2002).

Dalam dokumen PERILAKU KONSUMEN AGRIBISNIS. (Halaman 31-34)