• Tidak ada hasil yang ditemukan

Survey of Language Policies

C. Indonesia

3. Usul

a. Seminar Politik Bahasa Nasional mengusulkan kepada Pemerintah agar Pemerintah turun tangan dalam usaha pengindonesiaan nama-nama asing yang masih dipakai untuk badan pemerintah, lembaga-lembaga resmi, dan badan usaha umum seperti hotel, bank dan gedung pertemuan.

b. Seminar Politik Bahasa Nasional mendesak supaya usaha penerjemahan yang berencana segera dilancarkan.

c. Seminar Politik Bahasa Nasional menyarankan kepada pihak-pihak yang berwewenang agar memikirkan sanksi atas pelanggaran terhadap bahasa baku dalam situasi yang menuntut pemakaian ragam bahasa itu.

5. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No.096/1967 tentang “Fungsi dan Tujuan Pengajaran Bahasa Inggris pada Lembaga-lembaga Pendidikan Tingkat Lanjutan dalam Lingkungan Departemen P dan K”

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Telah membaca: Surat Sdr. Kepala Biro Perpustakaan dan Pembinaan Buku Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 30 November 1967 No.265/I-Um/67, tentang Penetapan Kebijaksanaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengenai tujuan pengajaran bahasa Inggris.

Menimbang:

a. bahwa guna mencapai masyarakat yang adil dan makmur diperlukan “maximum development of human and economic resources”;

b. bahwa pengembangan sumber-sumber kemampuan manusia akan menghasilkan skilled man-power dalam segala bidang dan tenaga kader untuk leadership negara, dan pemanfaatan sumber kekayaan alam di bawah tanah, di darat dan laut akan membawa kesejahteraan seluruh bangsa;

c. bahwa pengembangan tersebut secara maksimal tidak mungkin dicapai melalui media bahasa Indonesia saja mengingat bahwa ilmu pengetahuan serta teknologi dunia sebagian besar terkandung dalam bahasa asing, terutama bahasa Inggris, sehingga penguasaan yang efektif dari tamatan lembaga pendidikan tingkat lanjutan

terhadap bahasa Inggris mutlak dipergunakan;

d. bahwa ketidakmampuan para mahasiswa untuk memanfaatkan reference Inggris tersebut untuk sementara waktu dapat diimbangi dengan penerbitan diktat-diktat, yang mengakibatkan kemerosotan kemampuan para sarjana baru, sehingga dengan man-power semacam itu tidak mungkin dapat dicapai “maximum development of human and economic resources”;

e. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut, dipandang perlu segera ditempatkan adanya fungsi dan tujuan pengajaran bahasa Inggris di Indonesia terutama pada lembaga-lembaga pendidikan tingkat lanjutan dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Mengingat:

a. Keputusan Presiden Republik Indonesia:

1) No. 163 tahun 1966;

2) No. 173 tahun 1966;

3) No. 171 tahun 1967;

b. Keputusan Presidium Kabinet tanggal 3 November 1966 No. 75/U/KEP/11/1966.

Mengingat pula: Hasil perundingan antara Team Pembina Pengajaran Bahasa Inggris dengan Kepala Seksi Bahasa Inggris pada Pusat Penelitian Kurikulum Metodika dan Didaktika-Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang telah disetujui pula oleh Rapat Kerja Persiapan Upgrading Guru-guru Bahasa Inggris di SMP yang diselenggarakan di Tugu pada tanggal 26 sampai dengan 29 November 1967.

Memutuskan:

Menetapkan:

Pertama

Fungsi dan tujuan pengajaran Bahasa Inggris di Indonesia terutama pada lembaga-lembaga pendidikan tingkat lanjutan dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, ialah:

1) fungsi: ialah sebagai alat untuk:

a) mempercepat proses pembangunan negara dan bangsa;

b) membentuk persahabatan dengan bangsa-bangsa lain;

c) menjalankan “foreign policy” kita;

2) tujuan: ialah “working knowledge of English” yang terperinci sebagai berikut:

a) effective reading ability;

b) ability to understand spoken English;

c) writing ability;

d) speaking ability;

yang masing-masing diperlukan terutama oleh para mahasiswa untuk:

a) menyelami isi textbook dan reference material dalam bahasa Inggris yang merupakan 90% dari semua reference;

b) menangkap kuliah dosen bangsa asing dalam rangka afiliasi dengan perguruan tinggi di luar negeri atau untuk berhubungan dengan perorangan serta mahasiswa asing;

c) mencatat kuliah dosen bangsa asing secara tertulis, serta untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia kepada bangsa lain;

d) berhubungan dengan dosen, perseorangan maupun mahasiswa asing secara lisan.

Kedua:

Memberi wewenang kepada para Direktur Jenderal dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengatur lebih lanjut pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal “Pertama” pada lembaga-lembaga pendidikan tingkat lanjutan yang ada dalam lingkungan masing-masing.

Ketiga:

Keputusan ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Desember 1967 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

a.n.b. Sekretaris Jenderal

d.t.o. Mayjen TNI Prof.Dr. Soemantri Hardjoprakoso

6. Keputusan Kongres Bahasa Indonesia I, Surakarta, 25-29 Juni 1938:

Kertas kerja:

a. “Sedjarah Bahasa Indonesia” - Sanoesi Pane

b. “Bahasa Indonesia di dalam Pergoeroean” - Ki Hadjar Dewantara

c. “Bahasa Indonesia di dalam Persoeratkabaran” - Djamaloedin (Adi Negoro)

d. “Menjesoeaikan Kata dan Faham Asing kepada Bahasa Indonesia” - Mr. Amir Sjarifoeddin

e. “Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatoean dan Bahasa Keboedajaan” - Mr. Muh. Yamin

f. “Bahasa Indonesia dalam Badan Perwakilan” - Soekardjo Wirjopranoto

g. “Pembaharoean Bahasa dan Oesaha Mengatoernja” - S.

Takdir Alisjahbana

h. “Dalil-dalil tentang Hal Edjaan Bahasa Indonesia” - St.

Pamoentjak

i. “Instituut Bahasa Indonesia” - Sanoesi Pane

j. “Mentjepatkan Penjebaran Bahasa Indonesia” - M.

Tabrani

Poetoesan Konggeres Bahasa Indonesia

I. Sesoedah mendengarkan dan memperkatakan prae-advies toean Mr. Amir Sjarifoeddin tentang

“Menjesoeaikan kata dan faham asing ke dalam bahasa Indoensia”, maka Konggeres terjanata pada oemoemnja setoedjoe mengambil kata-kata asing oentoek ilmoe pengetahoean. Oentoek ilmoe pengetahoean jang sekarang, Konggeres setoedjoe kalau kata-kata itoe diambil dari perbendaharaan oemoem. Pekerdjaan itoe hendaklah didjalankan dengan hati-hati, karena itoe perkara itoe patoetlah diserahkan kepada satoe badan.

II. Sesoedah mendengarkan dan bertoekar pikiran tentang prae-advies toean St. Takdir Alisjahbana hal

“Pembaharoean bahasa dan oesaha mengatoernja”, maka sepandjang pendapatan Konggeres, soedah ada pembaharoean bahasa jang timboel karena ada tjara berpikir jang baroe, sebab itoe merasa perloe mengatoer pembaharoean bahasa itoe.

III. Sesoedah mendengar prae-advies toean-toean St.

Takdir Alisjahbana dalil ke-VI dan Mr. Muh. Yamin, maka Konggeres berpendapat bahwa gramatika jang sekarang tidak memoeaskan lagi dan tidak menoeroet woedjoed bahasa Indonesia, karena itoe perloe menjoesoen gramatika baroe, jang menoeroet woedjoed bahasa Indonesia.

MOTIE

IV. Orang dari bagai golongan, dari berbagai-bagai daerah, berkonggeres di Solo pada tanggal 25-27 Juni 1938, setelah mendengarkan prae-advies toean K.St. Pamoentjak tentang “Hal edjaan bahasa Indonesia”, dan setelah bertoekar pikiran tentang hal itoe, maka yang hadir berpendapatan:

bahwa edjaan baroe tidak perloe diadakan, sampai Konggeres mengadakan edjaan sendiri,

bahwa edjaan jang soedah berlakoe, jaitoe edjaan van Ophuijsen oentoek sementara boleh diterima,

tetapi karena mengingat kehematan dan kesederhanaan, perloe dipikirkan peroebahan seperti jang diseboetkan oleh prae-adviseur,

karena itoe berpengharapan:

1. soepaja orang Indonesia selaloe memakai edjaan jang terseboet,

2. soepaja fractie Nasional di Volksraad mendesak Pemerintah oentoek memakai edjaan seperti jang dimaksoedkan oleh Konggeres,

3. soepaja perhimpoenan kaoem goeroe soeka membantoe poetoesan Konggeres.

V. Setelah mendengar prae-advies toean Adi Negoro, tentang “Bahasa Indonesia di dalam persoeratkabaran”, maka sepandjang pendapatan Konggeres, soedah waktoenja kaoem wartawan berdaja oepaja mentjari djalan-djalan oentoek memperbaiki bahasa di dalam persoeratkabaran.

Karena itoe berharap seoepaja Perdi bermoepakat tentang hal itoe dengan anggota-anggotanja dan komisi jang akan dibentoek oleh Bestuur Konggeres jang baroe bersama-sama dengan Hofdbestuur Perdi.

VI. Sesoedah mendengarkan prae-advies Ki Hadjar Dewantara dalil ke-X jang disokong oleh toean R.M.Ng.Dr. Poerbatjaraka, maka Konggeres Bahasa Indonesia memoetoeskan: bahwa Konggeres

berpendapatan dan mengandjoerkan soepaja di dalam pergoeroean menengah diadjarkan djoega edjaan internasional.

VII. Sesoedah mendengarkan prae-advies toean Soekardjo Wirjopranoto tentang “Bahasa Indonesia dalam badan perwakilan” jang dioetjapkan dan dipertahankan oleh toean R.P. Soeroso, maka Konggeres berpendapatan dan mengeloearkan pengharapan:

Pertama: soepaja moelai saat ini bahasa Indonesia dipakai dalam segala badan perwakilan sebagai bahasa perantaraan (voertaal).

Kedua: mengeloearkan pengharapan soepaja menoendjang oesaha oentoek mendjadikan bahasa Indonesia bahasa jang sjah dan bahasa oentoek oendang-oendang negeri.

VIII. Sesoedah mendengar prae-advies toean Sanoesi Pane tentang “Instituut Bahasa Indonesia” dan mendengar pendirian Komite tentang hal itoe; maka Konggeres Bahasa Indonesia memoetoeskan: soepaja diangkat soeatoe komisi oentoek memeriksa persoalan mendirikan soeatoe Instituut Bahasa Indonesia dan Konggeres mengharapkan soepaja mengoemoemkan pendapatan komisi tentang soal jang terseboet.

IX. Sesoedah mendengarkan prae-advies toean-toean St. Takdir Alisjahbana, Mr. Muh Yamin dan Sanoesi Pane, maka Konggeres berpendapatan, bahwa oentoek kemadjoean masjarakat Indonesia,

penjelidikan bahasa dan kesoesasteraan dan kemadjoean keboedajaan bangsa Indonesia, perloe didirikan Pergoeroean Tinggi Kesoesasteraan dengan selekas-lekasnya.

Komite Konggeres Bahasa Indonesia

Ketoea Kehormatan: Prof.Dr. Hoesein Djajadiningrat Ketoea: Dr. Poerbatjaraka

Wakil Ketoea: Mr. Amir Sjarifoeddin

Penoelis: Soemanang, Armijn Pane, Katja Soengkana Bendahari: Soegiarti Nj. Mr., Santoso - Maria Ulfah 7. Kongres Bahasa Indonesia II, Medan, 28 Oktober - 2 November

1954

8. Kongres Bahasa Indonesia III, Jakarta, 28 Oktober - 3 November 1978

9. Kongres Bahasa Indonesia IV, Jakarta, 21 November - 26 November 1983

10. Kongres Bahasa Indonesia V, Jakarta

11. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab XI “Bahasa Pengantar”:

Pasal 41:

Bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia.

Pasal 42:

(1) Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan dan sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/

atau keterampilan tertentu.

(2) Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.

UU No.2/1989 tentang Sispenas menggantikan:

1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550);

2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550);

3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361);

4. Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80);

5. Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81).