• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. Tantangan Pengembangan SPAM

7.3.2. Usulan Kebutuhan Program Sektor Pengembangan Air Minum

7.4. Sektor Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Kondisi Eksisting Air Limbah

Pengelolaan Air Limbah Kota Tanjungpinang sampai dengan tahun 2013, prioritas pertama direncanakan untuk membuat studi “Master Plan Pengelolaan Air Limbah Domestik Skala Kota” sehingga sistem pengelolaannya dicarikan alternatif sistem yang biaya operasi dan maintenannya relatif murah. Sistem yang sudah ada (eksisting) saat ini hanya dikelola per rumah tangga, sehingga sistem tersebut kurang efisien dinilai dari segi kualitas kesehatan, prioritas kedua membuat Sistem Pengelolaan Air Limbah domestik yang skala (on site) ditempat dan membuat program-program sosialisasi pada mayarakat tentang konstruksi penampungan limbah tinja (Septik Tank).

Secara umum sistem pengelolaan air limbah yang ada di Kota Tanjungpinang terdiri dari air limbah yang berupa lumpur tinja dan air limbah yang dihasilkan oleh sisa buangan rumah tangga, Sistem pengolahan air limbah di Kota Tanjungpinang menggunakan sistem pengolahan sanitasi setempat (on site) dan belum memiliki pengolahan air limbah terpusat, pembuangan air limbah domestik dikelola sendiri oleh sebagian masyarakat dengan membangun tangki septik effluen dari tangki septic kemudian dibuang ke saluran yang ada, laut, sungai bagi sebagian masyarakat yang tinggal di tepi laut dan sungai yang belum mempunyai tangki septik, masih menggunakan laut dan sungai atau anak sungai serta kolam sebagai prasarana untuk buang air besar. Saat ini sistem pembuangan air limbah yang berupa lumpur tinja dikelola sendiri oleh masyarakat melalui septic tank dengan leher angsa dan non angsa, dibuang ke sungai sebagai buangan terakhir, Kondisi ini terlihat bagi penduduk yang tidak memiliki jamban pribadi dan berada di tepi sungai dan laut, Namun juga di beberapa kawasan yang memanfaatkan MCK Umum yang dibangun pemerintah melalui swadaya masyarakat, Sedangkan air limbah sisa buangan rumah tangga baik cuci maupun mandi terutama bagi yang di pinggiran sungai dan laut umumnya langsung dibuang ke sungai maupun laut, Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran masyarakat masih rendah dan juga akibat tingkat ekonomi masyarakat rendah pula, Namun keadaan ini akan menibulkan terhadap tingkat kesehatan dan pencemaran yang berdampak kepada penghuni di sekitarnya,

Untuk pembuangan air limbah air kotor dari rumah tangga (air dapur, mandi, cuci) umumnya masih menjadi satu dengan pembuangan air hujan (drainase) yang pada akhirnya dialirkan ke sungai dan laut bahkan ada yang sembarang, Kondisi ini pada akhirnya dapat mencemari lingkungan khusunya pencemaran terhadap air sungai dan laut yang dapat mengganggu biota laut termasuk kelangsungan hidup ikan di dalamnya. Praktek buang air besar dapat menjadi salah satu faktor risiko bagi tercemarnya lingkungan termasuk sumber air, khususnya bila praktik BAB itu dilakukan di tempat yang tidak memadai. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka seperti di sungai/kali/parit/kebun/laut, tetapi bisa juga termasuk sarana jamban yang tidak higienis di dalam rumah itu sendiri. Bila pun BAB dilakukan di rumah dengan jamban yang nyaman, namun bila sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya karena tidak kedap air atau terdapat saluran yang bocor, maka resiko pencemaran patogen akan tetap tinggi. Selain itu, kondisi jamban juga mempengaruhi resiko kejadian penyakit seperti diare. Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa semakin bersih kondisi sanitasinya, tentunya semakin kecil resiko kejadian penyakitnya.

Berdasarkan laporan dari Dinas kesehatan pada Profil kesehatan bulan Maret tahun 2013 terlihat bahwa dari 2.551 jumlah KK dipantau, yang memiliki jamban keluarga dengan kondisi sehat sebanyak 2.137 KK atau 98,52 %. Secara lengkap data tentang jumlah dan kondisi jamban keluarga per-kecamatan dapat dilihat dari Tabel di bawah ini.

Tabel 7.16 : Jumlah dan Presentase KK yang Menggunakan Jamban

No Kecamatan Jumlah KK KK dipantau KK dengan jamban

Jumlah % Jumlah % 1 TPI BARAT 17514 294 0,02 293 1,7 2 TPI KOTA 6708 675 0,10 293 4,4 3 BUKIT BESTARI 14319 310 0,02 279 1,9 4 TPI TIMUR 19128 1272 0,07 1272 6,65 TOTAL 57669 2551 0,05 2137 3,7

Gambar 7.11 Pengolahan air Limbah

Dari segi sistem dan cakupan pelayananan, pengelolaan air limbah domestik yang ada di Kota Tanjungpinang masih berupa sistem setempat (on-site), sedangkan untuk sistem terpusat (off-site) belum tersedia. Cakupan pelayanan pengelolaan air limbah di Kota Tanjungpinang dapat dikatakan masih rendah, dimana untuk jenis air limbah tinja manusia (black water) hanya 69 % yang memiliki fasilitas/tempat penampungannya dengan rincian sebagai berikut : 65 % menggunakan tangki septik individual dan 4 % menggunakan cubluk (Studi EHRA,Tahun 2013). Pada beberapa kawasan padat penduduk, tata letak bangunan tangki septik belum memenuhi syarat standar jarak tangki septik dengan sumber air bor/sumur sehingga menimbulkan resiko yang tinggi terhadap kondisi kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi air bersih dengan adanya pencemaran air bawah tanah. Pada kawasan lainnya perilaku buang air besar sembarangan masih cukup tinggi terutama pada kawasan yang berdekatan dengan sungai dan pesisir pantai, tidak tersedianya sarana berupa instalasi pengolahan air limbah (IPAL) maupun instalasi pengolahan limbah tinja (IPLT) di Kota Tanjungpinang menyebabkan pengolahan air limbah domestik baik berupa limbah tinja (black water)

maupun limbah rumah tangga (grey water) belum dilakukan secara aman. Pengelolaan air limbah rumah tangga (grey water) masih disalurkan secara langsung pada saluran drainase lingkungan (saluran drainase tersier dan sekunder) dan saluran drainase kota (saluran drainase primer/sungai).

Sumber : Studi EHRA Kota Tanjungpinang 2013

Permasalahan, Tantangan dan Peluang pengembangan sektor air limbah di Kabupaten Kota Tanjungpinang akan di uraikan sebagai berikut :

Permasalahan

Permasalahn yang mendesak dalam bidang pengelolaan air limbah untuk segera dilakukan penanganan di Kota Tanjungpinang antara lain:

 Pemerintah Kota Tanjungpinang belum memiliki Masterplan sektor air limbah domestik.

 Pemerintah Kota Tanjungpinang belum memiliki perangkat peraturan dan standar, pedoman dan manual bidang air limbah domestik.

 Peran, fungsi dan kinerja lembaga/institusi pengelola air limbah domestik belum maksimal. Hal ini dikarenakan penjelasan mengenai tugas pokok dan fungsi serta kewenangan masing-masing SKPD belum terurai secara jelas dan rinci disamping anggaran dalam investasi APBD yang tersedia belum diatur untuk dapat mendanai keseluruhan kegiatan dalam pengelolaan air limbah domestik.

 Kota Tanjungpinang sampai saat ini belum memiliki bangunan IPAL atau IPLT terpadu, sedangkan kebutuhan akan pengolahan air limbah domestik sangat diperlukan untuk menjamin adanya situasi lingkungan yang lebih sehat dan aman. Untuk itu pembangunan IPAL atau IPLT terpadu serta saluran/koneksi penghubung dari sumber air limbah domestik hingga tempat pengolahan tersebut menjadi sangat mendesak untuk dilaksanakan terutama pada kawasan padat penduduk dan bangunan.

 Pembangunan sanitasi skala komunitas di daerah dengan kepadatan penduduk tinggi, pendapatan rendah dan rawan sanitasi masih kurang.

 Kesadaran masyarakat akan sanitasi yang baik dan lingkungan yang sehat masih kurang. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan secara menyeluruh mengenai pengelolaan air limbah domestik dan lingkungan, disamping itu juga karena kurangnya sarana yang tersedia serta kondisi kemiskinan sehingga menyebabkan investasi/konsumsi rumah tangga miskin untuk kegiatan pengelolaan air limbah individu tidak menjadi prioritas bahkan terlupakan.

Peran dan partisipasi dunia usaha masih sangat minim, hal disebabkan karena kurangnya sosialisasi dan kerjasama yang memadai dalam upaya pengelolaan air limbah domestik yang dapat difasilitasi oleh pemerintah Kota Tanjungpinang. Selain itu peraturan menteri PU No. 01/PRT/M/2014 menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang menjadi tanggung jawab pemerintah Kabupaten/Kota, sebagaimana terlihat pada tabel berikut

Tabel 7.17 : Standar Pelayanan Minimal Air Limbah Berdasarkan Permen PU No. 01/PRT/M/2014

Jenis Pelayanan Dasar

Standar Pelayanan

Minimal Batas Waktu

Pencapaian Ket Indikator Nilai Penyehatan Lingkungan Permukiman Air Limbah Permukiman Jumlah penduduk yang terlayani sistem pengelolaan air limbah pada tahun 2019 sebesar 60%

60% 2019 membidangi Dinas yg PU

Kondisi Eksisting Persampahan

Kewenangan pengelolaan sektor persampahan di Kota Tanjungpinang secara garis besar berada pada Dinas Tata Kota, Kebersihan, Pertamanan Dan Pemakaman (DTKKPP) dan sebagian kecil lainnya berada pada Badan Lingkungan Hidup (BLH). Dalam segi perencanaan, kedua SKPD ini tetap bersinergi dengan perencanaan tingkat kota yang merupakan tupoksi BAPPEDA. Wilayah pelayanan DTKKPP Kota Tanjungpinang saat ini sudah mencakup keseluruhan wilayah administratif Kota Tanjungpinang yang terdiri dari 4 Kecamatan. Saat ini DTKKPP Kota Tanjungpinang sudah dapat memberikan pelayanan 18 Kelurahan yang tersebar di 4 Kecamatan walaupun secara pelaksanaan di lapangan masih dirasakan kurang maksimal.

Secara garis Besar pengelolaan persampahan di Kota Tanjungpinang terbagi atas dua kriteria yaitu cukup baik dan kurang baik, untuk kriteria cukup baik terbagi atas beberapa jenis: pengelolaan sampah, dikumpulkan untuk di daur ulang sebesark 5,6%, dikumpulkan dan dibuang di TPS sebebesar 44,9 %, di buang dilubang dan ditutup tanah 0 %, sedangkan untuk kriteria kurang baik terbagi juga untuk beberapa jenis: dibuang dilahan kosong dan dibiarkan membusuk tidak ada 0%, dibuang disungai/laut/danau/kali sebesar 12 %, dibuang dilubang tapi tidak ditutup tanah tidak ada 0 %, dan dibakar sebanyak 32 %. Untuk lebih jelas mengenai pengolahan sampah dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 7.14

Wilayah pelayanan DTKKPP Kota Tanjungpinang saat ini sudah mencakup keseluruhan wilayah administratif Kota Tanjungpinang yang terdiri dari 4 Kecamatan. Saat ini DTKKPP Kota Tanjungpinang sudah dapat memberikan pelayanan 18 Kelurahan yang tersebar di 4 Kecamatan walaupun secara pelaksanaan di lapangan masih dirasakan kurang maksimal. Sistem pengelolaan persampahan di Kota Tanjungpinang dapat di bagi menjadi 4 tahap pengelolaan yakni: Kegiatan Penyapuan Jalan, Pengumpulan Sampah Dari Sumber Sampah, Pengangkutan Sampah, dan Tempat Pemrosesan Akhir .

Permasalahan pengolahan sampah di Kota Tanjungpinang meliputi:  Peremajaan/Penggantian Kendaraan Pengangkut Sampah.  Peremajaan/Penggantian Bak Sampah Kontainer Kapasitas 6m3  Perluasan/Pembebasan Lahan Disekitar TPA Ganet, sebagai lokasi

penimbunan baru(sanitary landfill, zona penyangga,zona budidaya terbatas dan penyiapan lahan urug saniter/terkendali.

 Pembuatan Landasan kontainer (diharapkan dilengkapi penutup/atap.)  Pengangkutan Sampah Laut di Daerah Pesisir dan penyiapan tempat

dan metode pemindahannya ke TPA kurang

 Sebagian lokasi di wilayah kelurahan di pesisir yang penduduknya berada di kawasan pemukiman pelantar di pinggir pantai. Kebiasaan masyarakat untuk membuang sampah di laut. sampah yang berada di laut pada akhirya selalu menumpuk di lokasi pemukiman pelantar, dan kurangnya sarana dan prasarana pembunangan sampah dikawasan pinggir pantai

Tantangan pengembangan sampah di setiap Kabupaten/Kota mempunyai karakteristik masing-masing daerah terkait pembangunan sektor persampahan. Tantangan dalam sektor persampahanan di Kota Tanjungpinang meliputi peningkatan cakupan pelayanan, peningkatan kelembagaan, penggalian sumber dana dari pihak swasta, peningkatan kondisi dan kualitas TPA melalui peningkatan komitmen stakeholder kota/kabupaten dalam hal alokasi pembiayaan dan inovasi teknologi pengolahan sampah, peningkatan pelaksanaan program 3R, serta peningkatan upaya penegakan hukum atas pelanggaran pembuangan sampah.

7.4.1. Usulan Kebutuhan Program Sektor Pengembangan

Dokumen terkait