II. TINJAUAN PUSTAKA
5.5. Pemodelan Sistem Pengendalian Emisi Kendaraan Bermotor d
5.5.8. Validasi Kinerja Model
Validasi kinerja dilakukan dengan membandingkan data hasil keluaran model yang dibangun dengan data empiris untuk melihat sejauh mana perilaku kinerja model sesuai dengan data empiris. Menurut Hartrisari (2007), validasi model ditujukan untuk melihat kesesuaian hasil model dibandingkan dengan realitas. Selanjutnya Barlas (2002) mengemukakan bahwa validasi kinerja atau output model bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai
(compatible) dengan kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta.
Metode pengujian validasi kinerja dapat dilakukan menggunakan uji statistik absolute mean error (AME), dan absolute variation error (AVE) dengan batas penyimpangan < 10 % (Muhammadi et al, 2001). AME adalah penyimpangan nilai rata-rata hasil simulasi terhadap nilai aktual, sedangkan AVE adalah penyimpangan nilai variasi simulasi terhadap nilai aktual. Validasi kinerja dilakukan terhadap konsentrasi udara ambien. Hasil simulasi terhadap model menunjukkan adanya kemiripan antara hasil simulasi dengan data empiris (aktual).
Hasil validasi kinerja sub-model lingkungan pada 5 (lima) ruas jalan di Kota Makassar pada tahun 2007 hingga tahun 2010 untuk variabel konsentrasi ambien CO, NO2, SO2 dan PM10 pada musim kemarau dan musim hujan dengan
menggunakan rumus AME dan AVE ditunjukkan pada Tabel 26 dan Tabel 27. Nilai validasi AME secara keseluruhan berkisar antara 0.0292 hingga 0.0963, sedangkan nilai AVE berkisar antara 0.0118 hingga 0.0963. Dengan demikian nilai tersebut masih berada pada batas kriteria pengujian yaitu sebesar 10%. Hal ini menggambarkan dinamika konsentrasi ambien model telah dapat menggambarkan dinamika konsentrasi ambien di lapangan, sehingga dapat dilakukan simulasi model selanjunya untuk periode waktu tertentu sesuai dengan tujuan model.
Tabel 27. Hasil validasi konsentrasi ambien model (musim hujan)
5.5.9 Penerapan Skenario Model
No
Faktual Model Faktual Model Faktual Model Faktual Model
CO 69.72 66.23 246.08 228.85 417.49 409.14 509.49 478.92 0.0413 0.0299 NO2 29.44 27.97 31.99 29.75 63.75 62.48 91.87 86.36 0.0414 0.0282 SO2 25.72 24.43 34.11 31.72 43.17 42.31 50.82 47.77 0.0461 0.0409 PM10 17.2 16.34 43.65 40.59 51.45 50.42 61.67 57.97 0.0461 0.0418
Faktual Model Faktual Model Faktual Model Faktual Model
CO 87.04 85.3 169.25 154.02 175.62 166.84 298.77 271.88 0.0633 0.0721 NO2 22.49 22.04 42.5 38.68 45.99 43.69 48.73 44.34 0.0629 0.0708 SO2 29.45 28.86 39.64 36.07 40.56 38.53 117.87 107.26 0.0598 0.0647 PM10 50.33 49.32 53.49 52.68 58.33 55.41 60.21 58.79 0.0301 0.0298
Faktual Model Faktual Model Faktual Model Faktual Model
CO 1123.77 1045.11 1710.93 1625.38 2399.23 2351.25 2712.99 2631.6 0.0423 0.0321 NO2 71.23 66.24 82.77 78.63 91.27 89.44 99.52 96.53 0.0468 0.0444 SO2 190.12 176.81 210.66 200.13 243.12 238.26 270.12 262.02 0.0467 0.044 PM10 54.23 50.43 61.9 58.81 65.55 64.24 70.12 68.02 0.0473 0.0461
Faktual Model Faktual Model Faktual Model Faktual Model
CO 36.45 33.9 118.97 109.45 195.46 185.69 223.12 203.04 0.0664 0.0592 NO2 16.25 15.11 24.61 22.64 33.54 31.86 40.12 36.51 0.0688 0.0639 SO2 18.1 16.83 27.98 25.74 32.79 31.15 41.98 38.2 0.0699 0.0674 PM10 10.29 9.57 24.47 22.51 34.17 32.46 42.21 38.41 0.068 0.0625
Faktual Model Faktual Model Faktual Model Faktual Model
CO 87.23 78.51 121.3 120.09 152.61 144.98 201.33 185.22 0.0511 0.0436 NO2 23.12 20.81 24.5 24.26 30.12 28.61 31.07 28.58 0.0551 0.0532 SO2 21.33 19.2 31.51 31.19 40.44 38.42 46.11 42.42 0.0503 0.0424 PM10 20.35 18.32 24.93 24.68 32.02 30.42 41.92 38.57 0.0528 0.0476
5
Jl. A. Tonro (Kec. Tamalate) Parameter
2007 2008 2009 2010
AME AVE
4
Jl. Botolempangan (Kec. Mariso) Parameter
2007 2008 2009 2010
AME AVE
3
Jl. P. Kemerdekaan Km.10 (Kec. Tamalanrea) Parameter
2007 2008 2009 2010
AME AVE
2
Jl. Nusantara (Kec. Ujung Tanah) Parameter
2007 2008 2009 2010
AME AVE
Jl. Sudirman (Kec. Ujung Pandang)
1
Parameter
2007 2008 2009 2010
AME AVE
No
Faktual Model Faktual Model Faktual Model Faktual Model
CO 37.96 35.68 83.59 78.57 209.45 207.36 322.11 306 0.0292 0.0118
NO2 21.22 19.95 32.56 30.61 43.21 42.78 59.69 56.71 0.0391 0.0292
SO2 21.33 20.05 25.95 24.39 37.25 36.88 68.02 64.62 0.0395 0.0291
PM10 9.4 8.84 35.49 33.36 41.98 41.56 46.36 44.04 0.0387 0.03
Faktual Model Faktual Model Faktual Model Faktual Model
CO 50.23 45.71 104.05 98.85 267.84 254.45 287.99 264.95 0.0579 0.0515
NO2 21.5 20.67 25.63 24.35 26.86 25.52 31.5 28.98 0.0489 0.0494
SO2 27.11 24.67 28.41 26.99 38.58 36.65 61.77 56.83 0.0656 0.0626
PM10 25.47 23.18 26.36 25.04 28.9 27.46 30.12 27.71 0.0667 0.0666
Faktual Model Faktual Model Faktual Model Faktual Model
CO 734.9 661.41 1013.77 922.53 1423.98 1310.06 1725.88 1570.55 0.0963 0.0923
NO2 57.34 51.61 66.78 60.77 76.89 70.74 86.77 78.96 0.0977 0.0963
SO2 90.56 81.5 98.74 89.85 113.34 104.27 140.12 127.51 0.098 0.0972
PM10 15.22 13.7 20.23 18.41 23.11 21.26 30.12 27.41 0.097 0.0949
Faktual Model Faktual Model Faktual Model Faktual Model
CO 32.38 30.44 50.43 48.32 57.88 52.67 70.36 66.84 0.0705 0.0725
NO2 20.12 18.91 21.77 21.12 27.21 24.76 30.8 29.26 0.0665 0.0694
SO2 19.05 17.91 19.46 18.88 20.77 18.9 21.3 20.24 0.0645 0.0629
PM10 5.83 5.48 7.87 7.63 10.34 9.41 12.04 11.44 0.0675 0.0727
Faktual Model Faktual Model Faktual Model Faktual Model
CO 57.18 55.46 112.93 107.28 127.83 126.55 140.34 133.32 0.0299 0.0283
NO2 15.22 14.76 20.3 19.29 22.63 22.4 25.12 23.86 0.0301 0.0292
SO2 15.19 14.73 15.23 14.47 17.96 17.78 20.34 19.32 0.0298 0.0284
PM10 10.15 9.85 15.22 14.46 17.23 17.06 20.32 19.3 0.0297 0.0284
5
Jl. A. Tonro (Kec. Tamalate) Parameter
2007 2008 2009 2010
AME AVE 4
Jl. Botolempangan (Kec. Mariso) Parameter
2007 2008 2009 2010
AME AVE 3
Jl. P. Kemerdekaan Km.10 (Kec. Tamalanrea) Parameter
2007 2008 2009 2010
AME AVE 2
Jl. Nusantara (Kec. Ujung Tanah) Parameter
2007 2008 2009 2010
AME AVE Jl. Sudirman (Kec. Ujung Pandang)
1
Parameter
2007 2008 2009 2010
Sebagai tindak lanjut hasil analisis kondisi eksisting dan pemodelan dinamik pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar adalah penyusunan skenario atau intervensi model berupa alternatif rancangan kebijakan yang dapat dilaksanakan berdasarkan kondisi eksisting yang ada. Melalui intervensi, perilaku sistem yang diinginkan dapat diperoleh sedangkan perilaku sistem yang tidak diinginkan dapat dihindari (Avianto, 2010).
Penerapan skenario model melalui simulasi model untuk melihat kecenderungan perilaku sistem yang dianalisis. Model simulasi yang diperlukan adalah suatu model yang dapat memberikan pemahaman tentang sebab terjadinya persoalan manajemen (perilaku yang tidak dikehendaki), dan melalui pemahaman ini dapat dirancang suatu kebijakan untuk memperbaiki persoalan tersebut (policy directions) (DSF, 2011).
Skenario pengendalian didasarkan pada hasil analisis prioritas strategi reduksi beban emisi berdasarkan hasil penilaian pakar menggunakan metode Analytical Hierarchy Process pada sub-bab sebelumnya. Simulasi model dilakukan dengan beberapa skenario dan dianalisis berdasarkan skenario dasar (kondisi eksisting) sebelumnya dengan asumsi tidak ada pengendalian yang dilakukan (perubahan teknologi) dan tidak ada perubahan kebijakan selama periode perencanaan. Skenario dasar merupakan skenario business as usual dimana tidak dilakukan intervensi terhadap model sehingga kondisi model merupakan kondisi saat ini tanpa adanya upaya atau strategi untuk perbaikan sistem.
Skenario yang akan diterapkan yaitu: 1) skenario pengurangan atau pembatasan jumlah kendaraan melalui penerapan transportasi massal (Busway) yang selanjutnya disebut skenario Busway, 2) skenario pengurangan konsentrasi emisi melalui penerapan bahan bakar ramah lingkungan yaitu penerapan Bahan Bakar Gas untuk kendaraan angkutan dengan kapasitas besar (bus dan truk) yang selanjutnya disebut skenario BBG, 3) skenario inspeksi dan perawatan (inspection and maintenance) kendaraan atau skenario IM, dan 4) skenario gabungan (SGAB), yaitu penerapan antara ketiga skenario (1), (2) dan (3) secara bersamaan.
Skenario Busway (SB) dilakukan dengan asumsi dapat mereduksi penggunaan kendaraan sepeda motor sebesar 25% dan mobil penumpang sebesar
15% dari kondisi eksisting. Asumsi ini dapat dicapai melalui kebijakan pengadaan 50 unit busway setiap tahun yang akan beroperasi setiap hari di Kota Makassar. Maksud dari skenario Busway adalah untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, sehingga 1 unit busway diasumsikan dapat menggantikan 15 unit mobil pribadi dan 20 unit sepeda motor. Karena adanya penambahan sarana transportasi umum (busway) sebagai alternatif alat transportasi, untuk itu pada skenario ini jumlah bis dinaikkan sebesar 1% dari tingkat pertumbuhan pada skenario dasar.
Skenario Bahan Bakar Gas (SBBG) merupakan skenario penerapan bahan bakar yang ramah lingkungan, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa konsumsi bahan bakar minyak (BBM) mempunyai kontribusi yang dominan terhadap pencemaran udara yang terjadi, sehingga penggunaan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan seperti BBG sangat diperlukan dalam rangka penurunan tingkat emisi dari kendaraan bermotor. Salah satu upaya yang akan dilakukan pemerintah saat ini yaitu melakukan konversi BBM ke BBG secara bertahap untuk seluruh jenis kendaraan terutama untuk kendaraan dengan kapasitas angkut yang besar seperti bus dan truk. Pada skenario BBG diasumsikan dapat menurunkan tingkat emisi truk dan bus hingga 90% dibandingkan nilai beban emisi pada skenario dasar.
Skenario Inspection and Maintenance (SIM) merupakan skenario pengendalian pencemaran udara dengan sistem pemeriksaan emisi yang ketat dan dibarengi dengan perawatan kendaraan bermotor secara berkala. Hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi kendaraan-kendaraan yang beroperasi (in- use vehicles) yang tidak memenuhi ambang batas emisi pencemar. Kendaraan yang tidak memenuhi ambang batas emisi dipersyaratkan untuk dilakukan perbaikan hingga memenuhi ambang batas yang telah ditetapkan. Pada skenario ini diasumsikan dapat mereduksi 50% emisi kendaraan untuk jenis kendaraan sepeda motor dan mobil penumpang.
Saat ini di negara maju dan beberapa negara berkembang di dunia banyak yang telah menerapkan kebijakan sistem pemeriksaan emisi dan perawatan kendaraan bermotor bagi semua kendaraan yang beroperasi. Hal ini dilakukan untuk menjaga performa kerja mesin dan efisiensi bahan bakar, karena dengan
bertambahnya usia pakai kendaraan maka performa kerja mesin juga akan mengalami penurunan sehingga diperlukan adanya perawatan secara berkala untuk mengembalikan performa mesin pada kondisi standar (engine tune-up).
Sedangkan skenario gabungan (SGAB) merupakan penerapan skenario Busway, skenario BBG dan skenario Inspection and Maintenance secara bersamaan untuk mereduksi beban emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar, dimana asumsi yang digunakan pada ke tiga skenario tersebut diterapkan secara bersamaan pada skenario ini. Asumsi penerapan skenario model ditunjukkan pada Tabel 28 berikut.
Tabel 28. Asumsi penerapan skenario model
No Skenario Asumsi
1. Busway Reduksi jumlah sepeda motor sebesar 25% terhadap
skenario dasar. 2. BBG untuk kendaran truk
dan bus
Reduksi beban emisi CO, NO2, SO2 dan PM10 kendaraan
truk dan bus sebesar 90% terhadap skenario dasar.
3. Inspection & Maintenance Reduksi emisi CO, NO2, SO2 dan PM10 kendaraan sepeda
motor dan mobil penumpang sebesar 50% terhadap skenario dasar.
4. Gabungan skenario 1, 2, dan 3
Asumsi skenario 1,2, dan 3 di atas diterapkan secara bersamaan
5.5.10 Perbandingan Penerapan antar Skenario a) Konsentrasi ambien CO
Hasil simulasi model untuk nilai konsentrasi ambien CO pada tiap skenario, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai konsentrasi diantara keempat skenario (SD, SB, SBBG, dan SGAB) yang diterapkan seperti terlihat pada Gambar 69. Kecenderungan peningkatan nilai beban emisi CO yang dimulai pada tahun 2011 hingga akhir tahun simulasi pada tahun 2026 terlihat pada keempat skenario yang diterapkan.
Hasil simulasi model yang menggambarkan nilai konsentrasi ambien CO pada penerapan skenario model dapat dilihat pada Gambar 66 berikut.
Gambar 66. Prediksi konsentrasi ambien CO hasil simulasi skenario tahun 2011 hingga 2026 di Kota Makassar.
Dari Gambar 66, menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting (skenario dasar) menghasilkan konsentrasi ambien CO yang lebih tinggi dibandingkan dengan keempat skenario lainnya (SBW, SBBG, SIM dan SGAB), yaitu sebesar 2952.61 µg/m3 pada tahun 2011 dan mengalami peningkatan pada tahun 2026 menjadi 15 069.79 µg/m3. Sedangkan pada skenario Busway, skenario BBG, skenario IM, dan skenario gabungan pada akhir tahun simulasi terjadi penurunan nilai konsentrasi secara signifikan berturut-turut sebesar 11 125.40 µg/m3, 12 031.30 µg/m3, 7541.17 µg/m3 dan 5542.91 µg/m3 atau terjadi pengurangan nilai konsentrasi ambien rata-rata berturut-turut sebesar 16.88%, 25.48%, 99.89%, dan 134.81% jika dibandingkan terhadap skenario dasar.
Konsentrasi ambien CO yang dihasilkan pada skenario busway lebih rendah jika dibandingkan pada skenario dasar disebabkan oleh adanya pengalihan jumlah kendaraan mobil penumpang pribadi dan sepeda motor kepada penggunaan kendaraan umum busway sehingga terjadi penurunan jumlah kendaraan yang beroperasi di ruas jalan di Kota Makassar. Hal ini sesuai dengan hasil kajian Syahril et al., (2002), yang menyatakan bahwa penerapan transportasi publik di Jakarta dapat mereduksi emisi CO sebesar 36.60% selama 10 tahun periode simulasi.
Penurunan konsentrasi ambien CO pada penerapan skenario BBG juga sejalan dengan hasil studi World Bank dalam Rahmawati (2009), yang
Time K ons ent ras i am bi en ( ug/ m 3) KONS_CO 1 KONS_CO 2 KONS_CO 3 KONS_CO 4 KONS_CO 5 BM_CO 6 2.008 2.010 2.012 2.014 2.016 2.018 2.020 2.022 2.024 2.026 0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 15.000 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 23 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 4 5 CO_SD CO_SBW CO_SBBG CO_SIM CO_SGAB BM_CO
menyatakan bahwa penggunaan BBG pada kendaraan dapat mengurangi emisi pencemar CO sebesar 52% hingga 84% dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar solar. Sedangkan jika dibandingkan dengan kendaraan yang menggunakan bahan bakar bensin, penggunaan BBG dapat menurunkan 98% pencemar CO (Walsh et al., 1996).
Penerapan skenario IM dan skenario gabungan memiliki proyeksi konsentrasi CO yang paling rendah dibandingkan skenario lainnya. Hal ini terlihat dari nilai konsentrasi CO pada penerapan kedua skenario tersebut pada akhir tahun simulasi belum melampaui baku mutu udara ambien untuk parameter CO sebesar 10,000 µg/m3 berdasarkan SK. Gubernur Sulawesi Selatan No. 14 Tahun 2003. Sedangkan pada penerapan skenario busway dan skenario BBG diperoleh nilai konsentrasi yang telah melampaui BMUA berturut-turut pada tahun 2023 (10 180.91µg/m3) dan tahun 2025 (10 775.02 µg/m3).
b) Konsentrasi ambien NO2
Hasil simulasi model pengendalian pencemaran yang menggambarkan nilai konsentrasi ambien NO2 pada penerapan skenario model selama periode
simulasi hingga tahun 2026 dapat dilihat pada Gambar 67.
Dari Gambar 70, tampak bahwa penerapan skenario Busway, SBBG, SIM dan SGAB menghasilkan nilai konsentrasi ambien NO2 yang lebih rendah jika
dibandingkan terhadap skenario dasar. Pada skenario Busway dan BBG terjadi penurunan nilai konsentrasi berturut-turut sebesar 444.32 µg/m3 dan 470.20 µg/m3 pada akhir tahun simulasi (2026) atau terjadi pengurangan konsentrasi NO2
masing-masing sebesar 16.16% dan 28.48% jika dibandingkan terhadap skenario dasar. Menurut Syahril et al., (2002), penerapan public transport di Jakarta dapat mengurangi beban emisi NO2 sebesar 26.38% selama periode simulasi.
Sedangkan hasil penelitian Rahmawati (2009) menyatakan bahwa potensi penurunan total beban emisi dengan penerapan kebijakan BBG untuk polutan NO2 sebesar 18% pada tahun 2020.
Gambar 67. Prediksi konsentrasi ambien NO2 hasil simulasi skenario tahun 2011
hingga tahun 2026 di Kota Makassar.
Penerapan skenario IM dan skenario gabungan menghasilkan proyeksi konsentrasi NO2 yang lebih rendah dibandingkan kedua skenario sebelumnya
pada tahun 2026, yaitu masing-masing sebesar 99.24% dan 139.83% µg/m3 jika dibandingkan terhadap skenario dasar dengan nilai konsentrasi NO2 sebesar
299.97 µg/m3 dan 216.57 µg/m3. Hasil penelitian Rahmawati (2009) di Jakarta menunjukkan bahwa pada penerapan skenario IM dapat mereduksi 62% senyawa NO2 pada tahun 2020 di Jakarta. Melalui perawatan rutin seperti penyetelan
mesin, pembersihan filter udara dan lain-lain, dapat mengurangi gas buang NO2
sebesar 20% (Gorham 2002).
Hasil simulasi konsentrasi NO2 juga memperlihatkan bahwa pada kondisi
eksisting, nilai konsentrasi NO2 telah melampaui BMA sejak tahun 2014 yaitu
sebesar 163.76 µg/m3. Begitu juga pada penerapan skenario lainnya (SB, SBBG, SIM dan SGAB) nilai konsentrasi yang diperoleh pada akhir simulasi seluruhnya melampaui BMA yang telah ditetapkan sebesar 150µg/m3 yaitu pada tahun 2014 sebesar 155.17 µg/m3, tahun 2016 (157.11 µg/m3), tahun 2020 (156.14 µg/m3) dan tahun 2022 (151.85 µg/m3).
c) Konsentrasi ambien SO2
Hasil simulasi model yang menggambarkan nilai konsentrasi ambien SO2
pada penerapan skenario model dapat dilihat pada Gambar 68 berikut.
Time K ons ent ras i am bi en ( ug/ m 3) KONS_NO2 1 KONS_NO2 2 KONS_NO2 3 KONS_NO2 4 KONS_NO2 5 BM_NO2 6 2.008 2.010 2.012 2.014 2.016 2.018 2.020 2.022 2.024 2.026 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 1 2 34 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 4 5 6 NO2_SD NO2_SBW NO2_SBBG NO2_SIM NO2_SGAB BM_NO2
Gambar 68. Prediksi konsentrasi ambien SO2 hasil simulasi skenario tahun 2011
hingga 2026 di Kota Makassar.
Gambar 68 menggambarkan bahwa konsentrasi ambien SO2 yang
dihasilkan pada kondisi eksisting (skenario dasar), lebih tinggi dibandingkan ketiga skenario lainnya (SBW, SBBG, SIM dan SGAB), yaitu sebesar 278.17
µg/m3 pada tahun 2011 dan mengalami peningkatan pada tahun 2026 menjadi 1076.99 µg/m3. Nilai ini telah jauh melampaui BMA yang ada sebesar 360 µg/m3 sehingga akan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia juga terhadap mahluk hidup lainnya jika tidak dilakukan upaya pengendalian pencemaran.
Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa penerapan skenario busway belum memberikan hasil yang memuaskan dengan nilai reduksi konsentrasi ambien rata-rata sebesar 7.77% dibandingkan pada skenario dasar hingga akhir simulasi pada tahun 2026. Hasil kajian Syahril et al., (2002), menyatakan bahwa penerapan public transport di Jakarta dapat mengurangi beban emisi SO2 hingga
18.49% selama periode simulasi dari tahun 2005 hingga tahun 2015.
Pada penerapan skenario BBG, SIM dan SGAB, nilai konsentrasi SO2
menurun berturut-turut sebesar 784.42 µg/m3, 558.16 dan 397.74 µg/m3 pada akhir simulasi (2026) atau terjadi pengurangan konsentrasi emisi masing-masing sebesar 46.14%, 95.82% dan 156.45% dari skenario dasar.
Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa nilai konsentrasi SO2 yang
diperoleh untuk seluruh skenario yang diterapkan telah melampaui BMA,
Time K ons ent ras i am bi en ( ug/ m 3) KONS_SO2 1 KONS_SO2 2 KONS_SO2 3 KONS_SO2 4 KONS_SO2 5 BM_SO2 6 2.008 2.010 2.012 2.014 2.016 2.018 2.020 2.022 2.024 2.026 0 120 240 360 480 600 720 840 960 1.080 1 2 3 45 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 23 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 23 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 SO2_SD SO2_SBW SO2_SBBG SO2_SIM SO2_SGAB BM_SO2
walaupun nilai reduksi konsentrasi ambien yang dihasilkan pada penerapan skenario IM dan skenario Gabungan cukup signifikan mengurangi laju peningkatan nilai konsentrasi ambien polutan SO2.
d) Konsentrasi ambien PM10
Hasil simulasi model yang menggambarkan nilai konsentrasi ambien PM10
pada penerapan skenario model dapat dilihat pada Gambar 69 berikut.
Gambar 69. Prediksi konsentrasi ambien PM10 hasil simulasi skenario tahun 2011
hingga 2026 di Kota Makassar.
Dari Gambar 69, menjelaskan bahwa konsentrasi ambien PM10 yang
terjadi pada kondisi eksisting (skenario dasar), lebih tinggi dibandingkan ketiga skenario lainnya (Busway, BBG, IM dan Gabungan), yaitu sebesar 78.33 µg/m3 pada tahun 2011 dan mengalami peningkatan pada tahun 2026 menjadi 375.36
µg/m3. Sedangkan pada skenario Busway, IM dan BBG, terjadi penurunan konsentrasi PM10 menjadi masing-masing 286.21 µg/m3, 294.35 µg/m3, 189.43 µg/m3 dan 138.10 µg/m3 pada akhir simulasi (2026) atau terjadi penurunan konsentrasi polutan masing-masing sebesar 14.68%, 29.77%, 98.85% dan 139.63% dari skenario dasar.
Menurut Soleiman (2008), pengurangan volume kendaraan melalui penggunaan kendaraan umum bis dapat mereduksi emisi PM10 sebesar 46.7%
melalui simulasi selama kurun waktu 20 tahun (2005 – 2025). Sedangkan menurut
Time K ons ent ras i am bi en ( ug/ m 3) KONS_PM10 1 KONS_PM10 2 KONS_PM10 3 KONS_PM10 4 KONS_PM10 5 BM_PM10 6 2.008 2.010 2.012 2.014 2.016 2.018 2.020 2.022 2.024 2.026 0 50 100 150 200 250 300 350 400 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 23 4 5 6 12 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 4 PM10_SD PM10_SBW PM10_SBBG PM10_SIM PM10_SGAB BM_PM10
Syahril et al, (2002), pengembangan transportasi publik dapat mereduksi emisi PM10 sebesar 27.06% selama periode simulasi (2005 – 2015). Selanjutnya hasil
studi Rahmawati (2009), menyatakan bahwa penerapan skenario BBG dan IM dapat mereduksi emisi PM10 masing-masing sebesar 61% dan 78% dengan
periode simulasi selama 12 tahun (2008 – 2020).
Hasil perbandingan penerapan antar skenario konsentrasi ambien seluruh parameter yang dinyatakan dalam persentase reduksi terhadap kondisi eksisting (skenario dasar), disajikan pada Tabel 29.
Tabel 29. Perbandingan total konsentrasi ambien antar skenario No Jenis
Polutan
Persentase Reduksi terhadap Skenario Dasar (%) Skenario Busway Skenario BBG Skenario IM Skenario Gabungan 1 CO 16.88 25.48 99.89 134.81 2 NO2 16.16 28.48 99.24 139.83 3 SO2 7.77 46.14 95.82 156.49 3 PM10 14.68 29.77 98.85 139.63
Sumber: Hasil Analisis (2011)
Dari Tabel 29 terlihat bahwa pada kondisi eksisting (skenario dasar) secara umum berdampak terhadap semakin memburuknya kondisi kualitas udara di Kota Makassar jika dibandingkan terhadap keempat skenario lainnya yaitu skenario Busway, BBG, IM dan Gabungan. Penerapan skenario Busway dapat mereduksi 16.88% konsentrasi ambien CO, 16.16% konsentrasi ambien NO2, 7.77%
konsentrasi ambien SO2 dan 14.68% konsentrasi ambien PM10 jika dibandingkan
terhadap skenario dasar. Penerapan skenario BBG dapat mereduksi 25.48% konsentrasi ambien CO, 28.48% konsentrasi ambien NO2, 46.14 konsentrasi
ambien SO2 dan 29.77% konsentrasi ambien PM10.
Pada penerapan skenario IM dapat mereduksi 99.89% konsentrasi ambien CO, 99.24% konsentrasi ambien NO2, 95.82% konsentrasi ambien SO2 dan
98.85% konsentrasi ambien PM10. Sedangkan penerapan skenario gabungan
menghasilkan reduksi konsentrasi ambien yang terbesar yaitu dapat mereduksi konsentrasi ambien CO sebesar 134.81%, konsentrasi ambien NO2 sebesar
139.83%, konsentrasi ambien NO2 sebesar 156.49%, dan konsentrasi ambien
Secara keseluruhan nilai konsentrasi udara ambien untuk seluruh parameter polutan yang menghasilkan nilai konsentrasi terendah yaitu pada penerapan skenario gabungan (Busway, BBG, dan IM) sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan skenario gabungan dapat meningkatkan kualitas udara di Kota Makassar.
5.5.11 Implikasi Kebijakan Model
Pada dasarnya kebijakan lingkungan bertujuan untuk mengubah perilaku manusia agar aktivitas yang dilakukan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan atau dapat meminimalkan kerusakan lingkungan. Menurut Soleiman (2008), kebijakan pengendalian pencemaran pada umumnya menggunakan instrumen yang berbasis pasar (market based) atau berupa perintah dan pengendalian (command and control / CAC).
Kebijakan CAC melakukan perubahan perilaku masyarakat menggunakan sistem pengawasan yang ketat dan adanya sanksi hukum agar kebijakan dapat dipatuhi oleh masyarakat. Sedangkan kebijakan menggunakan instrumen ekonomi mengubah perilaku masyarakat menggunakan penerapan nilai ekonomi dimana masyarakat akan mengubah perilakunya sesuai dengan pertimbangan meningkatnya pengeluaran akibat aktivitas yang dilakukan. Dengan demikian apabila pengawasan pelaksanaan kebijakan tidak dapat atau sulit dilakukan atau tidak adanya sanksi hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan maka suatu kebijakan CAC tidak dapat melakukan fungsinya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Karena itu pada umumnya kedua kebijakan tersebut dilakukan bersamaan.
a. Skenario Busway
Tujuan penerapan skenario busway untuk mereduksi penggunaan kendaraan pribadi sehingga dapat mengurangi jumlah kendaraan yang beroperasi di jalan yang pada akhirnya dapat mengurangi total beban emisi kendaraan bermotor. Oleh karena itu perbaikan sistem transportasi umum merupakan persyaratan utama agar penggunaan kendaraan pribadi dapat direduksi.
Manajemen sistem transportasi diperlukan dengan mengintegrasikan sarana transportasi publik antar wilayah dalam kota maupun dari wilayah-wilayah
pinggiran kota yang menuju ke atau dari pusat-pusat kota atau pusat kegiatan perekonomian. Kota Curritiba Brazil, secara nyata dapat menurunkan tingkat penggunaan kendaraan pribadi dan konsumsi BBM dari sektor transportasi melalui penerapan sistem transportasi publik yang terintegrasi antara tata ruang kota dan infrastruktur transportasi umum (Loukopoulos et al., 2005).
Perbaikan sistem transportasi publik yang memadai membutuhkan pembangunan infrastruktur transportasi dan integrasi tata ruang kota. Karena itu pengembangan sistem transportasi publik membutuhkan investasi yang tinggi dan memerlukan kerja sama dan koordinasi yang harmonis antar instansi yang berkepentingan agar kebijakan yang diambil dapat terlaksana dan berkelanjutan.
Penerapan skenario busway juga memerlukan dukungan subsidi dari pemerintah baik kepada pengusaha jasa transportasi maupun masyarakat pengguna transportasi publik. Pemberian insentif berupa pengurangan pajak kendaraan atau bentuk subsidi lainnya diperlukan agar pengusaha jasa transportasi dapat memberikan pelayanan yang memadai kepada masyarakat. Pemberian subsidi kepada masyarakat pengguna transportasi publik juga dapat merangsang peningkatan penggunaan transportasi publik oleh masyarakat karena pertimbangan keuntungan finansial yang diperoleh sehingga masyarakat akan beralih dari penggunaan kendaraan pribadi ke kendaraan umum sehingga emisi kendaraan dapat dikendalikan.
Tingginya permintaan terhadap penggunaan kendaraan pribadi di negara berkembang termasuk di Kota Makassar disebabkan karena tidak tersedianya alternatif transportasi publik yang memadai, oleh karena itu pembangunan infrastruktur transportasi publik yang memadai sangat dibutuhkan saat ini oleh masyarakat. Hal ini dapat dilakukan oleh pemerintah melalui pengalihan subsidi BBM untuk pembangunan infrastruktur transportasi publik yang memadai.
b. Skenario BBG
Tujuan dari penerapan skenario BBG yaitu untuk menghasilkan emisi kendaraan bermotor yang lebih bersih sehingga total beban emisi yang terjadi akibat penggunaan BBM dapat direduksi. Pengalihan subsidi BBM dapat dilakukan melalui penggunaan bahan bakar alternatif (BBG) bagi kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Pemberian subsidi terhadap kendaraan yang
menggunakan teknologi dan bahan bakar yang ramah lingkungan perlu segera diterapkan untuk merangsang masyarakat beralih pada penggunaan BBG sehingga emisi kendaraan bermotor dapat dikendalikan.
Penerapan skenario BBG membutuhkan pendanaan baik untuk pengembangan infrastruktur pendukung maupun teknologi yang digunakan. Pemerintah Kota Makassar perlu membangun berbagai fasilitas pengisian BBG untuk menunjang penerapan skenario BBG sehingga efisiensi dari penggunaan BBG dapat ditingkatkan, hal ini juga terkait dengan kapasitas produksi dan distribusi BBG. Keuntungan yang akan diperoleh dari penggunaan BBG adalah menurunnya penggunaan BBM untuk sektor transportasi dan menurunnya biaya kerusakan lingkungan.
c. Skenario Inspection and Maintenance
Pengendalian pencemaran udara dengan sistem pemeriksaan emisi dan perawatan kendaraan bermotor dimaksudkan untuk mengidentifikasi kendaraan- kendaraan yang beroperasiyang tidak memenuhi ambang batas emisi pencemar. Kendaraan yang tidak memenuhi ambang batas tersebut dipersyaratkan untuk