• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. DASAR TEORI

G. Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter-parameter tertentu berdasarkan percobaan di laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter itu tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Validasi merupakan suatu persyaratan dasar untuk menjamin kualitas dan kehandalan hasil dari semua aplikasi metode analisis (Ermer

and Miller, 2005).

Menurut United States Pharmacopeia (USP), validasi metode analisis dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis adalah akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Secara singkat , validasi merupakan aksi konformasi bahwa metode analisis yang akan digunakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Sementara itu menurut ISO 17025: (2005),

validasi adalah konfirmasi melalui pengujian dan pengadaan bukti yang objektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud khusus dipenuhi.

Suatu metode analisis harus divalidasi jika: (1) Merupakan metode tidak baku, misalnya dari diktat, buku teks dan jurnal yang belum diakui secara luas; (2) berupa metode yang dikembangkan oleh laboratorium; (3) metode standar yang digunakan di luar ruang lingkupnya; (4) perubahan sekecil apapun dari metode standar, misalnya perubahan prosedur dan perubahan volume reagensia; (5) gabungan dari dua atau lebih metode standar; dan (6) gabungan antara metode standar dan metode bukan standar (ISO 17025, 2005).

b. Parameter dan kategori validasi metode analisis

ISO/IEC 17025: 2005 yang menjadi standar internasional bagi laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi mempersyaratkan beberapa parameter uji yang harus dilakukan dalam validasi metode analisis. USP dan ICH membagi parameter uji dalam validasi metode analisis dalam beberapa langkah yang sedikit berbeda. Parameter dalam validasi metode yang dipersyaratkan oleh ketiga aturan tersebut dapat digambarkan dalam Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Karakteristik validasi metode analisis menurut ISO/IEC 17025, USP dan ICH

Parameter Uji ISO/IEC

17025:2005 USP ICH Presisi

Akurasi

Batas Deteksi (LOD )

Batas Kuantifikasi (LOQ)

Spesifitas - Selektivitas - - Linearitas Rentang Ukur Ketahanan (Robustness) Kesesuaian system - Ketidakpastian hasil - -

Sensitivitas silang terhadap

gangguan dari matrik - -

1. Presisi

Presisi suatu prosedur analisis menunjukkan kedekatan nilai (derajat penyebaran) antara serangkaian pengukuran yang dilakukan dari proses sampling ganda (multiple sampling) dari sekumpulan sampel homogen dengan kondisi yang telah ditentukan. Presisi dapat dipertimbangkan dalam tiga tingkatan, yaitu: keterulangan (repeatibility), intermediate precision, dan reproduciblity.

Presisi seringkali diekspresikan dengan simpangan baku (SD) atau simpangan baku relatif (RSD) dari serangkaian data. Perhitungan RSD dapat digunakan rumus:

Keterangan: SD = simpangan baku serangkaian data = Rata – rata data

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Kriteria presisi diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang untuk kadar analit 100%. Kriteria tersebut sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria penerimaan nilai RSD

Analit (%) Fraksi analit Konsentrasi analit Nilai RSD (%)

100 1 100% 2 10 10-1 10% 2,8 1 10-2 1% 4 0,1 10-3 0,1% 5,7 0,01 10-4 100 ppm 8 0,001 10-5 10 ppm 11,3 0,0001 10-6 1 ppm 16 0,00001 10-7 100 ppb 22,6 0,000001 10-8 10 ppb 32 0,000001 10-9 1 ppb 45,3

(Horwitz cit. Gonzales, Herrador, and Asuero, 2010)

2. Akurasi

Akurasi suatu prosedur analisis menunjukkan kedekatan penerimaan antara hasil yang diterima sebagai nilai konvensional yang sebenarnya atau hasil referensi yang diterima dengan hasil yang ditemukan (Emer and Miller, 2005).

ICH (International Conference on Harmonisation) merekomendasikan pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 kosentrasi yang berbeda (misal 3 level konsentrasi dengan masing-masing 3 replikasi) untuk

mendokumentasikan akurasi. Data akurasi dilaporkan dalam nilai persen perolehan kembali (Gandjar dan Rohman, 2007). Persen perolehan kembali seharusnya tidak melebihi nilai presisi RSD. Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3. Kriteria penerimaan nilai % recovery

Analit (%) Fraksi analit Konsentrasi analit Rentang recovery

100 1 100% 98-102 10 10-1 10% 98-102 1 10-2 1% 97-103 0,1 10-3 0,1% 95-105 0,01 10-4 100 ppm 90-107 0,001 10-5 10 ppm 80-110 0,0001 10-6 1 ppm 80-110 0,00001 10-7 100 ppb 80-110 0,000001 10-8 10 ppb 60-115 0,000001 10-9 1 ppb 40-120

(AOAC cit.Gonzales and Herrador, 2007)

3. Linieritas

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan koefisien korelasinya (Gandjar dan Rohman, 2007).

Linieritas sebaiknya dievaluasi secara visual dengan merajahkan respon analit sebagai fungsi konsentrasi analit atau komponen. Untuk pengukuran linieritas, dianjurkan minimal untuk 5 konsentrasi larutan (Anonim,2004).

Syarat suatu metode dikatakan memiliki lineritas yang baik apabila memiliki nilai koefisien korelasi (r) 0,999, terutama untuk pendapatan kadar senyawa tunggal (Snyder et al., 1997).

4. Kisaran (range)

Kisaran suatu metode didefinisikan sebagai konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analisis menunjukkan akurasi, presisi, dan linieritas yang mencukupi. Kisaran-kisaran konsentrasi yang diuji tergantung pada jenis metode dan kegunaannya. Untuk pengujian komponen utama (mayor), maka konsentrasi baku harus di dekat atau sama dengan konsentrasi kandungan analit yang diharapkan (Gandjar dan Rohman,2007).

5. Batas Deteksi (limit of detection)

Batas deteksi didefinisikan sebagai kadar analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Pada metode kromatografi, batas deteksi dapat ditunjukkan penyuntikkan analit yang menghasilkan tinggi puncak setidaknya 2 sampai 3 kali tinggi derau (signal to noise

6. Batas Kuantifikasi (limit of quantification)

Batas kuantifikasi adalah kadar analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan. Penentuan batas kuantifikasi dapat dilakukan dengan mengukur tinggi puncak setidaknya 10 sampai 20 kali tinggi derau (signal to noise

ratio = 10:1) (Huber, 2007). 7. Ketahanan ( Robustness )

Ketahanan merupakan kapasitas metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh adanya variasi parameter metode yang kecil. Evaluasi ketahanan metode biasanya dilakukan dengan variasi pH, laju air, suhu kolom, volume penyuntikan atau komposisi fase gerak (Huber, 2007).

Baik USP maupun ICH telah memperkenalkan bahwa tidak selamanya parameter untuk mengevaluasi validasi metode harus diuji. USP membagi metode-metode analisis ke dalam kategori-kategori yang terpisah, yaitu :

1. Penentuan kuantiatif komponen-komponen utama bahan aktif 2. Penentuan pengotor (impurities) atau produk-produk hasil degradasi 3. Penentuan karakteristik-karakteristik

4. Pengujian identifikasi

Untuk mengetahui elemen – elemen data yang dibutuhkan untuk uji validasi menurut USP dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Elemen-elemen data yang dibutuhkan untuk uji validasi menurut USP

Parameter Kineja Analisis

Pengujian kategori I

Uji Kategori II Uji Kategori III Kuantitatif Uji Batas

Akurasi Ya Ya * *

Presisi Ya Ya Tidak Ya

Spesifisitas Ya Ya Ya *

LOD Tidak Tidak Ya *

LOQ Tidak Ya Tidak *

Linearitas Ya Ya Tidak *

Kisaran ( range ) Ya Ya * *

Ruggedness Ya Ya Ya Ya

Keterangan : *mungkin dibutuhkan, tergantung pada uji spesifiknya.

c. Validasi metode kalibrasi multivariat

Danzer et al. (2004) menuliskan bahwa kalibrasi dalam analisis kimia mengacu pada hubungan antara jumlah atau kadar sampel X = dan fungsi terukur Y = yang dapat berupa spektrum, kromatogram atau yang lain. Kehandalan analisis multikomponen harus divalidasi sesuai dengan kriteria yang umum yaitu selektivitas, akurasi, presisi, interval kepercayaan dan interval prediksi, selanjutnya dapat dihitung nilai kritis multivariat dan batas deteksi. Dalam kalibrasi multivariat, harus dihindari ko-linearitas variabel yang disebabkan oleh konsentrasi sampel kalibrasi.

1. Selektivitas

Secara umum, selektivitas sistem multikomponen dapat ditetapkan secara kualitatif dan kuantitatif. Dalam kalibrasi multivariat, selektivitas biasanya dihitung dengan condition number. Namun condition number tidak memperhitungkan kadar masing-masing komponen dan hanya memberikan batasan besarnya kesalahan yang diperbolehkan.

2. Presisi

Ketidakpastian kalibrasi dan prediksi kadar yang tidak diketahui dihitung dengan standard error of calibration (SEC) dan standard error of prediction (SEP). Parameter lain untuk mengukur presisi kalibrasi multivariat adalah nilai predictive

residual error sum of squares (PRESS). PRESS dihitung seperti menghitung SEP

dengan menggunakan sampel validasi.

3. Akurasi

Ada tidaknya suatu kesalahan sistematik dapat diketahui dari fungsi

recovery. Kadar yang diprediksi model ( ) dibandingkan dengan kadar aktual sampel validasi ( c ) dengan persmaan regresi sebagai berikut:

= α + βc

Dokumen terkait