• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kombinasi spektrofotometri ultraviolet dan kalibrasi multivariat untuk analisis guaifenesin, chlorpheniramine maleat dan dextromethorpan HBR dalam sediaan tablet.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kombinasi spektrofotometri ultraviolet dan kalibrasi multivariat untuk analisis guaifenesin, chlorpheniramine maleat dan dextromethorpan HBR dalam sediaan tablet."

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

KOMBINASI SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET DAN KALIBRASI MULTIVARIAT UNTUK ANALISIS GUAIFENESIN,

CHLORPHENIRAMINE MALEAT DAN DEXTROMETHORPAN HBr DALAM SEDIAAN TABLET

Sophia Sari Asdini 118114166

INTISARI

Metode pilihan untuk melakukan analisis sediaan multi-komponen adalah dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) namun seiring dengan semakin banyaknya sediaan multi-komponen yang beredar di masyarakat maka diperlukan pengembangan metode yang lebih sederhana seperti spektrofotometri karena penggunaan metode kromatografi untuk analisis sediaan multi-komponen memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar.

Spektrofotometri Uv yang dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat

partial least square (PLS) telah digunakan untuk analisis multi-komponen dalam

sediaan farmasi tanpa didahului oleh tahap pemisahan. Suatu model campuran obat guaifenesin, dextromethorphan HBr dan chlorpheniramine maleat akan dioptimasi untuk dianalisis dengan spektroskopi Uv dan kalibrasi multivariat. Model kalibrasi disiapkan dengan membuat 20 dan 10 sampel campuran obat dengan proporsi tertentu dan dievaluasi berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) untuk menyatakan nilai akurasi dan nilai root mean square error of calibration (RMSEC), root mean squared

error cross validation (RMSECV) dan root mean square error of prediction

(RMSEP) untuk menyatakan nilai presisi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa spektrofotometri Uv yang dikombinasikan dengan PLS belum berhasil digunakan untuk analisis senyawa obat campuran guaifenesin, dextromethorphan HBr dan chlorpheniramine maleat. dilihat dari nilai koefisien determinasi yang di hasilkan < 0,99. Nilai RMSEC untuk guaifenesin, dextromethorphan HBr dan chlorpheniramine maleat masing-masing 0,130 µg/mL, 0,027 µg/mL dan 0,049 µg/mL, sementara nilai RMSECV masing-masing 1,377 µg/mL, 0,409 µg/mL dan 0,571 µg/mL. Nilai RMSEP masing-masing-masing-masing obat adalah 2,817 µg/mL, 2,136 µg/mL dan 131,068 µg/mL.

(2)

The method of choice for analysis of multi-component preparation is by using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) but along with the increasing number of multi-component preparations that circulate in society will require the development of simpler methods such as spectrophotometry because of the use of chromatographic method for the analysis multi- components require a long time and huge costs.

Uv spectrophotometry combined with multivariate calibration techniques of Partial Least Square (PLS) was used for the analysis of multi-component in pharmaceutical preparations without preceded by phase separation. A mixed model drug of guaifenesin, dextromethorphan HBr and chlorpheniramine maleate would be optimized for analysis with uv spectroscopy and multivariate calibration. Model calibration was prepared by making a mixture of 20 and 10 samples of drugs with a certain proportion and evaluated based on the value of the coefficient of determination (R2) to declare the value of accuracy and value of the Root Mean Square Error of Calibration (RMSEC), Root Mean Squared Error of Cross Validation (RMSECV) and Root Mean Square Error of Prediction (RMSEP) to declare the value of precision.

The results showed that uv spectrophotometry combined with PLS has not been successfully used for the analysis of drug compounds of guaifenesin, dextromethorphan HBr and chlorpheniramine maleate, from the result coefficient of determination that produced < 0,99. RMSEC value to guaifenesin, dextromethorphan HBr and chlorpheniramine maleate 0,130 mg/mL, 0,027 mg/mL and 0,049 mg/mL, while the RMSECV value 1,377 mg/mL, 0,409 mg/mL and 0,571 mg/mL. RMSEP value of each drug 2,817 mg/mL, 2,136 mg/mL and 131,068 mg/mL.

(3)

KOMBINASI SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET DAN KALIBRASI

MULTIVARIAT UNTUK ANALISIS GUAIFENESIN,

CHLORPHENIRAMINE MALEAT DAN DEXTROMETHORPAN HBr

DALAM SEDIAAN TABLET

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh : Sophia Sari Asdini NIM : 11 8114 166

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

i

KOMBINASI SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET DAN KALIBRASI

MULTIVARIAT UNTUK ANALISIS GUAIFENESIN,

CHLORPHENIRAMINE MALEAT DAN DEXTROMETHORPAN HBr

DALAM SEDIAAN TABLET

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh : Sophia Sari Asdini NIM : 11 8114 166

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena di dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan

untuk berhasil”

~Mario Teguh.

TERUNTUK

- Allah SWT yang Maha Pemberi Petunjuk

- Ibu Bapak dan Kakak untuk segala doa dukungan perhatian dan yang selalu ada di dalam suka maupun duka

(8)
(9)
(10)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan naskah skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “Kombinasi Spektrofotometri Ultraviolet dan

Kalibrasi Multivariat untuk Analisis Guaifenesin, Chlorpheniramine Maleat

dan Dextromethorphan HBr dalam Sediaan Tablet” ini disusun sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penulis sadar bahwa keberhasilan dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari segala pihak yang telah memberikan saran dan kritik kepada penulis. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terimakasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D.Apt, selaku dekan Universitas Sanata Dharma. 2. Prof. Dr. Abdul Rohman, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang dengan

(11)

viii

3. Bapak Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc., selaku dosen pembimbing kedua yang juga selalu memberikan semangat, arahan, bimbingan, kritik dan saran kepada penulis selama proses penelitian sampai penyusunan naskah.

4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang memberikan masukan, dukungan dan semangat kepada penulis dalam proses pengerjaan skripsi ini dan selama menjalankan studi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

5. Dosen penguji yang akan memberikan kritik dan saran yang akan membuat penulisan naskah ini menjadi lebih baik.

6. PT. Konimex yang telah bersedia memberikan baku guaifenesin dan chlorpheniramine maleat yang berguna dalam skripsi ini.

7. PT. Combiphar yang telah bersedia memberikan baku dextromethorphan HBr yang berguna dalam skripsi ini.

8. Mas Bimo dan Pak Kethul selaku staff Laboratorium Kimia Analisis Instrumental yang telah memberikan banyak kemudahan kepada penulis dan tim selama proses penelitian.

9. Seluruh keluarga besar tercinta. Bapak, Ibu, Mba Ega untuk segala doa, dukungan dan perhatian kepada penulis selama ini.

(12)

ix

11.Ade, Arif, Jalaq dan Erfan, selaku rekan sekelompok yang sudah berjuang bersama dan selalu memberikan dukungan, semangat dan bantuan kepada penulis selama proses penelitian.

12.Muhammad Fauzan Hermady, atas kebersamaan, kesabaran, pengertian, doa, dukungan dan semangat yang tidak henti-hentinya kepada penulis.

13. “Bratbrot” team yang dengan selalu mendengarkan keluh kesah dan selalu memberikan doa dan semangat sehingga memberikan motivasi kepada penulis untuk selalu berusaha lebih keras.

14.Wirna, Satrio, Kiki, Lika, Miko, Devi serta seluruh teman yang berjuang bersama dalam melakukan penelitian di Laboratorium Kimia Analisis Instrumental.

15.Teman–teman FST B 2011 yang selalu memberikan semangat dalam pembuatan skripsi ini.

16.Seluruh teman, baik di Fakultas Farmasi maupun dari luar yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

17.Semua pihak yang membantu penulis selama proses penelitian dan penyusunan tugas akhir ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

(13)

x

Akhir kata, semoga penelitian skripsi yang penulis lakukan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian.

(14)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

INTISARI ... xxiv

ABSTRACT ... xxv

(15)

xii

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 4

B. Tujuan Penelitian ... 4

BAB II. DASAR TEORI ... 6

A. Guaifenesin ... 6

B. Chlorpheniramine maleat ... 7

C. Dextromethorphan HBr ... 7

D. Spektrofotometri Ultraviolet ... 8

1. Instrumentasi spektrofotometer ultraviolet ... 9

2. Hukum Lambert – Beer... 12

E. Analisis Multikomponen secara Spektrofotometri Ultraviolet ... 14

F. Kemometrika ... 17

G. Validasi Metode Analisis ... 20

(16)

xiii

2. Parameter dan kategori validasi metode analisis ... 21

3. Validasi metode kalibrasi multivariat ... 27

H. Landasan Teori ... 29

I. Hipotesis ... 30

BAB III. METODE PENELITIAN ... 31

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 31

B. Variabel Penelitian ... 31

1. Variabel Bebas ... 31

2. Variabel Tergantung ... 31

3. Variabel Pengacau... 31

C. Definisi Operasional ... 32

D. Bahan Penelitian ... 32

E. Alat Penelitian ... 32

F. Tata Cara Penelitian ... 33

1. Penyiapan Larutan Standar ... 33

(17)

xiv

3. Penyiapan Larutan Sampel ... 34

4. Analisis Statistik dan Pengolahan Data ... 35

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Analisis guaifenesin, dextromethorphan HBr dan chlorpheniramine maleat dengan menggunakan spektrofotometri uv ... 37

B. Kalibrasi multivariat dengan menggunakan Partial Least Square PLS) ... 39

C. Validasi model kalibrasi multivariat PLS ... 44

D. Penetapan kadar sampel sediaan farmasi ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN ... 66

(18)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik validasi metode analisis menurut ISO/IEC

17025, USP dan ICH ... 22

Tabel 2. Kriteria penerimaan nilai RSD ... 23

Tabel 3. Kriteria penerimaan nilai % recovery ... 24

Tabel 4. Elemen – elemen data yang dibutuhkan untuk uji validasi

menurut USP ... 27

Tabel 5. Komposisi campuran sintetik guaifenesin, chlorpheniramine

maleat dan dextromethorphan HBr untuk kalibrasi... 33

Tabel 6. Komposisi campuran sintetik guaifenesin, chlorpheniramine

maleat dan dextromethorphan HBr untuk validasi ... 34

Tabel 7. Nilai sebenarnya dan nilai terhitung hasil kalibrasi PLS dari

20 sampel kalibrasi. ... 42

Tabel 8. Nilai sebenarnya dan nilai terhitung hasil kalibrasi PLS dari

10 sampel validasi. ... 52

Tabel 9. Rekapitulasi evaluasi parameter validasi metode

(19)

xvi

Tabel 10. Hasil penetapan kadar prediksi guaifenesin dalam sediaan

farmasi tablet menggunakan metode spektrofotometri

UV-PLS ... 57

Tabel 11. Hasil penetapan kadar prediksi dextromethorphan HBr dalam sediaan farmasi tablet menggunakan metode

spektrofotometri UV-PLS. ... 57

Tabel 12. Hasil penetapan kadar prediksi chlorpheniramine maleat dalam sediaan tablet menggunakan metode spektrofotometri

(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Guaifenesin ... 6

Gambar 2. Struktur Chlorpheniramine Maleat ... 7

Gambar 3. Dextromethorphan HBr ... 8

Gambar 4. Spektrum absorpsi pada panjang gelombang masing-

masing komponen tidak saling tumpang tindih ... 15

Gambar 5. Spektrum absorpsi tumpang tindih satu arah ... 16

Gambar 6. Spektrum absorpsi tumpang tindih dua arah ... 17

Gambar 7. Overlay spektra uv guaifenesin, chlorpheniramine maleat,

dextromethorphan HBr dan campuran guaifenesin, chlorpheniramine maleat, dextromethorphan HBr pada

konsentrasi 20 µg/mL ... 38

Gambar 8. Overlay spektra uv campuran baku (guaifenesin, chlorpheniramine maleat, dextromethorphan HBr) dan sampel sedian farmasi yang mengandung guaifenesin,

(21)

xviii

Gambar 9. Overlay spektra uv campuran baku guaifenesin,

dextromethorphan HBr dan clorpheniramine maleat ... 40

Gambar 10. Kurva hubungan antara kadar guaifenesin sebenarnya (actual response) vs kadar terhitung (calculated

response) guaifenesin dengan metode spektrofotometri

uv- PLS pada panjang λ 230 – 300 nm ... 43 Gambar 11. Kurva hubungan antara kadar dextromethorphan HBr

sebenarnya (actual response) vs kadar terhitung (calculated response) guaifenesin dengan metode

spektrofotometri uv- PLS pada λ 230-300 nm ... 44 Gambar 12. Kurva hubungan antara kadar chlorpheniramine maleat

sebenarnya (actual response) vs kadar terhitung (calculated response) guaifenesin dengan metode

spektrofotometri uv- PLS pada λ 256-300 nm ... 44 Gambar 13. Data dan parameter hasil validasi silang guaifenesin

dengan teknik leave one out. ... 47 Gambar 14. Data dan parameter hasil validasi silang

dextromethorphan HBr dengan teknik leave one out... 48 Gambar 15. Data dan parameter hasil validasi silang

(22)

xix

Gambar 16. Kurva hubungan antara kadar guaifenesin sebenarnya (actual response) vs kadar terhitung (calculated respon) hasil validasi silang (leave one out) dengan metode

spektrofotometri UV-PLS ... 49 Gambar 17. Kurva hubungan antara kadar dextromethorphan HBr

sebenarnya (actual response) vs kadar terhitung (calculated respon) hasil validasi silang (leave one out)

dengan metode spektrofotometri UV-PLS ... 49 Gambar 18. Kurva hubungan antara kadar chlopheniramine maleat

sebenarnya (actual response) vs kadar terhitung (calculated respon) hasil validasi silang (leave one out) dengan metode spektrofotometri UV-PLS ... 50 Gambar 19. Kurva hubungan antara kadar guaifenesin sebenarnya

(actual response) vs kadar terhitung (calculated response) hasil validasi eksternal dengan metode spektrofotometri UV-PLS pada λ 230-300 nm ... 51 Gambar 20. Kurva hubungan antara kadar dextromethorphan HBr

(23)

xx

Gambar 21. Kurva hubungan antara kadar chlorpheniramine maleat sebenarnya (actual response) vs kadar terhitung (calculated response) hasil validasi eksternal dengan metode spektrofotometri UV-PLS pada λ 256-300 nm ... 52 Gambar 22. Overlay spektra 6 sampel sediaan farmasi dalam pelarut

(24)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Keseragaman Bobot... 66

Lampiran 2. Output Minitab hasil kalibrasi multivariat Partial Least

Square (PLS) Guaifenesin dari sampel kalibrasi 20

campuran sintetik tanpa validasi silang leave one out. ... 67

Lampiran 3. Output Minitab hasil kalibrasi multivariat Partial Least

Square (PLS) Dextromethorphan HBr dari sampel

kalibrasi 20 campuran sintetik tanpa validasi silang leave

one out ... 69

Lampiran 4. Output Minitab hasil kalibrasi multivariat Partial Least

Square (PLS) Chlorpheniramine maleat dari sampel

kalibrasi 20 campuran sintetik tanpa validasi silang leave

one out ... 71

Lampiran 5. Output Minitab hasil kalibrasi multivariat Partial Least

Square (PLS) Guaifenesin dari sampel kalibrasi 20

(25)

xxii

Lampiran 6. Output Minitab hasil kalibrasi multivariat Partial Least

Square (PLS) Dextromethorphan HBr dari sampel

kalibrasi 20 campuran sintetik dengan validasi silang leave one out ... 75

Lampiran 7. Output Minitab hasil kalibrasi multivariat Partial Least

Square (PLS) Chlorpheniramine maleat dari sampel

kalibrasi 20 campuran sintetik dengan validasi silang leave one out ... 77

Lampiran 8. Data pengukuran spektrofotometri uv 20 campuran sintetik untuk model kalibrasi Partial Least Square (PLS) ... 79

Lampiran 9. Data pengukuran spektrofotometri uv 10 campuran sintetik untuk validasi model kalibrasi PLS ... 86

Lampiran 10. Perhitungan kadar guaifenesin terprediksi dari sampel validasi eksternal 10 campuran sintetik menggunakan koefisien hasil validasi silang ... 90

(26)

xxiii

Lampiran 12. Perhitungan kadar Dextromethorphan HBr terprediksi dari sampel validasi eksternal menggunakan koefisien hasil validasi silang... 96

Lampiran 13. Perhitungan kadar guaifenesin terprediksi dari sampel tablet sediaan farmasi menggunakan koefisien hasil validasi silang ... 100

Lampiran 14. Perhitungan kadar dextromethorphan HBr terprediksi dari sampel tablet sediaan farmasi menggunakan koefisien hasil validasi silang... 102

Lampiran 15. Perhitungan kadar chlorpheniramine maleat terprediksi dari sampel tablet sediaan farmasi menggunakan koefisien hasil validasi silang ... 104

Lampiran 16. Certificate of Analysis (CoA) Guaifenesin ... 106

Lampiran 17. Certificate of Analysis (CoA) Dextromethorphan HBr ... 107

(27)

xxiv

INTISARI

Metode pilihan untuk melakukan analisis sediaan multi-komponen adalah dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) namun seiring dengan semakin banyaknya sediaan multi-komponen yang beredar di masyarakat maka diperlukan pengembangan metode yang lebih sederhana seperti spektrofotometri karena penggunaan metode kromatografi untuk analisis sediaan multi-komponen memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar.

Spektrofotometri Uv yang dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat

partial least square (PLS) telah digunakan untuk analisis multi-komponen dalam

sediaan farmasi tanpa didahului oleh tahap pemisahan. Suatu model campuran obat guaifenesin, dextromethorphan HBr dan chlorpheniramine maleat akan dioptimasi untuk dianalisis dengan spektroskopi uv dan kalibrasi multivariat. Model kalibrasi disiapkan dengan membuat 20 dan 10 sampel campuran obat dengan proporsi tertentu dan dievaluasi berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) untuk menyatakan nilai akurasi dan nilai root mean square error of calibration (RMSEC), root mean squared

error cross validation (RMSECV) dan root mean square error of prediction

(RMSEP) untuk menyatakan nilai presisi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa spektrofotometri Uv yang dikombinasikan dengan PLS belum berhasil digunakan untuk analisis senyawa obat campuran guaifenesin, dextromethorphan HBr dan chlorpheniramine maleat. dilihat dari nilai koefisien determinasi yang dihasilkan < 0,99. Nilai RMSEC untuk guaifenesin, dextromethorphan HBr dan chlorpheniramine maleat masing–masing 0,130 µg/mL, 0,027 µg/mL dan 0,049 µg/mL, sementara nilai RMSECV masing-masing 1,377 µg/mL, 0,409 µg/mL dan 0,571 µg/mL. Nilai RMSEP masing-masing-masing-masing obat adalah 2,817 µg/mL, 2,136 µg/mL dan 131,068 µg/mL.

(28)

xxv

ABSTRACT

The method of choice for analysis of multi-component preparation is by using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) but along with the increasing number of multi-component preparations that circulate in society will require the development of simpler methods such as spectrophotometry because of the use of chromatographic method for the analysis multi- components require a long time and huge costs.

Uv spectrophotometry combined with multivariate calibration techniques of Partial Least Square (PLS) was used for the analysis of multi-component in pharmaceutical preparations without preceded by phase separation. A mixed model drug of guaifenesin, dextromethorphan HBr and chlorpheniramine maleate would be optimized for analysis with uv spectroscopy and multivariate calibration. Model calibration was prepared by making a mixture of 20 and 10 samples of drugs with a certain proportion and evaluated based on the value of the coefficient of determination (R2) to declare the value of accuracy and value of the Root Mean Square Error of Calibration (RMSEC), Root Mean Squared Error of Cross Validation (RMSECV) and Root Mean Square Error of Prediction (RMSEP) to declare the value of precision.

The results showed that uv spectrophotometry combined with PLS has not been successfully used for the analysis of drug compounds of guaifenesin, dextromethorphan HBr and chlorpheniramine maleate, from the result coefficient of determination that produced < 0.99. RMSEC value to guaifenesin, dextromethorphan HBr and chlorpheniramine maleate 0,130 mg/mL, 0,027 mg/mL and 0,049 mg/mL, while the RMSECV value 1,377 mg/mL, 0,409 mg/mL and 0,571 mg/mL. RMSEP value of each drug 2,817 mg/mL, 2,136 mg/mL and 131,068 mg/mL.

(29)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Salah satu obat yang digunakan luas di masyarakat adalah obat batuk dan flu. Saat ini banyak obat batuk dan flu yang beredar dengan sediaan obat lebih dari satu komponen zat aktif. Salah satu kombinasi obat yang digunakan adalah campuran guaifenesin, chlorpheniramine maleat dan dextromethorpan HBr yang tersedia dalam bentuk sediaan tablet dengan berbagai merek dagang.

Dalam bidang farmasi khususnya dalam bidang pembuatan obat, pemeriksaan kadar zat aktif merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas obat. Sediaan obat yang berkualitas baik akan mendukung tercapainya efek terapeutik yang diharapkan. Salah satu persyaratan mutu adalah kadar yang terkandung harus memenuhi persyaratan kadar seperti yang tercantum dalam Farmakope Indonesia atau buku resmi lainnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode yang sederhana dan cepat seperti spektrofotometri uv sehingga hampir semua laboratorium kimia dapat melakukannya (Givianrad and Mohagheghian, 2011; Bano et al., 2013; Islam et al., 2013).

(30)

( = 125), chlorpheniramine maleat memiliki serapan maksimum dalam larutan asam pada λ 265 nm ( = 302) dan serapan maksimum dalam larutan basa pada λ 262 nm ( = 205), dextromethorpan HBr memiliki serapan maksimum dalam

larutan asam pada λ 278 nm ( = 70).

Penetapan kadar secara simultan dari dua atau lebih kombinasi obat dilakukan menggunakan metode kromatografi dan elektroforesis yang memerlukan biaya besar dan waktu yang cukup lama, sehingga kurang sesuai untuk kontrol kualitas secara rutin (Ni et al., 2006). Dengan semakin banyak dan beragamnya produk farmasi kombinasi ini, maka menjadi suatu tantangan untuk mengembangkan metode analisis yang sederhana, cepat dan tidak memerlukan biaya besar serta meminimalkan penggunaan reagen yang berbahaya bagi kesehatan analis.

Saat ini dengan berkembangnya perangkat lunak komputer terutama analisis multivariat, spektrofotometri UV/Vis telah banyak digunakan untuk menganalisis campuran beberapa senyawa obat secara simultan (de Luca et al, 2009).

Spektrofotometri UV/Vis yang digabungkan dengan “kemometrika” merupakan

(31)

Pada penetapan kadar campuran guaifenesin, chlorpheniramine maleat dan dextromethorpan HBr secara spektrofotometri ultraviolet yang menjadi kendala adalah terjadinya tumpang tindih (overlapping) spektrum ketiga senyawa tersebut, yang mana ketiga senyawa ini memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang yang berdekatan (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).

Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk memeriksa kadar guaifenesin, chlorpheniramine maleat dan dextromethorpan HBr dengan metode spektrofotmetri ultraviolet yang dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat.

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas, maka permasalahan yang muncul adalah :

a. Bagaimana validasi spektrofotometri ultraviolet yang dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat untuk analisis campuran guaifenesin, chlorpheniramine maleat dan dextromethorpan HBr dalam sediaan tablet tanpa tahap pemisahan ? b. Bagaimana aplikasi spektrofotometri ultraviolet yang dikombinasikan dengan

(32)

2. Keaslian Penelitian

Hasil penelusuran publikasi-publikasi ilmiah menunjukkan bahwa analisis campuran guaifenesin, chlorpheniramine maleat dan dextromethorpan HBr secara simultan dalam sediaan farmasi secara spektrofotometri ultraviolet yang dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat belum pernah dilaporkan.

Berikut adalah beberapa penelitian yang sukses dengan spektrofotometri ultraviolet dan kemometrika. Khoshayand et al. (2008) telah sukses menetapkan kandungan parasetamol, ibuprofen dan kafein dalam sediaan farmasi kapsul secara bersama-sama menggunakan spektrofotometri ultraviolet yang dihubungkan dengan kemometrika kalibrasi multivariat PLS dan principal component-artificial neural

network. Campuran tiga komponen yang terdiri atas parasetamol, fenileprin HCl dan

klorfeniramin maleat juga telah dianalisis dengan spektrofotometri ultraviolet dengan kombinasi kalibrasi multivariat PLS dan PCR tanpa pemisahan terlebih dahulu, pada kisaran 1-15 ppm. Validasi dilakukan dengan validasi silang. Prosedur yang dikembangkan ini sukses diaplikasikan untuk analisis ketiga kompponen dalam sediaan farmasi tablet (Samadi-Maybodi and Nejad-Darzi, 2010).

3. Manfaat Penelitian

(33)

dan dextromethorpan HBr dalam sediaan farmasi yang memenuhi persyaratan validitas yang baik.

b. Manfaat Teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi ilmiah mengenai validasi metode penetapan kadar guaifenesin, chlorpheniramine maleat dan dextromethorpan HBr dalam sediaan farmasi secara spektrofotometri ultraviolet.

c. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menetapkan kadar campuran guaifenesin, chlorpheniramine maleat dan dextromethorpan HBr dalam sediaan farmasi yang banyak beredar di pasaran.

B. Tujuan Penelitian

a. Melakukan validasi spektrofotometri ultraviolet yang dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat untuk analisis campuran guaifenesin, chlorpheniramine maleat dan dextromethorpan HBr dalam sediaan tablet.

(34)

6

BAB II DASAR TEORI

A. Guaifenesin

Guaifenesin (Gambar 1) memiliki absorbansi pada panjang gelombang 273 nm dalam pelarut asam dengan nilai = 125 (Moffat, 2011). Guaifenesin (C10H14O4) memiliki berat molekul 198,2. Guaifenesin mengandung tidak kurang dari

98,0% dan tidak lebih dari 102,0% C10H14O4, dihitung terhadap zat yang telah

dikeringkan (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).

[image:34.612.100.531.200.562.2]

Pemerian guaifenesin berupa serbuk hablur, putih sampai agak kelabu, bau khas lemah dan memiliki rasa pahit. Guaifenesin larut dalam air, etanol, kloroform dan dalam propilen glikol, agak sukar larut dalam gliserin (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).

(35)

B. Chlorpheniramine Maleat

Chlorpheniramine maleat (Gambar 2) memiliki absorbansi pada panjang gelombang 265 nm dalam pelarut asam dengan nilai = 302 dan pada λ 262 nm pada pelarut basa dengan nilai = 205 (Moffat, 2011). Chlorpheniramine maleat (C16H19ClN2.C4H4O4) memiliki berat molekul 390,87. Chlorpheniramine maleat

mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 100,5% C16H19ClN2.C4H4O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Direktorat

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).

[image:35.612.99.532.202.565.2]

Pemerian chlorpheniramine maleat berupa serbuk hablur putih; tidak berbau. Kelarutan sangat mudah larut dalam air, larut dalam etanol, dan dalam kloroform, sukar larut dalam eter dan dalam benzene (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).

Gambar 2. Struktur Chlorpheniramine Maleat

C. Dextromethorpan HBr

(36)

Dextromethorpan HBr (C18H25NO.HBr) memiliki berat molekul 352,31.

Dextromethorpan HBr mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0 % C18H25NO.HBr, dihitung sebagai anhidrat (Direktorat Jenderal Pengawasan

Obat dan Makanan, 1995).

[image:36.612.104.520.265.536.2]

Pemerian dextromethorpan HBr berupa hablur hampir putih atau serbuk hablur. Melebur pada suhu 126°C disertai peruraian. Kelarutan agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan dalam kloroform, tidak larut dalam eter (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).

Gambar 3. Struktur Dextromethorpan HBr

D. Spektrofotometri Ultraviolet

(37)

molekul. Hasil pembacaan absorbansi disebut sebagai absorban (A) dan tidak memiliki satuan %T (Mulja dan Suharman, 1995).

Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri ultraviolet melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak digunakan untuk analisis kuantitatif dibandingkan dengan analisis kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995).

Sinar ultraviolet memberikan energi yang cukup untuk terjadinya transisi elektronik. Keadaan paling rendah disebut keadaan dasar (ground state). Transisi-transisi elektronik akan meningkatkan energi molekular dari keadaan dasar ke satu atau lebih tingkat energi tereksitasi. Jika molekul dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai dan terjadi eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi, yang disebut orbital elektron anti ikatan (Gandjar dan Rohman, 2007).

a. Instrumentasi Spektrofotometer Ultraviolet

(38)

i. Sumber Lampu : lampu deuterium digunakan untuk daerah ultraviolet pada

panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel (pada daerah panjang gelombang antara 350-900 nm).

ii. Monokromator : digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam

komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya dipilih oleh celah (slit). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan instrumen melewati spektrum.

iii. Optik – optik: dapat dirancang untuk memecah sumber sinar sehingga sumber

sinar melewati 2 kompartemen, dan sebagaimana dalam spektrofotometer berkas ganda (double beam), suatu larutan blanko dapat digunakan dalam satu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau spektrum sampel. Larutan yang paling sering digunakan sebagai blanko dalam spektrofotometri adalah semua pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel atau pereaksi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Dilihat dari sistem optik spektrofotometer dapat dibagi menjadi 2 jenis : 1. Spektrofotometer berkas tunggal (single beam)

(39)

berkas ganda (double beam). Kelemahannya adalah tidak dapat mengoreksi perubahan respon absorbansi akibat turbiditas sampel atau perbedaan intensitas cahaya baik dari sumber radiasi maupun dari pengaruh luar.

2. Spektrofotometer berkas ganda (double beam)

Spektrofotometer double beam merupakan alat pengembangan dari spektrofotometer single beam karena keterbatasan yang dimiliki oleh spektrofotometer single beam. Spektrofotometer double beam memiliki dua sinar yang dibentuk oleh potongan cermin yang digunakan untuk memecah sinar. Sinar pertama melewati larutan blanko dan sinar kedua melewati sampel. Dengan dilakukannya sistem ini maka spektrofotometer double beam dapat mengkoreksi perubahan respon absorbansi akibat perbedaan intensitas cahaya, fluktuasi pada kelistrikan instrumen dan absorbansi blanko (Haven dkk, 1994).

Secara umum ada tiga macam distribusi elektron didalam suatu senyawa organik yang selanjutnya dikenal sebagai orbital elektron pi (π), sigma (σ), dan elektron tidak berpasangan (n). Apabila pada molekul tersebut dikenakan radiasi elektromagnetik maka akan terjadi eksitasi elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi yang dikenal sebagai orbital elektron “anti bonding” (Mulja dan Suharman,

1995).

(40)

dapat menyerap radiasi, tetapi keberadaannya dalam molekul dapat mempertinggi absorpsi kromofor atau menggeser absorpsi panjang gelombang serapan bila terikat pada kromofor. Elektron – elektron tidak berikatan (n) pada auksokrom dapat berinteraksi dengan elektron – electron µ kromofor (Christian, 2004).

Ada empat macam pergeseran yang disebabkan oleh auksokrom yaitu pergeseran batokromik, pergeseran hipsokromik, pergeseran hiperkromik dan hipokromik (Sastrohamidjojo, 2001). Pergeseran batokromik adalah pergeseran serapan ke arah panjang gelombang yang lebih panjang, disebabkan substitusi atau pengarah pelarut. Pergeseran ini disebut juga pergeseran merah atau red shift (Connors, 1982). Pergeseran hipsokromik adalah pergeseran ke arah panjang gelombang yang lebih pendek disebabkan substitusi atau pengarah pelarut, misalnya dari pelarut nonpolar ke pelarut polar (Sastrohamidjojo, 2001). Hiperkromik adalah kenaikan intensitas serapan disebabkan oleh perubahan struktur atau medium, sedangkan hipokromik adalah penurunan intensitas serapan (Connors, 1982).

b. Hukum Lambert – Beer

(41)

Log Io/It = A = ɛ.b.c

Keterangan: Io : intensitas radiasi yang masuk

It : intensitas radiasi yang ditransmisikan A : absorbansi

ɛ : konstanta koefisien molar ekstingsi

b : ketebalan kuvet yang dinyatakan dalam cm c : konsentrasi analit (mol.L-1)

Absorbansi adalah jumlah cahaya yang diabsorpsi oleh larutan sampel yang diukur. Konstanta koefisien molar ekstingsi merupakan absorbansi analit dalam larutan dengan konsentrasi 1Molar.

Pada produk farmasi, konsentrasi atau jumlah sering dinyatakan dalam gram atau miligram dibandingkan dengan mol. Oleh karena itu pada analisis produk farmasi Hukum Lambert-Beer sering dituliskan dengan persamaan berikut:

ɛ = A (1%,1cm).b.c

Keterangan: :absorbansi sampel dengan konsentrasi 1% (b/v) dengan ketebalan kuvet 1 cm

b :ketebalan kuvet yang dinyatakan dalam cm

(42)

Aspek penggunaan spektrofotometri UV dalam analisis kualitatif dilihat dari parameter panjang gelombang maksimum, intensitas, nilai absortivitas molar dan nilai absortivitas yang spesifik untuk senyawa yang dilarutkan dalam pelarut tertentu. Aspek dalam analisis kuantitatif terjadi ketika sampel dikenakan suatu radiasi, dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Analisis kuantitatif juga dilakukan dengan menggunakan metode regresi yaitu dengan menggunakan persamaan garis regresi yang didasarkan pada nilai absorbansi dan konsentrasi baku yang dibuat dalam beberapa konsentrasi. Pada pengukuran absorbansi senyawa, digunakan panjang gelombang maksimum untuk mendapatkan absorbansi yang maksimum (Mulja dan Suharman, 1995).

E. Analisis Multikomponen secara Spektrofotometri UV

Apabila dua atau lebih komponen mempunyai absorbansi pada panjang gelombang yang sama dan keduanya tidak saling bergantung satu sama lain maka pengukuran spektrofotometri memberikan harga penjumlahan absorbansi dari setiap komponen (Swarbrick, 1997). Prinsip tersebut dapat digunakan dalam analisis multikomponen dengan cara mencari absorban atau beda absorban tiap-tiap komponen yang akan memberikan korelasi yang linier terhadap konsentrasi, sehingga akan dapat dihitung masing-masing kadar campuran tersebut secara serentak atau salah satu komponen dalam campurannya dengan komponen yang lainnya (Mulja dan Suharman, 1995).

(43)

1. Kemungkinan pertama, spektra tanpa tumpang tindih atau sekurangnya

dimungkinkan untuk menemukan suatu panjang gelombang yang mana x menyerap dan y tidak, serta panjang gelombang serupa untuk mengukur y. Konstituen x dan y diukur masing – masing pada panjang gelombang λ1 dan λ2.

Gambar 4. Spektrum absorpsi pada panjang gelombang masing – masing komponen tidak saling tumpang tindih (Day dan Underwood, 1980)

2. Kemungkinan kedua, spektra tumpang tindih satu arah, y tidak menganggu

pengukuran x pada λ1, tetapi x menyerap cukup banyak bersama –sama y pada λ2.

Konsentrasi x ditetapkan dan absorbansi larutan pada λ1. Absorbansi yang diberikan oleh konsentrasi x pada λ2 dihitung pada absorptivitas molar x pada λ2.

Absorbansi ini dikurangkan dari absorbansi terukur larutan pada λ2 sehingga akan

[image:43.612.103.526.207.538.2]
(44)
[image:44.612.101.531.112.583.2]

Gambar 5. Spektrum absorpsi tumpang tindih satu arah (Day dan Underwood, 1980)

3. Kemungkinan ketiga, spektra tumpang tindih dua arah. Bila tidak ditemukan

panjang gelombang yang mana x atau y menyerap secara eksklusif, maka perlu memecahkan dua persamaan serempak dengan dua derivative. Analisis kuantitatif jenis ini dapat dilakukan dengan aplikasi metode panjang gelombang berganda atau derivative.

A1 = ɛx1 b Cx + ɛy1 b Cy

A2 = ɛx2 b Cx + ɛy2 b Cy

(45)

Cx = konsentrasi (mol/L) CY = konsentrasi (mol/L

pada x pada y

[image:45.612.102.526.100.502.2]

b = tebal sel

Gambar 6. Spektrum absorpsi tumpang tindih dua arah (Day dan Underwood, 1980)

F. Kemometrika

Kemometrika adalah ilmu kimia yang menggunakan matematika dan metode statistik untuk memperoleh informasi yang optimal pada suatu sistem. Secara umum, kemometrika mengungkap bahwa ada korelasi antara data yang terukur dengan konsentrasi komponen. Berbagai metode kemometrika telah dikenalkan dan digunakan secara luas dalam bidang analisis obat seperti kalibrasi multivariat dan analisis pengelompokkan seperti principle component analysis dan discriminant

analysis (Massart and Buydens, 1988). Salah satu metode kemometrika adalah

(46)

yang kuat yang dapat diterapkan untuk mengatasi kompleksitas dalam kimia analisis. Kalibrasi multivariat berguna dalam analisis spektra karena penjumlahan intensitas spektra yang muncul secara simultan dapat memperbaiki presisi dan dapat digunakan untuk analisis kuantitatif campuran multikomponen yang tidak dapat diselesaikan dengan metode spektrofotometri konvensional (Sohrabi et al, 2009). Kalibrasi multivariat merupakan teknik yang paling sering digunakan terutama untuk analisis multi-komponen (Miller and Miller, 2005).

Diantara jenis kalibrasi multivariat, teknik kalibrasi classical least squares (CLS), stepwise multiple linear regression (SMLR), principle component regression (PCR) dan partial least squares (PLS) merupakan jenis yang paling sering digunakan. Aplikasi kemometrik pada data spektroskopi adalah:

Kalibrasi classical least squares (CLS) didasarkan pada hukum Beer dengan absorbansi pada setiap panjang gelombang proporsional terhadap konsentrasi komponen. Kalibrasi principle component regression (PCR) dan partial least squares (PLS) termasuk jenis Inverse Least square (ILS) (Rohman, 2012).

Metode kalibrasi multivariat yang paling banyak digunakan dalam analisis farmasi terutama model analisis instrumental (spektroskopi ultraviolet dan inframerah) adalah principal component regression (PCR), stepwise multiple linear

regression (SMLR), dan partial least square (PLS) (Rohman, 2012; Ragno et

al.,2004; El Gindy et al., 2006). PLS berpotensi tinggi dalam metodologi

(47)

Rohman et al., 2013). PLS memiliki beberapa keunggulan yaitu menggunakan semua data spektral penuh untuk pemisahan campuran multikomponen, prosedur analitis dapat dilakukan dalam waktu singkat, biasanya tanpa pemisahan fisik, dan model kalibrasinya hanya mengolah konsentrasi analit yang diinginkan (Escandar et al, 2006).

PLS mampu memprediksi secara lebih baik daripada PCR ketika ada

baseline linier yang acak dan atau spektral komponen utama yang tumpang tindih

(Sohrabi et al., 2009). Dalam PLS, variabel yang menunjukkan korelasi tinggi dengan variabel respon lebih dipilih karena lebih efektif untuk memprediksi. Kombinasi linier variabel prediktor dipilih dari yang memiliki korelasi tinggi dengan variabel respon dan dapat menjelaskan variasi dalam variabel prediktor (Miller and Miller, 2010).

Kalibrasi PCR dan PLS dilakukan dalam 3 tahap yaitu: (1) kalibrasi; (2) validasi; dan (3) analisis sampel yang tidak diketahui (Osborne et al., 1997). Secara umum, kalibrasi multivariat mempunyai tahap kalibrasi yang diikuti validasi (dengan validasi sampel secara terpisah atau dengan validasi silang tengan teknik leave one

out) dan tahap prediksi (sampel baru). Jika hasil tahap kalibrasi dan validasi yang

(48)

Kalibrasi PLS dievaluasi dengan menggunakan root mean square error of

calibration (RMSEC) dan koefisien detreminasi (R2). Selanjutnya model PLS

diujisilangkan menggunakan teknik “leave one out”. Dalam teknik ini, salah satu

sampel kalibrasi dikeluarkan dari model PLS dan sisa sampel yang ada digunakan untuk pemodelan dengan PLS. sampel yang dihilangkan selanjutnya dihitung dengan model PLS baru yang dikembangkan. Prosedur tersebut dilakukan berulang kali, menghilangkan satu demi satu sampel kalibrasi hingga didapatkan harga R2 yang sesuai dengan yang diinginkan (Rohman and CheMan, 2011).

G. Validasi Metode Analisis

a. Pengertian dan alasan validasi metode analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter-parameter tertentu berdasarkan percobaan di laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter itu tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Validasi merupakan suatu persyaratan dasar untuk menjamin kualitas dan kehandalan hasil dari semua aplikasi metode analisis (Ermer

and Miller, 2005).

(49)

validasi adalah konfirmasi melalui pengujian dan pengadaan bukti yang objektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud khusus dipenuhi.

Suatu metode analisis harus divalidasi jika: (1) Merupakan metode tidak baku, misalnya dari diktat, buku teks dan jurnal yang belum diakui secara luas; (2) berupa metode yang dikembangkan oleh laboratorium; (3) metode standar yang digunakan di luar ruang lingkupnya; (4) perubahan sekecil apapun dari metode standar, misalnya perubahan prosedur dan perubahan volume reagensia; (5) gabungan dari dua atau lebih metode standar; dan (6) gabungan antara metode standar dan metode bukan standar (ISO 17025, 2005).

b. Parameter dan kategori validasi metode analisis

(50)
[image:50.612.102.511.150.487.2]

Tabel 1. Karakteristik validasi metode analisis menurut ISO/IEC 17025, USP dan ICH

Parameter Uji ISO/IEC

17025:2005 USP ICH Presisi

Akurasi

Batas Deteksi (LOD )

Batas Kuantifikasi (LOQ)

Spesifitas -

Selektivitas - -

Linearitas Rentang Ukur

Ketahanan (Robustness)

Kesesuaian system -

Ketidakpastian hasil - -

Sensitivitas silang terhadap

gangguan dari matrik - -

1. Presisi

Presisi suatu prosedur analisis menunjukkan kedekatan nilai (derajat penyebaran) antara serangkaian pengukuran yang dilakukan dari proses sampling ganda (multiple sampling) dari sekumpulan sampel homogen dengan kondisi yang telah ditentukan. Presisi dapat dipertimbangkan dalam tiga tingkatan, yaitu: keterulangan (repeatibility), intermediate precision, dan reproduciblity.

Presisi seringkali diekspresikan dengan simpangan baku (SD) atau

simpangan baku relatif (RSD) dari serangkaian data. Perhitungan RSD dapat

digunakan rumus:

(51)

Keterangan: SD = simpangan baku serangkaian data

= Rata – rata data

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Kriteria presisi diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif

atau koefisien variasi 2% atau kurang untuk kadar analit 100%. Kriteria tersebut

sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel,

[image:51.612.102.513.225.550.2]

dan kondisi laboratorium seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria penerimaan nilai RSD

Analit (%) Fraksi analit Konsentrasi analit Nilai RSD (%)

100 1 100% 2

10 10-1 10% 2,8

1 10-2 1% 4

0,1 10-3 0,1% 5,7

0,01 10-4 100 ppm 8

0,001 10-5 10 ppm 11,3

0,0001 10-6 1 ppm 16

0,00001 10-7 100 ppb 22,6

0,000001 10-8 10 ppb 32

0,000001 10-9 1 ppb 45,3

(Horwitz cit. Gonzales, Herrador, and Asuero, 2010)

2. Akurasi

Akurasi suatu prosedur analisis menunjukkan kedekatan penerimaan antara hasil yang diterima sebagai nilai konvensional yang sebenarnya atau hasil referensi yang diterima dengan hasil yang ditemukan (Emer and Miller, 2005).

ICH (International Conference on Harmonisation) merekomendasikan

pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 kosentrasi yang berbeda

(52)

mendokumentasikan akurasi. Data akurasi dilaporkan dalam nilai persen perolehan

kembali (Gandjar dan Rohman, 2007). Persen perolehan kembali seharusnya tidak

melebihi nilai presisi RSD. Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi

[image:52.612.106.511.241.485.2]

analit pada matriks dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3. Kriteria penerimaan nilai % recovery

Analit (%) Fraksi analit Konsentrasi analit Rentang recovery

100 1 100% 98-102

10 10-1 10% 98-102

1 10-2 1% 97-103

0,1 10-3 0,1% 95-105

0,01 10-4 100 ppm 90-107

0,001 10-5 10 ppm 80-110

0,0001 10-6 1 ppm 80-110

0,00001 10-7 100 ppb 80-110

0,000001 10-8 10 ppb 60-115

0,000001 10-9 1 ppb 40-120

(AOAC cit.Gonzales and Herrador, 2007)

3. Linieritas

(53)

Linieritas sebaiknya dievaluasi secara visual dengan merajahkan respon analit sebagai fungsi konsentrasi analit atau komponen. Untuk pengukuran linieritas, dianjurkan minimal untuk 5 konsentrasi larutan (Anonim,2004).

Syarat suatu metode dikatakan memiliki lineritas yang baik apabila memiliki nilai koefisien korelasi (r) 0,999, terutama untuk pendapatan kadar senyawa tunggal (Snyder et al., 1997).

4. Kisaran (range)

Kisaran suatu metode didefinisikan sebagai konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analisis menunjukkan akurasi, presisi, dan linieritas yang mencukupi. Kisaran-kisaran konsentrasi yang diuji tergantung pada jenis metode dan kegunaannya. Untuk pengujian komponen utama (mayor), maka konsentrasi baku harus di dekat atau sama dengan konsentrasi kandungan analit yang diharapkan (Gandjar dan Rohman,2007).

5. Batas Deteksi (limit of detection)

Batas deteksi didefinisikan sebagai kadar analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Pada metode kromatografi, batas deteksi dapat ditunjukkan penyuntikkan analit yang menghasilkan tinggi puncak setidaknya 2 sampai 3 kali tinggi derau (signal to noise

(54)

6. Batas Kuantifikasi (limit of quantification)

Batas kuantifikasi adalah kadar analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan. Penentuan batas kuantifikasi dapat dilakukan dengan mengukur tinggi puncak setidaknya 10 sampai 20 kali tinggi derau (signal to noise

ratio = 10:1) (Huber, 2007).

7. Ketahanan ( Robustness )

Ketahanan merupakan kapasitas metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh adanya variasi parameter metode yang kecil. Evaluasi ketahanan metode biasanya dilakukan dengan variasi pH, laju air, suhu kolom, volume penyuntikan atau komposisi fase gerak (Huber, 2007).

Baik USP maupun ICH telah memperkenalkan bahwa tidak selamanya parameter untuk mengevaluasi validasi metode harus diuji. USP membagi metode-metode analisis ke dalam kategori-kategori yang terpisah, yaitu :

1. Penentuan kuantiatif komponen-komponen utama bahan aktif 2. Penentuan pengotor (impurities) atau produk-produk hasil degradasi 3. Penentuan karakteristik-karakteristik

4. Pengujian identifikasi

(55)
[image:55.612.104.522.166.537.2]

Tabel 4. Elemen-elemen data yang dibutuhkan untuk uji validasi menurut USP

Parameter Kineja Analisis

Pengujian kategori I

Uji Kategori II Uji Kategori III Kuantitatif Uji Batas

Akurasi Ya Ya * *

Presisi Ya Ya Tidak Ya

Spesifisitas Ya Ya Ya *

LOD Tidak Tidak Ya *

LOQ Tidak Ya Tidak *

Linearitas Ya Ya Tidak *

Kisaran ( range ) Ya Ya * *

Ruggedness Ya Ya Ya Ya

Keterangan : *mungkin dibutuhkan, tergantung pada uji spesifiknya.

c. Validasi metode kalibrasi multivariat

(56)

1. Selektivitas

Secara umum, selektivitas sistem multikomponen dapat ditetapkan secara kualitatif dan kuantitatif. Dalam kalibrasi multivariat, selektivitas biasanya dihitung dengan condition number. Namun condition number tidak memperhitungkan kadar masing-masing komponen dan hanya memberikan batasan besarnya kesalahan yang diperbolehkan.

2. Presisi

Ketidakpastian kalibrasi dan prediksi kadar yang tidak diketahui dihitung dengan standard error of calibration (SEC) dan standard error of prediction (SEP). Parameter lain untuk mengukur presisi kalibrasi multivariat adalah nilai predictive

residual error sum of squares (PRESS). PRESS dihitung seperti menghitung SEP

dengan menggunakan sampel validasi.

3. Akurasi

Ada tidaknya suatu kesalahan sistematik dapat diketahui dari fungsi

recovery. Kadar yang diprediksi model ( ) dibandingkan dengan kadar aktual sampel validasi ( c ) dengan persmaan regresi sebagai berikut:

= α + βc

(57)

H. Landasan Teori

Dalam sediaan obat sering digunakan campuran zat aktif untuk memperoleh efek terapeutik yang lebih baik. Salah satunya adalah campuran guaifenesin, pseudoefedrine HCl dan dextromethorphan HBr.

(58)

I. Hipotesis

1. Spektrofotometri ultraviolet yang dikombinasikan dengan teknik kalibrasi multivariat dapat digunakan untuk analisis campuran guaifenesin, chlorpheniramine maleat dan dextromethorphan HBr dalam sediaan tablet.

(59)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dari penelitian ini adalah kadar senyawa guaifenesin, chlorpheniramine maleat dan dextromethorpan HBr.

2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah absorbansi masing-masing senyawa yang diberikan dari spekroskopi UV.

3. Variabel Pengacau

a. Variabel pengacau Terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kemurnian bahan baku, kualitas pelarut yang digunakan, pengotor dari alat gelas.

b. Variabel Pengacau Tak Terkendali

(60)

C. Definisi Operasional

1. Spektrofotometer yang digunakan merupakan seperangkat alat spektrofotometer UV merk Shimadzu UV-1800 yang dihubungkan dengan seperangkat computer merk Advance dan printer merk Hp.

2. Absorbansi yang diukur merupakan absorbansi guaifenesin, chlorpheniramine maleat dan dextromethorphan HBr.

3. Campuran guaifenesin, chlorpheniramine maleat dan dextromethorpan HBr yang digunakan memiliki komposisi 33,3 : 2 : 1.

D. Bahan Penelitian

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baku guaifenesin, chlorpheniramine maleat (PT Konimex) dan dextromethorpan HBr (PT Combiphar), sediaan tablet yang mengandung, chlorpheniramine maleat dan dextromethorpan HBr, etanol 95% pro analysis (E. Merck), kertas saring, dan akuades.

E. Alat Penelitian

(61)

F. Tata Cara Penelitian

1. Penyiapan Larutan Standar

[image:61.612.108.521.336.703.2]

Larutan standar kerja disiapkan setiap kali melakukan analisis dalam kisaran kalibrasi linier dengan mengencerkan larutan stok pada setiap zat aktif. Larutan standar disiapkan dalam 2 set: kalibrasi sebanyak 20 larutan sampel dan 10 larutan sampel untuk validasi. Konsentrasi larutan ditentukan secara random. Setiap larutan disiapkan dalam labu takar 10 mL. Sejumlah tertentu guaifenesin, asetosal, dan kafein dalam kisaran kalibrasi dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL kemudian ditambahkan etanol hingga tanda batas. Spektra uv larutan tersebut direkam pada rentang panjang gelombang 200-400 nm. Untuk menyiapkan sampel kalibrasi dan validasi digunakan kombinasi sebagaimana dalam Tabel 5 dan Tabel 6 berikut:

Tabel 5. Komposisi campuran sintetik guaifenesin, chlorpheniramine maleat dan dextromethorpan HBr untuk kalibrasi

No. Guaifenesin Chlorpheniramine maleat Dextromethorphan HBr

1 20,6 1,5 4,0

2 24,0 1,2 4,8

3 22,4 2,0 3,8

4 17,2 1,8 4,2

5 19,6 2,4 2,1

6 21,6 3,6 2,7

7 27,0 1,0 3,6

8 23,0 3,8 2,0

9 24,4 1,4 3,5

10 26,6 3,7 5,0

11 18,6 3,5 3,2

12 28,0 2,6 2,4

13 26,0 2,8 3,3

14 20,0 1,6 4,0

15 25,4 3,4 5,6

16 18,0 2,5 2,7

17 23,6 3,0 4,4

18 25,0 2,2 3,8

19 17,6 3,2 2,8

(62)

Tabel 6. Komposisi campuran sintetik guaifenesin, chlorpheniramine maleat dan dextromethorpan HBr untuk validasi

No. Guaifenesin Chlorpheniramine maleat Dextromethorphan HBr

1 17,0 2,0 0,5

2 18,6 4,6 2,8

3 20,8 3,0 1,0

4 17,5 5,2 1,8

5 18,0 4,0 2,0

6 21,6 2,8 2,4

7 21,0 5,0 3,0

8 19,0 3,4 3,5

9 19,5 6,0 1,4

10 20,0 6,5 0,8

2. Uji Keseragaman Bobot

[image:62.612.106.531.148.530.2]

Sejumlah 20 sediaan tablet, dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Sediaan tablet memenuhi syarat apabila ditimbang satu per satu, tidak ada lebih dari 2 tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari 5% dan tidak ada satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari 10% (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).

3. Penyiapan Larutan Sampel

(63)

4. Analisis Statistik dan Pengolahan Data

(64)

36

BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

(65)

µg/mL, sedangkan untuk chlorpheniramine maleat nilai R2 0,0003 dan nilai RMSEP 131,068 µg/mL. Melihat dari parameter yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa model ini belum sesuai digunakan untuk melakukan penetapan kadar dalam sampel sediaan farmasi senyawa campuran guifenesin, dextromethorphan HBr dan chlorpheniramine maleat.

A. Analisis guaifenesin, dextromethorphan HBr dan chlorpheniramine maleat

dengan menggunakan spektrofotometri ultraviolet

Penelitian diawali dengan melakukan scanning masing-masing larutan baku guaifenesin, dextromethorphan HBr dan clorpheniramine maleat untuk mengetahui

overlapping spektra masing-masing senyawa tersebut jika diukur dalam campuran.

Pada tahap ini, dilakukan pengukuran absorbansi masing-masing senyawa tersebut dengan membuat konsentrasi 20 µg/mL pada tiap larutan. Pada pembuatan larutan baku untuk tiap-tiap guaifenesin, dextromethorphan HBr dan clorpheniramine maleat digunakan etanol pro analysis sebagai pelarut pada pembuatan larutan stok baku maupun pada pembuatan larutan stok sampel karena ketiga komponen tersebut mudah larut dalam pelarut etanol dan memberikan bentuk spektrum yang baik.

Scanning ketiga senyawa dengan spektrofotometer ultraviolet pada panjang

(66)
[image:66.612.102.525.190.480.2]

komponen dalam campuran yang mempunyai spektra overlapping hanya bisa diatasi dengan metode pemisahan secara kromatografi atau spektrofotometri yang dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat (Millier & Miller, 2010).

Gambar 7. Overlay spektra uv guaifenesin, chlorpheniramine maleat,

dextromethorphan HBr dan campuran guaifenesin, chlorpheniramine maleat, dextromethorphan HBr pada konsentrasi 20 µg/mL.

Sebelum dilakukan penelitian lebih lanjut dilakukan pengecekan profil spektra campuran sintetik baku dibandingkan dengan sampel sediaan farmasi pada konsentrasi yang sama. Hal ini dimaksudkan untuk mengecek apakah ada eksipien dalam sediaan yang turut memberikan serapan pada kisaran panjang gelombang tersebut. Dari gambar 8 terlihat bahwa antara spektra campuran baku guaifenesin, dextromethorphan HBr dan chlorpheniramine maleat dengan spektra sampel sediaan farmasi mempunyai profil yang mirip sehingga bisa disimpulkan bahwa tidak ada eksipien yang mengganggu analisis.

Spektra UV camp guaifenesin, dextro dan ctm

guaifenesin

CTM

(67)
[image:67.612.141.462.113.266.2]

Gambar 8. Overlay spektra uv campuran baku (guaifenesin, chlorpheniramine maleat, dextromethorphan HBr) dan sampel sedian farmasi yang mengandung guaifenesin, chlorpheniramine maleat dan dextromethorphan HBr.

B. Kalibrasi multivariat dengan menggunakan PLS

Metode kalibrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah PLS karena mampu memprediksi dengan cara yang lebih baik ketika ada spektra yang tumpang tindih, dan lebih efektif dalam memprediksi karena hanya menggunakan variabel yang paling berkorelasi terhadap variabel respon (Sohrabi et al., 2009; Miller & Miller, 2010), dan juga metode PLS mampu menggunakan informasi spektra dari daerah yang luas dan menghubungkan perubahan spektra terhadap konsentrasi komponen secara bersamaan dengan menghitung kontribusi spektra lain yang dapat mengganggu spektrum (Che Man et al., 2005). Ada tiga tahapan dalam analisis menggunakan regresi PLS, yaitu : pemodelan kalibrasi, validasi dan analisis sampel (Osborne, 1997).

(68)

gelombang 220-350 nm dengan interval 2 nm. Dilakukan pemilihan panjang gelombang dengan cara data absorbansi dari ketiga senyawa dimasukkan ke dalam program Minitab pada beberapa daerah panjang gelombang yang berbeda kemudian dipilih daerah panjang gelombang yang memberikan kolerasi paling dekat antara kadar prediksi dengan kadar sebenarnya/actual.

[image:68.612.106.528.274.602.2]

Pemilihan panjang gelombang ini merupakan tahap yang penting karena akan menentukan kualitas analisis multikomponen. PLS dirancang sebagai metode yang semua spektranya dapat diolah secara komputasi sehingga pemilihan panjang gelombang sepertinya tidak diperlukan, tetapi pengukuran spektra pada panjang gelombang yang tidak informatif dalam model kalibrasi dapat menurunkan kinerja model (El Gindy et al, 2006). Gambar 9 berikut menunjukkan overlay spektra dari 20 campuran sintetik baku untuk model kalibrasi.

Gambar 9. Overlay spektra uv campuran baku guaifenesin, dextromethorphan HBr

dan clorpheniramine maleat.

(69)

dan dextromethorphan HBr dan 256 -300 nm untuk chlorpheniramine maleat. Kedua daerah tersebut dipilih karena ketiga komponen memberikan serapan pada panjang gelombang tersebut dan menghasilkan nilai recovery yang besar, yang dinyatakan dengan nilai koefisien determinasi (R2) yang tinggi dan nilai root mean square of

calibration (RMSEC) yang kecil yaitu 0,9993 dan 0,130 µg/mL untuk guaifenesin,

[image:69.612.105.526.213.710.2]

0,9997 dan 0,027 µg/mL untuk dextromethorphan HBr dan 0,9976 dan 0,049 µg/mLuntuk chlorpheniramine maleat.

Tabel 7. Nilai sebenarnya dan nilai terhitung hasil kalibrasi PLS dari 20sampel kalibrasi

No Camp.

Konsentrasi (µg/mL)

Guaifenesin Dextromethorpan HBr CTM aktual terhitung aktual terhitung aktual terhitung

1 10,0 10,0785 4,7 4,68140 1,5 1,45690

2 14,0 13,8272 0,9 0,92852 0,8 0,89232

3 17,2 16,9156 1,3 1,35157 2,0 1,98302

4 18,0 18,0575 2,6 2,56087 1,8 1,80305

5 19,6 19,4352 4,1 4,10421 2,8 2,72573

6 23,0 23,1471 1,0 0,95825 3,6 3,53192

7 20.6 20,6172 3,5 3,52980 1,0 0,95079

8 22,0 22,1408 3,8 3,77777 3,8 3,75538

9 24,0 24,0639 2,0 2,01839 1,4 1,39952

10 26,8 26,8635 0,5 0,50244 3,7 3,75266

11 26,0 25,9076 3,0 2,99385 3,5 3,54998

12 18,0 17,9549 5,0 5,03810 2,6 2,60821

13 19,2 19,3628 2,2 2,20300 2,4 2,44114

14 24,4 24,3882 4,5 4,48885 1,6 1,65220

15 11,6 11,6907 1,5 1,48460 3,4 3,39422

16 17,2 17,0611 4,3 4,32053 2,5 2,59598

17 28,0 27,8230 2,8 2,81700 3,0 2,98908

18 12,4 12,4257 1,8 1,76619 2,2 2,18043

19 18,6 18,7380 4,0 4,00753 3,2 3,18443

20 20,8 20,9016 4,9 4,86712 0,5 0,45304

Persamaan : Persamaan : Persamaan :

y = 0,9993x + 0,0131 y = 0,9997x + 0,001 y = 0,9976x + 0,0057

R2 = 0,9993 R2 = 0,9997 R2 = 0,9976

RMSEC = 0,130 µg/mL

RMSEC = 0,027 µg/mL

(70)

Tabel 7 tersebut menunjukkan bahwa ketiga komponen tersebut memiliki nilai RMSEC yang mendekati 0 dan R2 yang mendekati 1. Hal ini membuktikan bahwa model memiliki korelasi antara nilai aktual dengan nilai prediksi yang baik.

Koefisien determinasi mencerminkan seberapa besar kemampuan variabel bebas dalam memprediksi varians variabel terikat. Parameter R2 mempunyai nilai antara 0-1, yang mana nilai R2 mendekati 1 menunjukkan bahwa kemampuan memprediksi semakin baik karena semua variasi variabel respon (absorbansi) dapat diterangkan oleh variabel prediktor sehingga nilai terprediksi mendekati nilai aktual (Minitab Statistical Glossary, 2010). RMSEC menunjukkan selisih kadar prediksi dengan kadar aktual sehingga jika nilai RMSEC nya semakin kecil maka model model tersebut dapat dikatakan semakin baik karena faktor kesalahannya semakin kecil (Pindyck and Rubinfeld, 1998).

(71)
[image:71.612.99.519.106.518.2]

Gambar 10. Kurva hubungan antara kadar guaifenesin sebenarnya (actual response) vs kadar terhitung (calculated response) guaifenesin dengan metode

spektrofotometri uv-PLS pada panjang λ 230-300 nm

5 4 3 2 1 0 5 4 3 2 1 0

A ctual Response

Ca lc ul at ed R es po ns e

PLS Response Plot (response is dextro)

[image:71.612.136.502.114.284.2]

10 components

Gambar 11. Kurva hubungan antara kadar dextromethorphan HBr sebenarnya (actual response) vs kadar terhitung (calculated response) guaifenesin dengan

metode spektrofotometri uv-PLS pada λ 230 -300 nm

30 25 20 15 10 30 25 20 15 10

A ctual Response

Ca lc ul at ed R es po ns e

PLS Response Plot (response is gg)

(72)

4 3 2 1 0 4 3 2 1 0

A ctual Response

Ca lc ul at ed R es po ns e

PLS Response Plot (response is ctm)

10 components

Gambar 12. Kurva hubungan antara kadar chlorpheniramine maleat sebenarnya (actual response) vs kadar terhitung (calculated response) guaifenesin

dengan metode spektrofotometri uv- PLS pada λ 256 – 300 nm

C. Validasi model kalibrasi multivariat PLS

Salah satu kelemahan dari kalibrasi multivariat adalah dapat terjadi

overfitting. Overfitting diartikan sebagai model yang tampak sempurna dengan nilai

korelasi yang tinggi dan kesalahan yang kecil tetapi model ini tidak dapat memberikan hasil yang baik jika diterapkan pada data lain yang berbeda dari bahan atau sampel uji yang sama. Cara untuk mengatasi overfitting tersebut dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan melakukan validasi eksternal dan validasi internal (Faber and Rajko, 2007). Pada penelitian ini dilakukan dua macam validasi, validasi internal dengan metode validasi silang menggunakan teknik leave one out dan validasi eksternal dengan menyiapkan 10 campuran baku guaifenesin., dextromethorphan HBr dan chlorpheniramine maleat (set validasi) yang independen.

[image:72.612.100.521.111.555.2]
(73)

membuat persamaan. Kemudian persamaan yang sudah dibuat tadi digunakan untuk menghitung kadar terprediksi dari data yang sudah dikeluarkan sebelumnya. prosedur ini dilakukan secara bergantian sampai semua sampel dari set kalibrasi dikeluarkan satu kali (Faber and Rajko, 2007).

Selisih antara kadar prediksi dan kadar aktual dari setiap sampel dihitung. kemudian dihitung jumlah kuadrat dari selisih tadi yang disebut sebagai predicted

residual error sum of squares (PRESS) yang merupakan salah satu indikator

kebaikan model yang menggambarkan kemampuan prediksi. Semakin rendah nilai PRESS maka kemampuan model untuk memprediksi semakin baik (Rohman and Che Man, 2011). Root mean squared error cross validation (RMSECV) juga menggambarkan kemampuan prediksi. nilai RMSECV dapat ditentukan dari nilai

Gambar

Gambar 1. Struktur Guaifenesin
Gambar 2. Struktur Chlorpheniramine Maleat
Gambar 3. Struktur Dextromethorpan HBr
Gambar 4. Spektrum absorpsi pada panjang gelombang masing – masing komponen tidak saling tumpang tindih (Day dan Underwood, 1980)
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENETAPAN KADAR NATRIUM DIKLOFENAK DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET..

Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini akan dilakukan penetapan kadar deksklorfeniramin maleat dan betametason pada sediaan tablet secara spektrofotometri

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa metode spektrofotometri ultraviolet dengan panjang gelombang berganda dapat digunakan untuk melakukan

Metode spektrofotometri ultraviolet menggunakan campuran pelarut metanol dan NH 4 OH dapat digunakan pada penetapan kadar mebhidrolin napadisilat dalam sediaan tablet

Hasil uji validasi yang didapat menunjukkan bahwa metode spektrofotometri ultraviolet dapat digunakan untuk penetapan kadar ofloksasin dalam sediaan tablet, karena

Penetapan kadar betametason dan deksklorfeniramin maleat secara spektrofotometri ultraviolet dengan metode panjang gelombang berganda, dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu

Validasi Metode Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan Ibuprofen secara Spektrofotometri UV Dengan Aplikasi Metode Panjang Gelombang Berganda.. Skripsi, Fakultas Farmasi,

Kombinasi spektrum ultraviolet dan model kalibrasi multivariat telah dikembangkan untuk penentuan simultan kadar kafein, vitamin B1, B2, dan B6 dalam contoh minuman berenergi